Institut Suffah


 

Institut Suffah pertama kali diperkenalkan dalam kongres PSII di Surabaya pada tanggal 30 Juli-7 Agustus 1938. Kongres saat itu memutuskan untuk menugaskan SMK untuk mengepalai sebuah lembaga yang dirancang untuk membentuk kader-kader yang militan. Tetapi sebelum Institut ini berjalan, pimpinan PSII menyimpang dari Sikap Hijrah dan menentang Kartosuwiryo yang masih tetap memegang prinsip Sikap Hijrah PSII. Kemudian Kartosuwiryo bersama sebagian besar cabang-cabang PSII yang masih konsisten dengan Politik Hijrah mendirikan KPK PSII dan tetap melanjutkan keputusan Kongres untuk mendirikan Institut Suffah. 

Pada bulan Maret 1940 SMK membuka lembaga pendidikan kader Suffah di Cisitu Malangbong, sebuah kota kecil yang berhawa sejuk, sebagai realisasi keputusan rapat PSII KPK. Institut Suffah ini dibangun di suatu daerah seluas kira-kira 4 hektar, yaitu di sisi jalan antara Malangbong dan Balubur Limbangan.139

Mengenai lokasi pengkaderan ini disetujui oleh seluruh pimpinan PSII KPK, kecuali Yusuf Taujiri, dia menginginkan di daerah Cipari Wanaraja Garut. Maka kemudian Yusuf Taujiri memisahkan diri dari PSII KPK dan mendirikan Pesantren Darussalam yang hingga kini masih ada.140 Di kemudian hari Yusuf Taujiri malah menjadi salah satu penentang berdirinya Darul Islam di Indonesia.

Institut Suffah merupakan suatu badan untuk,

“Mendidik menjadi orang-orang pemimpin yang ahli, seperti juga dimana Nabi Muhammad didirikan sesudah hijrah itu suatu shuffah, yang melahirkan pembela-pembela yang tulen untuk Islam dengan ilmu yang sempurna dan keimanan yang teguh kuat.”141

Institut Suffah pada mulanya memberikan pendidikan umum termasuk masalah-masalah politik dan ilmu-ilmu agama, namun kemudian berubah menjadi suatu lembaga pendidikan militer pada masa pendudukan Jepang.142 Yang menjadi dasar materi pendidikan disini adalah konsep Daftar Usaha Hijrah.143 Daftar Usaha Hijrah terdiri dari 5 (lima) bagian yaitu bagian politik, sosial, ekonomi, ibadah dan tasawuf/filsafat adat. Sedangkan bagian pelengkap adalah ajaran Islam yang lain seperti riwayat hidup Rasulllah SAW, riwayat Anbiyaullah, dll.

Institut Suffah disusun menurut sistem pesantren dan madrasah. Disini, siswa harus menyesuaikan diri dengan kehidupan yangkeras, pekerjaan yang berat dan makanan yang sederhana. Ia merupakan masyarakat yang “tertutup”, para siswanya mengerjakan sawah sehingga membuat lembaga ini sebagian besar memenuhi kebutuhan harian dengan jalan swasembada. Hal ini memungkinkan menjalin hubungan dan ikatan pribadi antara siswa dan guru. Di Institut Suffah, kartosuwiryo mengajarkan bahasa Belanda, Astrologi dan Ilmu Tauhid.144

Para siswanya kebanyakan berasal dari daerah Priangan terutama bagian timur, daerah-daerah di Jawa, juga terdapat siswa dari luar Jawa seperti Sulawesi Selatan, Sumatera dan Kalimantan145, termasuk Toli-Toli di Sumatera Utara.146 Pendidikan yang diberikan menekankan militansi Islam ditambah dengan pemberian pelajaran agama. Pendidikan umumnya berjalan antara empat sampai enam bulan dengan jumlah anggota tiap angkatan antara 40-60 siswa.

Dengan pendidikan dalam Institut Suffah ini diharapkan para siswa dapat memperluas pengetahuannya dalam berbagai disiplin ilmu Islam secara memadai menjadi seorang ulama. Melalui disiplin yang keras terbukti siswa didik menjadi pejuang yang memiliki loyalitas yang tinggi terhadap perjuangan Islam.147 Di kemudian hari para alumni Suffah ini masuk ke dalam organisasi militer Hizbullah dan Sabilillah yang kemudian bertransformasi menjadi Tentara Islam Indonesia (TII).

Selama dua tahun yang tersisa dari pemerintah kolonial Belanda di Indonesia, Institut Suffah tetap menjalankan aktifitasnya. Namun sejak diumumkan dekrit Panglima Militer Jawa Pemerintah Jepang pada bulan Maret 1942, seluruh struktur politik Indonesia di larang kecuali yang dapat dipergunakan untuk keperluan militer Jepang, termasuk Institut Suffah kemudian berjalan secara sembunyi-sembunyi (clandestine).

