Kekhalifahan Utsmaniyah

 


Kesultanan Utsmaniyah (), kadang ditulis Kesultanan Turki, Kesultanan Ottoman atau Turki saja, adalah imperium lintas benua yang didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di barat laut Anatolia pada tahun 1299. Seiring penaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II tahun 1453, negara Utsmaniyah berubah menjadi kesultanan.


Sepanjang abad ke-16 dan 17, tepatnya pada puncak kekuasaannya di bawah pemerintahan Suleiman agung, Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu negara terkuat di dunia, imperium multinasional dan multibahasa yang mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Tanduk Afrika.


Pada awal abad ke-17, kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah negara vasal, beberapa diantaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad.


Dengan Konstantinopel sebagai ibu kotanya dan kekuasaannya atas wilayah yang luas di sekitar cekungan Mediterania, Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad. Kesultanan ini bubar pasca Perang Dunia I. Pembubarannya berujung pada kemunculan rezim politik baru di Turki, serta pembentukan Balkan dan Timur Tengah yang baru.


Dalam bahasa Turki Utsmaniyah, kesultanan ini disebut Devlet-i ʿAliyye-yi ʿOsmâniyye (دَوْلَتِ عَلِيّهٔ عُثمَانِیّه),yang secara harfiah berarti Daulat/Negara Agung Utsmaniyah, atau juga disebut Osmanli Devleti (عثمانلى دولتى) yang berarti Daulat/Negara Utmaniyah. 


Dalam bahasa Turki Modem, kesultanan ini di kenal dengan sebutan Osmanli Devleti atau Osmanli hnparatorlugu. Di sejumlah tulisan Barat, nama "Ottoman" dan "Turkey" dipakai bergantian. Dikotomi ini secara resmi berakhir pada tahun 1920-23 ketika. rezim Turki yang beribu kota di Ankara memilih Turki sebagai nama resminya. Nama tersebut sudah digunakan penduduk Eropa sejak zaman Seljuk.


Sejarah. Pasca pembubaran Kesultanan Rum yang di pimpin dinasti Seljuq Turki, pendahulu Utsmaniyah, pada tahun 1300-an, Anatolia terpecah menjadi beberapa negara merdeka (kebanyakan Turki) yang di sebut emirat Ghazi. Salah satu emirat Ghazi di pimpin oleh Osman I (1258[13] - 1326) dan namanya menjadi asal usul nama Utsmaniyah. Osman I memperluas batas permukiman Turki sampai pinggiran Kekaisaran Bizantium. Tidak jelas bagaimana Osman I berhasil menguasai wilayah tetangganya karena belum banyak diketahui soal sejarah Anatolia abad pertengahan.


Pada abad setelah kematian Osman I, kekuasaan Utsmaniyah mulai meluas sampai Mediterania Timur dan Balkan. Putra Osman, Oman, menaklukkan kota Bursa pada tahun 1324 dan menjadikannya ibu kota negara Utsmaniyah. Kejatuhan Bursa menandakan berakhirnya kendali Bizantium atas Anatolia Barat Laut. Kota Thessaloniki direbut dari Republik Venesia pada tahun 1387. Kemenangan Utsmaniyah di Kosovo tahun 1389 secara efektif mengawali kejatuhan pemerintahan Serbia di wilayah itu dan membuka jalan untuk perluasan wilayah Utsmaniyah di Eropa. Pertempuran Nicopolis tahun 1396 yang dianggap luas sebagai perang salib besar terakhir pada Abad Pertengahan gagal menghambat laju bangsa Turki Utsmaniyah.


Seiring meluasnya kekuasaan Turki di Balkan, penaklukan strategis Konstantinopel menjadi tugas penting. Kesultanan ini mengendalikan nyaris seluruh bekas tanah Bizantium di sekitar kota, namun warga Yunani Bizantium sempat luput ketika penguasa Turk-Mongolia, Tamerlane, menyerbu Anatolia dalam Pertempuran Ankara tahun 1402. Ia menangkap Sultan Bayezid I. Penan gkapan Bayezid I menciptakan kekacauan di kalangan penduduk Turki. Negara pun mengalami perang saudara yang berlangsung sejak 1402 sampai 1413 karena para putra Bayezid memperebutkan takhta. Perang berakhir ketika Mehmet I naik sebagai sultan dan mengembalikan kekuasaan Utsmaniyah. Kenaikannya juga mengakhiri Interregnum yang di sebut Fetret Devri dalam bahasa Turki Utsmaniyah.


Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan (seperti Thessaloniki, Makedonia, dan Kosovo) sempat terlepas setelah 1402, tetapi berhasil direbut kembah oleh Murad n antara 1430-an dan 1450-an. Pada tanggal 10 November 1444, Murad II mengalahkan pasukan Hongaria, Polandia, dan Wallachia yang di pimpin Wladyslaw in dari Polandia (sekaligus Raja Hongaria) dan Janos Hunyadi di Pertempuran Varna, pertempuran terakhir dalam Perang Salib Varna. Empat tahun kemudian, Janos Hunyadi mempersiapkan pasukannya (terdiri dari pasukan Hongaria dan Wallachia) untuk menyerang Turki, namun dikalahkan oleh Murad II dalam Pertempuran Kosovo Kedua tahun 1448.


Perluasan dan puncak (1453-1566). Putra Murad II, Mehmed n, menata ulang negara dan militernya, lalu menaklukkan Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453. Mehmed  mengizinkan Gereja Ortodoks mempertahankan otonomi dan tanahnya dengan imbalan mengakui pemerintahan Utsmaniyah. Karena hubungan yang buruk antara negara-negara Eropa Barat dan Kekaisaran Romawi Timur, banyak penduduk Ortodoks yang mengakui kekuasaan Utsmaniyah alih-alih Venesia.


Pada abad ke-15 dan 16, Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode ekspansi. Kesultanan ini berhasil makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan efektif. Ekonominya juga maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia.


Sultan Selim I (1512-1520) memperluas batas timur dan selatan Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis dengan mengalahkan Shah Ismail dari Persia Satawiyah dalam Pertempuran Chaldiran"9] Selim I mendirikan pemerintahan Utsmaniyah di Mesir dan mengerahkan angkatan lautnya ke Laut Merah. Setelah ekspansi tersebut, persaingan pun pecah antara Kekaisaran Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah yang sama-sama berusaha menjadi kekuatan besar di kawasan itu.

 

Suleiman Agung (1520-1566) mencaplok Belgrade tahun 1521, menguasai wilayah selatan dan tengah Kerajaan Hongaria sebagai bagian dari Peperangan Utsmaniyah-Hongaria. Setelah memenangkan Pertempuran Mohacs tahun 1526, ia mendirikan pemerintahan Turki di wilayah yang sekarang di sebut Hongaria (kecuali bagian baratnya) dan teritori Eropa Tengah lainnya. Ia kemudian mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal. Tahun 1532, ia melancarkan serangan lain ke Wina, namun dikalahkan pada Pengepungan Guns. Transylvania, Wallachia, dan Moldavia (sementara) menjadi kepangeranan bawahan Kesultanan Utsmaniyah. Di sebelah timur, bangsa Turk Utsmaniyah merebut Baghdad dari Persia pada tahun 1535, menguasai Mesopotamia, dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.


Perancis dan Kesultanan Utsmaniyah bersatu karena sama-sama menentang pemerintahan Habsburg dan menjadi sekutu yang kuat. Penaklukan Nice (1543) dan Corsica (1553) oleh Perancis adalah hasil kerja sama antara pasukan raja Francis I dari Perancis dan Suleiman. Pasukan tersebut di pimpin oleh laksamana Utsmaniyah Barbarossa Hayreddin Pasha dan Turgut Reis. Satu bulan sebelum pengepungan Nice, Perancis membantu Utsmaniyah dengan mengirimkan sam unit artileri pada penaklukan Esztergom tahun 1543. Setelah bangsa Turk membuat serangkaian kemajuan tahun 1543, penguasa Habsburg Ferdinand I secara resmi mengakui pemerintahan Utsmaniyah di Hongaria pada tahun 1547.


