Tahapan Misi Dakwah Risalah Nubuwah

   

1. AWAL DAKWAH SECARA SIRRIYAH

Dakwah pertama kali dilaksanakan rahasia (sirriyah) dan tersembunyi, serta hanya kepada keluarga dan orang terdekat Rasulullah. Setelah menerima wahyu di gua Hira, beliau Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kembali ke rumah Khadijah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah radhiallahu ta’ala ‘anha:

فرجَع بها ترجُفُ بوادرُه حتَّى دخَل على خديجةَ فقال: زمِّلوني زمِّلوني فزمَّلوه حتَّى ذهَب عنه الرَّوعُ ثمَّ قال: يا خديجةُ ما لي ؟ وأخبَرها الخبرَ وقال: قد خشيتُه علَيَّ فقالت: كلَّا أبشِرْ فواللهِ لا يُخزيك اللهُ أبدًا إنَّك لَتصِلُ الرَّحمَ وتصدُقُ الحديثَ وتحمِلُ الكَلَّ وتَقري الضَّيفَ وتُعينُ على نوائبِ الحقِّ ثمَّ انطلَقَت به خديجةُ حتَّى أتَتْ به ورقةَ بنَ نوفلٍ وكان أخا أبيها وكان امرأً تنصَّر في الجاهليَّةِ وكان يكتُبُ الكتابَ العربيَّ فيكتُبُ بالعربيَّةِ مِن الإنجيلِ ما شاء أنْ يكتُبَ وكان شيخًا كبيرًا قد عمِيَ فقالت له خديجةُ: أيْ عمِّ، اسمَعْ مِن ابنِ أخيك فقال ورقةُ: ابنَ أخي، ما ترى ؟ فأخبَره رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ما رأى فقال ورقةُ: هذا النَّاموسُ الَّذي أُنزِل على موسى يا ليتَني أكونُ فيها جذَعًا أكونُ حيًّا حينَ يُخرِجُك قومُك فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: أمُخرِجيَّ هم ؟ ! قال: نَعم لم يأتِ أحدٌ قطُّ بما جِئْتَ به إلَّا عُودِي وأوذي وإنْ يُدرِكْني يومُك أنصُرْك نصرًا مؤزَّرًا ثمَّ لم ينشَبْ ورقةُ أنْ تُوفِّي

“Beliaupun pulang dalam kondisi gemetar dan bergegas hingga masuk ke rumah Khadijah. Kemudian Nabi berkata kepadanya: Selimuti aku, selimuti aku. Maka Khadijah pun menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya. Kemudian Nabi bertanya: ‘wahai Khadijah, apa yang terjadi denganku ini?’. Lalu Nabi menceritakan kejadian yang beliau alamai kemudian mengatakan, ‘aku amat khawatir terhadap diriku’. Maka Khadijah mengatakan, ‘sekali-kali janganlah takut! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh engkau adalah orang yang menyambung tali silaturahmi, pemikul beban orang lain yang susah, pemberi orang yang miskin, penjamu tamu serta penolong orang yang menegakkan kebenaran. Setelah itu Khadijah pergi bersama Nabi menemui Waraqah bin Naufal, ia adalah saudara dari ayahnya Khadijah. Waraqah telah memeluk agama Nasrani sejak zaman jahiliyah. Ia pandai menulis Al Kitab dalam bahasa Arab. Maka disalinnya Kitab Injil dalam bahasa Arab seberapa yang dikehendaki Allah untuk dapat ditulis. Namun usianya ketika itu telah lanjut dan matanya telah buta.

Khadijah berkata kepada Waraqah, “wahai paman. Dengarkan kabar dari anak saudaramu ini”. Waraqah berkata, “Wahai anak saudaraku. Apa yang terjadi atas dirimu?”. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menceritakan kepadanya semua peristiwa yang telah dialaminya. Waraqah berkata, “(Jibril) ini adalah Namus yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Duhai, semoga saya masih hidup ketika kamu diusir oleh kaummu”. Nabi bertanya, “Apakah mereka akan mengusir aku?” Waraqah menjawab, “Ya, betul. Tidak ada seorang pun yang diberi wahyu seperti engkau kecuali pasti dimusuhi orang. Jika aku masih mendapati hari itu niscaya aku akan menolongmu sekuat-kuatnya”. Tidak berapa lama kemudian Waraqah meninggal dunia” (HR. Al Bukhari no. 6982).

Dakwah sirriyah ini merupakan realisasi dari turunnya surat Al Mudatstsir yang merupakan surat-surat awal yang turun kepada Rasulullah saw,

Dari Abu Salamah bin Abdirrahman ia mengatakan:

سألتُ جابرَ بنَ عبدِ اللهِ : أيُّ القرآنِ أنْزِلَ أوَّلُ ؟ فقالَ : {يَا أَيُّهَا المُدَّثِّرُ } . فقلتُ : أنْبِئْتُ أنَّهُ : { اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ} . فقالَ : لا أخْبِرُكَ إلا بمَا قالَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ ، قالَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ : ( جَاوَرْتُ في حِراءَ ، فلمَّا قضَيتُ جِوارِي هَبَطْتُ ، فاسْتَبْطَنْتُ الوادِيَ ، فَنُودِيتُ ، فَنَظَرْتُ أمَامِي وخَلْفِي ، وعن يمِينِي وعن شِمَالي ، فإذَا هوَ جالسٌ على عرْشٍ بينَ السماءِ والأرضِ ، فَأَتَيْتُ خدِيجَةَ فقلتُ : دَثِّرُونِي وصبُّوا عليَّ ماءً بارِدًا ، وأُنْزِلَ عليَّ : { يَا أَيُّهَا المُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ} ) .

“Aku bertanya kepada Jabir bin Abdillah: ayat Al Qur’an mana yang pertama kali turun? Jabir menjawab: Yaa ayyuhal muddatsir. Abu Salamah menukas: bukanlah iqra bismirabbika? Jabir mengatakan: tidak akan aku kabarkan kecuali apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda: “Aku berdiam diri di gua Hira’, ketika selesai berdiam, aku pun beranjak turun (keluar). Lalu ada yang menyeruku, aku pun melihat ke sebelah depan dan belakangku dan ke sebelah kanan dan kiriku. Ternyata, (yang memanggilku) ia duduk di atas Arasy antara langit dan bumi. Lalu aku bergegas mendatangi Khadijah lalu aku berkata, ‘Selimutilah aku. Dan tuangkanlah air dingin pada tubuhku’. Lalu turunlah ayat: ‘Yaa ayyuhal muddatsir, qum fa-anzhir warabbaka fakabbir (Wahai orang yang berselimut, bangunlah dan berilah peringatan. Dan Tuhan-mu, agungkanlah)'”” (HR. Bukhari no. 4924).

