Ada dua jenis syarat yang harus dipenuhi bagi mereka yang membayar zakat.
1. Syarat Wajib
Syarat wajib adalah syarat-syarat yang bila terpenuhi, maka wajiblah seseorang untuk menunaikan zakat. Syarat wajib meliputi:
- Islam, zakat hanya diwajibkan bagi muslim, tidak wajib bagi orang-orang kafir, baik kafir harbi maupun kafir dzimmi.
Firman Allâh subhaanahu wa ta‘ala:
وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلَّا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَىٰ وَلَا يُنْفِقُونَ إِلَّا وَهُمْ كَارِهُونَ
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allâh dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan “ (Qs At-Taubah 9:54].
- Berakal, menurut kalangan Hanafiyah orang muslim yang berakal wajib untuk membayar zakat. Namun kalangan jumhur, menyebutkan bahwa berakal ini bukan syarat wajib, sehingga misalkan jika ada orang kaya yang mendadak gila maka menurut Jumhur orang kaya tersebut tetap wajib zakat.
- Baligh, yaitu orang yang sudah berusia baligh, namun syarat ini hanya di kalangan Hanafiyah. Sementara menurut Jumhur, anak kecil yang memiliki kekayaan wajib mengeluarkan zakat. Contohnya adalah anak yang memiliki harta warisan dalam jumlah besar, atau anak-anak yang sudah memiliki penghasilan sendiri seperti zaman sekarang mereka mendapatkan kekayaan dari media sosial atau sebagai artis.
- Merdeka, artinya bukan menjadi budak orang lain, yang berarti mereka tidak memiliki harta. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Umar bin al-Khathab radhialla ̅hu ‘anhuma, beliau berkata :
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : مَنِ ابْتَاعَ نَخْلاً بَعْدَ أَنْ تُؤَبَّرَ فَثَمَرَتُهَا لِلْبَائِعِ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ, وَمَنِ ابْتَاعَ عَبْداً وَلَهُ مَالٌ فَمَالُهُ لِلَّذِيْ بَاعَهُ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ
Aku telah mendengar Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang membeli pohon kurma setelah dikawinkan maka buahnya milik penjual kecuali bila pembeli mensyaratkannya. Barangsiapa yang membeli budak yang memiliki harta maka hartanya milik penjual kecuali pembeli mensyaratkannya. [HR. Bukhari dan Muslim].
- Memiliki harta, yaitu memiliki sejumlah harta yang sudah mencapai nishab, yaitu mencapai ukuran standar (minimal) yang ditetapkan syariat untuk dikenai kewajiban zakat, juga mencapai haul, namun ada beberapa jenis zakat yang tidak mensyaratkan haul, akan dibahas pada bagian berikutnya. Diantaranya adalah hadits Abu Sa’id al-Khudri radhialla ̅hu ‘anhu dari Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bahwa Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ وَلاَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ ، وَلاَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقِيَّ صَدَقَةٌ
“Tidak ada zakat (pada harta) yang tidak mencapai lima wasaq Juga pada harta yang tidak mencapai lima ekor onta Serta yang tidak mencapai lima auqiyah”. [HR. Bukhari dan Muslim]
2. Syarat Sah
Syarat sah adalah syarat yang bila terpenuhi amal itu akan dianggap sah. Dalam pandangan Islam , amal dipandang sah apabila memenuhi syarat berikut:
- Niat
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhialla ̅hu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Kepemilikan
Kepemilikan yang dimaksud disini adalah harta yang akan dizakatkan adalah harta yang dimiliki secara halal dan dimiliki penuh oleh muzakki. Berdasarkan hal ini maka Amil boleh menolak harta zakat yang berasal dari harta haram, misalkan harta curian, harta perampok, atau harta korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.