LATAR BELAKANG
Mendengar berita mengenai rencana kedatangan kafilah perdagangan kaum Quraisy dari Syam di bawah pimpinan Abu Sofyan bin Harb, Rasulullah saw mengajak kaum Muslimin langsung dibawah Komando Beliau untuk mencegat dan merampas kafilah tersebut, dengan dalih sebagai ganti atas kekayaan mereka yang dirampas oleh kaum Musyrikin di Mekkah. Anjuran Rasulullah saw ini , hanya disambut oleh sebagian kaum Muslimin, karena sebagian yang lain menyangka tidak akan terjadi peperangan.
Menurut riwayat Ibnu Ishaq, Rasulullah saw keluar bersama dengan 313 sahabatnya pada suatu malam di bulan Ramadan dengan membawa 70 ekor unta dan ekor kuda. Setiap ekor unta ditunggangi secara bergantian oleh dua atau tiga orang. Jarak dari Madinah ke Lembah Badar adalah sekitar 130 kilometer dari kota Madinah arah barat daya. Dengan demikian para sahabat berjalan sekitar 40-80 km untuk sampai ke lembah Badar, dengan lama perjalanan selama 6 hari perjalanan (berangkat hari sabtu dan sampai hari Kamis). Adapun lokasi lembah Badar ini berjarak 310 KM dari kota
Abu Sufyan berangkat dari Syam dengan membawa 1.000 unta sekaligus harta yang banyak sekali, ada yang mengatakan sekitar 50 ribu dinar (2 T). Ketika itu diwakili oleh sedikit pasukan dan tidak lebih dari 70 orang. Begitulah menurut mayoritas pendapat. Oleh karena itu, Nabi pun mengutus kaum muslimin untuk menuju tempat tersebut dan beliau berkata, “Unta-unta Quraisy tersebut membawa banyak harta dan pergilah kalian ke sana. Semoga Allah menjadikan harta tersebut sebagai ghanimah untuk kalian.” Oleh karena itu, beliau mengutus kaum muslimin untuk menuju ke sana.
Sebagian dari mereka menuju ke tempat yang dituju, sedangkan sebagian yang lain merasa berat untuk melakukan hal tersebut sebab mereka menyangka bahwa Rasulullah tidak benar-benar ingin berperang dan juga saat itu tidak banyak sahabat yang hadir. Rasulullah berkata, “Siapa saja yang hadir di sini, ikutlah bersama kami.” Sebagian sahabat ingin mengajak orang-orang yang berada di bagian atas Madinah. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mencegahnya, “Tidak, kecuali yang di sini saja.”
Abu Sufyan sangat mewaspadi berita ini jangan sampai diketahui oleh orang lain. Pada suatu kesempatan, sampai berita kepadanya bahwa Nabi akan mencegah untanya. Kemudian disewalah Dhamdam bin Umar Al-Ghifari dengan 20 mitsqal (83 gram Emas) untuk pergi ke Makkah dan diperintahkan kepadanya untuk memotong tali hidung untanya dan mengubah jalur perjalanannya, merobek bagian depan, dan belakang bajunya ketika masuk Makkah serta mendatangi orang-orang Quraisy untuk meminta agar bergegas menuju ke harta-hartanya yang sedang diincar oleh Muhammad dan para sahabatnya.
Berangkatlah Dhamdam ke Makkah dengan segera dan dilaksanakanlah apa yang diperintahkan oleh Abu Sufyan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada hari Sabtu, Tahun dua hijriyah. Yang tidak ikut bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu adalah Abu Lubabah Al-Anshari. Adapun jumlah pasukan yang ikut pada waktu itu menurut pendapat yang terkuat sebanyak 313 orang. Mereka hanya memiliki dua kuda dan tujuh puluh unta. Sementara Nabi, Ali bin Abi Thalib, dan Martsad Al-Ghanawi bergantian naik kuda dari belakang unta-unta tersebut.
Demi mendengar berita ini, seluruh kaum Quraisy dengan serta merta mempersiapkan diri, bersiaga penuh dan berangkat keluar dengan tujuan perang. Tak seorang pun dari para tokoh Quraisy yang tertinggal dari keberangkatan pasukan yang berjumlah sekitar seribu personil ini. Untuk menghadapi pasukan ini, keluarlah orang-orang Quraisy sebanyak 950 orang setelah Dhamdham memberitahukan apa yang sedang terjadi. Mereka terdiri dari 100 pasukan berkuda dan 700 unta, dan tidak ada seorang pun dari tokoh mereka yang tidak ikut serta, kecuali Abu Lahab. Abu Lahab mengutus Al-‘Ash bin Hasyim bin Al-Mughirah untuk menggantikan posisinya.
Dengan demikian pasukan kafir Quraisy membesar menjadi 1000 pasukan.
ABU SUFYAN MENGECOH PASUKAN MUSLIM
Abu Sufyan memacu untanya, ia mewanti-wanti kalau-kalau kaum muslimin mendahului mereka. Ketika sampai di Badar, ia bertemu dengan Majdi bin ‘Amr. Kemudian Abu Sufyan bertanya kepadanya, “Apakah kamu melihat seseorang?” Majdi menjawab, “Saya tidak melihat siapa pun, kecuali dua orang yang menunggangi unta menuju ke lembah itu.” Lalu ia menunjuk ke arah yang dituju oleh kedua orang tersebut. Kemudian Abu Sufyan menuju ke tempat tersebut dan mendapati tahi unta. Kemudian terbesit di benaknya kalau itu merupakan tahi unta penduduk Yatsrib. Kemudian Abu Sufyan dengan sigapnya kembali menuju para sahabatnya hingga ia kembali menjumpai unta-untanya.
Kemudian Abu Sufyan telah berhasil menyelamatkan unta-untanya. Lalu diutusnyalah Qais bin Imri’ Al-Qais kepada Quraisy untuk membawa pesan yang berbunyi, “Sesungguhnya kalian keluar untuk menyelamatkan unta-unta kalian. Ketahuilah bahwa harta-harta kalian serta keluarga kalian telah diselamatkan oleh Allah. Kembalilah ke Makkah.” Berita itu datang ketika mereka berada di Juhfah. Kemudian Abu Jahal bin Hasyim berkata, “Demi Allah, kita tidak akan pulang sebelum menuju Badar.” Badar merupakan tempat yang biasanya digunakan oleh Kabilah Arab pada musim tertentu sebagai tempat berkumpul. “Di sana kita akan tinggal selama tiga hari. Kita akan memotong binatang lalu mengadakan pesta makan dan minum khamar. Kita bersenang-senang agar orang-orang Arab bisa mendengar dan melihat perkumpulan kita sehingga mereka tambah takut kepada kita.”
MUSYAWARAH
Dalam pada itu, kafilah Abu Sofyan berhasil lolos meninggalkan dan menyusuri air Badr dengan melalui jalan pantai menuju ke arah Mekkah. Akhirnya ia berhasil menyelamatkan kafilah dan perniagaannya dari ancaman bahaya.
Setelah mendengar berita keberangkatan kaum Quraisy, Rasulullah saw segera meminta pandangan dari para sahabatnya. Kaum Muhajirin mendukung dan memandang baik pendirian beliau. Di antaranya al-Miqdad bin Amer dengan tegas menyatakan, ”Ya Rasulullah saw , laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Allah kepada anda. Kami tetap bersama anda.”
