A. Pengertian
Qadha dalam bahasa Arab artinya adalah hukum (الحكم) dan penunaian (الأداء).
Sedangkan qadha secara istilah dalam ibadah menurut Ibnu Abidin adalah : Mengerjakan kewajiban setelah lewat waktunya
Sedangkan Ad-Dardir menyebutkan dengan makna qadha' sebagai : Mengejar ibadah yang telah keluar waktunya
Bila suatu ibadah dikerjakan pada waktu yang telah lewat, disebut dengan istilah qadha. Sedangkan bila dikerjakan pada waktunya, disebut adaa' (أداء).
Sedangkan bila sebuah ibadah telah dikerjakan pada waktunya namun diulangi kembali, istilahnya adalah i'adah .(إعادة)
B. Masyru'iyah
Mengqadha' shalat disyariatkan dan diperintahkan di dalam Al-Quran dan sunnah.
1. Al-Quran
Shalat adalah kewajiban utama tiap muslim. Dan hal-hal yang sekiranya membuat seseorang terhalang dari melakukan shalat pada waktu tertentu di tempat tertentu, tidaklah membuat kewajiban shalat itu menjadi gugur.
Orang yang karena satu dan lain hal, terlewat kewajiban shalatnya, tetap dibebankan kewajiban mengerjakan shalat. Dan bila tidak diganti dengan qadha' shalat, maka ancaman siksa sudah tegas di dalam kitabullah.
Di dalam Al-Quran Al-Kariem, Allah SWT menegaskan bahwa orang yang disiksa di dalam neraka Saqar adalah mereka yang tidak mengerjakan shalat.
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. (QS. Al-Muddatstsir : 42-43)
2. Hadits
Amalan yang pertama kali akan ditanya di hari qiyamat adalah masalah shalat.
Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari manusia dari amalnya pada hari kiamat adalah masalah shalat. (HR. Abu Daud)
C. Hukum Mengerjakan Shalat Qadha'
Para ulama sepakat bahwa hukum mengqadha' shalat wajib yang terlewat tidak dikerjakan pada waktunya itu wajib, sebagaimana shalat hukum aslinya.
Kalau shalat Dzhuhur itu shalat yang wajib, tetapi karena satu dan lain hal terlewat tidak dikerjakan, maka kewajiban untuk mengerjakan shalat Dzhuhur itu tetap ada dan wajib.
Dan bila ditinggalkan tetap akan menanggung dosa besar, sebagaimana disebutkan pada ayat di atas, yaitu diceburkan ke dalam neraka Saqar.
Al-Imam As-Suyuthi berkata bahwa setiap orang yang dibebani kewajiban untuk mengerjakan sesuatu, lalu tidak terlaksana, maka dia wajib mengqadha'nya agar mendapatkan kemashlahatan.
D. Syarat Mengerjakan Shalat Qadha'
Tidak semua orang diwajibkan untuk mengqadha' shalat yang terlewat. Mereka yang bukan mukallaf, bila memang tidak shalat atau shalatnya terlewat, tidak ada kewajiban untuk mengqadha' shalatnya.
1. Muslim
Seorang muslim yang sudah dibebani untuk mengerjakan kewajiban-kewajiban agama, maka dia wajib mengqadha ibadahnya yang terlewat itu.
Namun seorang yang baru saja masuk Islam dan sebelumnya belum pernah menjadi muslim, tidak ada kewajiban untuk mengqadha' shalatnya yang terlewat. Sebab sebelum menjadi muslim, memang tidak ada kewajiban untuk mengerjakan shalat.
Sedangkan seorang muslim yang sempat murtad sebentar lalu kembali lagi menjadi muslim, maka para ulama mengatakan bahwa bila dia sempat meninggalkan shalat, dia wajib menggantinya dengan menqadha'.
Begitu juga bila dia pernah pergi haji, maka ketika dia sempat murtad dan kembali lagi masuk Islam, haji yang pernah dia lakukan itu hilang dan dia wajib mengerjakan lagi ibadah haji dari awal.
2. Akil
Seorang yang tidak berakal memang tidak wajib mengerjakan shalat, seperti orang gila. Orang gila itu memang tidak diwajibkan untuk mengerjakan shalat fardhu.
Maka kalau ada seorang muslim sempat beberapa saat gila, lalu dia sembuh dari gilanya, dan selama dia gila tidak mengerjakan shalat, tidak ada kewajiban untuk mengqadha' shalatnya yang terlewat.
3. Baligh
Anak kecil yang belum baligh, pada dasarnya tidak dibebani dengan kewajiban mengerjakan shalat. Sehingga bila ada anak kecil tidak shalat, tentu di sisi Allah tidak berdosa.
