A. Pengertian
1. Bahasa
Asal kata ihram (امَرْحِإ (dari kata al-haram (الحرام (yang berarti apa-apa yang dilarang. Kata ihram adalah bentuk mashdar dari fi’il madhi dan mudhari’nya : ahrama - yuhrimu ( ُمِرْحُی - َمَرْحَأ(.
Makna kata ihram adalah : Memasuki wilayah yang di dalamnya berlaku keharaman
Orang yang mengerjakan ihram disebut dengan istilah muhrim (مِرْحُم(. Sedangkan istilah untuk wanita yang haram untuk dinikahi bukan muhrim, melainkan mahram (مَرْحَم(. Sayangnya banyak orang salah sebut dan terbawa-bawa terus dengan kesalahan ucapan.
2. Istilah
Berihram dalam istilah para ulama adalah : Berniat untuk masuk ke dalam wilayah yang diberlaku di dalamnya berbagai keharaman di dalam haji dan umrah.
Masuk ke dalam wilayah keharaman disini maksudnya bukan mengerjakan keharaman itu, tetapi maksudnya adalah masuk ke dalam suatu wilayah dimana keharamankeharaman itu diberlakukan, seperti berhubungan suami istri, membunuh, memotong rambut, memakai wewangian, mengenakan pakaian berjahit buat laki-laki dan sebagainya.
B. Larangan Dalam Ihram
Apabila seseorang telah meng-ihramkan dirinya, maka sejak saat itulah ia mulai berpantang terhadap hal-hal atau pekerjaan-pekerjaan yang tak boleh dilakkan saat ihram berlangsung. Adapun larangan-larangan ihram itu adalah:
1. Larangan Umum
Larangan ini berlaku untuk umum, siapa saja baik pria atau pun wanita.
a. Memotong Rambut
Memotong rambut baik dengan dicukur atau pun dengan cara lainnya. Ini didasarkan kepada firman Allah SWT : Dan janganlah kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. (al-Baqarah: 196)
Termasuk di dalamnya mencukur atau mencabut rambut atau bulu yang ada pada badan kecuali yang berpenyakit Jika berpenyakit maka ia boleh bercukur tapi harus membayar fidyah, sesuai dengan firman Allah:
Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu bercukur),maka wajiblah atasnya bayar fidyah, yaitu berpuasa atau bersedekah atau menyembelih…(QS Al-Baqarah: 196)
Puasa yang dikerjakan adalah 3 hari, sedang sedekah banyaknya tiga sha’ makanan untuk 6 orang miskin, setiap satu orang miskin mendapatkan setengah sha’ dari kurma atau gandum. Adapun yang dimaksud dengan menyembelihpada ayat di atas ialah menyembelih seekor kambing yang memenuhi kriteria syarat hewan sebagaimana dalam penyembelihan hewan qurban.
b. Memotong kuku
Memotong kuku atau mencabutnya, karena diqiyas (disamakan hukumnya) dengan menggunting rambut, baik kuku tangan ataupun kuku kaki. Kalau kukunya pecah dan menyakitkan, maka boleh dibuang bagian yang menyakitkannya dengan tidak ada sanksi apapun.
c. Memakai wewangian
Memakai wewangian setelah ihram, baik pada badan, pakaian atau yang menempel dengannya. Sebuah riwayat menyebutkan bahwa Nabi saw telah bersabda berkenaan dengan orang yang ihram: Janganlah kalian mengenakan pakaian yang diberi parfum, baik parfum za’faran atau wars. (HR Bukhari dan Muslim)
Juga tidak boleh mencium bau minyak wangi atau menggunakan sabun yang wangi atau mencampur the dengan air mawar dan sejenisnya. Boleh memakai wewangian sebelum ihram sekalipun bekasnya masih ada setelah ihram. Dasarnya adalah haidts ‘Aisyah ra, “Aku telah memberi wewangian kepada Rasulullah saw dengan kedua tanganku ini saat akan ihram dank arena dalam keadaan halal sebelum beliau wafat.” (HR Bukhari)
d. Nikah dan melamar
Nikah dan melamar, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain, karena Rasulullah saw bersabda: Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau menikahkan, juga tidak boleh menkhitbah (melamar).(HR Muslim)
Juga tidak boleh menjadi wakil untuk hal itu, karena nikah dalam keadaan seperti itu tidaklah sah.