Dan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kaum yang terbaik dari seluruh para sahabat para nabi, takala mereka mengetahui kedatangan Quraisy untuk memerangi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam maka Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu ‘anhu pun berdiri dan berkata : Kami tidak berkata sebagaimana perkataan kaum Musa:
أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقاَتِلاَ } وَلَكِنَّا نُقَاتِلُ عَنْ يَمِيْنِكَ وَعَنْ شِمَالِكَ وَبَيْنَ يَدَيْكَ وَخَلْفَكَ،
“Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah”, akan tetapi kami akan berperang bersamamu dari arah kananmu, arah kirimu, di depanmu, di belakangmu”.
Ibnu Mas’ud berkata :
فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشْرَقَ وَجْهُهُ وَسَرَّهُ يَعْنِي قَوْلَهُ
“Akupun melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasalah berseri-seri wajah beliau dan gembira dengan perkataan Al-Miqdad” (HR Al-Bukhari no 3952)
Tetapi Rasulullah saw terus memandang ke arah mereka dan berkata.”Kemukakanlah pandangan kalian kepadaku, wahai manusia.” Kemudian Sa‘d bin Mu‘adz menjawab, ”Demi Allah, tampaknya anda menghendaki ketegasan sikap kami, wahai Rasulullah saw ?” Nabi saw menjawab, “ Ya, benar!”
Sa‘d menjawab, “ Kami telah beriman kepada anda, dan kami pun membenarkan kenabian dan kerasulan anda. Kami juga telah menjadi saksi bahwa apa yang anda bawa adalah benar. Atas dasar itu kami telah menyatakan janji dan kepercayaan kami untuk senantiasa taat dan setia kepada anda. Jalankanlah apa yang anda kehendaki, kami tetap bersama anda. Demi Allah, seandainya anda menghadapi lautan dan anda terjun ke dalamnya , kami pasti akan terjun bersama anda.”
Kaum Anshor berkata
وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ لَوْ ضَرَبْتَ أَكْبَادَهَا إِلَى بَرْكِ الْغِمَادِ لاَتَّبَعْنَاكَ
“Demi Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau berjalan menuju Barkil Gimad (di ujung Yaman) maka kami akan mengikutimu” (HR Ahmad)
Sa’ad bin ‘Ubadah berkata :
لَوْ أَمَرْتَنَا أَنْ نُخِيْضَهَا الْبِحَارَ لَأَخَضْنَاهَا
“Kalau seandainya engkau memerintahkan kami untuk masuk bersama tunggangan kami dalam lautan maka akan kami lakukan” (HR Ahmad)
Mendengar jawaban Sa‘d ini Rasulullah saw merasa puas dan senang, kemudian beliau memerintahkan : “Berangkatlah dengan hari gembira, karena sesungguhnya Allah swt telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua golongan… Demi Allah aku seolah-olah melihat tempat-tempat mereka bergelimpangan….”
MENCARI INFORMASI
Ketika telah mendekati Badar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu berhenti dekat seseorang yang sudah tua, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya perihal Quraisy, Muhammad, serta para sahabatnya, dan semua berita yang berhubungan dengan mereka. Kemudian orang tersebut menjawab, “Tidak akan aku beritahu sebelum engkau mengatakan kepadaku siapa kalian?” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jika kamu mengabarkan kepada kami, maka kami akan memberitahumu siapa kami.” Kemudian orang tersebut menjawab, “Tepatilah apa yang kamu katakan ini.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” Maka orang tua itu pun menjawab, “Telah sampai berita kepadaku bahwa Muhammad keluar pada hari ini dan ini. Jika berita yang sampai kepadaku itu benar, maka pada hari ini mereka akan berada di tempat ini (posisi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu itu). Selain itu, telah sampai berita kepadaku bahwa Quraisy keluar pada hari ini dan ini. Jika berita yang sampai kepadaku benar, maka sekarang posisi mereka itu ada di tempat ini (posisi Quraisy pada waktu itu). Setelah selesai menjawab, orang tua itu pun bertanya, “Dari mana asal kalian berdua?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kami dari maa‘ (air).” Kemudian mereka meninggalkan orang tua tersebut. Laki-laki itu berkata, “Dari maa‘ (air)? Maa’ yang mana? Apakah Maa’ ‘Iraq?” (Ibnu Hisyam, As-Sirah An-Nabawiyah)
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali kepada para sahabatnya. Pada sore harinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Ali bin Abi Thalib, Zubair bin ‘Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan beberapa sahabat yang lain untuk menuju mata air Badar guna mencari informasi. Mereka pun mendapatkan dua orang pemuda yang sedang mengambil air minum unta, salah satunya berasal dari Bani Al-Hajjaj dan yang lainnya dari Bani Al-‘Ash bin Sa’id. Mereka membawa keduanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, pada saat itu beliau sedang shalat. Lalu kedua orang tersebut berkata, “Kami hanya bertugas untuk memberi minuman mereka.” Namun, para sahabat meragukan jawaban dari kedua orang tersebut atau jangan-jangan mereka bekerja untuk Abu Sufyan. Kemudian para sahabat memaksa untuk memberitahukan yang sebenarnya. Kemudian keduanya mengakui bahwa mereka bekerja untuk Abu Sufyan lalu para sahabat pun meninggalkan mereka.”
Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat, beliau berkata, “Waktu mereka menjawab dengan jujur, kalian memukul keduanya, dan tatkala mereka bohong kalian pun meninggalkan keduanya. Sesungguhnya mereka benar, demi Allah, mereka adalah pembantu Quraisy. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada keduanya, “Beri tahu aku tentang orang-orang Quraisy.” Mereka menjawab, “Kaum Quraisy berada di belakang bukit yang engkau lihat itu.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Berapa ekor unta yang mereka sembelih?” Mereka menjawab, “Terkadang mereka menyembelih sembilan ekor dan terkadang sepuluh.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jumlah mereka sekitar sembilan ratus sampai seribu orang.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Siapa saja di antara mereka tokoh-tokoh Quraisy?” Mereka menyebutkan: ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah, Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf, Suhail bin ‘Amr. Lalu mereka berdua menyebutkan yang lainnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap sahabatnya seraya berkata, “Kota Mekkah ini telah melemparkan kepada kalian kepingan-kepingan hatinya.”
KAFIR QURAISY BERBEDA PENDAPAT
Ima’ah bin Rukhdhah Al-Ghifari diutus kepada orang-orang Quraisy untuk membagikan hadiah kemudian berkata, “Jika kalian suka, maka kami akan mempersiapkan pedang dan pasukan, niscaya akan kami lakukan.” Oleh karena itu, mereka mengutusnya dan anaknya agar menyambung silaturahim, dan aku telah melaksanakan apa yang ditugaskan, maka demi umurku, kalaulah kami meneruskan peperangan dengan siapa saja, maka kami tidak akan lemah sedikit pun, tetapi jika kita memerangi Allah–sebagaimana keyakinan Muhammad–, maka tidak ada seorang pun yang sanggup melawan-Nya.