Orang pertama yang bergabung adalah (a) Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha Ummul Mukminin, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (b) Waraqah bin Naufal, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jangan ada yang mencemooh Waraqah bin Naufal, karena saya telah melihat sebuah surga atau dua buah surga untuknya.” (c) Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.. (4) Ali bin Abi Thalib r.a., dia adalah orang yang paling pertama masuk Islam dari kalangan anak-anak. (5) Zaid bin Haritsah pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mereka adalah generasi awal yang gesit melakukan dakwah dengan rahasia, sehingga melalui tangan Abu Bakar, banyak sekali dari kalangan sahabat telah masuk Islam, seperti ‘Utsman bin ‘Affan r.a., Az-Zubair bin Awwam r.a., ‘Abdurrahman bin ‘Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqash r.a., Thalhah bin Ubaidillah r.a., mereka adalah di antara lima sahabat yang tergolong dalam sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira akan masuk surga.

Termasuk yang paling awal masuk Islam adalah Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrah, Abu Salamah, Al-Arqam bin Abi Al-Arqam, Utsman bin Mazh’un, dan kedua saudaranya ‘Abdullah dan Said bin Zaid, dan lain-lain.

Mereka  semua itu masuk Islam secara rahasia dan mereka berkumpul bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara rahasia dan sembunyi-sembunyi untuk membacakan wahyu Al-Qur’an.

Dakwah sirriyah ini dilaksanakan agar dakwah mudah diterima dan jika ditolak tidak terlalu memberikan dampak luas. Jika awal berdakwah sudah terbuka bisa jadi gerakan dakwah akan mati sejak awal.

Munir Muhammad Al-Ghadban menjelaskan, “Menampakkan dakwah kepada orang-orang tertentu (keluarga, kerabat dan sahabat) di sini bukan berarti membatasi dakwah pada kelompok tertentu atau tingkatan tertentu saja di kalangan masyarakat, dakwah (tetap) harus menjangkau semua lapisan yang ada di dalam masyarakat. Tetapi, penjangkauan ini harus dilakukan melalui orang tertentu terlebih dahulu.”

Muhammad Amahzun dalam Manhaj Dakwah Rasulullah mengatakan ,“Bagaimana para mukmin pemula ini dapat ikut berperan aktif memikul tugas-tugas dakwah, tanpa membahayakan proses dakwah dan jiwa mereka sendiri.” Dengan demikian dakwah awal memang menjadi penentu karena dengan dakwah awal ini yang direkrut adalah kader-kader da’i itu sendiri.

Menurut Ibn Ishaaq (wafat antara 150-159H/761-770 M), dalam kurun waktu tiga tahun periode dakwah sirriyah (tersembunyi), Rasulullah menyeru orang-orang yang beliau yakini dapat merahasiakan pesan yang dibawanya.

2. AWAL DAKWAH TERBUKA

Hingga setelah masa tiga tahun, dakwah sirriyah ini berakhir seiring dengan diturukannya perintah dari Allah Azza wa Jalla , agar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah secara terang-terangan (dakwah terbuka). Sebagaimana perintah Allah :

فَلَا تَدْعُ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَ فَتَكُوْنَ مِنَ الْمُعَذَّبِيْنَ 

213.  Maka, janganlah engkau (Nabi Muhammad) menyembah Tuhan lain bersama Allah. Nanti kamu termasuk orang-orang yang diazab.

وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ ۙ 

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.  [asy Syu’ara/26:213-214].

Kata (عثيره’(asyirah berarti anggota kaum/suku yang terdekat, ia terambil dari kata (عشر„ (asyara yang berarti saling bergaul, karena anggota kaum yang terdekat atau keluarga adalah mereka yang sering bergaul seharihari.

Kata (قربين ال (al-aqrabin yang menyifati ‘asyirah, adalah penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai yang terdekat dari mereka yang terdekat.

Setelah menerima ayat ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan keluarganya dan mulai mendakwahkan Islam secara terbuka. 

Diceritakan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu , ia mengatakan :

لَمَّا نَزَلَتْ وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ صَعِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الصَّفَا فَجَعَلَ يُنَادِي يَا بَنِي فِهْرٍ يَا بَنِي عَدِيٍّ لِبُطُونِ قُرَيْشٍ حَتَّى اجْتَمَعُوا فَجَعَلَ الرَّجُلُ إِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَخْرُجَ أَرْسَلَ رَسُولًا لِيَنْظُرَ مَا هُوَ فَجَاءَ أَبُو لَهَبٍ وَقُرَيْشٌ فَقَالَ أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِالْوَادِي تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ قَالُوا نَعَمْ مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ إِلَّا صِدْقًا قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ تَبًّا لَكَ سَائِرَ الْيَوْمِ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا فَنَزَلَتْ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

Ketika turun firman Allah  وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian naik ke bukit Shafa dan memanggil dengan suara keras: “Wahai Bani Fihr, wahai Bani ‘Adiy, inti suku Quraisy!” Sehingga mereka semua berkumpul. Jika di antara mereka ada yang tidak bisa hadir, maka mereka mengirim utusan untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi. Abu Lahab dan kaum Quraisy pun berdatangan. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berseru: “Bagaimana pendapat kalian jika aku beritahukan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda yang hendak menyerang kalian, apakah kalian mempercayaiku?” Mereka menjawab,”Ya, kami tidak pernah membuktikan sesuatu padamu, kecuali engkau pasti benar,” lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sesungguhnya, aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kalian sebelum (datang) adzab yang keras.”, maka Abu Lahab menimpali: “Celaka engkau sepanjang hari! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?” Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan firmanNya:  تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ

(Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaidah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan). (Muttafaq ‘alaih).

Ibnu Ishaq menyebutkan ayat diatas adalah ayat pertama yang turun  kepada Nabi SAW untuk mendakwahkan kalimat La ilaha illallah secara jahriyah. Menurut Ibnu Hisyam, arti fashda’ adalah pisahkan antara al-haq dan al-bathil. 

