Perang Uhud

 


Peperangan ini terjadi karena pada tokoh Quraisy yang tidak terbunuh pada perang Badr bersepakat untuk membalaskan dendam orang-orang yang terbunuh di Badr. Mereka ingin membentuk pasukan besar guna menghadapi Muhammad saw, dengan dukungan dana dari seluruh kekayaan yang dibawa oleh kafilah Abu Sofyan. 

Keinginan ini akhirnya disetujui oleh seluruh kaum Quraisy dengan didukung pula oleh unsur-unsur yang dikenal dengan nama Al-Ahabisy (suku-suku lain di sekitar Mekkah yang terikat perjanjian dengan suku Quraisy)- Bahkan mereka mengerahkan kaum wanita untuk mencegah larinya para tentara dari medan perang apabila kaum Muslimin melancarkan serangan kepada mereka. 

Kaum Quraisy keluar meninggalkan Mekkah dengan tiga ribu tentara. Setelah mendengar berita tersebut, Rasulullah saw lalu mengadakan musyawarah dengan para shabatnya. Dalam musyawarah ini Rasulullah saw menawarkan kepada mereka antara keluar menjemput musuh di luar kota Madinah atau bertahan di dalam kota Madinah, jika musuh datang menyerang kota Madinah barulah kaum Muslimin menghadapi mereka dalam kota. 

Dari kalangan orang-orang tua, termasuk Abdullah bin Ubay bin Salul memilih tawaran (bertahan di dalam kota Madinah) sedangkan sebagian besar dari para sahabat yang tidak berkesempatan ikut perang Badr berkeinginan menghadapi musuh di luar kota Madinah, lalu mereka berkata : “Wahai Rasulullah saw , bawalah kami ke luar menghadapi musuh kita agar mereka tidak menganggap kita takut dan tidak mampu menghadapi mereka.” 

Golongan ini terus saja mendesak Rasulullah saw agar mau mengadakan perang di luar Madinah, sampai akhirnya beliau menyetujuinya. Kemudian Rasulullah saw masuk rumahnya lalu mengenakan baju perang dan mengambil senjatanya. Melihat ini, lalu orang-orang yang mendesak Rasulullah saw tersebut menyesali diri karena mereka telah memaksa Rasulullah saw untuk melakukan sesuatu yang tidak diingininya.

Sehingga mereka berkata kepada Rasulullah saw : “Ya Rasulullah saw , kami tadi telah mendesak anda untuk keluar padahal tidak selayaknya kami berbuat demikian. Karena itu jika anda suka duduklah saja.” Tetapi Rasulullah saw menjawab : “Tidak pantas bagi seorang Nabi apabila telah memakai pakaian perangnya untuk meletakkannya kembali sebelum berperang.” 

Kemudian Nabi saw keluar dari Madinah bersama seribu orang pasukannya menuju Uhud, pada hari Sabtu tanggal 7 Syawwal, tiga puluh dua bulan setelah Hijrah beliau. Ketika di tengah perjalanan antara Madinah dan Uhud, Abdullah bin Ubay bersama sepertiga pasukan umumnya terdiri dari pada pendukungnya melakukan desersi dan kembali pulang dengan alasan yang dikemukakannya, “Dia (Nabi saw) tidak menyetujui pendapatku bahkan menyetujui pendapat anak-anak ingusan dan orang-orang awam. Kami tidak tahu untuk apa kami harus membunuh diri kami sendiri.”

Abdullah bin Harram berusaha mencegah mereka dan memperingatkan agar mereka tida mengkhianati Nabi saw. Tetapi mereka menolak, bahkan tokoh mereka menjawab :”Seandainya kami tahu akan terjadi peperangan niscaya kami tidak akan mengikuti kalian.” Bukhari meriwayatkan bahwa kaum Muslimin berselisih pendapat dalam menanggapi tindakkan desersi ini. Sebagian mengatakan, ”Kita perangi mereka”, sedangkan sebagian yang lain mengatakan, ”Biarkan mereka”. Lalu turunlah firmam Allah swt mengenai hal itu : “Maka mengapa kami menjadi dua golongan dalam menghadapi orang-ornag munafiq, padahal Allah swt telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? Apakah kamu ingin memberi petunjuk kepada orang-orang yang telah disesatkan oleh Allah swt ? Siapa pun yang disesatkan oleh Allah swt, sekali-kali kamu tidak mungkin mendapatkan jalan untuk memberi petunjuk kepadnaya.” QS An-Nisa : 88. 