Orang-orang kafir mengutus Umair bin Wahab Al-Jumhi. Oleh karena itu, mereka pun berkata kepadanya, “Coba tebak, berapa jumlah pasukan Muhammad?” Kemudian dia berkeliling dengan kudanya di sekeliling bala tentara, Umair kembali kepada mereka dan berkata, “Sekitar tiga ratus orang, bahkan lebih dari itu sedikit, atau bahkan kurang dari itu. Akan tetapi, izinkan saya melihat kaum itu lebih dekat. Maka ia pun turun ke lembah sampai jauh, tetapi tidak melihat apa pun. Kemudian ia pun kembali kepada mereka, seraya berkata, “Aku tidak melihat apa pun wahai orang-orang Quraisy, kecuali bala yang membawa kepada kematian, daratan Yatsrib sebagai lembah kematian yang nyata, mereka adalah kaum yang tidak punya tujuan selain menggantungkan hidupnya kepada pedang. Demi Allah, aku tidak melihat akan dibunuh salah seorang dari mereka, kecuali mereka mampu membunuh salah seorang di antara kalian. Jika salah seorang dari mereka terbunuh, maka mereka akan membalas dan tidak ada kehidupan yang lebih baik setelah itu, sekarang terserah apa pendapat kalian?”
Tatkala Hakim bin Hizam mendengar hal itu, ia pun menuju ke kerumunan, kemudian ia pun mendatangi ‘Utbah bin Rabi’ah dan mengajaknya agar seraya berkata, “Hal Abul Walid, engkau adalah pembesar Quraisy sekaligus pemimpin mereka yang sangat setia, apakah ada suatu perkara yang senantiasa kamu ingat kebaikannya sampai akhir masa?” Ia pun bertanya, “Apakah itu wahai Hakim?” Hakim pun menjawab, “Kembalilah kepada kaummu, dan ambil alihlah posisi sahaba setiamu ‘Amru bin Al-Hadhramy, ia pun menjawab, “Baiklah, dan engkau menjadi saksi atas apa yang aku lakukan bahwa dia adalah sahabat setiaku atas apa yang menimpa diri dan hartanya.” Kemudian datanglah Ibnul Hanzhalah–Abu Jahal–seraya berkata, “Sesungguhnya aku tidak takut peperangan.” ‘Utbah berpidato di hadapan manusia dan berkata, “Wahai sekalian kaum Quraisy, demi Allah sesungguhnya kalian tidak akan dapat berbuat apa-apa terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Demi Allah, jika sampai kalian mencederai Muhammad, maka setiap orang dari mereka akan melihat setiap di antara kalian dengan pandangan kebencian seperti seseorang yang telah membunuh anak pamannya atau seseorang yang telah membunuh anggota keluarganya. Pulanglah kalian, janganlah kalian berada di antara Muhammad dan jangan kalian pula berada di antara golongan-golongan Arab. Jika mereka mencederainya, maka itulah yang kalian inginkan. Jika tidak, sebaliknya mereka akan berteman dengan kalian dan kalian tidak akan dapat memalingkan mereka dari apa yang kalian inginkan. Sesungguhnya aku melihat kaum-kaum yang keras pendirian, kalian tidak akan dapat menyamai mereka dan pada kalian pun tidak akan kelebihan. Wahai kaumku, catatlah hal itu di kepalaku dan katakanlah, “‘Utbah itu penakut, padahal kalian mengetahui bahwa aku bukanlah orang yang paling penakut di antara kalian.”
Hakim berkata, “Aku pun pergi dan mendatangi Abu Jahal, lalu aku berkata kepadanya, “Sesungguhnya ‘Utbah telah mengutusku kepadamu dengan ini dan itu, maka ia pun berkata, “Hembuskanlah, demi Allah, Muhammad telah menyihirnya ketika ia melihatnya dan sahabat-sahabatnya, hal ini tidak boleh terjadi. Demi Allah, kita tidak boleh kembali sehingga Allah menentukan apa yang terjadi di antara kita dan Muhammad.” Kemudian Hakim diutus kepada ‘Amir bin Al-Hadrami dan mengatakan padanya, “Ambillah pedangmu.” Kemudian ‘Amir pun pergi ke kerumunan manusia sambil berteriak dan memprovokasi orang-orang sehingga berkecamuklah perang dan merusak pandangan orang-orang terhadap ajakan ‘Utbah.
PERSIAPAN
Sebenarnya Abu Sofyan telah mengirim seorang kurir ke Mekkah, memberitahukan bahwa kafilah telah selamat. Tetapi Abu Jahal tetap bersikeras untuk melanjutkan perjalanan, sembari mengatakan : “Demi Allah, kami tidak akan pulang sebelum tiba di Badr. Di sana kami akan tinggal selama tiga hari memotong ternak, makan beramai-ramai dan minum arak sambil menyaksikan perempuan-perempuan menyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah seluruh orang Arab mendengar tentang perjalanan kita semua dan biarlah mereka tetap gentar kepada kita selamalamanya.”
Kemudian mereka bergerak sampai tiba di pinggir sebelah seberang lembah Badr. Sedangkan Rasulullah saw telah tiba di pinggir lembah seberang lain dengan posisi nyaris sehadap dengan lawan, dekat mata air Badr. Al Habbab bin Mundzir bertanya kepada Rasulullah saw : “Ya Rasulullah saw , apakah dalam memilih tempat ini anda menerima wahyu dari Allah swt, yang tidak dapat diubah lagi? Ataukah berdasarkan tipu muslihat peperangan ? Rasulullah saw menjawab, ““Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan tipu muslihat peperangan”.
Al Habbab mengusulkan :”Ya Rasulullah saw , jika demikian, ini bukan temapt yang tepat. Ajaklah pasukan pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh, kita membuat kubu pertahanan di sana dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita kana berperang dalam keadaan mempunyai persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh tidak akan memperoleh air minum.” Rasulullah saw menjawab, “pendapatmu sungguh baik.”
Rasulullah saw kemudian bergerak dan pindah ke tempat yang diusulkan oleh Habbab. Di samping itu Sa‘Ad bin Mu‘adz mengusulkan supaya dibuatkan ‚Arisy (kemah) untuk Nabi saw, sebagai tempat perlindungan.
Sa’id bin Mu’adz berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Nabi Allah, tidakkah kami perlu membangun kemah khusus untuk tempat istirahatmu, menyiapkan hewan kendaraanmu dan kemudian kita baru menyerang musuh kita? Sungguh, seandainya Allah memberikan kemenangan dan kejayaan kepada kita atas musuh-musuh kami, maka itulah yang kami inginkan. Namun, bila kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya, maka engkau sudah siap untuk menyelamatkan diri dan menemui kaum kita.”
Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada beberapa kaum yang menantimu di tanah air kita dan kecintaan mereka terhadapmu lebih besar dari kami. Sehingga, bila mereka mendengar bahwa engkau berperang, niscaya mereka pun tidak akan tinggal diam. Allah pasti akan melindungimu dengan mereka. Sebab mereka pasti akan memberimu pertimbangan dan senantiasa berjuang di belakangmu.” Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menyepakati usulan Sa’ad tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji Sa’ad dan mendoakannya kebaikan. Kemudian didirikanlah sebuah bangunan untuk Rasulullah di sekitar anak bukit di medan pertempuran, dan bersama Mu’adz serta Abu Bakar.
Kemudian Sa’ad bin Mu’adz berdiri di pintu tandu dengan pedang terhunus. Selanjutnya Rasulullah meninjau medan peperangan seraya menunjuk tempat-tempat tertentu, “Ini tempat matinya si fulan, di sini tewasnya si fulan. Apa yang beliau katakan itu, tidak satu pun yang meleset dengan kejadian yang sebenarnya.”