Ada yang mengatakan dalil dakwah jahriyah atau alaniyah adalah ayat berikut ini

فَٱصۡدَعۡ بِمَا تُؤۡمَرُ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡمُشۡرِكِينَ  

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (Qs. Al-Hijr:94) Akan tetapi riwayat ini juga lemah, karena di dalam sanadnya terdapat Musa bin ‘Ubaidah yang dha’if, sebagaimana disebutkan dalam at Taqrib (As Siratun-Nabawiyatush-Shahihah (I/143)    

Rasulullah SAW juga mengumpulkan berbagai kabilah untuk maksud yang sama, yaitu Bani Ka’ab bin Luai, Bani Murrah bin Ka’b, Bani Abdi Syams, termasuk Bani Abdul Muthalib. Namun mereka semua menolak dakwah Rasulullah SAW sebagaimana digambarkan dalam Qs. 2:170. (Dr. Ramadhan Al-Buthi, Shiroh Nabawiyah, Jakarta : Rabbani Press)

Ada beberapa riwayat shahih lainnya yang menjelaskan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pasca turun ayat   وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ . Kemudian beliau n pun berdakwah secara terang-terangan. Memulainya dengan menyeru kepada keluarga terdekat. Seperti diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :

لَمَّا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرَيْشًا فَاجْتَمَعُوا فَعَمَّ وَخَصَّ فَقَالَ يَا بَنِي كَعْبِ بْنِ لُؤَيٍّ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي مُرَّةَ بنِ كَعْبٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ شَمْسٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي هَاشِمٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا فَاطِمَةُ أَنْقِذِي نَفْسَكِ مِنْ النَّارِ فَإِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا غَيْرَ أَنَّ لَكُمْ رَحِمًا سَأَبُلُّهَا بِبَلَالِهَا

Ketika ayat وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ  diturunkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil kaum Quraisy, lalu mereka berkumpul. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai pembicaraan dengan yang lebih umum kemudian mengarah kepada yang lebih khusus. Beliau n berkata,”Wahai Bani Ka’ab bin Lu-ay, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka’ab, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Abdus Syams, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Abdi Manaf, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Hasyim, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Abdul Muthalib, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Fathimah, selamatkanlah dirimu dari neraka! Karena sesungguhnya, aku tidak memiliki kekuasaan apapun dari Allah untuk (memberikan manfaat dan menolak madharat) dari kalian. Hanya saja kalian memiliki ikat rahim. Aku akan tetap membasahinya (artinya, aku tetap menjaganya)”. (HR Imam Ahmad dalam al Musnad, 6/187 dan Imam Muslim no. 350).[1]

3. PERGULATAN SETELAH PROKLAMASI DAKWAH

Ibnu Ishaq berkata, "Rasulullah SAW berjalan seperti semula. Beliau menampakkan Diin Allah, dan mengajak manusia kepadanya, hingga konflik meledak antara beliau dengan orang-orang Quraisy. Orang-orang menjauhkan diri dari yang lain, mendendam satu sama lain. 

Orang-orang Ouraisy menyebut-nyebut nama Rasulullah SAW dalam pembicaraan mereka, mengancam beliau, dan mengadakan rapat untuk membahas persoalan beliau.“ (Ibnu Hisyam, Shiroh Nabawiyah)

Ibnu Ishaq berkata, "Kemudian orang-orang Quraisy mengancam kabilah-kabilah mereka yang di dalamnya terdapat sahabat-sahabat Rasulullah SAW yang masuk Islam bersama beliau. Setiap kabilah menangkapi orang-orang Islam yang ada di tengah-tengah mereka kemudian menyiksanya, dan menganiaya karena dinnya. 

Adapun Rasulullah SAW, Allah melindunginya melalui pamannya Abi Thalib. Ketika Abu Thalib melihat orang-orang Ouraisy bertindak seperti itu, ia menemui Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib guna mengajak mereka melindungi Rasulullah SAW, dan berdiri di pihak beliau. Mereka bersedia memihak Abu Thalib, berdiri di pihaknya, dan memenuh seruannya kecuali Abu Lahab -semoga Allah mengutuknya.“(Ibnu Hisyam, Shiroh Nabawiyah, Jilid 1, Jakarta : Darul Falah, 2000, h.224)

Abu Thalib bekomentar: “Kami tidak bisa membantumu, atau menerima semua nasihatmu, atau mempercayai kebenaran ucapanmu. Mereka dari keluarga ayahmu ini sudah sepakat dan aku salah satu dari mereka.  Namun akulah orang yang pertama kali mendukung apa yang kau inginkan. Maka teruskanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Demi Allah, aku akan selalu melindungimu. Hanya aku pribadi belium siap untuk meninggalkan agama Abdul Muththalib.”

Abu Lahab menyergah:”Demi Allah, ini betul-betul kabar buruk. Hentikan dia sebelum orang lain melakukannya.”  Abu Thalib bersikeras. “Demi Allah, kami tetap akan melindunginya selagi kami masih hidup.”  ( Ar-Rahiq al-Makhtum hal. 91-92)

Abu Thalib bin Abdul Muthalib, nama aslinya adalah Abdul Manaf tapi lebih dikenal dengan Abu Thalib. AbuThalib adalah pemimpin Bani Hashim , sebuah klan dari suku Quraisy di Mekkah di wilayah Hejazi di Jazirah Arab, menggantikan ayahnya yang wafat yaitu Abdul Muthalib. Setelah wafatnya ayahnya Abd al-Muttalib bin Hashim bin Abd Manaf , ia mewarisi posisi sebagai kepala suku, dan jabatan Siqaya dan Rifada (menyediakan makanan dan minuman bagi jamaah haji)

Elite Quraisy Mekkah menolak dakwah Rasulullah diantaranya dijelaskan dalam ayat ini.

وَقَالُوْٓا اِنْ نَّتَّبِعِ الْهُدٰى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ اَرْضِنَاۗ اَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَّهُمْ حَرَمًا اٰمِنًا يُّجْبٰٓى اِلَيْهِ ثَمَرٰتُ كُلِّ شَيْءٍ رِّزْقًا مِّنْ لَّدُنَّا وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ 

57.  Mereka berkata, “Jika mengikuti petunjuk bersama engkau, niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” (Allah berfirman,) “Bukankah Kami telah mengukuhkan kedudukan mereka di tanah haram yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami?” Akan tetapi, kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Qs Al Qashash 28:57)

4. TAWARAN UNTUK BERGABUNG KE DARUN NADWAH

DI dalam riwayat Ibnu Hisyam dari Ibnu Ishaq disebutkan hahwa 'Utbah bin Rabiah menjadi wakil dari Majelis Pemuka Quraisy untuk bernegosiasi dengan Rasulullah SAW. Kemudian 'Utbah datang kepada Rasulullah saw, lalu duduk di hadapan Nabi saw dan berkata, "Wahai putra saudaraku, anda adalah seorang dari lingkungan kami, dan anda pun telah mengetahui kedudukan silsilah kami (yang dipandang terhormat oleh semua orang Arab). 

Namun ternyata anda telah membawa suatu persoalan yang amat gawat kepada kaum kerabat anda dan anda telah memecah belah kerukunan dan persatuan mereka. Sekarang dengarlah baik-baik, saya hendak menawarkan kepada anda beberapa hal yang mungkin dapat anda terima salah satu di antaranya." Nabi saw menjawab, "Katakanlah, hai Abul Walid apa yang hendak kamu tawarkan."

