Rasulullah Sebagai Uswah Hasanah

 

Allah ta’ala berfirman dalam Surat Al-Ahzab ayat 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ   

Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21)

A. ASBABUN NUZUL

Ayat ini menegaskan yang patut diteladani adalah Rasulullah SAW. Sejatinya, ayat ini berkaitan dengan kaum Ahzab atau hari Ahzab yaitu ketika Rasulullah dan para sahabat pada masa itu mendapat tekanan bertubi-tubi dari berbagai kelompok-kelompok yang memusuhinya. Kelompok-kelompok dari kaum Yahudi dan Munafik bersekutu untuk menyerang orang-orang Mukmin di Madinah. 

Imam Jalaluddin Al-Mahalli (w. 846 H) dalam Tafsirul Jalalain  menafsirkan surat Al-Ahzab ayat 21 ini dengan menyesuaikan konteks zaman ketika ayat ini turun, yaitu pada saat perang Khandaq. Imam Al-Mahalli menjelaskan bahwa ayat ini merupakan imbauan dari Allah swt kepada orang-orang Islam saat itu bahwa teladan yang baik ada pada diri Rasulullah. Teladan yang dimaksud di sini ialah mengikuti Nabi Muhammad saw baik dalam segala situasi.Hal itu berlaku bagi orang-orang yang takut kepada Allah dan hari akhir serta mereka yang selalu mengingat-Nya. Imam Al-Mahalli menafsirkan lafaz yarjullâha yang bermakna dasar “mengharapkan Allah” dengan “takut kepada (siksa) Allah”. (Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsirul Jalalain).

Sekarang mari kita perhatikan bagaimana konteks ayat 21 tersebut di dalam rangkaian ayat-ayat awal Al Ahzab.

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللّٰهَ وَلَا تُطِعِ الْكٰفِرِيْنَ وَالْمُنٰفِقِيْنَ ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًاۙ 

1.  Wahai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah engkau menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

وَّاتَّبِعْ مَا يُوْحٰىٓ اِلَيْكَ مِنْ رَّبِّكَ ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًاۙ 

2.  Ikutilah apa yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.

وَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ وَكِيْلًا 

3.  Bertawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pemelihara.

وَاِذْ اَخَذْنَا مِنَ النَّبِيّٖنَ مِيْثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُّوْحٍ وَّاِبْرٰهِيْمَ وَمُوْسٰى وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۖوَاَخَذْنَا مِنْهُمْ مِّيْثَاقًا غَلِيْظًاۙ 

7.  (Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari para nabi, darimu (Nabi Muhammad), dari Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa putra Maryam. Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh,608)

608) Yang dimaksud dengan perjanjian teguh yang diambil dari para nabi adalah kesanggupan mereka untuk menyampaikan agama kepada umatnya masing-masing.

لِّيَسْـَٔلَ الصّٰدِقِيْنَ عَنْ صِدْقِهِمْ ۚوَاَعَدَّ لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا اَلِيْمًا ࣖ 

8.  agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka.609) Dia menyediakan azab yang pedih bagi orang-orang kafir.

609) Pada hari Kiamat Allah Swt. akan menanyakan kepada para rasul sampai di mana usaha mereka menyampaikan ajaran Allah Swt. kepada umatnya dan sampai di mana umatnya melaksanakan ajaran Allah Swt. itu.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ جَاۤءَتْكُمْ جُنُوْدٌ فَاَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيْحًا وَّجُنُوْدًا لَّمْ تَرَوْهَا ۗوَكَانَ اللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرًاۚ 

9.  Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika bala tentara datang kepadamu, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan bala tentara (malaikat) yang tidak dapat terlihat olehmu.610) Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

610) Ayat ini menerangkan kisah bala tentara kafir yang dikalahkan dalam Perang Khandaq (Ahzab).

اِذْ جَاۤءُوْكُمْ مِّنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ اَسْفَلَ مِنْكُمْ وَاِذْ زَاغَتِ الْاَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوْبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ الظُّنُوْنَا۠ ۗ 

10.  Ketika mereka datang kepadamu dari arah atas dan bawahmu, ketika penglihatan(-mu) terpana, hatimu menyesak sampai ke tenggorokan,611) dan kamu berprasangka yang bukan-bukan terhadap Allah,

611) Ayat ini menggambarkan begitu hebatnya perasaan takut dan gentar kaum mukmin pada waktu itu.

هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُوْنَ وَزُلْزِلُوْا زِلْزَالًا شَدِيْدًا 

11.  di situlah orang-orang mukmin diuji dan diguncangkan (hatinya) dengan guncangan yang dahsyat.

وَاِذْ يَقُوْلُ الْمُنٰفِقُوْنَ وَالَّذِيْنَ فِيْ قُلُوْبِهِمْ مَّرَضٌ مَّا وَعَدَنَا اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اِلَّا غُرُوْرًا 

12.  (Ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang di hatinya terdapat penyakit berkata, “Apa yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami hanyalah tipu daya belaka.”

وَاِذْ قَالَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْهُمْ يٰٓاَهْلَ يَثْرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوْا ۚوَيَسْتَأْذِنُ فَرِيْقٌ مِّنْهُمُ النَّبِيَّ يَقُوْلُوْنَ اِنَّ بُيُوْتَنَا عَوْرَةٌ ۗوَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ ۗاِنْ يُّرِيْدُوْنَ اِلَّا فِرَارًا 

13.  (Ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata, “Wahai penduduk Yasrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu. Maka, kembalilah kamu!” Sebagian dari mereka meminta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata, “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga).” Padahal, rumah-rumah itu tidak terbuka. Mereka hanya ingin lari (dari peperangan).

وَلَوْ دُخِلَتْ عَلَيْهِمْ مِّنْ اَقْطَارِهَا ثُمَّ سُىِٕلُوا الْفِتْنَةَ لَاٰتَوْهَا وَمَا تَلَبَّثُوْا بِهَآ اِلَّا يَسِيْرًا 

14.  Seandainya (Yasrib) diserang dari segala penjuru, kemudian mereka diminta untuk melakukan fitnah,612) niscaya mereka mengerjakannya. Mereka tidak menunda permintaan itu, kecuali hanya sebentar.

612) Fitnah yang dimaksud dalam ayat ini adalah melakukan kekacauan, seperti murtad dan membantu pasukan musuh dalam peperangan.

وَلَقَدْ كَانُوْا عَاهَدُوا اللّٰهَ مِنْ قَبْلُ لَا يُوَلُّوْنَ الْاَدْبَارَ ۗوَكَانَ عَهْدُ اللّٰهِ مَسْـُٔوْلًا 

15.  Sungguh, mereka sebelum itu benar-benar telah berjanji kepada Allah tidak akan berbalik ke belakang (mundur). Perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungjawabannya.

قُلْ لَّنْ يَّنْفَعَكُمُ الْفِرَارُ اِنْ فَرَرْتُمْ مِّنَ الْمَوْتِ اَوِ الْقَتْلِ وَاِذًا لَّا تُمَتَّعُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا 

16.  Katakanlah (Nabi Muhammad), “Lari itu tidak akan berguna bagimu ketika kamu lari dari kematian atau pembunuhan. Jika demikian, kamu tidak akan mengecap kesenangan, kecuali sebentar saja.”

قُلْ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَعْصِمُكُمْ مِّنَ اللّٰهِ اِنْ اَرَادَ بِكُمْ سُوْۤءًا اَوْ اَرَادَ بِكُمْ رَحْمَةً ۗوَلَا يَجِدُوْنَ لَهُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلِيًّا وَّلَا نَصِيْرًا 

17.  Katakanlah, “Siapa yang dapat melindungi kamu dari (ketentuan) Allah jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?” Mereka itu tidak akan mendapatkan pelindung dan penolong selain Allah.

۞ قَدْ يَعْلَمُ اللّٰهُ الْمُعَوِّقِيْنَ مِنْكُمْ وَالْقَاۤىِٕلِيْنَ لِاِخْوَانِهِمْ هَلُمَّ اِلَيْنَا ۚوَلَا يَأْتُوْنَ الْبَأْسَ اِلَّا قَلِيْلًاۙ 

18.  Sungguh, Allah mengetahui para penghalang (untuk berperang) dari (golongan)-mu dan orang yang berkata kepada saudara-saudaranya, “Marilah bersama kami.” Mereka tidak datang berperang, kecuali hanya sebentar.

