Kriteria Harta Zakat

 


1. Milik Penuh

Kekayaan pada hakikatnya adalah milik Alla ̅h subhaanahu wa ta‘ala. Dialah yang menciptakannya dan mengaruniakannya kepada manusia. Oleh karena itu Allah mengingatkan prinsip ini di dalam Al Quran. Adakalanya dengan menegaskan hubungan kekayaan dengan pemilik yang sebenarnya, seperti firman-Nya yang artinya :

… وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ …

“ … dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu, …” (Qs. An Nuur 24:33)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ …

“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu …. (Qs. Al Baqarah 2:254)

وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ …

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya … (Qs. Ali Imran 3:180)


Alla ̅h subhaanahu wa ta‘ala menegaskan bahwa kedudukan manusia dalam hubungan dengan kekayaan itu yaitu sebagai pemegang kuasa, penyimpan atau bendahara, sebagaimana firman Alla ̅h subhaanahu wa ta‘ala.

آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ فَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَأَنْفَقُوا لَهُمْ أَجْرٌ كَبِيرٌ (٧(

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar (Qs. Al Hadiid 57:7).


Di samping Alla ̅h subhaanahu wa ta‘ala menegaskan bahwa Diri-Nya sebagai pemilik kekayaan/harta yang sebenarnya, Alla ̅h subhaanahu wa ta‘ala juga memberi hamba-hambanya kekayaan/harta itu dengan maksud untuk menjadi ujian dan cobaan. Dengan menyadari bahwa harta adalah ujian dan cobaan, maka manusia itu bertanggung jawab terhadap harta yang dimilikinya untuk mendukung tugas-tugas kekhalifahan yang diembannya. 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (٩(

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi. (Qs Al Munafiquun 63:9)

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (١٥(

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (Qs At Taghaabun 64:15)

يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ (٣(

“Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengkekalkannya “, (Qs Al Humazah 104:3)

مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ (٢(

“Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan “. (Qs Al Lahab 111:2)

فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ (٥٥(

“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir”. (Qs At Taubah 9:55)


2. Berkembang (nama’)

Ketentuan lain bagi kekayaan/harta yang wajib dizakati adalah kekayaan/harta itu mempunyai potensi untuk dikembangkan atau dikembangkan dengan sengaja. Pengertian “berkembang” menurut bahasa sekarang adalah sifat kekayaan/harta itu memberikan keuntungan, pendapatan, keuntungan investasi, ataupun pemasukan, sesuai dengan syari’at. Ataupun kekayaan/harta itu berkembang sendiri, artinya bertambah dan menghasilkan.

Menurut ahli fiqh “berkembang” (nama) menurut terminologi berarti “bertambah”. Menurut pengertian terpakai (istilah) terbagi dua, bertambah secara konkret (akibat pengembiakan), sedangkan bertambah tidak secara konkret adalah kekayaan/harta itu berpotensi berkembang baik berada ditangannya maupun ditangan orang lain atas namanya.

Mengapa kekayaan/harta yang berkembang, karena pada dasarnya sesuatu kekayaan/harta yang tidak berkembang, tahun demi tahun dengan sendirinya akan habis untuk belanja sehari-hari, di samping kena zakat itu sendiri, maka sesuai sabda Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam, “Tidak berkurang kekayaan karena zakat “, (HR Tirmidzi).

Dari itu juga janji Allah kepada hamba-Nya dalam firman-Nya : 

وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (٣٩)

“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Qs. Ar Ruum 30:39).


3. Cukup Ukuran (Nishab)

Islam mewajibkan zakat hanya pada kekayaan/harta yang telah memenuhi jumlah tertentu, yang dalam ilmu fiqh disebut Nishab. Al Quran dan hadits menegaskan bahwa jumlah tertentu itu adalah “yang lebih dari keperluan “.

وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ (٢١٩(

“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah” yang lebih dari keperluan “ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,” (Qs Al Baqarah 2:219)


Hanya orang-orang kaya yang memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok. 

عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: (أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ مُعَاذًا رضي الله عنه إِلَى اَلْيَمَنِ)  فَذَكَرَ اَلْحَدِيثَ, وَفِيهِ: (أَنَّ اَللَّهَ قَدِ اِفْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِي أَمْوَالِهِمْ, تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ, فَتُرَدُّ فِ ي فُقَرَائِهِمْ)  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيّ ِ

“Dari Ibnu Abbas radhialla ̅hu ‘anhuma bahwa Nabi shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan hadits itu-- dan di dalamnya (beliau bersabda)”Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka.“ (HR Bukhari)


Seseorang disebut memiliki kekayaan apabila ia sudah bisa memenuhi seluruh kebutuhan pokoknya dan memiliki harta simpanan. 