'Uthbah bin Rabiah berkata "Wahai putra saudaraku, jika dengan da'wah yang anda lakukan itu anda ingin mendapatkan harta kekayaan, maka akan kam kumpulkan harta kekayaan yang ada pada kami untuk anda, sehingga anda menjadi orang yang terkaya di kalangan kami. 

Jika anda menginginkan kehormatan dan kemuliaan, anda akan kami angkat sebagai pemimpin, dan kami tidak memutuskan persoalan apapun tanpa persetujuan anda. Jika anda ingin menjadi Raja, kami bersedia menobatkan anda sebagai raja kami. Jika anda tidak sanggup menangkal jin yang merasuk ke dalam diri anda, kami bersedia mencari tabib yang sanggup menyembuhkan anda, dan untuk itu kami tidak akan menghitung-hitung biaya yang diperlukan sampai anda sembuh." (Ibnu Hisyam, Shiroh Nabawiyah, Jakarta : Darul Falah, 2000, h.246)

Dengan kata lain, Islam tidak bisa dihadirkan kecuali dalam sistem tersendiri, terpisah dari sistem yang ada, sekalipun bergelut dalam wilayah yang sama.

5. DAKWAH KEPADA KABILAH-KABILAH PASCA HAJI

Ibnu Sa’d dalam Thabaqat-nya berkata, “Pada setiap musim haji Rasulullah SAW mendatangi dan mengikuti orang-orang yang sedang menunaikan haji sampai ke rumah-rumah mereka dan di pasar Ukaz, Majinnah dan Dzil Majaz. Beliau mengajak mereka agar bersedia membelanya sehingga ia dapat menyampaikan risalah Allah SWT, dengan imbalan surga bagi mereka. Tetapi Rasulullah SAW tidak mendapat seorangpun yang membelanya.”  

Setiap kali Rasulullah SAW berseru kepada mereka, “Wahai manusia !  Ucapkanlah La ilaha illallah, niscaya kalian beruntung. Dengan kalimat ini kalian akan menguasai Bangsa Arab dan orang-orang Ajam (selain Arab). Jika kalian beriman, maka kalian akan menjadi  Raja di surga.” Ibnu Hisyam, Shiroh Nabawiyah,

Dari Jarir bin ‘Abdullah r.a., ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan dirinya kepada orang-orang pada beberapa tempat seraya berkata,

ألَا رجُلٌ يحمِلُني إلى قومِهِ؛ فإنَّ قُرَيشًا قد منَعوني أن أُبلِّغَ كلامَ رَبِّي.

‘Adakah seseorang yang membawa aku kepada kaumnya karena orang-orang Quraisy menghalangi aku untuk menyampaikan ucapan Rabbku.’” (HR. Abu Daud, no. 4734; Tirmidzi, no. 24, 2925. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Beliau menanyakan setiap kabilah secara berantai, seraya berkata, “Wahai manusia, ucapkanlah laa ilaha illallah, niscaya kalian akan bahagia.” Beliau tidak henti-hentinya mengatakan, “Wahai manusia, ucapkanlah laa ilaha illallah.” Sementara di belakangnya, Abu Lahab selalu menguntitnya sambil berkata, “Ia adalah orang yang murtad dan berdusta.” (HR. Ahmad, 25:404 dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, 6:21)

Di antara kabilah yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan dirinya adalah Bani Amir bin Sha’sha’ah, Muharib bin Fazaarah, Ghassan, Murrah, Hanifah, Sulaim, ‘Abbas, Bani Nashr, Kindah (dari Yaman) dan Kalb, Al-Harist bin Ka’ab, Adzrah, Al-Hadharimah, Bakr bin Wa’il yang tinggal bertetangga dengan Persia, Bani Syaiban bin Tsa’labah dengan tokohnya Al-Mutsanna bin Al-Harits Asy-Syaibani. Mereka pada umumnya tidak memenuhi ajakan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara yang beragam.

Ada yang menolak dengan kasar seperti Bani Hanifah dan ada juga yang tidak kasar seperti Bani Syaiban. Pada musim-musim haji ini merupakan kesempatan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertemu dengan berbagai kabilah Arab yang berada di sebelah utara dan selatan Arab atau mereka yang bertetanggaan dengan Persia atau Romawi.

6. DAKWAH INTERNASIONAL/GLOBAL

Perjanjian Hudaybiah adalah pintu gerbang dari hadirnya dakwah internasional atau global. Saat sudah ada perjanjian di antara Negara Madinah dan Negara Mekkah, maka ketika itu ada kesepahaman untuk tidak saling menyerang. Ini adalah titik mula dari Islam tersebar ke berbagai penjuru dunia.

Islam sendiri memang ditujukan untuk seluruh umat manusia.Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan [Saba’/34:28]

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

Katakanlah, “Wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allâh Azza wa Jalla kepadamu semua [al-A’râf/7:158]

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. [al-Anbiya/21:107]

  • Surat kepada Raja Habasyah (Najasyi Al-Ashshamah bin Al-Abjar). 

Surat dakwah Nabi ﷺ yang disampaikan pertama kali untuk penguasa di sekitar Jazirah Arab adalah surat yang ditujukan kepada Raja Najasyi. Surat seruan untuk masuk Islam ini disampaikan pada akhir tahun ke-6 H. Surat ini disampaikan oleh Amr bin Umayyah Adh-Dhamiri. Saat itu raja Najasyi menganut agama Nasrani (Kristen).

Berikut mengenai teks surat yang ditujukan kepada Raja Najasyi;

“Bismillahirrahmannirrahim. Dari Muhammad Sang Nabi, kepada Najasyi, Al-Ashshamah pemimpin Habasyah. Kesejahteraan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada Illah selain Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, yang tidak mempunyai rekan pendamping dan anak, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Aku menyeru Tuan dengan seruan Islam, bahwa aku adalah Rasul-Nya. Maka masuklah Islam niscaya Tuan akan selamat. Jika Tuan menolak, maka Tuan akan menanggung dosa orang-orang Nasrani dari kaum Tuan.” 

Di penghujung surat tersebut dituliskan satu ayat dari surat Ali Imran ayat 64. Setelah Amr bin Umayyah Adh-Dhamiri menyampaikan surat Nabi ﷺ kepada Raja Najasyi dan suratnya diterima dengan baik.

Setelah membacanya, Raja Najasyi langsung turun dari singgasananya dan duduk di atas lantai serta menyatakan masuk Islam di hadapan Ja’far bin Abu Thalib. Raja Najasyi langsung menulis surat balasan untuk Nabi ﷺ. “Bismillahirrahmannirrahim. Kepada Muhammad Rasul Allah, dari Najasyi Ashshamah. Kesejahteraan bagi engkau wahai Nabi Allah, dari Allah dan rahmat Allah serta barakah-Nya. Demi Allah yang tiada Illah selain Dia, amma ba’ad.”

