A. Keutamaan Udhiyah
Menyembelih hewan udhiyah adalah bagian dari rangkaian ibadah ritual dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Setiap tahun di seluruh dunia Islam, kaum muslimin menyambut Idul Adha, selain dengan melakukan shalat Ied, juga melakukan ritual menyembelihan hewan-hewan udhiyah. Bahkan jauh sebelum tibanya hari raya itu, hewanhewan itu sudah dipersiapkan, dan bisnis jual-beli hewan udhiyah marak di berbagai tempat.
Di negeri kita, bahkan murid-murid sekolah dikoordinir oleh para guru untuk berpatungan membeli hewan udhiyah, dengan alasan sebagai upaya melatih mereka agar nantinya bisa melakukan ritual betulan.
Tentunya semua itu merupakan bukti betapa umat Islam sangat mendambakan balasan dari Allah SWT atas ibadah dan pengurbanan harta.
Lalu apa sajakah keutamaan ibadah yang satu ini, sehingga sedemikian besar hasrat umat Islam untuk mengerjakannnya? Berikut ini adalah di antara keutamaankeutamaan itu.
1. Amal Yang Sangat Dicintai Allah
Meski hukumnya sunnah muakkadah berdasarkan qaul yang rajih, namun tetap saja ibadah ini sangat utama untuk dikerjakan.
Karena Rasulullah SAW telah menjanjikan kepada umatnya yang melaksanakan ritual ini untuk mendapatkan sejumlah fasilitas nanti di hari akhir.
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah seorang anak Adam melakukan pekerjaan yang paling dicintai Allah pada hari nahr kecuali mengalirkan darah (menyembelih hewan qurban). Hewan itu nanti pada hari kiamat akan datang dengan tanduk, rambut dan bulunya. Dan darah itu di sisi Allah SWT segera menetes pada suatu tempat sebelum menetes ke tanah. (HR. Tirmizy 1493 dan Ibnu Majah 3126).
Hadits ini secara tegas menyebutkan tentang bagaimana keutamaan menyembelih hewan udhiyah. Setidaknya ada dua point besar yang disebutkan dalam hadits ini.
Pertama, ibadah ini termasuk di antara ibadah yang amat dicintai Allah SWT. Tidak semua jenis ibadah punya status dicintai Allah, dan di antara yang sedikit itu adalah menyembelih hewan udhiyah.
Kedua, hewan yang disembelih itu akan menjadi salah satu hal yang memberi manfaat untuk kita di akhirat nanti, di hari dimana tiap orang pasti sangat membutuhkan pertolongan.
2. Syiar Allah
Syiar adalah lambang, dimana suatu tempat yang mempunyai syiar tertentu dari agama Islam, akan dikenal sebagai negeri Islam.
Ritual ibadah haji disebut sebagai syiar Allah. Namun ritual itu hanya bisa dilakukan di Mekkah dan sekitarnya, di negeri lain, syiar itu tidak kita dapatkan lewat ibadah haji.
Lalu dengan cara bagaimana syiar Allah SWT bisa nampak nyata di negeri kita?
Jawabnya, salah satunya lewat penyembelihan hewan udhiyah. Menyembelih hewan udhiyah merupakan salah satu bentuk dari syi'ar-syi'ar Allah SWT dan juga syi'ar agama Islam. Hal itulah yang dimaksudkan ketika Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran :
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, dan sebutlah nama Allah atasnya. (QS. Al-Hajj : 36)
Maka penyembelihan hewan udhiyah adalah salah satu bentuk syiar atau lambang bagi syariat dan agama Islam. Menjelekkan dan menghina ritual penyembelihan hewan udhiyah berarti juga menghina lambang dan syiar agama. Karena itu syiar agama ini perlu untuk dijaga dan disucikan.
Sayangnya kesucian syiar agama ini seringkali dipertontonkan oleh umatnya dengan cara-cara yang kurang mencerminkan tema besar agama Islam, yaitu masalah kebersihan, kerapihan, dan keteraturan.
Padahal agama Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi ketiganya. Maka eforia penyembelihan hewan udhiyah ini tetap wajib mengacu kepada tema besar, yaitu dengan tetap menjaga kebersihan, kerapihan dn keteraturan.
Kalau kita bandingkan, kira-kira sama dengan masalah pernikahan, yang juga merupakan syiar para nabi. Pernikahan adalah sesuatu yang suci dan dijunjung tinggi, sehingga seseorang tidak dibenarkan menghina institusi pernikahan ini dengan cara-cara yang keliru, misalnya dengan melakukan kawin cerai seenaknya, atau saling menzalimi dengan sesama pasangan, atau bahkan diharamkan melakukan hubungan suami istri di tempat terbuka. Tidak mentang-mentang pernikahan itu sunnah dan syiar, lantas orang boleh bebas bercumbu di muka publik.