Pada tahun 1559, setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan Utsmaniyah menganeksasi Kesultanan Adal yang lemah ke dalam wilayahnya. Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika. Aneksasi tersebut juga meningkatkan pengaruh Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal.


Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua. Selain itu, kesultanan ini menjadi kekuatan laut besar yang mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian utama dari lingkup politik Eropa. Kesuksesan politik dan mihtemya sering disamakan dengan Kekaisaran Romawi, salah satunya oleh cendekiawan Italia Francesco Sansovino dan filsuf politik Perancis Jean Bodin.


Pemberontakan dan pemulihan (1566-1683). Struktur militer dan birokrasi yang efektif pada abad sebelumnya terancam gagal ketika sultan-sultan selanjutnya tidak tegas memimpin. Kesultanan Utsmaniyah perlahan dikalahkan bangsa Eropa dari segi teknologi militer karena inovasi yang mendorong perluasan kesultanan ini dihambat oleh paham konservatisme agama dan intelektual yang terus berkembang. Meski mengalami kesulitan, kesultanan ini tetap menjadi kekuatan ekspansionis besar sampai Pertempuran Wina tahun 1683 yang menandakan akhir ekspansi Utsmaniyah ke Eropa.

 

Penemuan rate dagang laut baru oleh negara-negara Eropa Barat memungkinkan mereka menghindari monopoli dagang Utsmaniyah. Penemuan Tanjung Harapan Baik oleh Portugal tahun 1488 merintis serangkaian perang laut Utsmaniyah-Portugal di Samudra Hindia sepanjang abad ke-16. Dari segi ekonomi, pemasukan perak Spanyol dari Dunia Baru mengakibatkan mata uang Utsmaniyah mengalami devaluasi tajam dan inflasi tinggi. f


Di bawah kepemimpinan Ivan IV (1533-1584), Kekaisaran Rusia meluas sampai kawasan Volga dan Kaspia dengan menaklukkan beberapa kekhanan Tatar. Pada tahun 1571, khan Krimea Devlet I Giray yang didukung Utsmaniyah membakar Moskwa. Tahun berikutnya, invasi diulang namun digagalkan pada Pertempuran Molodi. Kekhanan Krimea terus menyerbu Eropa Timur melalui serangkaian serangan budak dan menjadi kekuatan besar di Eropa Timur sampai akhir abad ke-17.


Di Eropa Selatan, koalisi Katolik yang di pimpin Philip II dari Spanyol mengalahkan armada Utsmaniyah di Pertempuran Lepanto. Ini merupakan pukulan telak dan simbolis terhadap citra kehebatan Utsmaniyah. Memudarnya citra ini diawali oleh kemenangan Ksatria Malta atas pasukan Utsmaniyah dalam Pengepungan Malta tahun 1565. Pertempuran Lepanto membuat Angkatan Laut Utsmaniyah kehilangan banyak tenaga ahlinya, sedangkan kapal-kapalnya masih bisa diperbaiki. Angkatan Laut Utsmaniyah pulih dengan cepat dan memaksa Venesia menandatangani perjanjian damai tahun 1573 yang mengizinkan Kesultanan Utsmaniyah memperluas dan memperkuat posisinya di Afrika Utara.


Sebaliknya, wilayah Habsburg tidak berubah setelah pertahanan Habsburg diperkuat. Perang Panjang melawan Austria Habsburg (1593-1606) membuat pemerintah melengkapi infanterinya dengan senjata api dan melonggarkan kebijakan perekratan. Keputusan ini menciptakan masalah ketiaakpatuhan dan pemberontakan di dalam tubuh militer yang tidak pernah terselesaikan.


Penembak jitu ireguler (Sekban) juga di rekrut. Demobihsasi pun berubah menjadi brigandase (perampokan) dalam pemberontakan Jelah (1595-1610) yang memperluas aksi anarkis di Anatolia pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17. Ketika populasi kesultanan mencapai 30.000.000 jiwa pada tahun 1600, kelangkaan tanah membuat pemerintah ditekan habis-habisan.


