Upaya Barat Dalam Kejatuhan Turki Utsmani

 


Kehancuran Keshultanan Utsmaniyah sesungguhnya sudah dirancang jauh sebelumnya oleh kaum Salibis. Berbagai cara dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu sejak dimulainya Perang Salib I abad ke 11 yang dilancarkan oleh Paus Urbanus II untuk menduduki Al-Quds. Kemudian dibentuknya aliansi bangsa Eropa setelah pengepungan Wina tahun 1529 untuk menghentikan expansi Khilafah di Eropa.


Pada perjanjian Caterina (1796-1762), Rusia memerangi Daulah Utsmani dan berhasil mengalahkannya, lalu membagi-bagi sebagian wilayahnya.160  Bukan hanya Rusia, bahkan meluas higga melibatkan hampir seluruh negara Barat. Prancis melalui Napoleon mengalahkan Mesir tahun 1798, menguasai jalur Gaza pada 1799, menduduki Aljazair dan Tunisia tahun 1881, dan Italia menduduki Tripoli tahun 1911.


Count Henri Decastri, seorang pengarang Perancis menulis dalam bukunya yang berjudul "Islam" tahun 1896:

"Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan dikatakan oleh kaum muslimin jika mereka mendengar cerita-cerita di abad pertengahan dan mengerti apa yang biasa dikatakan oleh ahli pidato Kristen dalam hymne-hymne mereka; semua hymne kami bahkan hymne yang muncul sebelum abad ke 12 berasal dari konsep yang merupakan akibat dari Perang Salib, hymne-hymne itu dipenuhi oleh kebencian kepada kaum muslimin dikarenakan ketidakpedulian mereka terhadap agamanya. Akibat dari hymne dan nyanyian itu, kebencian terhadap agama itu tertancap di benak mereka, dan kekeliruan ide menjadi berakar, yang beberapa diantaranya masih terbawa hingga saat ini. Tiap orang menganggap muslim sebagai orang musyrik, tidak beriman, pemuja berhala dan murtad." 161


Namun ketika bangsa Eropa berkeyakinan bahwa kaum muslimin tidak bisa dikalahkan dengan peperangan tetapi harus dikalahkan dari dalam dengan jalan menghancurkan Islam oleh ummat Islam sendiri. Inilah hantaman paling keras terhadap Utsmani. Di akhir abad ke 16, didirikan pusat misionaris pertama di Malta dan membuat markasnya untuk melancarkan serangan misionarisnya terhadap Dunia Islam. Inilah awal masuknya kebudayaan Barat ke Dunia Islam yang dilakukan para misionaris inggris, Perancis dan Amerika.

 

Sejak itu pula mulai bermunculan isu-isu nasionalisme untuk mengangkat nasionalisme Arab agar tidak mau lagi di pimpin oleh bangsa Turki. Bart membangkitkan gerakan-gerakan pemisahan dan pemecah-belahan ummat Islam dari kesatuan Daulah, dengan meniupkan perbedaan antara Turki dan Arab.162 Tahun 1875 "Persekutuan Rahasia" dibentuk di Beirut dalam usaha untuk mendorong nasionalisme Arab di antara rakyat.


Melalui pernyataan-pernyataan dan selebaran-selebaran, persekutuan itu menyerukan kemerdekaan politik orang Arab, khususnya mereka yang tinggal di Syria dan Libanon. Dalam literaturnya, mereka berulangkali menuduh Turki merebut Khilafah Islam dari orang Arab, melanggar Syariah, dan mengkhianati Agama Islam.