PSII pimpinan Abikusno pada bulan Maret itu juga memutuskan menutup kantor-kantornya dan komite eksekutif partai memutuskan untuk menangguh semua kegiatan partai pada 14 April 1942. Abikusno sendiri memutuskan masuk ke dalam sistem pemerintahan Jepang dengan menjadi penasehat pertama dan kemudian Kepala Kantor Pekerjaan Umum dan menduduki pos-pos penting dalam gerakan politik yang diperkenankan Jepang.148

Sedangkan PSII KPK yang dipimpin SMK menjalankan kegiatan-kegiatannya secara tidak terbuka. Sejak itu pula Institut Suffah menjadi sebuah lembaga kaderisasi bawah tanah yang illegal. Diperkirakan institut ini tetap melaksanakan kegiatan pendidikannya karena Malangbong sebagai tempat pendidikan jauh dari pusat kota, sehingga relatif tidak mendapat pantauan yang berarti.

Setelah Jepang menyetujui berdirinya Hizbullah sebagai organisasi militer Masyumi pada Desember 1944, Kartosuwiryo segera mengaktifkan kembali Institut Suffah. Namun berbeda dengan pada masa penjajahan Belanda, kali ini Institut Suffah berubah menjadi lembaga pendidikan militer, dimana siswanya di latih kedisiplinan dan latihan-latihan kemiliteran.149

Tahun 1945 Institut Suffah menjadi lembaga pelatihan militer Hizbullah, jumlah yang di latih boleh jadi mencapai sekitar 2000 orang. Bukan hanya pada masa pendidikannya, nilai penting Suffah justru pada masa setelah pendidikannya, ketika mereka harus mensosialisasikan ilmu dan keterampilan yang dimiliki kepada masyarakat asal dimana mereka berada. Dan ini terbukti mampu memobilisasi penduduk-penduduk desa seperti di Priangan Timur dan Jawa Tengah untuk mendukung eksistensi NII kelak.150

Institut Suffah berakhir ketika Belanda menyerang Garut dan merangsek sampai daerah Malangbong serta membakar tempat pendidikan Institut Suffah. Ketika itu Malangbong merupakan markas perlawanan terhadap Belanda dimana Kartosuwiryo mengkoordinasikan berbagai elemen organisasi kemiliteran di Jawa Barat termasuk Hizbullah dan Sabilillah. Dalam serangan tersebut sungguh disayangkan seluruh perpustakaan Kartosuwiryo dan semua catatan pribadinya terbakar habis bersama Suffah.151 Sejak itu pula Kartosuwiryo bersama keluarganya menjalani hidup dengan bergerilya melawan Belanda. (Baca juga Kisah Pengalamannya Wanita di Sisi Maridjan)

Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, PSII khususnya yang menganut prinsip Kooperatif akhirnya bergabung dengan segenap komponen bangsa lainnya turut serta andil dalam pembangunan politik Indonesia. PSII menjadi partai politik formal dengan ikut dalam Pemilu pertama tahun 1955 dan mendapat posisi ke lima dalam perolehan suara. 

pada tahun 1946, atas desakan cabang Sulawesi dan Sumatera, PSII parlementer ini aktif kembali dan dipimpin oleh Wondoamiseso Ketua Dewan Partai PSII.  Tanggal 17 Juli 1948 PSII bersama 20 Partai dan organisasi menyusun sebuah program nasional yang bertujuan mempertahankan RI dan memperjuangkan agar selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 1949 seluruh kepulauan Indonesia sudah dikuasai RI. PSII bekerja sama menyusun program itu bersama seluruh organisasi dari macam-macam idiologi, diantaranya adalah PKI, Partai Buruh Merdeka, PKI Merah, Parkindo, Partai Sosialis, Masyumi, PKRI, serta disetujui oleh Sentral Biro Sobsi, BTI, dll.  

Kongres nasional PSII (Majlis Tahkim) ke XXVII pada 25-31 Maret 1950 dilakukan di Yogyakarta karena merupakan ibukota RI, sementara Jakarta ketika itu adalah ibukota RIS. Kongres ini memutuskan beberaha point penting yang menegaskan jati diri PSII Abikusno, yaitu: 

  1. “Melepaskan sikap Hijrah non kooperation dan sikap perjuangan selanjutnya bersifat masal dan Legal Parlementer.
  2. Menerima perjanjian KMB sebagai fait acompli sebagai kelanjutan dari Royen Statement
  3. Melanjutkan perjuangan partai sesuai dengan isi dan jiwa proklamasi 17 Agustus 1945.”

Kongres Yogya 1950 ini secara prinsipil sama dengan Kongres 1940 Palembang, Dari catatan-catatan di atas menunjukkan bahwa PSII Abikusno yang aktif kembali sejak 1946 sudah meninggalkan kebijakan dan prinsip Hijrah. Sementara itu PSII KPK pimpinan SM Kartosuwiryo masih melanjutkan kegiatan secara clandestine pada masa penjajahan Jepang.

Pada masa Penjajahan Jepang, sebagaimana seluruh organisasi politik lainnya, PSII tiarap dan baru mulai aktif kembali setelah Indonesia merdeka dengan format Parlementer. Tahun September 1955 Pemilihan umum pertama yang dilaksanakan, PSII menjadi salah satu peserta pemilu dari 53 partai. Partai berada di urutan 5 dengan memperoleh 1.091.160 suara (2,89%) dan mendapatkan 8 kursi.

Demikianlah sejarah ringkas Sarekat Islam sejak masa berdirinya hingga menjelang Indonesia merdeka tahun 1945.

Footnore:
139) 
140) 
141) 
142) 
143) 
144) 
145) 
146) 
147) 
148) 
149) 
150) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.