Menghadapi peperangan ini, sebagian sahabat mengusulkan supaya meminta bantuan kepada orang-orang Yahudi, mengingat mereka terikat perjanjian untuk saling tolong menolong dengan kaum Muslimin. Tetapi Rasulullah saw menjawab : “Kita tidak akan pernah meminta bantuan kepada orang-orang Musyrik untuk menghadapi orang-orang musyrik lainnya.” 

Kemudian Rasulullah saw bersama para sahabatnya jumlah mereka tidak lebih dari tujuh ratus tentara mengambil posisi di sebuah dataran di lereng gunung Uhud dan membentengi diri di balik gunung itu, menghadap ke arah Madinah. Beliau menempatkan lima puluh pasukan pemanah di atas bukit yang terletak di belakang kaum Muslimin itu. 

Rasulullah saw menunjuk Abdullah bin Jubair sebagai pimpinan pasukan pemanah. Kepada pasukan pemanah Rasulullah saw berpesan, “Berjagalah di tempat kalian ini dan lindungilah pasukan kita dari belakang. Bila kalian melihat pasukan kita berhasil mendesak dan menjarah musuh, janganlah sekali-kali kalian turut serta menjarah. Demikian pula andai kalian melihat pasukan kita banyak yang gugur, janganlah kalian bergerak membantu.” 

Rafi‘ bin Khudaij dan Samurah bin Jundab keduanya berusia lima belas tahun, meminta kepada Rasulullah saw untuk ikut serta dalam peperangan ini. Karena terlalu muda, Rasulullah saw menolah permintaan tersebut. Tetapi setelah dijelaskan kepada beliau bahwa sesungguhnya Rafi‘ ahli memanah, akhirnya Rasulullah saw membolehkannya. Kemudian Samurah bin Jundab pun menghadap Rasulullah saw seraya berkata, “ Demi Allah swt, aku bisa membanting Rafi‘.” Akhirnya Rasulullah saw pun membolehkannya juga. 

Pada hari menjelang Uhud, Rasulullah saw memegang sebilah pedang kemudian bertanya kepada pasukannya : “Siapakah di antara kalian yang sanggup memenuhi fungsi pedang ini ?” Abu Dujanah maju seraya menjawab :” Aku sanggup memenuhi fungsinya.” Ia kemudian menerima pedang tersebut dari tangan Rasulullah saw. Ia mengeluarkan pedang tersebut dari tangan Rasulullah saw. Ia mengeluarkan selembar kain merah lalu diikatkan di kepala (kebiasaan Abu Dujanah jika ingin berperang sampai mati) kemudian ia berjalan mengelilingi barisan dengan membanggakan diri. 

Melihat ini Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya cara berjalan seperti itu dimurkai oleh Allah swt , kecuali pada tempat (dan peristiwa) seperti ini (perang).” Kemudian Rasulullah saw menyerahkan panji kepada Mush‘ab bin Umair. Sementara itu pasukan sayap kanan kaum Musyrikin di bawah pimpinan Khalid bin Walid dan sayap kiri di bawah pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal.

Perang campuh pun berlangsung sangat sengit. Dalam pertempuran ini kaum Muslimin berhasil menyerang kaum Musyrikin secara mengagumkan, terutama Abu Dujanah, Hamzah bin Abdul Muttalib dan Mush‘ab bin Umair. Mush‘ab bin Umair gugur di hadapan Rasulullah saw kemudian panji diambil oleh Ali bin Abi Thalib. Tidak lama kemudian Allah swt menurunkan pertolongannya kepada kaum Muslimin sehingga kaum Musyrikin lari mundur terbirit-birit tanpa menghiraukan wanitawanita mereka yang menyumpah serapah kepada mereka. Kaum Muslimin terus mengejar mereka seraya mengumpulkan barang rampasan. 

Melihat ini pasukan pemanah yang bertugas mengawal di atas bukit tertarik untuk turun mengambil barang-barang rampasan bersama para sahabatnya yang lainnya, kecuali pimpinan mereka, Abdullah bin Jubair, bersama beberapa orang tetap setia menjaga bukt seraya berkata :”Aku tidak akan melanggar perintah Rasulullah saw.” 

Melihat bukit yang sudah tidak terjaga kecuali orang beberapa orang itu, Khalid bin Walid bersama pasukannya pun melancarkan serangan balik, dan diikuti oleh Ikrimah. Sehingga mereka berhasil membunuh pasukan pemanah yang masih setia mengawal bukti termasuk Abdullah bin Jubair. Dan mulailah mereka melancarkan serangan balik kepada kaum Muslimin dari arah belakang. 