اَشِحَّةً عَلَيْكُمْ ۖ فَاِذَا جَاۤءَ الْخَوْفُ رَاَيْتَهُمْ يَنْظُرُوْنَ اِلَيْكَ تَدُوْرُ اَعْيُنُهُمْ كَالَّذِيْ يُغْشٰى عَلَيْهِ مِنَ الْمَوْتِۚ فَاِذَا ذَهَبَ الْخَوْفُ سَلَقُوْكُمْ بِاَلْسِنَةٍ حِدَادٍ اَشِحَّةً عَلَى الْخَيْرِۗ اُولٰۤىِٕكَ لَمْ يُؤْمِنُوْا فَاَحْبَطَ اللّٰهُ اَعْمَالَهُمْۗ وَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا 

19.  Mereka (kaum munafik) kikir terhadapmu. Apabila datang ketakutan (bahaya), kamu melihat mereka memandang kepadamu dengan bola mata yang berputar-putar seperti orang yang pingsan karena akan mati. Apabila ketakutan telah hilang, mereka mencacimu dengan lidah yang tajam, sementara mereka kikir untuk berbuat kebaikan. Mereka itu tidak beriman, maka Allah menghapus amalnya. Hal yang demikian itu sangat mudah bagi Allah.

يَحْسَبُوْنَ الْاَحْزَابَ لَمْ يَذْهَبُوْا ۚوَاِنْ يَّأْتِ الْاَحْزَابُ يَوَدُّوْا لَوْ اَنَّهُمْ بَادُوْنَ فِى الْاَعْرَابِ يَسْاَلُوْنَ عَنْ اَنْۢبَاۤىِٕكُمْ ۗوَلَوْ كَانُوْا فِيْكُمْ مَّا قٰتَلُوْٓا اِلَّا قَلِيْلًا ࣖ 

20.  Mereka mengira (bahwa) golongan-golongan (yang bersekutu) itu belum pergi. Jika golongan-golongan itu datang kembali, mereka pasti ingin berada di dusun-dusun bersama-sama orang Arab Badui, sambil menanyakan berita tentangmu. Seandainya mereka berada bersamamu, niscaya mereka tidak akan berperang, kecuali sebentar saja.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ 

21.  Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.

وَلَمَّا رَاَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْاَحْزَابَۙ قَالُوْا هٰذَا مَا وَعَدَنَا اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَصَدَقَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ ۖوَمَا زَادَهُمْ اِلَّآ اِيْمَانًا وَّتَسْلِيْمًاۗ 

22.  Ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya613) kepada kita.” Benarlah Allah dan Rasul-Nya. Hal itu justru makin menambah keimanan dan keislaman mereka.

613) Yang dijanjikan Allah Swt. dan Rasul itu adalah kemenangan setelah mengalami kesukaran.

مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَا عَاهَدُوا اللّٰهَ عَلَيْهِ ۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ قَضٰى نَحْبَهٗۙ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّنْتَظِرُ ۖوَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلًاۙ 

23.  Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu.614) Mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya)

614) Yang dimaksud dengan menunggu pada ayat ini adalah menunggu salah satu di antara dua kebaikan, yakni menang atau mati syahid.

لِّيَجْزِيَ اللّٰهُ الصّٰدِقِيْنَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنٰفِقِيْنَ اِنْ شَاۤءَ اَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوْرًا رَّحِيْمًاۚ 

24.  agar Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya dan mengazab orang munafik jika Dia menghendaki atau menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

وَرَدَّ اللّٰهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِغَيْظِهِمْ لَمْ يَنَالُوْا خَيْرًا ۗوَكَفَى اللّٰهُ الْمُؤْمِنِيْنَ الْقِتَالَ ۗوَكَانَ اللّٰهُ قَوِيًّا عَزِيْزًاۚ 

25.  Allah menghalau orang-orang kafir itu dalam keadaan hati mereka penuh kejengkelan. Mereka tidak memperoleh keuntungan apa pun. Cukuplah Allah (yang menghindarkan) orang-orang mukmin dari peperangan.615) Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.