e. Bersenggama
Bersenggama dan melakukan berbagai pemanasannya, seperti mencium, memeluk dan sejenisnya. Semua itu tidak halal, baik bagi pria maupun wanita. Dan seorang istri tidak boleh memberi kesempatan kepada suaminya untuk
melakukan hal itu saat ihram, karena Allah swt berfirman: (musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh berkata rafats (jorok), berbuat fasik dan berbantah-bantahan…(al-Baqarah: 197)
f. Membunuh Binatang
Membunuh binatang buruan, yaitu setiap binatang darat yang halal dan liar secara alami. Firman Allah:
Dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat selama kamu dalam keadaan ihram (al-Maidah: 96).
Namun demikian boleh bagi orang-orang yang sedang ihram membunuh 5 jenis binatang, yaitu: Lima jenis binatang tak mengapa dibunuh oleh orang yang sedang ihram: yaitu gagak, burung rajawali, kalajengking, tikus dan anjing galak.(HR Bukhari dan Muslim)
Terkait memotong pepohonan di Tanah Suci, maka itu hukumnya haran baik bagi yang sedang ihram maupun yang tidak sedang ihram, karena itu merupakan larangan-larangan di Tanah Suci.
2. Larang Buat Laki-laki
Yang dilarang khusus bagi jemaah pria saja:
a. Menutup kepala
Menutup kepala dengan sesuatu yang melekat, karena Nabi saw bersabda berkenaan dengan orang yang sedang ihram yang terjatuh dari untanya “Janganlah kalian menutupi kepalanya…(HR Bukhari dan Muslim)
Maka tidak boleh memakai peci, topi dan sejenisnya.
Sedangkan yang tidak menempel boleh dipakai seperti payung, atap mobil dan lain-lain, karena saat Nabi melakukan ibadag haji bersama Bilal dan Usamah, yang seorang dari mereka mengendalikan kendaraannya sedang yang seorang lagi mengangkat kain di atas kepala Nabi untuk menaungi beliau dari terik matahari. (HR Muslim)
b. Mengenakan pakaian berjahit
Maksudnya adalah yang dibuat sesuai dengan bentuk tubuh atau anggota badan seperti celana, baju, kaos kaki dan sejenisnya, kecuali bagi yang tidak mendapatkan kain ihram, maka boleh baginya memakai celana. Dan orang yang tidak mendapatkan sandal, boleh mengenakan selop dengan tidak mendapatkan sanksi apapun. Tak mengapa memakai kacamata, cincin, jam tangan dan sejenisnya.
3. Larangan Buat Wanita
Yang dilarang khusus bagi jemaah haji wanita, yaitu mengenakan cadar dan sarung tangan, karena ada hadits yang melarangnya.
Dalilnya, Nabi saw pernah bersabda,
Hendaklah wanita muslimah yang sedang berihram itu tidak menutup mukanya dan tidak pula memakai sarung tangan. (HR Bukhari)
C. Sunnah-sunnah Ihram
Disunnahkan sebelum dan ketika sedang melaksanakan ibadah ihram hal-hal berikut ini :
1. Mandi
Jumhur ulama dari empat mazhab, yaitu Mazhab AlHanafiyah, Al-Malikiyah, As-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah,
sepakat menyebutkan bahwa mandi adalah sunnah yang dianjurkan untuk dikerjakan sebelum seseorang memulai ibadah ihram.
Dasarnya adalah hadits Zaid bin Tsabit radhiyallahuanhu :
Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahuanhu bahwa beliau pernah melihat Nabi SAW melepaskan pakaian untuk ihram dan mandi. (HR. Turmizy)
Para ulama menyebutkan bahwa kesunnahan mandi sebelum berihram ini berlaku buat siapa saja, baik laki-laki, perempuan, dewasa, anak-anak, bahkan termasuk buat para wanita yang sedang mengalami haidh atau nifas sekali pun.
Khusus tentang kesunnahan mandi buat wanita yang sedang haidh atau nifas, dasarnya adalah hadits Abdullah bin Al-Abbas radhiyallahuanhu yang diriwayatkan secara marfu’:
Para wanita yang sedang nifas dan haidh hendaklah mandi dan berihram lalu mengerjakan manasik haji mereka seluruhnya, kecuali tidak melakukan tawaf di Baitullah hingga mereka suci. (HR. Turmuzi dan Abu Daud)
Adapun kapan mandi itu dilakukan, umumnya para ulama melihatnya dengan luas, yaitu asalkan sudah mandi, meski pun kemudian batal dari wudhu seperti buang air kecil dan besar atau keluar angin, tidak perlu diulang lagi.