MALAM HARINYA
Tatkala Quraisy telah mendekati kota Badr dengan persenjataan mereka dan jumlah mereka tiga kali lipat dari jumlah kaum muslimin, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengisi malamnya dengan berdoa kepada Robnya memohon pertolongan, dan beliau berdoa dengan penuh kesungguhan hingga selendang beliau jatuh dari pundak beliau dan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu memperbaiki posisi selendang beliau dan berkata :
يَا رَسُوْلَ اللهِ، بَعْضَ مُنَاشَدَتِكَ رَبَّكَ، فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ”
“Wahai Rasulullah, cukuplah sebagian permohonanmu kepada Robmu, sesungguhnya Dia akan mewujudkan apa yang Ia janjikan bagimu”
Ali radhiallahu ‘anhu berkata :
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا فِيْنَا إِلاَّ نَائِمٌ إِلاَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ شَجَرَةٍ يُصَلِّي وَيَبْكِي حَتَّى أَصْبَحَ
“Sungguh aku melihat bahwa kita semunya tertidur kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau di bawah pohon sholat dan menangis hingga subuh hari” (HR Ahmad)
Dengan khusyu‘ memanjatkan do'a kepada Allah swt pada malam Jum‘at tanggal 17-Ramadhan. Di antara yang diucapkannya ialah : “Ya, Allah. Inilah kaum Quraisy yang datang dengan segala kecongkakan dan kesombongan untuk memerangi Engkau dan mendustakan Rasul-Mu. Ya, Allah, tunaikanlah janji kemenangan yang telah Engkau berikan kepadaku. Ya, Allah kalahkanlah mereka esok hari.”
Beliau terus memanjatkan do'a kepada Allah swt , dengan merendah diri dan khusyu‘ seraya menengadahkan kedua telapak tangannya ke langit, sehingga karena mereka iba Abu Bakar berusaha menenangkan hati Nabi saw dan berkata kepadanya, “ Ya Rasul Allah, demi diriku yang berada di tangan-Nya, bergembiralah. Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janji yang telah diberikan kepadamu.” Demikian pula kaum Muslimin, mereka ikut berdo'a kepada Allah swt memohon pertolongan dengan penuh ikhlas dan merendahkan diri di Hadapan-Nya.
Pada malam peperangan, malam 17 Ramadhan tepatnya pada malam Jumat, kaum muslimin mengantuk dan mereka pun tidur. Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Kami tidak memiliki kuda pada saat perang Badar kecuali yang kurus dan lemah. Pada malamnya kami semua tidur, kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shalat di bawah pohon sampai pagi.”
Ali radhiallahu ‘anhu berkata :
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا فِيْنَا إِلاَّ نَائِمٌ إِلاَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ شَجَرَةٍ يُصَلِّي وَيَبْكِي حَتَّى أَصْبَحَ
“Sungguh aku melihat bahwa kita semunya tertidur kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau di bawah pohon sholat dan menangis hingga subuh hari” (HR Ahmad)
Pada malam peperangan, malam 17 Ramadhan tepatnya pada malam Jumat, kaum muslimin mengantuk dan mereka pun tidur. Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Kami tidak memiliki kuda pada saat perang Badar kecuali yang kurus dan lemah. Pada malamnya kami semua tidur, kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shalat di bawah pohon sampai pagi.”
Muhammad Abdul Qadir Abu Faris dalam bukunya Fi Zhilali Sirah Nabawiyah; Ghazwah Badr al Kubro wa Ghazwah Uhud, menyebutkan bahwa setelah shubuh, sebelum matahari terbit, Nabi saw mengatur pasukan kaum muslimin menjadi beberapa barisan yang kokoh untuk bertempur. Nabi menginspeksi barisan, mengobarkan semangat perang, memilih siapa yang harus lawan tanding, termausk melemparkan pasir di awal pertempuran.
JALANNYA PERTEMPURAN
Pada hari Jum‘at tahun kedua Hijrah, tanggal 17 Ramadhan 2 H (13 Maret 624 M) mulailah pertempuran antara kaum Musyrikin yang dipimpin Abu Jahal dengan kaum Muslimin yang dipimpin Rasulullah SAW. Memulai pertempuran ini, Rasulullah saw mengambil segenggam kerikil kemudian dilemparkannya ke arah kaum Quraisy seraya berkata, “Hancurlah wajah-wajah mereka.”, kemudian meniupkannya ke arah mereka sehingga menimpa mata semua pasukan Quraisy.
‘Utbah bin Rabi’ah yang berbaris di antara saudaranya Syaibah dan anaknya Al-Walid bin ‘Utbah keluar dari barisan musyrikin dan mengajak untuk perang tanding. Kemudian majulah beberapa pemuda dari golongan Anshar seperti ‘Auf dan Mu’adz yang keduanya merupakan anak dari Al-Haris, dan ‘Abdullah bin Rawahah. Mereka bertanya, “Siapa kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah pemuda Anshar.” Mereka pun berkata, “Kami tidak memerlukan kalian.”
Kemudian salah seorang di antara mereka berseru, “Wahai Muhammad, keluarkan prajurit yang seimbang dengan kami.” Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil, “Majulah wahai ‘Ubaidah bin Al-Harits, majulah wahai Hamzah, majulah wahai ‘Ali, maka tatkala salah seorang dari mereka mendekat, musyrikin pun menanyakan, “Siapakah kalian?” Setiap dari mereka pun menyebutkan namanya. Musyrikin pun berkata, “Ini baru lawan yang seimbang.”
Akhirnya ‘Ubaidah yang paling tua di antara mereka melawan ‘Utbah. Hamzah melawan Syaibah. Ali melawan Al-Walid. Hamzah dan Ali membunuh kedua lawannya. Namun, tidak demikian halnya dengan ‘Ubaidah yang terkena dua tusukan. Ali dan Hamzah pun bergegas untuk menolong ‘Ubaidah untuk membunuh musuhnya. Pada saat berperangnya dua kubu inilah turun firman Allah,
هَٰذَانِ خَصْمَانِ اخْتَصَمُوا فِي رَبِّهِمْ ۖ فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ
“Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka. Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka.” (QS. Al-Hajj: 19)
Setelah tanding satu persatu, maka dimulai petermpuran dengan berlangsung sengit,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas bukit bersama Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermunajat kepada Rabbnya untuk meminta pertolongan yang dijanjikan oleh Allah,
اللَّهُمَّ إِنْ تُهْلِكَ هَذِهِ العَصَابَةَ مِنْ أَهْلِ الإِيْمَانِ اليَوْمَ فَلاَ تُعْبَدُ فِي الأَرْضِ أَبَدًا
“Ya Allah, jika engkau membinasakan kelompok ini dari ahli iman pada hari ini, maka Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi selamanya.”
Kemudian Abu Bakar menyapa, “Wahai Rasulullah, cukuplah apa yang telah kau minta kepada Tuhanmu karena sesungguhnya Allah akan memberikan apa yang telah dijanjikannya kepadamu.”
Selanjutnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertidur kemudian terbangun dengan tersenyum dan berkata, “Bergembiralah, wahai Abu Bakar, pasukan itu akan dilumatkan dan lari ke belakang. Bergembiralah karena pertolongan Allah telah datang. Ini Jibril memegang kendali kuda dan menungganginya. Kemudian beliau turun dari atas bukit sambil membaca,
سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّونَ الدُّبُرَ
“Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (QS. Al-Qamar: 45)
Nabi saw dalam perang Badar tersebut turun sendirian memasuki kancah pertempuran Badar, jadi bukan hanya berdoa di atas bukit. Nabi berperang dengan peperangan yang dahsyat, Ali berkata :
لَقَدْ رَأَيْتُنَا يَوْمَ بَدْرٍ وَنَحْنُ نَلُوْذُ بِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ أَقْرَبُنَا إِلَى الْعَدُوِّ وَكَانَ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ يَوْمَئِذٍ بَأْسًا
“Sungguh aku melihat tatkala perang Badr kami berlindung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau yang paling dekat dengan musuh, dan beliau paling dahsyat peperangannya pada hari itu” (HR Ahmad)
Ali bin Abu Thalib berkata memberi kesaksian, "Apabila pertempuran berkecamuk sengit, kami berlindung diri dengan Rasulullah saw, sehingga tidak ada orang yang paling dekat dengan musuh kecuali Rasulullah saw".