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ أَعْتَقَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي عُذْرَةَ عَبْدًا لَهُ عَنْ دُبُرٍ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَلَكَ مَالٌ غَيْرُهُ فَقَالَ لَا فَقَالَ مَنْ يَشْتَرِيهِ مِنِّي فَاشْتَرَاهُ نُعَيْمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْعَدَوِيُّ بِثَمَانِ مِائَةِ دِرْهَمٍ فَجَاءَ بِهَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَفَعَهَا إِلَيْهِ ثُمَّ قَالَ ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا يَقُولُ فَبَيْنَ يَدَيْكَ وَعَنْ يَمِينِكَ وَعَنْ شِمَالِكَ 

“Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Al Laits -dalam jalur lain- Dan Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh telah mengabarkan kepada kami Laits dari Abu Zubair dari Jabir ia berkata Seorang laki-laki dari Bani Udzrah memerdekakan hamba sahayanya dengan tebusan. Berita itu sampai kepada Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam, beliau bertanya kepada pemilik budak itu”Masih adakah hartamu selain budak itu?" orang itu menjawab, "Tidak, wahai Rasulullah” Maka Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam pun bersabda “Siapakah yang mau membeli budak itu daripadaku?" Akhirnya budak itu pun dibeli oleh Nu'aim bin Abdullah Al Adawi, dengan harga delapan ratus dirham yang diserahkannya kepada Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam, dan beliau meneruskannya kepada pemilik hamba sahaya itu. Kemudian beiau bersabda kepadanya “Manfaatkanlah uang ini untuk dirimu sendiri, bila ada sisanya maka untuk keluargamu, jika masih tersisa, maka untuk kerabatmu, dan jika masih tersisa, maka untuk orang-orang disekitarmu” (HR Muslim No. 1663)


4. Bebas Hutang.

Sebagaimana tercantum dalam Surat At Taubah ayat 60, orang yang berhutang (gharimin) dapat menjadi mustahik zakat, maka dengan sendirinya seseorang akan terhalang untuk mengeluarkan zakat selama kekayaannya tidak melebihi atau tidak cukup untuk membayar hutang itu. 

Yang dimaksud hutang disini adalah bukan hutang usaha atau hutang bisnis, karena biasanya usaha atau perusahaan itu dimodali dengan hutang dalam jumlah tertentu. Tetapi yang dimaksud disini adalah hutang untuk memenuhi hajat hidup yang paling dasar. Jadi apabila ada seseorang memiliki hutang untuk keperluan pemenuhuan kebutuhan dasarnya, maka jika ia memiliki harta berlebih di kemudian hari maka yang harus diselesaikan adalah melunasi hutangnya dulu dan bukan membayar zakatnya, dan ini sampai hutangnya selesai.

Kita perlu mengingat bahwa bagi orang yang memiliki harta simpanan, tetapi punya hutang, maka menunda pembayaran hutangnya itu sudah merupakan kezaliman.

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَخِي وَهْبِ بْنِ مُنَبِّهٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ

“Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami 'Abdul A'laa dari Ma'mar dari Hammam bin Munabbih, saudaranya Wahb bin Munabbih bahwa dia mendengar Abu Hurairah radhialla ̅hu ‘anhu berkata Nabi shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda “Menunda pembayaran hutang bagi orang kaya adalah kezhaliman “. (HR Bukhari No.2225)


5. Telah Memenuhi Waktu.

Harta terkena wajib zakat apabila telah memenuhi waktu, ini dinamakan haul yaitu setahun qamariyah. Namun persyaratan setahun hanya berlaku untuk ternak, uang dan harta benda dagang. Sedangkan hasil pertanian, harta karun dan lain-lainnya yang sejenis tidaklah dipersyaratkan satu tahun, namun dikeluarkan ketika mendapatkannya. 

وَعَنْ عَلِيٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (إِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ -وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ- فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ, وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا, وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ, فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ, فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ, وَلَيْسَ فِي مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ اَلْحَوْلُ)  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ 

“Dari Ali radhialla ̅hu ‘anhu bahwa Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda “Apabila engkau memiliki 200 dirham dan telah melewati satu tahun, maka zakatnya 5 dirham. Tidak wajib atasmu zakat kecuali engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati setahun, maka zakatnya 1/2 dinar. Jika lebih dari itu, maka zakatnya menurut perhitungannya. Harta tidak wajib dikeluarkan zakat kecuali telah melewati setahun “ (HR Abu Dawud)

حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا شُجَاعُ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا حَارِثَةُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا زَكَاةَ فِي مَالٍ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami berkata, telah menceritakan kepada kami Syuja' bin Al Walid berkata, telah menceritakan kepada kami Haritsah bin Muhammad dari Amrah dari Aisyah ia berkata, "Aku mendengar Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda “Tidak ada zakat harta hingga mencapai haul (satu tahun). " (HR Ibnu Majah No.1782)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.