Pada masa kekuasaannya yang singkat, Murad IV (1612-1640) membentuk kembali pemerintahan pusat dan merebut Yerevan (1635) dan Baghdad (1639) dari safawiyah. Kesultanan wanita (1648-1656) adalah periode ketika ibu para sultan muda berkuasa atas nama putranya. Tokoh wanita yang paling berpengaruh waktu itu adalah KOsem Sultan dan menantunya Turhan Hatice. Persaingan politik mereka berujung pada pembunuhan KOsem pada 1651.

 

Selama Era Köprülü (1656–1703), pemerintahan efektif dijalankan oleh sejumlah Wazir Agung dari keluarga Köprülü. Kewaziran Köprülü mengalami kesuksesan militer dengan didirikannya pemerintahan di Transylvania, penaklukan Kreta tahun 1669, dan ekspansi ke Ukraina selatan Polandia. Pertahanan terakhir Khotyn dan Kamianets-Podilskyi dan teritori Podolia bergabung dengan Kesultanan Utsmaniyah tahun 1676.


Periode ketegasan baru ini berakhir pada Mei 1683 saat Wazir Agung Kara Mustafa Pasha memimpin pasukan besar untuk mengepung Wina kedua kalinya dalam Perang Turki Besar 1683-1687. Serangan terakhir mereka tertunda karena pasukan Utsmaniyah didesak mundur oleh pasukan sekutu Habsburg, Jerman, dan Polandia yang di pimpin Raja Polandia Jan HI Sobieski pada Pertempuran Wina. Aliansi Liga Suci terus melaju pasca kekalahan di Wina dan memuncak pada Perjanjian Karlowitz (26 Januari 1699) yang mengakhiri Perang Turki Besar. Kesultanan Utsmaniyah menyerahkan sejumlah wilayah pentingnya, kebanyakan diserahkan secara permanen. Mustafa II (1695-1703) memimpin serangan balasan terhadap Wangsa Habsburg di Hongaria pada 1695-96, namun kalah besar di Zenta (11 September 1697). jg,


Kemandekan dan reformasi (1683-1827). Pada periode ini, ekspansi Rusia membawa ancaman besar yang terus berkembang. Karena itu, Raja Charles XII dari Swedia diterima sebagai sekutu Kesultanan Utsmaniyah setelah pasukannya dikalahkan Rusia pada Pertempuran Poltava tahun 1709 (bagian dari Perang Utara Besar 1700-1721.) Charles XII mendesak Sultan Utsmaniyah Ahmed IB untuk menyatakan perang terhadap Rusia. Utsmaniyah berhasil memenangkan Kampanye Sungai Pruth yang berlangsung pada 1710-1711. Pasca Perang Austria-Turki 1716-1718, Perjanjian Passarowitz mencantumkan penyerahan wilayah Banat, Serbia, dan "Walachia Kecil" (Oltenia) ke Austria. Perjanjian ini juga menyebutkan bahwa Kesultanan Utsmaniyah mengambil sikap defensif dan tidak mungkin melakukan agresi lagi di Eropa.


Perang Austria-Rusia-Turki yang drakhiri oleh Perjanjian Belgrade 1739 berujung pada kembalinya Serbia dan Oltenia, namun pelabuhan Azov berhasil direbut Rusia. Setelah perjanjian ini, Kesultanan Utsmaniyah menikmati masa perdamaian karena Austria dan Rusia terpaksa menghadapi kebangkitan Prusia.


Sejumlah reformasi rjendidikan dan teknologi dilaksanakan, termasuk pendirian institusi pendidikan ikan tinggi seperti Universitas Teknik Istanbul. Pada tahun 1734, sebuah sekolah artileri didirian untuk memperkenalkan metode artileri Barat, namun kalangan ulama Islam mengajukan keberatan atas dasar teodisi. Tahun 1754, sekolah artileri tersebut dibuka kembali secara setengah rahasia. Tahun 1726, Ibrahim Muteferrika meyakinkan Wazir Agung Nevsehirli Damat Ibrahim Pasha, Mufti Agung, dan para ulama tentang efisiensi percetakan. Muteferrika pun cuizinkan Sultan Ahmed III untuk menerbitkan buku-buku non-religius meski ditentang sejumlah kaligrafer dan pemuka agama. Percetakan Muteferrika menerbitkan buku pertamanya pada tahun 1729. Pada 1743, jumlah karya yang dicetaknya mencapai 17 buah dalam 23 volume dan masing-masing karya dicetak sebanyak 500 sampai 1.000 eksemplar.