Manakala anak itu mencapai usia baligh, maka tidak ada kewajiban untuk membayar shalat yang sempat ditinggalkannya itu. Tidak ada qadha' shalat buat anak yang belum baligh.
E. Penyebab Shalat Terlewat
Orang yang meninggalkan shalat karena sengaja meninggalkannya, entah karena malas atau lalai, dia wajib mengqadha'.
Sebenarnya terlewatnya shalat itu bukan hanya disebabkan hal-hal negatif, seperti kemalasan, kelalaian atau kurang iman. Juga tidak melulu karena kemunafikan.
Sebab ada hal-hal yang syar'i dimana seseorang berada pada keadaan dimana dia tidak mungkin melakukan shalat.
Di antaranya :
1. Karena Perang
Rasulullah Saw pernah terlewat empat waktu shalat dalam perang Khandaq, yaitu shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya'.
Maka ketika sudah dimungkinkan untuk melakukan shalat, beliau pun mengqadha' keempat shalat itu, meski waktunya sudah terlewat.
2. Karena Perjalanan
Hanya sebagian kendaraan yang bisa dengan benar kita dapat menjalankan shalat wajib dengan memenuhi syarat dan rukun shalat. Sebagian jenis angkutan lain seringkali tidak memungkinkan bagi kita untuk melaksanakan shalat di atasnya dengan memenuhi ketentuannya.
Seperti Penulis gambarkan pada bab terdahulu, kereta api sebagai angkutan massal, murah dan meriah, seringkali kondisinya tidak memungkinkan kita untuk shalat dengan benar di atasnya.
Apalagi di musim liburan atau musim mudik lebaran, praktis kita sama sekali tidak mungkin melakukan shalat, selain karena toiletnya tidak mengeluarkan air, juga toilet itu malah diisi para penumpang yang tidak kebagian kursi.
Begitu juga tempat yang lega sudah tidak ada lagi, karena dijejali dengan ribuan penumpang yang berdesakan di setiap jengkal badan gerbong kereta. Satu-satunya tempat yang agak lapang adalah atap kereta. Tapi di musim ramai, seringkali atap kereta pun dipenuhi manusia.
Dalam kasus dimana sangat tidak mungkin bagi kita untuk mengerjakan shalat, maka shalat yang terlewat itu wajib dibayar dengan melaksanakan shalat qadha'.
3. Karena Sakit
Seorang yang mengalami sakit yang parah sehingga tidak mampu mengerjakan shalat, lalu shalatnya jadi terlewat, maka dia wajib mengganti shalatnya itu.
Misalnya dia pingsan tidak sadarkan diri. Maka kewajiban shalat tidak gugur, begitu dia siuman dan sadar diri, dia wajib membayar hutang shalatnya dengan shalat Qadha' sebanyak shalat yang ditinggalkannya.
Demikian juga pasien yang sedang menjalani operasi, tentunya harus dibius terlebihi dahulu, sehingga tidak memungkinkan baginya untuk melakukan shalat.
Maka dia wajib mengganti shalat yang terlewat itu dengan shalat Qadha'.
4. Karena Haidh atau Nifas
Asalnya para wanita bila mendapatkan darah haidh dan nifas, gugur kewajiban shalatnya.
Namun para ulama tetap mewajibkan para wanita untuk shalat bila telah selesai dari haidhnya dan masih ada waktu shalat. Kalau waktu shalat masih banyak, dan wanita itu telah mandi janabah, maka shalat bisa dengan mudah dikerjakan.
Tetapi bila seorang wanita yang sedang haidh berhenti darahnya menjelang habisnya waktu shalat, padahal waktu yang tersisa tidak mencukupi untuk mandi janabah dan melakukan shalat, maka mau tidak mau shalat akan terlewat baginya.
Sebagai contoh, waktu Ashar jatuh pada pukul 15.00, sedangkan darah haidhnya berhenti pada pukul 14.55. Artinya, tinggal lima menit lagi waktu shalat Dzhuhur akan habis, berarti wanita itu sudah wajib mengerjakan shalat Dzhuhur.
Tetapi semua tahu bahwa lima menit itu pasti bukan waktu yang cukup untuk mandi janabah dan shalat. Meski secara hukum, wanita itu tetap wajib mengerjakan shalat Dzhuhur.
Dalam keadaan ini, maka tanpa keinginan atau kesengajaan, shalat Dzhuhur jadi terlewat dengan sendirinya. Maka wanita itu tetap wajib melakukan shalat Dzhuhur segera setelah mandi janabah, meski waktu Ashar sudah masuk.
Shalat Dzhuhur yang dikerjakan di waktu Ashar disebut shalat Qadha'.