Pada saat itulah kaum Muslimin terhenyak, mulai terdesak dan diliputi oleh rasa takut, sehingga mereka berperang dengan tidak teratur lagi. Pasukan Musyrikin semakin gencar melancarkan serangan sampai mereka berhasil mendekati tempat di mana Rasulullah saw berada. Mereka melempari beliau dengan batu, hingga beliau luka parah pada bagian rahangnya. 

Sambil mengusap darah yang mengalir di wajahnya, Rasulullah saw bersabda : “Bagaimana mungkin suatu kaum mendapat kemenangan, sedangkan mereka mengalirkan darah di wajah Nabinya yang mengajak mereka kepada jalan Allah swt.” Kemudian Fatimah datang membersihkan darah dair wajahnya sementara Ali mencucinya dengan air. Setelah dilihat darah tetap mengucur akhirnya Fatimah mengambil pelepah kering lalu dibakarnya sampai menjadi abu kemudian abu itu diucapkan ke tempat luka dan barulah darah itu berhenti mengalir. 

Di saat-saat kritis itu tersiarlah desas-desus bahwa Rasulullah saw gugur dalam pertempuran, sehingga mengguncangkan hati sebagian kaum Muslimin dan menyebabkan orang-orang yang lemah iman di antara mereka berkata : “Apa gunanya kita di sini jika Rasulullah saw telah gugur ?” Kemudian mereka lari meninggalkan medan pertempuran. 

Tetapi menanggapi isu ini Anas bin Nadhar berkata, “ Bahkan untuk apa lagi kalian hidup sesudah Rasulullah saw gugur ?” Kemudian sambil menunjuk kepada orang-orang munafiq dan lemah iman, Anas bin Nadhar berkata :”Ya Allah sesungguhnya ak berlepas diri kepadaMu dari apa yang mereka katakan itu, dan aku memohon ampun kepada-Mu atas apa yang mereka ucapkan itu.” 

Kemudian Anas bin Nadhar melesat dengan membawa pedangnya menerjang kaum Musyrikin hingga gugur sebagai syahid. Selama peristiwa ini tampaklah semangat pengorbanan dan pembelaan yang mengagumkan dari para sahabat Rasulullah saw yang selalu berada di sekitarnya. Mereka rela mengorbankan raga dan nyawa demi membela dan menyelamatkan Rasulullah saw. 

Bukhari meriwayatkan bahwa ketika orang-orang meninggalkan Nabi saw, dengan memerisaikan dirinya dari desakan panah-panah kaum Musyrikin, Abu Thalhah adalah seorang pemanah ulung dan selalu tepat mengenai sasarannya. Setiap anak panah yang dilepaskan olehnya ke arah kaum Musyrikin selalu diamati oleh Rasulullah saw, pada sasaran manakah anak panah itu menancap. Kemudian Abu Thalhah berkata :”Demi ayah dan ibuku, yang menjadi tebusanmu, tak usahlah anda mengamatiku nanti terkena panahan musuh. Biarlah mengenai leherku asalkan lehermu selamat.” 

Abu Dujanah melindungi Nabi saw dengan dirinya, sementara panah-panah musuh bertubi-tubi menghujam di punggungnya. Demikian pula Ziyad bin Sakan. Ia memerangi Rasulullah saw dengan dirinya sampai gugur bersama lima orang sahabatnya. Menurut riwayat Ibnu Hisyam orang yang terakhir gugur melindungi Nabi saw hingga roboh karena luka yang mengenainya, lalu Rasulullah saw berkata :”Dekatkanlah dia kepadaku.” 

Kemudian diletakkan kepalanya di atas kaki beliau dan akhirnyaia menghembuskan nafasnya yang terakhir berbantalkan kaki Rasulullah saw. Selang sekian lama pertempuran di antara kedua belah pihak pun mulai mereda, dan berakhir. Kaum Musyrikin mulai meninggalkan medan pertempuran dengan rasa bangga atas kemenangan yang diraihnya. 

Sementara itu kaum Muslimin terkejut melihat para sahabat yang berguguran di antaranya Hamzah bin Abdul Muttalib, Al Yaman, Anas bin Nadhar, Mush‘ab bin Umair dan lainnya. Rasulullah saw sendiri sangat berduka cita atas kematian pamannya, Hamzah bin Abdul Muttalib, apalagi setelah melihat mayatnya yang dibedah perutnya dan diiris hidung serta telinganya oleh musuh. 