Raja Najasyi telah memahami isi surat dari Nabi ﷺ, bahwasanya isi surat tersebut telah menyebutkan sebagaimana yang ditulis di dalam kitabnya. Raja Najasyi juga menyambut sepupu Nabi ﷺ bersama rekannya yang hijrah ke Habasyah (Etiopia).

Di hadapan sepupu Ja’far bin Abi Thalib inilah Raja Najasyi menyatakan keislamannya. Setelah peristiwa keislaman Raja Najasyi sampai kepada Nabi ﷺ, lalu beliau meminta kepada Raja Najasyi untuk mengirim kembali rombongan Ja’far ke Makkah.

Raja Najasyi mengabulkan permintaan Nabi ﷺ dengan mengirim rombongan Ja’far menumpang dua perahu. Saat itu mereka bertemu dengan Nabi ﷺ di Khaibar. Pada bulan Rajab tahun ke-7 H setelah perang Tabuk, Raja Najasyi meninggal dunia. Ketika mendengar kabar atas meninggalnya Raja Najasyi, Nabi ﷺ sangat bersedih dan mengucapkan bela sungkawa, kemudian melaksanakan shalat ghaib.

  • Surat kepada Raja Mesir (Muqauqis). 

Nabi ﷺ menulis surat kepada Juraij bin Mata yang bergelar Muqauqis, Raja Mesir dan Iskandariyah. Surat disampaikan oleh Hathib bin Abu Balta’ah. Berikut isi surat tersebut.

“Bismillahirrahmannirrahim. Dari Muhammad, hamba Allah dan Rasul-Nya, kepada Muqauqis Raja Qibthi. Keselamatan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk, amma ba’d. Aku menyeru Tuan dengan seruan Islam. Masuklah Islam, niscaya Tuan akan selamat dan Allah akan memberikan pahala kepada Tuan dua kali lipat. Namun, jika Tuan berpaling, maka Tuan akan menanggung dosa penduduk Qibthi.”

Ketika Hathib telah menghadap Raja Muqauqis, ia langsung berkata, “Sesungguhnya sebelum Tuan ada seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan yang paling tinggi. Lalu Allah menimpakan hukuman kepadanya di dunia dan di akhirat. Allah menyiksanya tanpa henti. Maka, ambillah pelajaran dari kejadian ini, dan jangan sampai ada orang lain yang mengambil pelajaran dari Tuan.” Muqauqis langsung menjawab dengan tegas, “Sesungguhnya kami mempunyai agama yang tidak akan kami tinggalkan kecuali jika ada agama lain yang lebih baik lagi.”

Hathib menceritakan semua hal tentang Nabi ﷺ kepada Raja Muqauqis. Nabi ﷺ mengutusnya untuk menyampaikan surat kepadanya untuk memeluk Islam.

Dalam dakwah Nabi ﷺ tidak melarang akan kepercayaan yang dianut Raja Muqauqis beserta pengikutnya. Dalam Taurat dan Injil yang dibawa oleh Nabi Musa dan Isa AS dijelaskan bahwa kelak akan ada utusan Nabi terakhir yang membawa agama baru yaitu Islam.

Serta tanda-tanda kenabian yang telah disebutkan dalam kedua kitab tersebut. Raja Muqauqis mengambil surat tersebut dan memberikan stempel lalu diserahkan kepada pembantunya.

Setelah itu, ia menyuruh sekretarisnya untuk menulis surat balasan. Berikut isi surat tersebut.

“Bismillahirrahmannirrahim. Kepada Muhammad bin Abdullah, dari Muqauqis, pemimpin Qibthi. Kesejahteraan bagi Tuan, amma ba’d. Saya telah membaca surat Tuan dan memahami isinya serta apa yang Tuan serukan. Saya sudah tahu bahwa ada seorang Nabi yang masih tersisa. Menurut perkiraan saya, dia akan muncul dari Syam. Saya hormati utusan Tuan, dan kini kukirimkan dua gadis yang mempunyai kedudukan terhormat di masyarakat Qibthi dan beberapa lembar kain. Saya hadiahkan pula seekor baghal agar dapat Tuan pergunakan sebagai tunggangan. Salam sejahtera bagi Tuan.”

Dari balasan surat tersebut dapat disimpulkan bahwa Raja Muqauqis tidak menyatakan masuk Islam saat itu. Namun, ia mempercayai bahwa utusan yang telah disebutkan dalam kitabnya itu adalah Nabi Muhammad ﷺ.

Dua gadis yang dimaksud dalam surat tersebut adalah Mariyah (yang dijadikan sebagai istri oleh Nabi) dan Sirrin (yang diberikan kepada Hassan bin Tsabit Al-Anshari). Sedangkan baghal (keturunan silang antara kuda betina dan keledai jantan, bagal) yang hidup hingga zaman Muawiyah.

  • Surat kepada Kaisar Persia (Kisra). 

Nabi ﷺ mengirimkan surat kepada penguasa negeri yang digdaya yaitu Persia. Surat disampaikan oleh Abdullah bin Hudzafah As-Sahmi. Berikut isi suratnya.

“Bismilaahirrahmannirrahim. Dari Muhammad Rasul Allah kepada Kisra, pemimpin Persia. Kesejahteraan bagi siapa pun yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, bersaksi bahwa tiada Illah selain Allah semata, yang tiada sekutu baginya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-nya. Aku menyeru Tuan dengan seruan Islam. Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada seluruh manusia untuk memberi peringatan kepada orang yang hidup dan membenarkan perkataan atas orang-orang kafir. Masuklah Islam, niscaya Tuan akan selamat. Namun jika Tuan menolak, maka dosa-dosa orang Majusi ada di pundak Tuan.” 

Raja Kisra murka setelah membaca surat tersebut. Surat dirobek dan dibuang sambil berkata dengan angkuh, “Seorang budak yang hina dina dari rakyatku pernah menulis namanya sebelum aku berkuasa.” Ketika berita penolakan ini sampai di telinga Nabi, beliau langsung bersabda, “Allah akan mencabik-cabik kerajaannya.”

Setelah itu, Raja Kisra melakukan penyelidikan tentang siapa sebenarnya Muhammad yang mengaku dirinya sebagai Nabi dan mengajaknya untuk memeluk Islam. Lalu ia menulis surat kepada Badzan gubernur Yaman.

Surat itu berisi permintaan Raja Kisra kepada Badzan untuk mengirimkan dua orang terbaiknya ke Madinah untuk menemui Nabi dan memintanya untuk menemui Raja Kisra. Ketika mereka sampai di hadapan Nabi dan menyampaikan pesan dari Raja Kisra, Nabi menyuruh mereka untuk menemui beliau esoknya.

Pada saat yang sama, di Persia terjadi pemberontakan besar-besaran terhadap Raja Kisra. Pemberotakan dimotori oleh anaknya yang bernama Syiruyah.