Ali juga berkata, "Pada waktu perang Badar dan orang-orang telah bersiap, Rasulullah saw mendahului kami sehingga tidak ada seorang pun yang paling dekat dengan musuh kecuali Rasulullah saw. Nabi saw adalah orang yang paling berani dan kuat"
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam barisan muslimin dan memberikan semangat kepada mereka untuk berperang dan menjanjikan mereka dengan surga yang nikmat bagi mereka yang syahid di jalan Allah. Seperti dalam sabdanya,
ِقُوْمُوْا إِلَى جَنَّةٍ عَرْضِهَا السَّمَوَاتِ وَالأَرْض
“Berdirilah kalian menuju surga yang luasnya bagai langit dan bumi.” ‘Umair bin Al-Humam Al-Anshari berkata, “Wahai Rasulullah, surga yang luasnya seluas lapisan langit dan bumi?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” ‘Umair menimpali, “Wah, betapa besarnya!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Mengapa engkau mengatakan hal itu?” ‘Umair menjawab, “Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah. Aku hanya berharap agar aku akan menjadi penghuninya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau akan menjadi penghuninya.” Kemudian ia mengeluarkan kurma-kurma yang terdapat dalam bungkusannya dan memakan sebagiannya seraya berkata, “Jika aku hidup karena memakan kurma-kurma ini, sungguh ia adalah kehidupan yang panjang.” Ia pun membuang sebagian kurmanya dan langsung berperang sehingga terbunuh dan syahid.
Kedua kubu pun saling bertempur dan peperangan pun makin berkobar dan bertambah sengit, dan makin bertambah pula pertolongan Allah dengan tentara-tentaranya dari para malaikat yang menguatkan hati orang-orang mukmin dan memberi mereka kabar gembira serta menumbuhkan ketakutan dalam hati kaum musyrikin. Mahabenar Allah dalam firman-nya,
ِإِذْ يُوحِي رَبُّكَ إِلَى الْمَلَائِكَةِ أَنِّي مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِينَ آمَنُوا ۚ سَأُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوا فَوْقَ الْأَعْنَاقِ وَاضْرِبُوا مِنْهُمْ كُلَّ بَنَانٍ
“(Ingatlah), ketika Rabbmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.” (QS. Al-Anfal: 12)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil segenggam pasir dan melemparkannya ke hadapan orang-orang musyrik dan berkata, “Kenalah wajah kalian.” Maka tidak tersisa seorang musyrik pun, kecuali matanya terkena debu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang membunuh orang-orang yang dipaksa berperang. Mereka patut bersyukur atas larangan dan perlindungan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Pada suatu hari, beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Sesungguhnya aku mengetahui beberapa orang dari Bani Hasyim yang terpaksa berperang dan kita tidak perlu untuk membunuh mereka. Oleh karena itu, siapa saja yang bertemu seorang dengan Bani Hasyim, maka jangan membunuhnya. Selain itu, siapa saja yang bertemu Abu Al-Bakhtari, maka jangan membunuhnya. Siapa saja yang bertemu dengan Al-‘Abbas bin ‘Abdul Mutthalib, paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka jangan membunuhnya. Karena mereka berperang dengan terpaksa.”
Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Ruwai’i Al-Ghanam, “Aku baru saja melalui peperangan yang berat, tetapi aku berhasil memenggal kepala Abu Jahal dan membawanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Kemudian yang terbunuh adalah Umayyah bin Khalaf, Al-‘Ash bin Hisyam, ‘Abdullah bin Al-Jarrah, Hanzhalah bin Abu Sufyan, Naufal bin Khuwailid, dan Abu Bakar Al-Bakhtari bin Hisyam, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah menasihatinya, tetapi ia menolaknya. Para sahabat berkata kepadanya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk membunuh kecuali kamu.” Ia menjawab, “Tidak, demi Allah kalau begitu aku akan mati terbunuh bersama-sama mereka.” Dan masih banyak lagi yang terbunuh dari kalangan Quraisy saat itu.
Selain itu, Allah swt juga mendukung kaum Muslimin dengan mengirim bala bantuan Malaikat. Maka Allahpun mengabulkan doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan menolong kaum mukminin dengan seribu malaikat yang datang beturut-turut, setiap malaikat dibelakangnya ada malaikat yang lain, dan Nabi tertutup mata sebentar lalu beliau menegakan kepala beliau dan berkata :
أبشر يا أبا بكر هذا جبريل على ثناياه النقع
“Bergembiralah wahai Abu Bakar, ini Jibril di giginya ada debu-debu (dari medan perang)”
Jibril ‘alaihis salam turun ikut dalam peperangan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;
هَذَا جِبْرِيْلُ آخِذٌ بِرَأْسِ فَرَسِهِ عَلَيْهِ أَدَاةُ الْحَرْبِ
“Ini adalah Jibril sedang memegang kepala kudanya, dan ia membawa peralatan perang” (HR Al-Bukhari no 3995)
Dan seribu malaikat ikut berperang bersama Jibril, mereka turun dari langit dan Allah mengabarkan kaum mukminin tentang ikut serta para malaikat dalam peperangan sebagai kabar gembira bagi mereka dan untuk menenangkan hati mereka. Allah berfirman:
وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلا بُشْرَى وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (١٠)
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Anfaal : 10)
Akhirnya peperangan dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan suatu kemenangan yang besar. Dari pihak kaum Musyrikin , terbunuh 70 orang dan yang tertawan 70 orang. Sedangkan dari pihak kaum Muslimin gugur mencapai syahid 14 orang.
إِذْ أَنْتُمْ بِالْعُدْوَةِ الدُّنْيَا وَهُمْ بِالْعُدْوَةِ الْقُصْوَى وَالرَّكْبُ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَوْ تَوَاعَدْتُمْ لاخْتَلَفْتُمْ فِي الْمِيعَادِ وَلَكِنْ لِيَقْضِيَ اللَّهُ أَمْرًا كَانَ مَفْعُولا لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْيَا مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَسَمِيعٌ عَلِيمٌ (٤٢)إِذْ يُرِيكَهُمُ اللَّهُ فِي مَنَامِكَ قَلِيلا وَلَوْ أَرَاكَهُمْ كَثِيرًا لَفَشِلْتُمْ وَلَتَنَازَعْتُمْ فِي الأمْرِ وَلَكِنَّ اللَّهَ سَلَّمَ إِنَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (٤٣)وَإِذْ يُرِيكُمُوهُمْ إِذِ الْتَقَيْتُمْ فِي أَعْيُنِكُمْ قَلِيلا وَيُقَلِّلُكُمْ فِي أَعْيُنِهِمْ لِيَقْضِيَ اللَّهُ أَمْرًا كَانَ مَفْعُولا وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الأمُورُ (٤٤)
42. (Yaitu di hari) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada di bawah kamu[617]. Sekiranya kamu Mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan[618], Yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula)[619]. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui,
43. (yaitu) ketika Allah Menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. dan Sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi gentar dan tentu saja kamu akan berbantah-bantahan dalam urusan itu, akan tetapi Allah telah menyelamatkan kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala isi hati.