615) Dalam perang Khandaq, orang mukmin urung berperang sebab Allah Swt. telah menghalau musuh mereka dengan mengirimkan angin dan malaikat, sebagaimana disebutkan dalam ayat 9 sebelumnya, lihat diatas

B. KONTEKSTUALITAS AYAT

Menurut asbabun nuzul diatas, maka ayat 21 surat Al  Ahzab tersebut berbicara tentang sikap dan perbuatan Rasulullah dalam perang Ahzab yang yang perlu diteladani. Antara lain bagaimana suasana kegentingan yang menyelimuti madinah ketika awal akan terjadi perang Ahzab. Persiapan kaum muslimin dan aparatur Negara Madinah dalam mensikapi pasukan Ahzab, termasuk keterlibatan Rasulullah secara langsung dalam kegiatan perang, bahkan menggali parit. Juga dalam membakar semangat dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan pujian kepada Allah. Juga dalam suka dan duka, haus dan dahaga yang dialami oleh seluruh pasukan kaum muslimin.    

Lebih lanjut, ayat ini, walau berbicara dalam konteks Perang Khandaq, tetapi ia mencakup kewajiban atau anjuran meneladani beliau meskipun di luar konteks tersebut. Pasalnya, Allah telah mempersiapkan tokoh agung ini untuk menjadi teladan bagi semua manusia. Yang Maha Kuasa itu sendiri yang mendidik beliau. ‘Addabani Rabbi, fa ahsana ta’dibi” (Tuhanku mendidikku, maka sungguh baik hasil pendidikanku). (Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Jakarta, Lentera Hati, 2002], vol 11, hal 242).

Pada dasarnya, meski ayat tersebut turun berkaitan dengan prosesi perang Ahzab. Namun, perintah untuk menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai panutan ini bersifat menyeluruh dan umum dalam segala kondisi. Dalam hal ini berlaku kaidah “al-Ibrah bi-umum al-lafdz la bi-khusus as-sabab” (العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب) atau yang dijadikan pelajaran ialah keumuman lafaz bukan kekhususan sebab turun.    

Berkaitan dengan hal ini, Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab tafsirnya “Marah al-Labid” menafsirkan kata “uswah” pada ayat tersebut sebagai berikut:

   أي خصلة حسنة حقها أن يقتدى بها على سبيل الإيجاب فى أمور الدين وعلى سبيل الإستحباب فى أمور الدنيا   

Artinya: “Ialah pekerti baik yang seyogyanya diikuti secara wajib dalam persoalan agama dan dianjurkan dalam persoalan dunia”. (Syekh Nawawi Al-Bantani, Marah Labid).

C. PENGERTIAN USWAH

Pengertian Uswah secara lughah sebagai berikut. 

Aswatan : (kata benda) أُسْوَةٌ: (اسم), Jamak - Asa: kesedihan (الجمع : أُسَى)

Iswa / Iswa (أُسْوة / إِسْوة)

  • Seorang panutan, contoh yang baik untuk ditiru. (قُدوة، مثالٌ صالح للتشبُّه به)
  • ­Mengikuti teladannya: mengikuti teladannya, mengikuti teladannya, mengikuti teladannya
  • ­Yang membuat dia terhibur: musibahnya menjadi contoh bagi orang lain. (ما يُتَعزَّى به: صارت مصيبته أُسْوة لغيره، )
  • ­Istri dan anak-anaknya menjadi panutannya sepeninggal ibundanya

Asa : (kata kerja) (أَسَا: (فعل))

  • أسا يَأسُو ، اؤسُ ، أَسْوًا وأَسًا ، فهو آسٍ ، والمفعول مَأْسُوّ
  • Berdamailah di antara mereka: menebus kesalahan (أَسَا بينهما : أُصلح)
  • Dia merawat yang sakit dan yang sakit: dia menyembuhkan dan menyembuhkannya (أَسَا المرضَ والمريضَ: داواه وعالجه)
  • ­Dia menyakiti si anu: Dia melenyapkan lukanya (أَسَا فلاناً: أَزال أَساه)