Maka demikian juga halnya dengan ritual penyembelihan hewan udhiyah, tidak mentang-mentang merupakan syiar, lantas kita boleh sembarangan mengotori lingkungan dengan membuat kandang kambing dan sapi dadakan, sambil menyebarkan polusi, najis dan kotoran di lingkungan pemukiman.
Mari kita contoh kota Mekkah dan Madinah, keduanya adalah pusat peradaban Islam. Menjelang Hari Raya Idul Adha, kita tidak melihat sepanjang trotoar kota itu berubah jadi kandang kambing, seperti yang saban tahun kita saksikan di Jakarta. Benar bahwa Jakarta adalah ibukota
Indonesia, dimana bangsa ini adalah bangsa muslim terbesar di dunia. Tetapi membuat kandang kambing di tengah kota dan pemukiman, sambil seenaknya saja merusak kesehatan lingkungan, mencemari kebesihan dan mengganggu kenyamanan dan keindahan, tentu bukan bagian dari syiar agama Islam.
Maka perlu dipikirkan oleh semua umat Islam di negeri ini, untuk tetap menjaga syiar-syiar agama Islam dengan sepenuh kesadaran untuk tetap menjunjung tinggi kebersihan, keindahan dan kenyamanan di lingkungan pemukiman.
Tidak ada salahnya penyembelihan dan juga pemusatan sementara hewan-hewan itu disiapkan dengan sebaikbaiknya, misalnya dengan menyewa lahan kosong yang jauh dari pemukiman penduduk.
Tetapi yang jauh lebih baik sebenarnya dengan melakukan ritual penyembelihan itu di rumah potong hewan yang khusus. Mengapa? Karena rumah potong hewan itu sudah punya sanitasi yang baik, sehingga tidak akan mengotori tempat dan lingkungan kita.
Tentu saja lebih afdhal lagi bila mereka yang berwurban itu sendiri yang melakukan penyembelihan sendiri biar lebih afdhal. Maka terbuka peluang bisnis besar, yaitu kursus menyembelih hewan, di rumah potong hewan. Tujuannya, agar semua menjadi afdhal.
Selain penyembelihan hewan udhiyah, tentu hari Raya Idul Adha sendiri juga merupakan syiar agama Islam. Hal itu diungkapkan oleh Rasulullah SAW ketika tiba di kota Madinah.
Nabi saw datang di Madinah, mereka di masa jahiliyyah memiliki dua hari raya yang mereka bersuka ria padanya, maka (beliau) bersabda: “Hari apakah dua hari ini?” mereka menjawab, “Kami biasa merayakannya dengan bersuka ria di masa jahiliyyah”, kemudian Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari raya yang lebih baik dari keduanya; hari Iedul Adha dan hari Iedul Fitri.” (HR. Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasai).
3. Sunnah Rasulullah SAW
Menyembelih hewan udhiyah juga merupakan bagian dari sunnah Rasulullah SAW. Beliau SAW bukan hanya menganjurkan umatnya merogoh saku mengeluarkan uang untuk membeli hewan udhiyah. Tetapi yang beliau sunnahkan adalah melakukan sendiri dengan kedua tangan beliau sendiri beliau melaksanakannya.
Rasulullah SAW menyembelih dua ekor kambing kibash yang bertanduk, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau, sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di atas pangkal lehernya. (HR. Muslim)
Sayangnya, yang justru sekarang ini lebih berkembang adalah jasa membelikan hewan udhiyah, menyembelihkan dan membagikan. Sedangkan Nabi SAW justru menganjurkan dan mencontohkan langsung bagaimana penyembelihan itu dilakukan dengan kedua tangan beliau.
Dan apa yang beliau SAW lakukan itu punya nilai tersendiri di dalam syariat Islam, ketimbang misalnya beliau hanya berkata-kata atau memberi anjuran dan nasihat.
Sunnah nabi itu memang ada yang sifatnya hanya perkataan (sunnah quliyah), namun ada juga yang sifatnya perbuatan (sunnah fi’liyah). Dan para ulama umumnya lebih memberikan kekuatan pada dalil-dalil hadits yang sifatnya merupakan perbuatan langsung dari Rasulullah SAW.
Selain itu menyembelih hewan udhiyah juga dilakukan oleh para shahabat beliau SAW. Sehingga menjadi sebuah tradisi yang berdasarkan sunnah Rasulullah SAW.
Maka setiap muslim yang berqurban seyogianya mencontoh beliau dalam pelaksanaan ibadah yang mulia ini.