44. Dan ketika Allah Menampakkan mereka kepada kamu sekalian, ketika kamu berjumpa dengan mereka berjumlah sedikit pada penglihatan matamu dan kamu ditampakkan-Nya berjumlah sedikit pada penglihatan mata mereka, karena Allah hendak melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan. dan hanyalah kepada Allahlah dikembalikan segala urusan. (Qs 8:42-44)
[617] Maksudnya: kaum muslimin waktu itu berada di pinggir lembah yang dekat ke Madinah, dan orang-orang kafir berada di pinggir lembah yang jauh dari Madinah. sedang kafilah yang dipimpin oleh Abu Sofyan itu berada di tepi pantai kira-kira 5 mil dari Badar.
[618] Maksudnya: kemenangan kaum muslimin dan kehancuran kaum musyrikin.
[619] Maksudnya: agar orang-orang yang tetap di dalam kekafirannya tidak mempunyai alasan lagi untuk tetap dalam kekafiran itu, dan orang-orang yang benar keimanannya adalah berdasarkan kepada bukti-bukti yang nyata.
Dan Allah menjadikan jumlah pasukan kaum muslimin kelihatan sedikit di mata kaum musyrikin agar mereka tidak kabur dan juga menjadikan jumlah kaum musyrikin kelihatan sedikit di mata kaum mukminin agar mereka terus maju bertempur
وَإِذْ يُرِيكُمُوهُمْ إِذِ الْتَقَيْتُمْ فِي أَعْيُنِكُمْ قَلِيلا وَيُقَلِّلُكُمْ فِي أَعْيُنِهِمْ لِيَقْضِيَ اللَّهُ أَمْرًا كَانَ مَفْعُولا
Dan ketika Allah Menampakkan mereka kepada kamu sekalian, ketika kamu berjumpa dengan mereka berjumlah sedikit pada penglihatan matamu dan kamu ditampakkan-Nya berjumlah sedikit pada penglihatan mata mereka, karena Allah hendak melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan. (QS Al-Anfaal : 44)
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata : “Sampai-sampai aku berkata kepada seseorang di sampingku : “Apakah engkau melihat jumlah pasukan Quraisy 70 orang?”, maka ia berkata ; “Aku melihat jumlah mereka 100”, padahal jumlah mereka sekitar 1000 orang.
Nabi berperang dengan peperangan yang dahsyat, Ali berkata :
لَقَدْ رَأَيْتُنَا يَوْمَ بَدْرٍ وَنَحْنُ نَلُوْذُ بِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ أَقْرَبُنَا إِلَى الْعَدُوِّ وَكَانَ مِنْ أَشَدِّ النَّاسِ يَوْمَئِذٍ بَأْسًا
“Sungguh aku melihat tatkala perang Badr kami berlindung kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau yang paling dekat dengan musuh, dan beliau paling dahsyat peperangannya pada hari itu” (HR Ahmad)
Jibril ‘alaihis salam turun ikut dalam peperangan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ;
هَذَا جِبْرِيْلُ آخِذٌ بِرَأْسِ فَرَسِهِ عَلَيْهِ أَدَاةُ الْحَرْبِ
“Ini adalah Jibril sedang memegang kepala kudanya, dan ia membawa peralatan perang” (HR Al-Bukhari no 3995)
Dan seribu malaikat ikut berperang bersama Jibril, mereka turun dari langit ketiga, dan Allah mengabarkan kaum mukminin tentang ikut serta para malaikat dalam peperangan sebagai kabar gembira bagi mereka dan untuk menenangkan hati mereka. Allah berfirman:
وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلا بُشْرَى وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (١٠)
Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Anfaal : 10)
Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhumaa berkata ;
بَيْنَمَا رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَوْمَئِذٍ يَشْتَدُّ فِي إِثْرِ رَجُلٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ أَمَامَهُ، إِذْ سَمِعَ ضَرْبَةً بِالسَّوْطِ فَوْقَهُ، وَصَوْتُ الْفَارِسِ يَقُولُ: أَقْدِمْ حَيْزُومُ. إِذْ نَظَرَ إِلَى الْمُشْرِكِ أَمَامَهُ خَرَّ مُسْتَلْقِيًا، فَنَظَرَ إِلَيْهِ فَإِذَا هُوَ قَدْ خُطِمَ أَنْفُهُ وَشُقَّ وَجْهُهُ كَضَرْبَةِ السَّوْطِ، فَاخْضَرَّ ذَلِكَ أَجْمَعُ، فَجَاءَ الْأَنْصَارِيُّ، فَحَدَّثَ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَقَالَ: (صَدَقْتَ، ذَلِكَ مِنْ مَدَدِ السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ) فَقَتَلُوا يَوْمَئِذٍ سَبْعِينَ وَأَسَرُوا سَبْعِينَ
“Tatkala seseorang dari kaum muslimin pada hari tersebut (perang Badr) sungguh sedang cepat mengikuti seseorang dari musyrikin di hadapannya, tiba-tiba ia mendengar suara pukulan cemeti di atas si musyrik dan suara prajurit berkuda yang berkata : “Majulah Haizuum (Haizum nama kuda malaikat tersebut)”, lalu ia melihat ke si musyrik di hadapannya telah jatuh terkapar di atas pundaknya, lalu ia melihat kepadanya ternyata si musyrik telah terluka hidungnya dan robek wajahnya berbekas menjadi seperti tempat cambuk, maka wajahnya hijau (hitam) seluruhnya. Maka ia (anshori) tersebut datang dan mengabarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka Nabi berkata : “Engkau benar, itu adalah pasukan pertolongan dari langit ketiga”. Maka kaum muslimin pada hari tersebut membunuh 70 orang dan menawan 70 orang” (HR Muslim no 1763)
Sahl radhiallahu ‘anhu berkata :
لَقَدْ رَأَيْتُنَا يَوْمَ بَدْرٍ، وَإِنَّ أَحَدَنَا يُشِيرُ بِسَيْفِهِ إِلَى رَأْسِ الْمُشْرِكِ فَيَقَعُ رَأْسُهُ عَنْ جَسَدِهِ قَبْلَ أَنْ يَصِلَ إِلَيْهِ
“Ketika perang Badr aku melihat salah seorang dari kami mengarahkan pedangnya ke kepala seorang musyrik maka putuslah kepala musyrik tersebut dari tubuhnya sebelum pedangnya mengenainya” (HR Al-Haakim no 5736)
Allah berfirman
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (QS Al-Anfaal : 17)
AKHIR PERANG
Dalam perang Badar yang terjadi dalam beberapa jam saja, ini terbunuh 70 orang dari kaum musyrikin dan syahid 14 kaum muslimin. Diantara kafir yangtewas adalah para pembesar Quraisy yang menghalangi tersebarnya tauhid di muka bumi, dan terbunuh pula selain mereka dari orang-orang yang tidak memiliki kebaikan sama sekali.
Diantara yang terbunuh adalah Utbah bin Rabi’ah saudaranya Syaibah dan anaknya Walid dalam perang tanding. Dua pemuda Anshar Mu’az bin ‘Amru bin Al-Jamuh dan Mu’awwidz bin Afra’ berhasil membunuh Abu Jahal. ‘Abdullah bin Mas’ud yang mengetahui hal itu pun ikut membunuh Abu Jahal. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengetahui hal itu pun beranjak bersama Ibnu Mas’ud dan berdiri di depan mayat Abu Jahal seraya berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menghinakan engkau wahai musuh Allah. Ia adalah Fir’aunnya umat ini.”
Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu menceritakan, “Ketika Perang Badar aku berada di tengah barisan. Tiba-tiba saja dari sisi kanan dan kiriku muncul dua orang pemuda yang masih sangat belia. Aku berharap seandainya saat itu aku berada di antara tulang-tulang rusuk mereka (untuk melindungi mereka, pen.). Salah seorang dari mereka mengedipkan mata kepadaku dan berkata, “Wahai paman, engkau kenal Abu Jahal?” Kukatakan kepadanya, “Anakku, apa yang akan kau perbuat dengannya?” Pemuda itu kembali berkata,
ِأُخْبِرْتُ أَنَّهُ يَسُبُّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَئِنْ رَأَيْتُهُ لاَ يُفَارِقُ سَوَادِى سَوَادَهُ حَتَّى يَمُوتَ الأَعْجَلُ مِنَّا
“Aku mendengar bahwa ia telah mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku pun bersumpah kepada Allah seandainya aku melihatnya niscaya aku akan membunuhnya atau aku yang akan mati di tangannya.”
Aku pun tercengang kaget dibuatnya. Lalu pemuda yang satunya lagi mengedipkan mata kepadaku dan mengatakan hal yang sama kepadaku. Seketika itu aku melihat Abu Jahal berjalan di tengah kerumunan orang. Aku berkata, “Tidakkah kalian lihat? Itulah orang yang kalian tanyakan tadi.” Mereka pun saling berlomba mengayunkan pedangnya hingga keduanya berhasil membunuh Abu Jahal.”
ِثُمَّ انْصَرَفَا إِلَى رَسُولِ اللَّهُ – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَاهُ فَقَالَ « أَيُّكُمَا قَتَلَهُ » . قَالَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَنَا قَتَلْتُهُ . فَقَالَ « هَلْ مَسَحْتُمَا سَيْفَيْكُمَا » . قَالاَ لاَ . فَنَظَرَ فِى السَّيْفَيْنِ فَقَالَ « كِلاَكُمَا قَتَلَهُ
Kemudian mereka menghadap Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan memberitahukan kepada beliau. Maka beliau bertanya, “Siapakah di antara kalian berdua yang membunuhnya?” Keduanya mengacung lalu mengatakan, “Saya yang telah membunuhnya.” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, “Apakah kalian sudah membersihkan pedang kalian?” Mereka menjawab, “Belum.” Perawi berkata, “Lalu beliau memeriksa pedang mereka dan bersabda, ‘Kalian berdua telah membunuhnya.’” Kemudian beliau memutuskan bahwa harta rampasannya untuk Mu’adz Ibnu ‘Amr Ibnu al-Jamuh. Kedua pemuda itu adalah Mu’adz bin ‘Afra’ dan Mu’adz bin ‘Amr bin Al-Jamuh. (HR. Bukhari, no. 3141 dan Muslim, no. 1752)
Mengenai kerabat yang saling membunuh dalam perang ini disebutkan dalam ayat,
لَا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءهُمْ أَوْ أَبْنَاءهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang itu adalah bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (QS. Al-Mujadilah: 22)
Dalam ayat, yang dimaksud “walau itu bapak mereka” adalah kisah Abu ‘Ubaidah yang membunuh ayahnya saat Perang Badar. “Walau itu anaknya” yaitu kisah seorang putra yang bernama ‘Abdurrahman yang dibunuh oleh bapak kandungnya dalam peperangan. “Walau itu saudaranya” yaitu kisah Mush’ab bin ‘Umair sewaktu ia membunuh saudaranya, ‘Ubaid bin ‘Umair. “Walau itu kerabatnya” yaitu kisah ‘Umar yang membunuh keluarga dekatnya. Begitu pula kisah Hamzah, Ali, dan ‘Ubaidah bin Al-Harits yang membunuh kerabatnya, yaitu ‘Utbah, Syaibah, dan Al-Walid bin ‘Utbah. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:212-213)
Seiring dengan tergelincirnya matahari pada hari itu, pulanglah Quraisy ke Makkah dengan kekalahan. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabat untuk memindahkan mayat-mayat syuhada yang bergelimpangan di arena peperangan untuk dikuburkan di tanah Badar, kecuali Umayyah bin Khalaf. Sebab, jasadnya menggelembung sehingga mengisi baju besinya. Kemudian mereka mencoba menanggalkan baju besinya tersebut, tetapi kulitnya mengelupas.
Mayat-mayat kaum Musyrikin yang terbunuh dalam peperangan ini termasuk para tokoh mereka dilemparkan ke dalam sumur tua di Badr. Ketika mayat-mayat itu dilemparkan ke dalamnya, Rasulullah saw berdiri di mulut perigi itu seraya memanggil nama-nama mereka berikut nama bapak-bapaknya, “Wahai Fulan bin Fulan bin Fulan, apakah kalian telah berbahagia karena kalian mentaati Allah swt dan Rasul-Nya ? Sesungguhnya kami telah menerima kebenaran janji Allah swt, yang diberikan kepada kami, apakah kalian juga telah menyaksikan kebenaran yang dijanjikan Allah swt kepada kalian?” Mendengar ini, Umar ra bertanya, ”Ya,Rasulullah kenapa anda mengajak bicara jasad yang sudah tidak bernyawa ?” Beliau menjawab, “Demi Dzat yang diri Muhammad berada di tangann-Nya, kalian tidak lebih mendengar perkataanku daripada mereka.”
SYUHADA BADAR
Dalam perang Badar terdapat 14 orang sahabat mati syahid dan meraih surga yang tertinggi, mereka berasal dari muhajirin 6 orang dan anshar sejumlah 8 orang. Ummu Haaritsah bin Suroqoh mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata :
يَا نَبِيَّ اللهِ أَلاَ تُحَدِّثُنِي عَنْ حَارِثَةَ؟
“Wahai Nabiyyullah tidakkah engkau sampaikan kepadaku tentang Haritsah?”
Maka Nabi berkata :
يَا أُمَّ حَارِثَةَ إِنَّهَا جِنَانٌ فِي الْجَنَّةِ وَإِنَّ ابْنَكَ أَصَابَ الْفِرْدَوْسَ الْأَعْلَى
“Wahai Ummu Haritsah, sesungguhnya itu adalah taman-taman di surga, dan sesungguhnya putramu (Haritsah) berada di surga Firdaus yang tertinggi” (HR Al-Bukhari no 2809)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
وفي هذا تنبيه عظيم على فضل أهل بدر فإن حارثة لم يكن في بحيحة القتال ولا في حومة الوغى بل كان من النظارة من بعيد وإنما أصابه سهم غرب وهو يشرب من الحوض ومع هذا أصاب بهذا الموقف الفردوس…فما ظنك بمن كان واقفا في نحر العدو
“Dan di sini ada peringatan yang besar tentang keutamaan para peserta perang Badr, karena sesungguhnya Haritsah tidaklah masuk di tengah pertempuran dan tidak pula di medan pertempuran, akan tetapi beliau termasuk pengawas yang mengawasi dari jauh, dan beliau terkena anak panah yang datang tiba-tiba, sedangkan beliau sedang minum dari tempat air, meskipun demikian beliau memperoleh surga Firdaus…, maka bagaimana lagi menurutmu dengan seseorang yang berdiri di depan leher musuh?” (Al-Bidaayah wa An-Nihaayah 3/398)
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (١٢٣)
123. Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Qs 3:123)
TAWANAN PERANG
Dalam perang tersebut,kaum muslimin mampu menewaskan 70 orang tentara kaum quraisy dan menawan 70 orang lainnya. Kemudian Rasulullah saw meminta pendapat para sahabatnya, berkenaan dengan masalah tawanan. Abu Bakar ra, mengusulkan supaya Nabi saw membebaskannya dengan mengambil tebusan dari mereka sehingga harta tebusan itu diharapkan menjadi pemasok kekuatan material bagi kaum Muslimin, disertai harapan mudah-mudahan Allah swt menunjuki mereka.