Selanjutnya Rasulullah saw menguburkan mayat-mayat itu dua-dua dalam satu kain lalu bertanya :”Siapakah yang paling banyak hafal al-Quran ?” Setelah diberitahukan lalu Rasulullah saw memasukkannya lebih dahulu ke liang lahat. Sesudah itu Rasulullah saw besabda :”Aku menjadi saksi bagi mereka pada Hari Kiamat.” Rasulullah saw memerintahkan agar mereka dikuburkan berikut pakaian dan darah mereka apa adanya, dengan tidak perlu dimandikan dan dishalatkan. 

Orang-orang Yahudi dan Munafiq mulai menunjukkan kebencian mereka kepada kaum Muslimin. Abdullah bin Ubay bin Salul bersama kawan-kawannya berkata kepada kaum Muslimin :”Seandainya kalian mengikuti kmai niscaya tidak ada korban yang berjatuhan di antara kalian.” Kemudian mereka memperolok kaum Muslimin dengan mempertanyakan kemangan yang pernah mereka impikan bersama Rasulullah saw. 

Lalu Allah swt menurunkan sejumlah ayat dari surat Ali-Imran sebagai komentar dan jawaban terhadap celotehan orang-orang Yahudi dan Munafiqin tersebut, di samping merupakan penjelasan tentang hikmah dari peristiwa yang terjadi di Uhud. Ayat-ayat itu ialah : “Dan (ingatlah) ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu dalam rangka menempatkan para Mukmin pada beberapa posisi untuk berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS Ali-Imran : 121. “Orang-orang yang tidak turut berperang itu berkata kepada saudara-saudaranya :”Sekiranya mereka mengikuti kita tentulah mereka tidak terbunuh.” Katakanlah :”Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yang benar.” QS Ali-Imran : 168. 

Pada Sabtu sore Rasulullah saw meninggalkan Uhud dan pada malam harinya bermalam di Madinah bersama pada sahabatnya. Pada malam itu kaum Muslimin mengobati luka-luka mereka. Setelah melaksanakan shalat Shubuh pada hari Ahad, Rasulullah saw memerintahkan Bilal untuk mengumumkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan kepada para sahabatnya agar keluar mengejar musuh. Perintah ini hanya ditujukan kepada para sahabat yang ikut dalam peperangan kemarin. 

Kemudian Rasulullah saw meminta diambilkan panjinya yang belum dilepas lalu menyerahkan kepada Ali bin Thalib ra. Dengan kondisi yang masih belum pulih dan serba lemah, para sahabat itu melesat keluar mengejar musuh sampai ke Hamra‘uö Asad (sebuah tempat yang terletak sepuluh mil dari Madinah). Di sinilah kaum Muslimin menyalahkan api unggun berukuran besar sehingga dapat dilihat dari tempat yang jauh di samping mengesankan banyaknya jumlah mereka.

Di saat itulah Ma‘bad bin Ma‘bad al-khuza‘I (seorang mUsyrik dari suku Khuza‘ah) lewat dan melihat kaum Muslimin. Setelah itu ia melanjutkan perjalanannya dan bertemu dengan kaum Musyrikin yang sedang berpesta pora membanggakan kemenangan mereka di Uhud, dan merencanakan kembali lagi ke Madinah untuk menumpas kaum Muslimin tetapi dicegah oleh Shafwan bin Umaiyah. 

Ketika Abu Sofyan melihat Ma‘bad ia bertanya :”Wahai Ma‘bad ada gerangan apa di sana ? Ma‘bad menjawab, “ Celaka ! Sesungguhnya Muhammad bersama pada sahabatnya dalam jumlah besar yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, telah keluar mengejar kalian. Dengan semangat berkobar-kobar dan kebencian yang belum pernah aku lihat sebelumnya, mereka ingin berhadapan dengan kalian.” 

Dengan itulah Allah swt , menimbulkan rasa takut di hati kaum Musyrikin sehingga mereka segera mengangkat kaki berangkat menuju Mekkah. Rasulullah saw tinggla di Hamra‘ul Asad pada hari Senin dan Selasa. Rabu kembali ke Madinah.

Dalam peperangan ini Rasulullah saw tidak mau meminta bantuan kepada orang-orang non-Muslim kendatipun jumlah kaum Muslimin masih sangat sedikit. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa‘d di dalam Thabaqat-nya, Rasulullah saw bersabda : “Kami tidak akan pernah meminta bantuan kepada orang-orang Musyrik untuk menghadapi orang-orang Musyrik lainnya.” Muslim meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah berkata kepada seorang laki-laki yang ingin berperang bersamanya di peperangan Badr : “Apakah kamu beriman kepada Allah swt ?” Orang itu menjawab :”Tidak”, Nabi saw bersabda :”Kembalilah, karena aku tidak akan meminta bantuan kepada seorang Musyrik.” 