Pada 1768, para Haidamak, pemberontak konfederasi Polandia yang dibantu Rusia, memasuki Balta, kota Utsmaniyah di perbatasan Bessarabia, dan membantai warganya dan membumihanguskan kota tersebut. Tindakan ini memaksa Kesultanan Utsmaniyah memulai Perang Rusia-Turki 1768-1774. Perjanjian Kucuk Kaynarca tahun 1774 mengakliiri perang ini dan memberikan kebebasan beribadah bagi warga Kristen di provinsi Wallachia dan Moldavia. Pada akhir abad ke-18, serangkaian kekalahan perang melawan Rusia membuat beberapa kalangan di Kesultanan Utsmaniyah yakin bahwa reformasi yang dijalankan Peter Agung memberi keunggulan bagi Rusia, dan Utsmaniyah harus menggunakan teknologi Barat untuk menghindari kekalahan lebih lanjut.


Selim IE (1789-1807) melakukan upaya besar pertama dalam memodernisasi pasukannya, tetapi reformasi ini terhambat oleh kepernimpinan yang religius dan korps Yanisari. Karena iri dengan hak-hak militer dan menolak perubahan, Yanisari pun merintis pemberontakan. Semua upaya Selim membuat dirinya kehilangan takhta dan nyawanya. Akan tetapi, pemberontakan ini berhasil diredam dengan spektakuler dan kejam oleh penggantinya yang dinamis, Mahmud II. Ia menghapus korps Yanisari pada tahun 1826.


Revolusi Serbia (1804-1815) menjadi awal era kebangkitan nasional di kawasan Balkan pada masa Pertanyaan Timur. Suzeraintas Serbia sebagai monarki herediter dengan dinastinya sendiri diakui secara de jure pada tahun 1830. Pada 1821, bangsa Yunani menyatakan perang terhadap Sultan. Pemberontakan yang pecan di Moldavia sebagai bentuk pengalihan chikuti oleh revolusi utama di Peloponnesos. Peloponnesos dan bagian utara Teluk Korintus menjadi wilayah Kesultanan Utsmaniyah pertama yang merdeka, tepatnya pada tahun 1829. Pada pertengahan abad ke-19, Kesultanan Utsmaniyah dijuluki "orang sakit" oleh bangsa Eropa. Negara-negara suzerain (Kepangeranan Serbia, Wallachia, Moldavia, dan Montenegro) meraih kemerdekaan de jure pada 1860-an dan 1870-an.


Kemunduran dan modemisasi (1828-1908). Pada masa Tanzimat (1839-1876), serangkaian reformasi konstitusional pemerintah membuahkan hasil, yaitu pasukan wajib militer modem, reformasi sistem perbankan, dekriminalisasi kaum homoseksual, perubahan hukum agama menjadi hukum sekuler, dan gilda yang memiliki pabrik modem. Kementerian Pos Utsmaniyah dibentuk di Istanbul pada tanggal 23 Oktober 1840.


Samuel Morse menerima paten telegraf pertamanya tahun 1847. Paten tersebut dikeluarkan oleh Sultan Abdulmecid yang secara langsung menguji penemuan baru itu. Setelah uji coba berhasil, jalur kabel telegraf pertama di dunia (Istanbul -Adrianopel-§umnu) mulai dipasang pada 9 Agustus 1847. Periode reformis ini memuncak dengan penyusunan Konstitusi yang di sebut Kanun-u EsM. Era Konstitusional Pertama kesultanan ini tidak berlangsung lama. Parlemennya hanya bertahan selama dua tahun sebelum dibubarkan sultan.