Artinya, keadaan sudah mandi itu tidak harus diterjadi saat ihram sedang dimulai. Bisa saja berjarak agak jauh dari waktu mulai ihram, sebagaimana mandi pada hari Jumat yang disunnahkan dikerjakan pagi-pagi sekali, meskipun waktu untuk shalat Jumat baru masuk di waktu Dzhuhur. Namun pendapat Al-Malikiyah agak sedikit berbeda.
Mereka mengatakan bahwa hendaknya mandi itu langsung diikuti dengan mulai berihram.
2. Memakai Parfum
Jumhur ulama selain mazhab Al-Malikiyah menyunnahkan sebelum berihram, diawali dengan memakai parfum atau pewangi. Parfum dalam bahasa Arab disebut ath-thiib (الطیب(, sedangkan memakai parfum disebut attathayyub (التطیب(.
Tentu yang dimaksud dengan memakai parfum disini bukan ketika sudah mulai berihram, melainkan justru dilakukan sebelum ihram dimulai. Sebab kalau memakai parfum dilakukan setelah mulai berihram, hukumnya justru diharamkan.
Dasarnya adalah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh ibunda mukminin Aisyah radhiyallahuanha berikut ini :
Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata,”Aku memberi parfum kepada Rasulullah SAW untuk ihramnya sebelum beliau memulai berihram”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Aisyah radhiyallahuanha berkata,”Sepertinya Aku melihat kilau parfum pada rambut Rasulullah SAW saat beliau berihram”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan mazhab Al-Malikiyah adalah satu-satunya mazhab yang tidak menyunnahkan memakai parfum, baik sebelum apalagi ketika sedang berihram. Dalam pandangan mereka, memakai parfum sebelum berihram hukumnya juga terlarang.41 Sedangkan memakai parfum yang bukan di badan tetapi pada pakaian, dalam hal ini menurut pandangan jumhur ulama termasuk hal yang dilarang. Karena termasuk dianggap memakain parfum.
Sedangkan mazhab As-Syafi’iyah justru menganggapnya sunnah. Asalkan kalau berganti baju yang baru, tidak boleh bila baju itu berparfum.
3. Shalat Dua Rakaat
Termasuk di dalam ibadah yang disunnahkan ketika kita mengawali ihram adalah melakukan shalat sunnah dua rakaat. Shalat itu disebut dengan shalat sunnah ihram. Dan seluruh ulama tanpa terkecuali setuju atas kesunnahan shalat ini, dengan dasar hadits berikut ini :
Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhuma bahwa Nabi SAW shalat dua rakaat di Dzil Hulaifah. (HR. Bukhari dan Muslim) Namun tidak dibenarkan bila shalat sunnah dua rakaat ini dikerjakan di waktu yang dimakruhkan.
4. Bertalbiyah
Istilah talbiyah (التلبیة (maknanya adalah mengucapkan lafadz labbaik Allahumma labbaik (لبیك اللھم لبیك(. Makna lafadz ini menurut para ulama adalah ungkapan yang menunjukkan makna bahwa kita telah mendengar dan menjawab panggilan Allah.
Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah menyebutkan bahwa talbiyah itu disunnahkan ketika selesai dari shalat sunnah dua rakaat ihram. Sedangkan mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan bahwa disunnahkan ketika sudah menaiki kendaraan, dengan dasar hadits berikut ini : Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bertalbiyah ketika untanya telah berdiri tegak. (HR. Bukhari Muslim)
D. Kaffarat
Ibadah ihram pada hakikatnya seperti puasa, yaitu tidak boleh melakukan sejumlah perbuatan. Dan apabila terjadi pelanggaran, maka konsekuensinya adalah diharuskan membayar kaffarah. Jadi kaffarah adalah denda yang harus dibayarkan karena terjadinya pelanggaran dalam ibadah ihram. Sehingga kaffarah ihram bisa kita definisikan sebagai : Hukuman atas mereka yang melanggar larangan-larangan dalam ibadah ihram.
Sumber: Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan (6) Haji, Jakarta: DU Publishing, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.