4. Ibadah Yang Paling Utama
Menyembelih hewan udhiyah termasuk ibadah yang paling utama. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama
menyerahkan diri (kepada Allah)’.” (QS. Al-An’am: 162-163) Juga firman-Nya:
“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan sembelihlah hewan qurban.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Sisi keutamaannya adalah bahwa Allah SWT dalam dua ayat di atas menggandengkan ibadah berqurban dengan ibadah shalat yang merupakan rukun Islam kedua.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menafsirkan ayat kedua surat Al-Kautsar menguraikan bahwa Allah SWT memerintahkan Rasul-Nya SAW untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini yaitu shalat dan menyembelih qurban yang menunjukkan sikap taqarrub, tawadhu’, merasa butuh kepada Allah SWT, husnuzhan, keyakinan yang kuat dan ketenangan hati kepada Allah SWT, janji, perintah, serta keutamaan-Nya. (Majmu’ Fatawa jilid 16 halaman 531-532 )
Oleh sebab itulah, Allah SWT menggandengkan keduanya dalam firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam’.” (QS. Al-An’am: 162)
Walhasil, shalat dan menyembelih qurban adalah ibadah paling utama yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Beliau juga menegaskan: “Ibadah harta benda yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan ibadah badan yang paling utama adalah shalat.”
B. Hikmah
Selain keutamaan yang menjadi motivator umat Islam melakukan ibadah penyembelihan hewan udhiyah, kita juga mengenal ada beberapa hikmah yang secara subjektif sering kita dengar dari umat Islam.
Di antara hikmah yang sering kita dapat dari ibadha ini antara lain adalah :
1. Menguatkan Hubungan Persaudaraan
Meski hanya sekerat daging, tetapi ketika diberikan secara ikhlas dan berangkat dari rasa cinta di hati, maka pembagian daging hewan udhiyah ini secara nyata dapat menguatkan hubungan persaudaraan di tengah umat Islam. Sebuah pepatah menyebutkan, "Manusia adalah budak dari kebaikan
Maksudnya, kalau kita bisa memberi begitu saja kebaikan kepada manusia, maka secara insting, kecenderungannya manusia itu pasti akan mau jadi budak kita.
Karena itulah Rasulullah SAW tidak mengkhususkan hewan udhiyah hanya terbatas diperuntukkan buat orangorang miskin saja. Agak sedikit berbeda dengan zakat, daging ini juga dianjurkan untuk dihadiahkan kepada orangorang yang kita cintai, atau orang-orang yang ingin kita dapatkan cintanya.
Dan orang-orang yang ingin kita dapatkan cintanya, bisa saja orang yang secara ekonomi mampu, bahkan berkecukupan. Sededar untuk beli daging satu atau dua kilo, sangat mudah bagi mereka. Jangankan sekilo, bahkan seribu ekor kambing pun bisa dibeli dengan tanpa takut menjadi miskin.
Tetapi daging yang hanya sekilo itu, kalau kita berikan dengan niat menyambung tali silaturrahmi, diberikan dengan sepenuh keikhlasan, serta semangat persaudaraan yang tinggi, akan menjadi jauh lebih besar maknanya.
Kadang-kita kita menemukan sosok yang kaya raya, tapi pelitnya minta ampun. Dan bila tidak kebagian jatah gratisan, dia bisa marah tidak karuan. Boleh jadi orang-orang seperti ini, perlu didekati dengan baik, lewat pemberian hadiah jatah daging udhiyah.
2. Sarana Dakwah
Dalam banyak program dakwah, khususnya di daerah miskin dan kekuarangan, dakwah yang hanya mengandalkan lidah saja kurang akan mendapat respon. Akan jauh berbeda kalau dakwah itu juga disertai dengan pemberian, meski nilainya mungkin tidak seberapa.
Membagikan daging hewan udhiyah tentu saja tidak akan pernah bisa mengentaskan problem kemiskinan. Tentu tidak tepat kalau kita berpikir bahwa ritual penyembelihan hewan udhiyah bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Sebab penyebab kemiskinan itu sebuah sistem yang dibangun dengan sangat canggih oleh musuh-musuh Islam, dan berlaku efektif di sepanjang barisan negeri-negeri muslim.
Yang bisa kita harapkan dari proyek penyembelihan hewan udhiyah sebenarnya adalah sebuah oleh-oleh atau buah tangan, ketika kita tiba di suatu tempat yang ingin dijadikan objek dakwah.
Kalau kita mengirim 100 orang ustadz ke suatu wilayah, problem terbesarnya, belum tentu masyarakat akan menerima dakwah dan pengajaran dari mereka. Tetapi kalau sebelumnya kita kirim terlebih dahulu 100 ekor kambing, maka umumnya orang-orang akan punya perhatian yang lebih kepada dakwah yang kita jalankan.
Dan taktik seperti itulah sesungguhnya yang telah dilakukan oleh para penginjil di Indonesia. Mereka datang bawa bukan dengan tangan kosong, tetapi tidak lupa membawa ‘oleh-oleh’.
Dan hewan udhiyah adalah salah satu bentuk oleh-oleh yang terbukti efektif untuk dibawa buat para juru dakwah.
Sumber: Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan (11) : Sembelihan, Jakarta: DU Publishing, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.