Dikarenakan tingkat pendidikannya yang lebih tinggi, penduduk Kristen di kesultanan ini mulai unggul ketimbang penduduk Muslim yang mayoritas, sehingga penduduk Muslim merasa tidak puas. Pada tahun 1861, ada 571 sekolah dasar dan 94 sekolah menengah Kristen Utsmaniyah dengan 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui siswa Muslim di sekolah pada saat yang sama. Kemajuan siswa Muslim terus melambat dikarenakan lamanya waktu mata pelajaran bahasa Arab dan teologi Islam. Tingkat pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan mereka memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Pada tahun 1911, 528 dari 654 perusahaan grosir di Istanbul dimiliki etnis Yunani.


Perang Krimea (1853-1856) adalah bagian dari persaingan panjang antara kekuatan-kekuatan besar Eropa yang memperebutkan pengaruh di teritori Kesultanan Utsmaniyah yang melemah. Beban perang dari segi finansial memaksa pemerintah Utsmaniyah mengajukan pinjaman luar negeri senilai 5 juta pound sterling pada 4 Agustus 1854. Perang ini mengakibatkan eksodus warga Tatar Krimea. Sekitar 200.000 diantaranya pindah ke Kesultanan Utsmaniyah dalam bentuk gelombang emigrasi. Menjelang akhir Peperangan Kaukasus, 90% etnis Sirkasia dilenyapkan, diusir dari tanah airnya di Kaukasus, dan terpaksa mengungsi ke Kesultanan Utsmaniyah. Sekitar 500.000 sampai 700.000 orang Sirkasia berlindung di Turki. Beberapa sumber memberi angka yang lebih tinggi, yaitu 1 juta-1,5 juta orang dideportasi dan/atau di bunuh.


Perang Rusia-Turki (1877-1878) berakhir dengan kemenangan mutlak bagi Rusia. Akibatnya, wilayah Utsmaniyah di Eropa menyusut dengan cepat Bulgaria didirikan sebagai kepangeranan merdeka di dalam Kesultanan Utsmaniyah, Rumania mendapat kemerdekaan penuh. Serbia dan Montenegro mendapat kemerdekaan penuh dengan wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878, Austria-Hongaria bersama-sama menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina dan Novi Pazar. Walaupun pemerintah Utsmaniyah menentang tindakan ini, pasukannya dikalahkan dalam kurun tiga minggu.


Sebagai imbalan atas bantuan Perdana Menteri Britania Raya Benjamin Disraeli dalam pengembalian teritori Utsmaniyah di Semenanjung Balkan saat Kongres Berlin, Britania Raya mendapatkan hak pemerintahan di Siprus pada tahun 1878. Britania kemudian mengirimkan tentaranya ke Mesir pada tahun 1882 untuk membantu pemerintah Utsmaniyah meredam Pemberontakan Urabi. Britania pun memegang kendali penuh di Siprus dan Mesir. Pada 1894-96, sekitar 100.000 sampai 300.000 etnis Armenia yang tinggal di seluruh kesultanan di bunuh dalam sebuah peristiwa yang di sebut pembantaian Hamidian.

 

Seiring menyusutnya wilayah Kesultanan Utsmaniyah, banyak Muslim Balkan pindah ke teritori Utsmaniyah yang tersisa di Balkan atau ke jantung kesultanan di Anatolia. Per 1923, hanya Anatolia dan Thracia Timur yang dikuasai Muslim.


Kekalahan dan pembubaran (1908-1922). Era Konstitusional Kedua dimulai pasca Revolusi Turk Muda (3 Juli 1908) melalui pengumuman sultan tentang penggunaan kembali konstitusi 1876 dan rjemberrtukan kembali Parlemen Utsmaniyah. Pengumuman ini menjadi awal pembubaran Kesultanan Utsmaniyah. Era ini didominasi oleh politik Komite Persatuan dan Kemajuan serta gerakan yang kelak di kenal dengan sebutan Turk Muda.