Penghiburan : (kata benda) (مُؤاسى: (اسم))

  • Muasi : partisip aktif dari asi
  • menghibur : (kata benda) (مُؤاسى : اسم المفعول من آسَى)
  • Ikuti dia: ambillah dia sebagai contoh , dan tirulah dia (ائْتَسَى به: اتخذه أُسوة، واقتدى به)
  • Anaknya berlindung pada ayahnya: (ائتسى الابن بأبيه)
  • Tirulah dia dan jadikanlah dia sebagai panutan , “Janganlah kamu mengikuti orang yang bukan teladan bagimu .” (اقتدى به واتَّخذه أُسوة ، ''لا تأتس بمَنْ ليس لك بأسوة''.)
  • Dasar penyakit dan pasien: (أَسَا المرضَ والمريضَ)
  • ­Perlakukan dia dan obati dia. (داواه وعالجه.)

Kata uswah berasal dari kata asâ. Makna harfiahnya bervariasi, yaitu ‘mengobati’, ‘menghibur’, dan ‘memperbaiki’, tergantung dari obyek yang mengikutinya. Dari makna harfiah itu berkembang makna uswah sebagai sesuatu yang berfungsi menjadi penghibur atau pengobat bagi yang dirundung kesusahan dan kesedihan. Makna itu kemudian bergeser menjadi ‘suri teladan’, sesuatu yang diikuti, al-qudwah (teladan). Pergeseran arti ini dapat dipahami karena sesuatu yang dijadikan teladan biasanya secara psikologis dapat memberi kepuasan dan hiburan bagi mengikutinya, sehingga cenderung untuk ditiru dan diikuti.

Allah swt. memuji Nabi Muhammad saw. sebagai seorang yang berbudi pekerti agung (S. Al-Qalam [68]: 4), beliau dilukiskan Alquran sebagai seorang yang amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin). Di dalam sebuah hadis riwayat Ahmad yang bersumber dari Aisyah r.a. diceritakan bahwa Nabi saw. tidak pernah memukul dengan tangan beliau, kecuali jika berjihad di jalan Allah. 

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa beliau bersabda,

مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَرَبَ خَادِماً لَهُ قَطُّ وَلاَ امْرَأَةً لَهُ قَطُّ وَلاَ ضَرَبَ بِيَدِهِ شَيْئاً قَطُّ إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ

“Aku tidaklah pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah”. (HR. Ahmad 6: 229. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)

Beliau tidak disuruh memilih antara dua perkara, kecuali beliau akan menyukai yang lebih mudah di antara keduanya selama tidak merupakan dosa. Akan tetapi, jika hal itu adalah suatu dosa, maka beliau adalah orang yang paling jauh dari dosa. Beliau tidak pernah dendam karena sesuatu yang dilakukan pada diri beliau, kecuali bila larangan-larangan Allah dilanggar.

Dari Aisyah Ra. bahwa Rasulullah tidak memilih kecuali yang mudah yang dipilihnya,

ما خُيِّر رسول الله صلى الله عليه وسلم بين أمرين إلَّا أخذ أيسرهما، ما لم يكن إثمًا، فإن كان إثمًا كان أبعد النَّاس منه، وما انتقم رسول الله صلى الله عليه وسلم لنفسه، إلا أن تُنتَهك حُرْمَة الله فينتقم لله بها

Rasulullah tidaklah dihadapkan pada pilihan terhadap dua perkara, melainkan ia pilih yang paling mudah diantara keduanya. Selama itu bukan sebuah dosa. Namun jika itu adalah sebuah dosa, Rasulullah Saw. adalah orang yang paling jauh dari hal tersebut. Dan Rasulullah tidak pernah murka kepada siapapun secara pribadi, kecuali ada prinsip-prinsip agama yang dilanggar sehingga Nabi murka demi tegaknya persoalan itu (prinsip-prinsip) agama. (HR Bukhari Muslim)

Adapun kata uswah atau iswah berarti teladan. Pakar tafsir az-Zamakhsyari ketika menafsirkan ayat di atas, mengemukakan dua kemungkinan tentang maksud keteladanan yang terdapat pada diri Rasul itu. Pertama dalam arti kepribadian beliau secara totalitasnya adalah teladan. Kedua dalam arti terdapat dalam kepribadian beliau hal-hal yang patut diteladani. Pendapat pertama lebih kuat dan merupakan pilihan banyak ulama. 