Dia bangkit melawan ayahnya untuk merebut kekuasaanya dan membunuhnya. Peristiwa ini terjadi pada malam Selasa, 10 Jumadal Ula tahun ke-7 H. Nabi ﷺ mengetahui peristiwa tersebut melalui wahyu.

Keesokan harinya dua utusan Badzan datang kembali kepada Nabi ﷺ. Nabi mengabarkan peristiwa yang menimpa Raja Kisra dan kedua utusan tersebut sempat ragu akan kabar yang disampaikan Nabi.

Mendengar penuturan Nabi, mereka langsung menyampaikan kabar tersebut kepada gubernur Yaman (Badzan), juga menyampaikan pesan Nabi mengenai ajakan untuk memeluk Islam. Selang beberapa waktu, datang surat tentang terbunuhnya Raja Kisra di tangan putranya. Dalam surat tersebut Syiruyah mengatakan bahwa gubernur Yaman harus melakukan baiat kepada raja baru. Namun Badzan tidak menjawab surat itu, bahkan mereka justru menyatakan keislamannya pada saat itu juga.

  • Surat kepada Qaishar, Raja Romawi. 

Korespondensi Nabi ﷺ yang lainnya ditujukan kepada Qaishar, Raja Romawi. Surat disampaikan oleh Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi. Raja Romawi tersebut menyatakan masuk Islam. 

  • Surat kepada Pemimpin Bahrain.

Nabi disampaikan kepada Al-Mundzir bin ﷺa, pemimpin Bahrain, dan surat dibawa oleh Al-Ala’ bin Al-Hadhrami. Hasilnya, sebagian rakyat Bahrain ada yang masuk Islam dan sebagian lainnya menolak untuk masuk Islam.

  • Surat kepada Pemimpin Yamamah

Korespondensi Nabi ﷺ berikutnya ditujukan kepada Haudzah bin Ali Al-Hanafi, pemimpin Yamamah. Surat diantar oleh Salith bin Al-Amiri. Haudzah memberikan hadiah yang melimpah dan memberinya kain-kain sutera yang bagus. Nabi ﷺ membaca surat balasan dari Haudzah, lalu bersabda, “Jika dia meminta sepetak tanah kepadaku, maka aku tidak akan memberinya. Cukup, cukup apa yang dimilikinya saat ini.”

Namun, setelah Nabi kembali dari penaklukan Makkah, Jibril mengabarkan bahwa Haudzah sudah meninggal dunia. Untuk itu, Nabi ﷺ bersabda, “Dari Yamamah ini akan muncul seorang pendusta yang membual sebagai nabi. Dia akan menjadi pembunuh sepeninggalku.”

  • Surat kepada Pemimpin Damaskus di Syam

Selanjutnya, korespondensi Nabi ﷺ diberikan kepada Al-Harits bin Abu Syamr Al-Ghassani, pemimpin Damaskus di Syam. Surat diantarkan oleh Syuja’ bin Wahb dari Bani Asad bin Khuzaimah. Hasilnya, Al-Harits menolak untuk masuk Islam.

  • ­Surat kepada Raja Uman

Krespondensi Nabi ﷺ selanjutnya ditujukan kepada Raja Uman, yaitu Jaifar dan saudaranya, Abd kedua anak Al-Julunda. Surat diantarkan oleh Amr bin Al-Ash. Hasilnya, Jaifar dan Abd bin Al-Julunda masuk Islam dan beriman kepada Nabi ﷺ.

7. BERBAGAI METHODE DAKWAH

Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakafuri dalam Sirah Nabawiyah, bahwa terdapat 3 tahapan dakwah Rasulullah SAW,

  • Tahapan dakwah sirriyah atau sembunyi-sembunyi, yang berjalan selama tiga tahun.
  • Tahapan dakwah jahr atau secara terang-terangan di tengah penduduk Makkah, yang dimulai sejak tahun ke-4 dari nubuwah hingga akhir tahun ke-10.
  • Tahapan dakwah di luar Makkah dan penyebarannya, yang dimulai dari tahun ke-10 dari nubuwah hingga hijrah ke Madinah..

8. FUTUH MEKKAH

اِنَّ اللهَ زَوَىلِيَ الْأَرْضَ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ مُلْكَ أُمَّتِيْ مَازُوِيَ لِيَ مِنْهَا

Rasulullah SAW bersabda, “Sesunguhnya Allah telah menghimpunkan untukku bumi dari timur dan baratnya, dan kekuasaan ummatku akan mencapai wilayah yang dihimpunkan untukku” (HR Muslim) Hadits diatas disebutkan oleh Dr. Al-Hamisy dalam Tafsir wa Bayan saat menjelaskan Qs. Al-Fath:27

Rasulullah SAW memasuki Mekkah langsung menuju Ka’bah. Di sekitar Ka’bah masih terdapat 360 berhala. Kemudian Nabi SAW menghancurkannya satu persatu dengan sebuah tongkat di tangannya seraya mengucapkan “

وَقُلۡ جَآءَ ٱلۡحَقُّ وَزَهَقَ ٱلۡبَٰطِلُۚ إِنَّ ٱلۡبَٰطِلَ كَانَ زَهُوقٗا  

“Al-Haq telah datang dan Al-Bathil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Qs. Al-Isra:81) (Said Ramadhan Al-Buthi, h.352)

SURAT AL FATH (SURAT KEMENANGAN)

URUTANNYA: Nabi bermimpi, berangkat ke Mekkah, terjadi perjanjian Hudaybiah, turun surat al Fath dari ayat 1 sd 28

Diriwayatkan oleh al-Hakim dll, yang bersumber dari al-Miswar bin Mikhramah dan Marwan bin al-Hakim bahwa surat al-Fath (dari awal sampai akhir) diturunkan dalam peristiwa Hudaibiyyah (suatu tempat antara Mekah dan Madinah). menurut mayoritas ahli sejarah berasumsi bahwa ini terjadi tahun 6 H./628 M.

إِنَّا فَتَحۡنَا لَكَ فَتۡحٗا مُّبِينٗا وَيَنصُرَكَ ٱللَّهُ نَصۡرًا عَزِيزًا  

1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata[1393], 

(1393]. Menurut pendapat sebagian ahli Tafsir yang dimaksud dengan kemenangan itu ialah kemenangan penaklukan Mekah, dan ada yang mengatakan penaklukan negeri Rum dan ada pula yang mengatakan Perdamaian Hudaibiyah. Tetapi kebanyakan ahli Tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud di sini ialah Perdamaian Hudaibiyah. 

لِّيَغۡفِرَ لَكَ ٱللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنۢبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكَ وَيَهۡدِيَكَ صِرَٰطٗا مُّسۡتَقِيمٗا

2. supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, 

وَيَنصُرَكَ ٱللَّهُ نَصۡرًا عَزِيزًا  

3. dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak). 

هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِيمَٰنٗا مَّعَ إِيمَٰنِهِمۡۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمٗا  

4. Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, 

لِّيُدۡخِلَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا وَيُكَفِّرَ عَنۡهُمۡ سَيِّ‍َٔاتِهِمۡۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عِندَ ٱللَّهِ فَوۡزًا عَظِيمٗا  

5. supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah, (al-Fath: 5)

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim), at-Tirmidzi, dan al-Hakim, yang bersumber dari Anas bahwa ketika Rasulullah saw. pulang dari Hudaibiyyah, bersabdalah beliau kepada para shahabat: “Telah turun kepadaku ayat yang lebih aku cintai daripada segala apa yang ada di muka bumi ini.” Kemudia Rasulullah membacakan ayat tersebut (al-Fath: 2) kepada mereka, mereka berkata: “Betapa untung dan bahagianya tuan, ya Rasulullah. Allah telah menerangkan nasib tuan di kemudian hari. Namun bagaimana nasib kami ?” Maka turunlah ayat selanjutnya (al-Fath: 5) yang menjelaskan nasib mereka di akhirat.

8. Sesungguhnya Allah Telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon*, Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)**.(al-Fath: 18)

* pada bulan Zulkaidah tahun keenam Hijriyyah nabi Muhammad s.a.w. beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Mekkah untuk melakukan ‘umrah dan melihat keluarga-keluarga mereka yang Telah lama ditinggalkan. Sesampai di Hudaibiyah beliau berhenti dan mengutus Utsman bin Affan lebih dahulu ke Mekah untuk menyampaikan maksud kedatangan beliau dan kamu muslimin. mereka menanti-nanti kembalinya Utsman, tetapi tidak juga datang Karena Utsman ditahan oleh kaum musyrikin Kemudian tersiar lagi kabar bahwa Utsman Telah dibunuh. 

Karena itu nabi menganjurkan agar kamu muslimin melakukan bai’ah (janji setia) kepada beliau. merekapun mengadakan janji setia kepada nabi dan mereka akan memerangi kamu Quraisy bersama nabi sampai kemenangan tercapai. perjanjian setia Ini Telah diridhai Allah sebagaimana tersebut dalam ayat 18 surat ini, Karena itu disebut Bai’atur Ridwan. 

Bai’atur Ridwan Ini menggetarkan kaum musyrikin, sehingga mereka melepaskan Utsman dan mengirim utusan untuk mengadakan perjanjian damai dengan kaum muslimin. perjanjian Ini terkenal dengan Shulhul Hudaibiyah. ** yang dimaksud dengan kemenangan yang dekat ialah kemenangan kaum muslimin pada perang Khaibar.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Salamah bin al-Akwa’. Bahwa ketika para shahabat sedang beristirahat di siang hari, seorang utusan Rasulullah saw berseru: “Hai kaum Muslimin. Ayo berbaiat (berjanji setia). Mari berbaiat!” Serentak kaum Muslimin menghadap Rasulullah saw. di saat beliau sedang berteduh di bawah pohon samurah. Mereka pun berbaiat kepada Rasulullah saw. Ayat ini (al-Fath:18) turun melukiskan peristiwa tersebut serta menjanjikan ketabahan dan kemenangan bagi mereka.

Pada waktu itu tersiar desas-desus bahwa ‘Utsman bin ‘Affan (utusan Rasulullah ke Mekah) dibunuh oleh kaum kafir Quraisy. Timbullah solidaritas di kalangan kaum Mukminin. Mereka bertekad menggempur kaum kafir Quraisy. Merekapun berbaiat kepada Rasulullah saw. Ayat ini (al-Fath: 18) turun melukiskan peristiwa tersebut serta menjanjikan ketabahan dan kemenangan bagi mereka.

24. Dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (al-Fath: 24)

Diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi, dan an-Nasa-i, yang bersumber dari Anas. Diriwayatkan pula oleh Muslim yang bersumber dari salamah bin al-Akwa’. Diriwayatkan pula oleh Ahmad dan an-Nasa-i, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Mughaffal al-Muzani. 

Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Ishaq yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa ketika terjadi peristiwa Hudaibiyyah, ada delapan puluh pasukan musuh yang bersenjata lengkap bermaksud menyergap Rasulullah saw. dari Gunung Tan’im. Akan tetapi mereka tersergap dan tertawan, lalu dilepaskan kembali atas perintah Rasulullah saw. Ayat ini (al-Fath: 24) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan kemenangan kaum Muslimin dengan tidak menumpahkan darah.

25. Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihan)nya. dan kalau tidaklah Karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. sekiranya mereka tidak bercampur-baur, tentulah kami akan mengazab orang-orang yag kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (al-Fath: 25)

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan Abu Ya’la, yang bersumber dari Abu Jumu’ah Junbudz bin Sab’ bahwa pada siang hari Abu Jum’ah Junbudz bin Sab’ berperang menentang Rasulullah sebagai seorang kafir. Akan tetapi pada sore harinya , setelah masuk Islam, ia bersama kawan-kawannya, tiga orang laki-laki dan tujuh orang perempuan, berperang di pihak Rasulullah saw.. Abu Jum’ah mengemukakan bahwa ayat ini (al-Fath: 25) turun berkenaan dengan dirinya dan kawan-kawannya, yang melukiskan keadaan mereka.

27. Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan Sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat***. (al-Fath: 27)

*** Selang beberapa lama sebelum terjadi Perdamaian Hudaibiyah nabi Muhammad s.a.w. bermimpi bahwa beliau bersama para sahabatnya memasuki kota Mekah dan Masjidil Haram dalam keadaan sebahagian mereka bercukur rambut dan sebahagian lagi bergunting. nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi nanti. Kemudian berita Ini tersiar di kalangan kaum muslim, orang-orang munafik, orang-orang Yahudi dan Nasrani. 

Setelah terjadi perdamaian Hudaibiyah dan kaum muslimin waktu itu tidak sampai memasuki Mekah Maka orang-orang munafik memperolok-olokkan nabi dan menyatakan bahwa mimpi nabi yang dikatakan beliau pasti akan terjadi itu adalah bohong belaka. Maka turunlah ayat Ini yang menyatakan bahwa mimpi nabi itu pasti akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang. dan sebelum itu dalam waktu yang dekat nabi akan menaklukkan kota Khaibar. Andaikata pada tahun terjadinya perdamaian Hudaibiyah itu kaum muslim memasuki kota Mekah, Maka dikhawatirkan keselamatan orang-orang yang menyembunyikan imannya yang berada dalam kota Mekah waktu itu.