Memanfaatkan perpecahan sipil, Austria-Hongaria secara resmi menganeksasi Bosnia dan Herzegovina tahun 1908, tetapi mereka menarik tentaranya dari Sanjak Novi Pazar, wilayah lain yang diperebutkan Austria dan Utsmaniyah, untuk menghindari perang. Pada Perang Italia-Turki (1911-12), Kesultanan Utsmaniyah kehilangan Libya dan Liga Balkan menyatakan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah. Utsmaniyah kalah dalam Peperangan Balkan (1912-13) dan kehilangan teritori Balkan-nya kecuali Thracia Timur dan ibu kota historis Adrianopel. Sekira 400.000 Muslim yang khawatir menghadapi kekerasan etnis Yunani, Serbia, atau Bulgaria, mengungsi mundur bersama pasukan Utsmaniyah.


Menurut perkiraan Justin McCarthy, sejak 1821 sampai 1922, pembersihan etnis Muslim Utsmaniyah di Balkan mengakibatkan kematian dan pengusiran sekian juta orang dari kawasan itu. Per 1914, Kesultanan Utsmaniyah sudah dipuul mundur dari hampir seluruh Eropa dan Afrika Utara. Meski begitu, kesultanan ini masih dihuni 28 juta orang. 15,5 juta diantaranya di Turki modem, 4,5 juta di Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania, dan 2,5 juta di Irak. 5,5 juta sisanya berada di bawah pemerintahan bayangan Utsmaniyah di jazirah Arab.


Pada November 1914, Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam Perang Dunia I di blok Kekuatan Tengah. Kesultanan ini ambil bagian dalam teater Timur Tengah. Utsmaniyah sempat beberapa kali menang pada tahun-tahun pertama perang, misalnya di Pertempuran Gallipoli dan Pengepungan Kut, namun ada juga kekalahan seperti pada Kampanye Kaukasus melawan Rusia Amerika Senkat tidak pernah mengeluarkan pernyataan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah.


Tahun 1915, saat Angkatan Darat Kaukasus Rusia terus merangsek ke Anatolia timur, dibantu sejumlah milisi Armenia Utsmaniyah, pemerintah Utsmaniyah mulai mendeportasi dan membantai penduduk etnis Armenia. Aksi ini kemudian di kenal dengan nama Genosida Armenia. Aksi genosida juga dilakukan terhadap etnis minoritas Yunani dan Assyria.

 

Pemberontakan Arab yang dimulai tahun 1916 berbalik melawan Utsmaniyah di front Timur Tengah. Utsmaniyah sempat unggul di Timur Tengah selama dua tahun pertama perang. Gencatan Senjata Mudros yang ditandatangani pada 30 Oktober 1918 mengakhiri peperangan di teater Timur Tengah, diikuti pendudukan Konstantinopel dan pemecahan Kesultanan Utsmaniyah. Dengan Perjanjian Sevres, pemecahan Kesultanan Utsmaniyah menjadi resmi. Pada kuartal terakhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sekitar 7-9 juta pengungsi Muslim Turki dari wilayah Kaukasus, Krimea, Balkan, dan pulau-pulau Mediterania pindah ke Anatolia dan Thracia Timur.


Pendudukan Konstantinopel dan Izmir melahirkan gerakan nasional Turki yang memenangkan Perang Kemerdekaan Turki (1919-22) di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha (atau Mustafa Kemal Ateturk). Kesultanan dibubarkan tanggal 1 November 1922, dan sultan terakrumya, Mehmed VI (berkuasa 1918-1922), meninggalkan negara ini pada 17 November 1922. Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Kekhalifahan dibubarkan tanggal 3 Maret 1924.

Gambar 1. Peta Penguasaan Wilayah Pada Masa Kekhalifahan Bani Umayyah156

Gambar 2. Peta Penguasaan Wilayah Pada Masa Kekhalifahan Abbasiah di Abad ke-9157

Gambar 3. Peta Penguasaan Willayah pada Masa Kekhalifahan Abbasiah di Abad ke-10158

Gambar 4. Peta Eyalet (wilayah administratif) Kesultanan Utsmaniyah di Eropa dan Asia tahun 1890159

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.