Tafsir Ibnu Katsir Imam Ibnu Katsir (w. th 774h) dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini merupakan dasar yang paten dalam menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai suri teladan, baik dalam ucapan, perbuatan, maupun keadaannya. Oleh karenanya, Allah memerintahkan umat manusia untuk menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai suri teladan pada saat terjadinya perang Ahzab dalam segi kesabaran, keterhubungan, kesungguhan dalam menanti jalan keluar dari Tuhannya. (Imam Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Adzim).

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah memerintahkan setiap manusia untuk meneladani nabi Muhammad SAW ketika beliau menghadapi kondisi hari Ahzab. Di mana saat berada di tengah gempuran golongan-golongan yang bersekutu untuk memeranginya, Rasulullah menghadapinya dengan kesabaran dan keteguhan serta terus berharap pertolongan dari Allah. 

Lebih dari itu, ayat tersebut menjadi dasar atau landasan bagi setiap manusia untuk meneladani Rasulullah baik dalam perkataannya, perbuatannya, dan perilakunya. 

هذه الآية الكريمة أصل كبير في التأسي برسول الله ﷺ فى أقواله وأفعاله وأحواله ، ولهذا أمر الناس بالتأسي بالنبي ﷺ يوم الأحزاب ، في صبره ومصابرته ومرابطته ومجاهدته وانتظاره الفرج من ربه ، عز وجل ، صلوات الله وسلامه عليه دائما إلى يوم الدين ، ولهذا قال تعالى للذين تقلقوا و تضجروا و تزلزلوا و اضطربوا في أمرهم يوم الأحزاب: لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة. أي: هلا اقتديتم به وتأسيتم بشمائله ؟ ولهذا قال: لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا. 

Artinya: Ayat yang mulia ini adalah sumber yang agung dalam meneladani Rasulullah SAW dalam perkataannya, dan perbuatannya, dan perilakunya. Dan karena itu Allah memerintahkan manusia meneladani nabi SAW pada hari Ahzab dalam kesabarannya, keteguhannya, kepahlawanannya, dan perjuangannya dalam menanti pertolongan dari Allah. Semoga Allah senantiasa mencurahkan sholawat dan salam kepada beliau hingga hari akhir. Dan karena itu juga Allah ta'ala berfirman bagi orang-orang yang tergoncang jiwanya, gelisah, gusar, pada hari Ahzab. Allah berfirman: Laqod Kana fi Rasulullahi Uswatun Hasanah (Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu). Maksudnya yaitu, mengapa kalian tidak mencontoh dan meneladani sifat-sifat nabi Muhammad ? Karena itu Allah berfirman: Liman Kana yarjullaha wal yaumal akhiro wa dzakarallaha katsiron (yaitu, bagi orang yang mengharap Rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah). (Tafsir Ibnu Katsir).

D. RASULULLAH SEBAGAI USWAH HASANAH

Pakar tafsir dan hukum, al-Qurthubi, mengemukakan bahwa dalam soal-soal agama, keteladanan itu merupakan kewajiban, tetapi dalam soal-soal keduniaan maka ia merupakan anjuran. Dalam soal keagamaan, beliau wajib diteladani selama tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah sebuah anjuran semata.

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa keteladanan ini terbatas pada akhlak dan hal-hal keagamaan. Adapun aspek kehidupan yang lain, Nabi Muhammad Saw telah menyerahkan sepenuhnya kepada para pakar di bidang masing-masing. Ini didasarkan pada sebuah hadis beliau yang bermakna, “Apa yang aku sampaikan menyangkut ajaran agama, maka terimalah, sedang kamu lebih tahu persoalan keduniaan kamu.”