Berdasarkan kepada hal di atas jumhur ulama‘ berpendapat, tidak boleh meminta bantuan orang-orang kafir dalam berperang. Imam Syafi‘I menjelaskan hal ini dengan mengatakan :”Jika Imam melihat orang kafir tersebut memiliki pandangan yang baik dan jujur kepada kaum Muslimin serta sangat diperlukan bantuannya, (maka boleh meminta bantuannya), tetapi jika tidak demikian maka tidak boleh.” Barangkali pendapat Imam Syafi‘I yang sesuai dengan beberapa kaidah dan dalil. Diriwayatkan bahwa Nabi saw menerima bantuan Shfwan bin Umaiyah pada perang Hunain. Dan masalah ini termasuk ke dalam kerangka apa yang disebut syari'ah (kebijaksanaan Imam).

Hal yang perlu direnungkan dalam Perang Uhud ialah fenomena Samurah bin Jundab dan Rafi‘ bin Khudaij. Keduanya baru berusia lima belas tahun. Bagaimana kedua anak ini datang kepada Rasulullah saw meminta ijin agar diperkenankan ikut serta dalam peperangan. Suatu peperangan yang didasarkan pada kesiapan mati dan sangat tidak seimbang. Kaum Muslimin yang jumlahnya tidak lebih dari tujuh ratus orang dengan kaum Musyrikin yang jumlahnya lebih dari tiga ribu tentara.

Perang Uhud juga menghadirkan kecintaan para sahabat kepada Rasulullah. Kecintaan yang terdapat di dalam hati para sahabat Rasulullah saw inilah yang membuat mereka bersedia menyerahkan nyawa mereka demi melindungi Rasulullah saw. Dalam perang Uhud ini kita dapat menyaksikan berbagai pengorbanan yang menakjubkan yang mengungkapkan pengaruh cinta ini di hati para sahabat. 

Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda kepada para sahabatnya : “Siapa di antara kalian yang bersedia mencari berita untukku tentang keadaan Sa‘ad bin Rabi ? Masihkah ia hidup atau sudah matikah ? Salah seorang Anshar menyatakan kesediaannya, kemudian pergi mencari Sa‘ad bin Rabi. Akhirnya Sa‘ad ditemukan dalam keadaan luka parah, sedang menanti datangnya ajal. Kepadanya orang Anshar itu memberitahu :”Aku disuruh Rasulullah saw untuk mencari engkau, apakah engkau masih hidup atau telah mati…” 

Sa‘ad menjawab, ” Beritahukan kepada beliau, bahwa aku sudah mati, dan sampaikanlah salamku kepada beliau. Katakan kepada beliau, bahwa Sa‘ad bin Rabi menyampaikan ucapan kepada anda (yakni Rasulullah saw), “Semoga Allah swt melimpahkan kebajikan sebesarbesarnya atas kepemimpinan anda sebagai seorang Nabi yang telah diberikan kepada ummatnya ! Sampaikan juga salamku kepada pasukan Muslimin , dan beritahukan bahwa Sa‘ad bin Rabi berkata kepada kalian, “Allah tidak akan memaafkan kalian jika kalian meninggalkan Nabi saw, sedangkan masih ada orang-orang hidup di antara kalian.” 

Orang Anshar itu melanjutkan ceritanya, ”Belum sampai kutinggalkan, Sa‘ad pun wafat. Aku lalu segera menghadap Nabi saw dan kusampaikan kepada beliau pesan-pesannya.

Perang Uhud menghadirkan fenomena ketaatan dan kedisiplinan yang harus selalu dipegang teguh pasukan Islam.

وَلَقَدْ صَدَقَكُمُ اللَّهُ وَعْدَهُ إِذْ تَحُسُّونَهُمْ بِإِذْنِهِ حَتَّى إِذَا فَشِلْتُمْ وَتَنَازَعْتُمْ فِي الأمْرِ وَعَصَيْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا أَرَاكُمْ مَا تُحِبُّونَ مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الآخِرَةَ ثُمَّ صَرَفَكُمْ عَنْهُمْ لِيَبْتَلِيَكُمْ وَلَقَدْ عَفَا عَنْكُمْ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ (١٥٢)
“ Dan Sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada sa'at kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu[237] dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai[238]. di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka[239] untuk menguji kamu, dan sesunguhnya Allah telah mema'afkan kamu. dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang orang yang beriman”. (Qs 3:152)

الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ (١٧٢)الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (١٧٣)فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ (١٧٤)
“ (yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). bagi orang-orang yang berbuat kebaikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.
173. (yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia[250] telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung”.
174. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (Qs 3:172-174)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.