Diriwayatkan oleh al-Faryabi, ‘Abd bin Humaid, dan al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaa-il, yang bersumber dari Mujahid bahwa ketika Rasulullah saw. berada di Hudaibiyyah, beliau bermimpi masuk Mekah bersama Shahabat-shahabatnya dengan aman tenteram. Dalam mimpi itu terlihat sebagian shahabatnya bercukur bersih dan sebagian rambutnya digunting pendek, sebagai tanda selesai melakukan ihram. (Dengan adanya Perjanjian Hudaibiyyah, mereka tidak dapat melaksanakan ihram) sehingga Rasulullah saw. memerintahkan menyembelih hadyu (kurban) sebagai tandai tahalul. Para pengikut Rasul (yang munafik) menagih isi mimpi itu: “Mana ya Rasulullah, bukti impian itu?” Maka turunlah ayat ini (al-Fath:27) yang menjanjikan kebenaran impian Rasulullah itu (akan) terlaksana.

TERBENTUKNYA PERJANJIAN HUDAYBIAH

Utusan pertama Musyrikin Quraiys yakni delegasi Budail bin Warqa’ al-Khuzai. Setelah mereka mendengar langsung penjelasan dari Rasulullahdan melihat kenyataan di lokasi rombongan kaum Muslimin. Budail dan kawan-kawannya percaya bahwa memang Rasulullah tidak bermaksud untuk berperang, melainkan beribadah. 

Budail menyampaikan laporan ke tokoh-tokoh Musyrikin Quraisy, namun beberapa orang mencurigainya karena ia dari suku Khuza’ah yang selama ini memiliki hubungan baik dengan keluarga Rasulullah dari Bani Hashim.

Tidak puas dengan laporan Budail, Musyrikin Quraisy pun akhirnya mengutus delegasi lagi dari suku Thaqif yakni Urwah bin Mas’ud. Rasulullah kemudian menjelaskan kepada Urwah sebagaimana Nabi menjelaskan kepada Budail bin Warqa’. Sempat terjadi keteganan antara Urwah dan salah seorang sahabat Rasulullah, namun hal itu dapat diredam oleh Nabi Muhammad saw. bahkan ketika kembali ke Makkah Urwah mempunyai kesan yang mendalam dengan kepribadian Muhammadsaw. dan sikap sahabatyang disampaikan kepada tokoh-tokoh Musyrikin Quraisy.

Belum puas juga dengan laporan Urwah, tokoh-tokoh Musyrikin Quraisy mengutus delegasi Hulais bin al-Qamah. Ketika melihatnya datang, Rasulullah menyampaikan kepada para sahabatnya bahwa Hulais adalah orang dari kaum yang memiliki rasa keagamaan yang baik, Nabi memerintahkan para sahabat untuk menggiring unta-unta yang akan dipersembahkan agar Hulais melihatnya. 

Apa yang dikatakan oleh Rasulullah terbukti, hanya dengan melihatunta-unta yang digiring untuk qurban, Hulais merasa tidak perlu menemui Rasulullah atau menyelidiki lebih dalam maksud dan tujuan Nabi Muhammad saw. dan pengikutnya berkunjung ke Makkah. Ia kembali kepada tokoh-tokoh Musyrikin Quraisydan memberitahukan kepada mereka bahwa Rasulullah tidak datang kecuali untuk beribadah dan mengagungkan Ka’bah. 

Beberapa tokoh Musyrikin Quraisy tidak puas  dengan laporan Hulais bahkan mengejek Hulais sebagai orang gunung yang bodoh dan mudah dikelabuhi. Musyrikin Quraisy mengutus delegasi berikutnya yaitu pimpinan Mukriz bin Hafs yang pada akhirnya juga memberikan laporan seperti tiga delegasi sebelumnya. 

Sampai akhirnya Musyrikin Quraisy mengutus Suhail bin Amr dengan mandat penuh. Tetapi dengan syarat yang tidak boleh diabaikan oleh Suhail bahwa untuk tahun ini Muhammad dan rombongan tidak diperbolehkan masuk kota Makkah, apapunalasannya.

Ketika Rasulullah melihat kedatangan Suhail bin Amr Nabi optimis akan mendapatkan jalan keluar yang terbaik. Optimisme ini muncul dari “nama” utusan MusyrikinQuraisy itu. Namanya Suhail yang seakar dengan kata sahl yang berarti mudah. Rasulullah saw. bersabda, لقد سهل لكم من أموركم  “Telah dipermudah untuk kalian urusan kalian.” (Hr. Ahmad).

Perjanjian Hudaibiyah yang akhirnya disepekati oleh oleh kedua belah pihak mengandung butir-butir antara lain:

  1. Gencatan senjata selama sepuluh tahun. Tiada permusuhan dan tindakan yang buruk terhadap masing-masing dari kedua pihak selama masa tersebut.
  2. Siapa yang datang dari kaum Musyrik kepada Nabi, tanpa izin keluarganya, harus dikembalikan ke Mekkah, tetapi bila ada diantara kaum Muslim yang berbalik dan mendatangi kaum Musyrik, maka ia tidak akan dikembalikan.
  3. Diperekanakan siapa saja di anatar suku-suku Arab untuk mengikat perjanjian damai dan menggabungkan diri kepada salah satu dari pihak. Ketika itu suku Khuza’ah menjalin kerja sama dengan mengikat janji pertahanan bersama pihak Nabi saw. dan Banu Bakar memihak kepada kaum Musyrik.
  4. Tahun ini Nabi bersama rombongan belum diperkenankan masuk kota Mekkah, tetapi tahun depan dan dengan syarat hanya bermukim tiga hari tanpa membawa senjata kecuali pedang yang tidak dihunus.
  5. Perjanjian ini diikat atas dasar ketulusan dan kesediaan penuh untuk melaksanakan, tanpa penipuan atau penyelewengan.

Pasca Hudaybiah; 

  1. Konsekuensi hudaybiah berarti diakuinya Madinah sebagai pemerintahan mandiri
  2. Dakwah internasional

TAHAPAN KEMENANGAN ISLAM

  1. Kemenangan Aqidah (menerima Dinuk Islam secara Kaffah)
  2. Kemenangan Dakwah (masyarakat luas menerima Dinul Islam secara kaffah) 
  3. Kemenangan Militer (dimulai sejak Perang Badar Kubro hingga ghazwah terakhir)
  4. Kemenangan Politik (dimulai ketika terjadi Piagam Madinah dan Perjanjian Hudaybiah)
  5. Kemenangan Wilayah di Jazirah Arab (terjadinya Futuh Mekkah)

Kemenangan wilayah Internasional (dimulai sejak diberangkatkannya pasukan Usamah bin Zaid untuk menaklukkan Kerajaan Ghasani yang menjadi bagian dari Imperium Byzantium (Romawi Timur) yang berada di wilayah Balqa Suriah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.