PADA ABAD KE-VII H,SEORANG ULAMA BESAR MAZHAB MALIKI YAITU AL-IMAM Syihabuddin Al-Qarafi DARI MESIR MENGURAIKAN TENTANG "Sunnah Nabi saw dan perbedaan konteksnya ". AL-QARAFI MEMBAGI "SUNNAH NABI" BERDASARKAN "konteksnya" ,YAITU : "Sunnah" DIMANA NABI SAW KAPASITASNYA SEBAGAI "Kepala Negara" (IMAM),DAN 'sunnah" DIMANA NABI SAW BERPOSISI SEBAGAI "Hakim", ATAU "sunnah " DIMANA NABI SAW SEBAGAI seorang Mufti (PEMBERI FAT-WA).DAN KETIGA SITUASIONAL TERSEBUT BERIMPLIKASI TERHADAP "keumuman dan kekhususan hukum,pemutlakan dan pembatasan HUKUM. HAL INI DIURAIKANNYA SECARA DETAIL DIDALAM KEDUA KITABNYA YAITU : "Al-Furuq " DAN "Al-Ihkam Fi Tamyizil-Fatawa minal-Ahkam.

DIDALAM KITAB "Al-Furuq" DIBAHAS BERBAGAI "perbedaan".DALAM "PER¬BEDAAN YG KE-36 DIBAHAS TENTANG "Perbedaan kaidah antara perbuatan Rasul sebagai hakim (Qadhi),sebagai pemberi fatwa yaitu tabligh,dan sebagai kepala Negara ". IMPLIKASI/DAMPAKNYA SECARA HUKUM DINYATAKAN BAHWA setiap sabda dan perbuatan Nabi yang merupakan TABLIGH, MENJADI HUKUM YG SIFATNYA UMUM,BERLAKU UTK SELURUH JIN DAN MANUSIA SAMPAI HARI KIAMAT.

TINDAKAN NABI SEBAGAI kepala negara, SEORANGPUN TIDAK BOLEH MELAKU¬KANNYA DG ALASAN MENGIKUTI SUNNAH Rasul,kecuali ada izin DARI KEPALA NEGARA.SEBAB DASAR PERBUATAN BELIAU DISINI ADALAH KEDUDUKAN BELIAU SEBAGAI KEPALA NEGARA,BUKAN PENYAMPAI SYARI'AH.

SUNNAH NABI YANG DILAKUKANNYA DALAM POSISI BELIAU SEBAGAI "hakim ", TAK SEORANG PUN BOLEH MELAKUKANNYA DENGAN ALASAN mengikuti sunnah Rasul,KECUALI ADA KEPUTUSAN DARI HAKIM.

Imam al-Qarafi menegaskan bahwa seseorang harus cermat dalam memilah ketauladanan dari Nabi Saw. Karena menurutnya beliau dapat berperan sebagai Rasul, atau Mufti, atau Hakim Agung atau Pemimpin masyarakat, dan dapat juga sebagai seorang manusia, yang memiliki kekhususan-kekhususan yang membedakan beliau dari manusia-manusia lain, sebagaimana perbedaan seseorang dengan lainnya.

Ketika beliau dalam posisi sebagai nabi dan rasul, maka ucapan dan sikapnya pasti benar, karena itu bersumber langsung dari Allah Swt. Ketika beliau berposisi sebagai mufti, fatwa-fatwa beliau berkedudukan setingkat dengan butir pertama di atas, karena fatwa beliau adalah berdasar pemahaman atas teks-teks keagamaan di mana beliau diberi wewenang oleh Allah untuk menjelaskannya Tafsir Al-Misbah [11]: 245).

Ketika beliau berposisi sebagai pemimpin masyarakat, maka tentu saja petunjuk-petunjuk beliau disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan perkembangannya, sehingga tidak tertutup kemungkinan lahirnya perbedaan tuntunan kemasyarakatan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Rasul Saw tidak jarang memberi petunjuk yang berbeda untuk sekian banyak orang yang berbeda dalam menyesuaikan dengan masing-masing mereka.

Namun pada prinsipnya Rasulullah saw adalah adalah rahmat bagi alam semesta dan suri tauladan bagi manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.