Sementara Umar Bin Khathab ra, mengusulkan supaya mereka dibunuh saja, karena mereka adalah tokoh dan gembong kekafiran. Tetapi Nabi saw cenderung kepada pendapat dan usulan Abu Bakar ra yang memberikan belas kasihan kepada mereka dan mengambil tebusan. Akhirnya pendapat ini pun dilaksanakan oleh Nabi saw. Tetapi beberapa ayat Al-Quran kemudian diturunkan menegur kebijaksanaan Nabi saw, dan mendukung pendapat Umar. Firman Allah : “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi …”. Sampai dengan firman Allah swt : “Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu …”. QS Al-Anfal (8) : 67-69
Dan taqdir Allah mendahului kepada kaum musyrikin yang tersisa, maka banyak diantara mereka yang kemudian masuk Islam, yang paling terdepan diantara mereka adalah Abu Sufyan dan ‘Amr bin al-‘Ash radhiallahu ‘anhumaa.
Pasukan Mekkah yaitu Haisuman bin Abdullah Al-Khuza'i dengan tergesa-gesa berangkat menuju Makkah. Dia menjadi orang yang pertama masuk Makkah dan memberitahukan penduduk mengenai hancurnya pasukan Quraisy serta bencana yang telah menimpa pembesar, pemimpin dan bangsawan mereka.
Setelah mendengar berita tersebut, Abu Lahab jatuh sakit, dan tujuh hari kemudian ia pun meninggal. Sekarang orang-orang mengadakan perundingan, apa yang harus mereka lakukan. Kemudian dicapai kata sepakat untuk tidak menyatakan duka-cita atas kematian mereka, sebab apabila nanti ini terdengar oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya, mereka akan diejek. Mereka juga tidak akan mengrim orang untuk menebus para tawanan agar Muhammad dan sahabat-sahabatnya tidak meminta tebusan yang terlampau tinggi.
Walau demikian, setelah beberapa lama, akhirnya Quraiys datang juga menebus para tawanan. Nilai tebusan waktu itu berkisar antara 1.000-4.000 dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa, dengan kemurahan hatinya Rasulullah SAW membebaskan mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan untuk membebaskan sebagian tawanan tanpa tebusan karena mereka orang-orang fakir yang tidak mempunyai harta seperti Abu ‘Izzah, si penyair. Di antara mereka ada yang tebusannya berupa mengajarkan sepuluh pemuda muslim Madinah agar bisa membaca dan menulis.
GHANIMAH BADAR
Rasulullah kemudian mengutus Abdullah bin Rawahah dan Zaid bin Haritsah ke Madinah guna menyampaikan berita gembira kepada penduduk tentang kemenangan yang telah dicapai kaum Muslimin. Sedangkan beliau sendiri dan para sahabat berangkat pula menuju Madinah dengan membawa tawanan dan rampasan perang yang diperolehnya dari kaum musyrik. Harta rampasan ini diurus oleh Abdullah bin Ka'ab. Mereka pun berangkat. Setelah menyeberangi Shafra', pada sebuah bukit berpasir Rasulullah berhenti. Disinilah ghanimah diputuskan oleh Rasulullah.
Awalnya, setelah perang berakhir muncul masalah, yaitu cara pembagian ghanîmah, karena para Sahabat terbagi menjadi tiga kelompok ketika perang berakhir. Ada yang konsentrasi menyerang dan memukul mundur musuh, ada yang konsentrasi mengumpulkan harta rampasan dan ada pula yang berkonsentrasi menjaga Rasulullah saw agar terhindar dari serangan musuh. Setiap kelompok merasa berhak mendapatkan bagian dengan alasan masing-masing. Perselisihan ini terjadi karena pada saat itu belum ada syari’at tentang aturan pembagian ghanîmah.
Para pemuda yang berperang untuk mengintai orang-orang kafir mengatakan, “Kamilah yang telah membunuh para musuh itu, dan jika bukan karena kami tidak akan dapatkan ghanimah ini.” Orang-orang yang berada di sekeliling Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melindungi beliau dari musuh pun berkata, “Kamilah yang takut apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkena senjata musuh. Jika tidak, niscaya kami pun akan ikut mengumpulkan ghanimah.” Lalu berkata pula orang-orang yang mengumpulkan ghanimah, “Kamilah yang mengumpulkannya, jika tidak, niscaya tidak seorang pun yang mendapatkan bagian.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk mengumpulkan seluruh harta ghanimah hingga Allah menentukan hukum-Nya.
Ubadah bin Shamit Radhiyallahu anhu menjelaskan, “Lalu Allah Azza wa Jalla mengambil alih permasalahan ini dan menyerahkannya kepada Rasulullah saw untuk membagikannya kepada kaum Muslimin. Lalu Allah menurunkan firman-Nya :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَنْفَالِ ۖ قُلِ الْأَنْفَالُ لِلَّهِ وَالرَّسُولِ ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta rampasan perang kepunyaan Allah Azza wa Jalla dan Rasul , oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah Azza wa Jalla dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya, jika kamu adalah orang-orang yang beriman.”[l-Anfâl/8:1]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membagikannya sama rata kepada semua Sahabat yang ikut serta dalam perang Badar.
Di antara hadits yang menunjukkan pembagian ghanîmah kepada para Sahabat yang turut serta dalam perang Badar yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhâri dari Ali Radhiyallahu anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah saw memberinya unta yang diambilkan dari seperlima yang merupakan bagian Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya [HR Bukhari]
Rasulullah saw tidak hanya memberikan ghanîmah kepada para peserta perang, tapi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membagikannya kepada para Sahabat yang ditugaskan di Madinah atau yang tidak ikut berperang karena suatu alasan yang dibenarkan. Seperti Utsman Radhiyallahu anhu yang tidak berangkat karena mengurusi istrinya yang sedang sakit, atau `Abdullâh ibnu Ummi Maktûm, Abu Lubâbah yang mendapatkan tugas dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap di Madinah.
Thalhah bin ‘Ubaidillah tidak mengikuti perang Badar karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya bersama Sa’id bin Zaid untuk menelisik berita rombongan kaum musyrik. Namun, Thalhah dan Sa’id bin Zaid tetap diberikan ghanimah dan upah.
Begitulah akhir dari kisah pembagian ghanîmah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil seperlimanya, kemudian sisanya beliau bagikan kepada para Sahabat secara sama rata. Pembagian ghanîmah ini dilakukan di daerah Shafra’ dalam perjalanan pulang menuju Madinah. Para Sahabat Radhiyallahu anhum semuanya taat kepada keputusan yang diambil oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga perselisihan dalam masalah pembagian ghanîmah ini hilang begitu saja. Dan begitulah sikap para Sahabat dalam setiap permasalahan yang diputuskan hukumnya oleh Allah atau Rasul-Nya saw.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat beranjak meunju Madinah dengan penuh rasa syukur dan memuji-Nya.
Dikutip dari berbagai sumber.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.