5. Karena Tidak Adanya Air dan Tanah
Dalam kasus orang yang tidak mendapatkan air atau tanah sebagai sarana untuk bersuci, para ulama berbeda pendapat :
Mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa orang yang tidak mendapatkan air atau tanah untuk bersuci, maka dia tetap diwajibkan melakukan gerakan seperti orang yang sedang shalat, dengan ruku' dan sujud tapi tidak membaca surat Al-Fatihah atau ayat Quran.
Nanti bila telah menemukan air atau tanah dan dimungkin shalat, wajib untuk mengulangi shalatnya.
Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Malikiyah, orang tersebut tidak perlu melakukan shalat, tidak perlu mengulangi bila sudah memungkinkan dan juga tidak perlu mengqadha'. Sebab dalam pandangan mazhab ini, kewajiban shalat gugur dengan sendirinya pada saat tidak ada air dan tanah.
Dalam pandangan mazhab Asy-Syafi'iyah, orang tersebut tetap wajib melaksanakan shalat seperti biasa, dengan berniat shalat sesungguhnya, bukan sekedar melakukan gerakan seperti orang shalat sebagaimana mazhab Al-Hanafiyah. Dia tetap harus membaca Al-Fatihah dan bacaan shalat lainnya, meski tanpa wudhu atau tayammum, dengan niat menghormati waktu.
Dan bila telah menemukan air atau tanah, maka dia wajib mengulangi shalatnya itu.
Mazhab Al-Hanabilah mengatakan bahwa orang itu harus tetap shalat apa adanya meski tanpa berwudhu' atau bertayammum. Dan tidak perlu mengulangi atau mengqada' shalatnya.
6. Karena Tertidur Di antara orang yang pernah terlewat shalat shubuhnya karena tertidur adalah Rasulullah SAW sendiri.
Dari Abi Hurairah radhiyallahuanhu berkata,"Ketika Rasulullah SAW kembali dari perang Khaibar, beliau berjalan di tengah malam hingga mengantuk, lalu beliau berhenti dan istirahat untuk tidur. Beliau berkata kepada Bilal,"Bangunkan kami bila waktu shubuh tiba".
Sementar itu Bilal shalat seberapa dapat dilakukannya, sedang Nabi dan para shahabat yang lain tidur.
Ketika fajar hampir terbit, Bilal bersandar pada kendaraannya sambil menunggu terbitnya fajar. Tetapi dia sangat mengantuk dan tertidur sehingga tidak dapat membangunkan Rasulullah SAW dan para shahabat yang lain. Sampai sinar matahari mengenai mereka.
Yang mula-mula terbangun adalah Rasulullah SAW. Ketika terbangun, beliau berkata,"Mana Bilal". Bilal menjawab,"Demi Allah, Aku tertidur ya Rasulullah".
Beliau bersada,"Bersiaplah". Lalu mereka menyiapkan kendaraan mereka. Lalu Rasulullah SAW berwudhu' dan memerintahkan Bilal melantunkan iqamah. Selesai itu Nabi SAW mengimami shalat Shubuh. Seselesainya, beliau bersabda,"Siapa yang lupa shalat maka dia harus melakukannya begitu ingat. Sesungguhnya Allah berfirman,"Tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku. (HR. Muslim)
F. Sengaja Meninggalkan Shalat
Orang yang secara sengaja meninggalkan shalat fardhu, apakah wajib mengganti shalatnya yang telah ditinggalkannya itu dengan shalat qadha'?
Jumhur ulama baik mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa orang yang meninggalkan shalat karena sengaja, tetapi wajib mengganti shalatnya dengan shalat qadha'.
Kalau yang tidak sengaja, lupa atau karena ada halangan tertentu saja tetap wajib mengganti, apalagi yang sengaja meninggalkannya. Tentu lebih wajib lagi untuk menggantinya, sebab saat dia meninggalkannya sudah berdosa, dan kalau tidak diganti, tentu akan semakin besar dosanya.
Mazhab ini mewajibkan orang yang meninggalkan shalat secara sengaja untuk mengganti shalatnya dengan shalat qadha.
Asy-Syairazi menyebutkan bahwa siapa yang telah diwajibkan atasnya untuk mengerjakan shalat, namun dia belum mengerjakannya, hingga terlewat waktunya, wajiblah atasnya untuk mengerjakan shalat itu dengan mengqadha'nya.
Al-Imam An-Nawawi menegaskan bahwa orang yang terlewat shalatnya, wajib untuk mengqadha'nya, baik terlewatnya shalat itu disebabkan udzur atau tanpa udzur.
Menurut mazhab ini, menyengaja tidak shalat tidak menggugurkan kewajiban shalat dan juga tidak menghanguskannya. Dalilnya adalah Rasulullah SAW tetap mewajibkan mengganti puasa ketika ada seseorang yang secara sengaja membatalkan puasanya di siang hari bulan Ramadhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.