Sampai kemudian ditandatanganinya Perjanjian Sykes-Picot pada tahun 1916 yang merupakan perjanjian rahasia antar pemerintah Britania Rava dengan pemerintahan Perancis yang diikuti dan disetujui oleh Kerajaan Rusia.163 Dalam perjanjian ini ketiga negara mendiskusikan pengaruh dan kendali di Asia Barat setelah jatuhnya Kerajaan Utsmaniyah pada Perang Dunia I yang telah diprediksi sebelumnya. Perjanjian ini secara efektif membelah daerah-daerah Arab di bawah Kerajaan Utsmani (Otoman) di luar Jazirah Arab sehingga dimasa depan dapat ditentukan di mana kendali atau pengaruh Inggris atau Perancis akan berlaku.164  


Rencana ini dibuat di antara diplomat Perancis bernama Francois Georges-Picot dan penasehat diplomat Inggris Mark Sykes. Di bawah perjanjian itu, Inggris mendapat kontrol atas Jordania, Irak dan wilayah kecil di sekitar Haifa.


Perancis diberikan kontrol atas Turki wilayah Selatan-Timur, Irak bagian Utara, Syria dan Libanon. Kekuatan Barat itu bebas memutuskan garis perbatasan di dalam wilayah Khilafah itu. Peta Timur Tengah saat ini adalah garis-garis yang dibuat Sykes dan Picot dengan memakai sebuah penggaris di atas tanah yang dulunya adalah wilayah Khilafah.


Pada tahun-tahun berikutnya Inggris memainkan peranan kunci dengan cara memelihara agennya Mustafa Kamal. Melalui sejumlah manuver politik dengan bantuan Inggris, Mustafa Kamal mampu menjadikan dirinya berkuasa di Turki. Tahun 1922, Konperensi Lausanne diorganisir oleh Menlu Inggris Lord Curzon untuk mendiskusikan kemerdekaan Turki.


Turki pada saat itu adalah di bawah pendudukan pasukan sekutu dengan institusi Khilafah yang hanya tinggal nama Selama konperensi itu Lord Curzon menetapkan empat kondisi sebelum mengakui kemerdekaan Turki. Kondisi-kondisi itu adalah: (1) Penghapusan total Khilafah : (2) Pengusiran Khalifah ke luar perbatasan; (3) Perampasan asset-aset Khilafah (4) Pernyataan bahwa Turki menjadi sebuah Negara Sekuler.


Suksesnya Konperensi itu terletak pada pemenuhan keempat kondisi itu. Namun, dengan tekanan asing yang sedemikian itupun, banyak kaum muslimin di dalam negeri Turki masih mengharapkan Khilafah, yang telah melayani Islam sedemikan baiknya selama beberapa abad dan tidak pernah terbayangkan bahwa Khilafah bisa terhapus. Karena itu, Lurd Curzon gagal untuk memastikan kondisi-kondisi ini dan konperensi itu berakhir dengan kegagalan.


Namun, dengan liciknya Lord Curzon atas nama Inggris mudah tidak menyerah. Pada tanggal 3 Maret 1924 Mustafa Kemal memakai kekuatan bersenjata dan menteror lawan-lawan politiknya sehingga mampu menekan melalui Undang-undang Penghapusan Khilafah yang memungkingkan terhapusnya institusi Khilafah. Setelah itu dilanjutkan dengan Deklarasi Balfour (2 November 1917). Dalam deklarasi ini imperialis Inggris menghadiahkan Palestina kepada sekutunya, Zionis, untuk dijadikan tempat berdirinya Negara Israel bagi Yahudi di seluruh dunia.165

 

Gambar 5 Peta Perjanjian Sykes -Picot166

Gambar 6. Zones of French, British and Russian influence and control establishedby the Sykes-Picot Agreement167

Beberapa bulan setelah penghancuran Khilafah tanggal 24 Juli 1924, kemerdekaan Turki secara resmi diakui dengan penandatanganan Traktat Lausanne. Inggris dan sekutu-sekutunya menarik semua pasukannya dari Turki yang ditempatkan sejak akhir PD I. Sebagai reaksi dari hal ini, dilakukan protes pada Menlu Lord Curzon di House of Common karena Inggris mengakui kemerdekaan Turki. Lord Currzon menjawab," Situasinya sekarang adalah Turki telah mati dan tidak akan pernah bangkit lagi, karena kita telah menghancurkan kekuatan moralnya, khilafah dan Islam." 168

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.