Hudzaifah bin Yaman; Sang Penyimpan Rahasia


"Orang yang Mengetahui Rahasia Rasulullah Saw “Apa yang Diceritakan Hudzaifah kepada Kalian, Percayailah! Apa yang Dibacakan Abdullah bin Mas’ud kepada Kalian, Maka Bacalah!” 
(Hadits Rasulullah) 


“Jika engkau menjadi seorang muhajirin atau mau menjadi salah seorang suku Anshar, maka pilihlah salah satunya untuk dirimu!” Begitulah kalimat yang diucapkan Rasulullah Saw kepada Hudzaifah bin Yaman saat Beliau berjumpa dengannya pertama kali di Mekkah. Ada kisah menarik mengapa Hudzaifah diberi pilihan untuk memilih antara 2 golongan terhormat dikalangan muslimin ini: 

Al Yaman, ayah Hudzaifah adalah orang asli Mekkah dari Bani Absin akan tetapi ia pernah membunuh salah seorang kaumnya. Maka ia melarikan diri dari Mekkah menuju Yatsrib. Di sana ia bergabung dengan Bani Abd Al Asyhal dan menikah dengan salah satu anggotanya. Dan lahirlah anaknya yang bernama Hudzaifah. Lalu hilanglah penghalang antara Al Yaman dengan Mekkah dan ia mulai ragu untuk memilih Mekkah atau Yatsrib. Akan tetapi ia lebih lama tinggal dan sudah lebih akrab dengan Madinah. 

Begitu Islam muncul membawa cahayanya bagi jazirah Arab, Al Yaman ayah Hudzaifah adalah salah satu dari sepuluh orang Bani Absin yang datang menghadap Rasulullah dan menyatakan keislaman mereka dihadapan Beliau. Peristiwa itu terjadi sebelum Beliau hijrah ke Madinah. Oleh karena itu, Hudzaifah adalah orang Mekkah asli, namun besar di Madinah. 

Hudzaifah bin Yaman tumbuh di keluarga muslim. Ia di asuh oleh kedua orang tua yang termasuk pendahulu dalam agama Allah. Ia sudah masuk Islam sebelum masuk usia dewasa. 
    
Rasa rindu Hudzaifah untuk bertemu Rasulullah Saw memenuhi seluruh relung hatinya. Sejak ia masuk Islam, ia selalu mencari tahu informasi tentang diri Rasul. Ia juga senantiasa bertanya tentang ciri-ciri Beliau. Semakin ia tahu, maka semakin bertambah kerinduannya kepada Beliau. Maka berangkatlah Hudzaifah ke Mekkah untuk berjumpa denga Nabi. 

Begitu ia berjumpa dengan Beliau, ia langsung menanyakan: “Apakah saya ini termasuk kaum Muhajirin atau Anshar, ya Rasulullah?” Rasul langsung menjawab: “Jika engkau berkenan, engkau dapat bergabung dengan kaum muhajirin. Jika kau mau menjadi Anshar, silahkan saja. Pilihlah sesukamu!” Maka ia menjawab: “Saya adalah termasuk suku Anshar, ya Rasulullah!” 
     
Begitu Rasulullah Saw berhijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu mendampingi Beliau bagaikan sepasang mata. Ia juga ikut serta bersama Rasul dalam setiap jihad yang Beliau lakukan. 

Mengapa Hudzaifah tidak ikut serta dalam perang Badr, ada sebuah kisah yang akan diceritakan olehnya sendiri: Aku tidak bisa turut serta dalam perang Badr karena aku pada saat itu sedang di luar Madinah bersama ayahku. Lalu para kafir Quraisy menangkap kami dan bertanya: “Hendak kemana kalian?” 

Kami menjawab: “Hendak ke Madinah!” Mereka bertanya: “Apakah kalian hendak menjumpai Muhammad?” Kami menjawab: “Tidak ada tujuan kami selain Madinah.” Mereka masih saja tidak mau melepaskan kami kecuali setelah membuat perjanjian dengan kami agar kami tidak akan membantu Muhammad untuk memerangi mereka dan juga agar kami tidak turut berjuang bersamanya. Akhirnya, merekapun melepaskan kami. 

Begitu kami menghadap Rasulullah Saw kami menceritakan perjanjian yang kami buat dengan suku Quraisy dan kami bertanya kepada Beliau apa yang mesti kami perbuat? Rasul Saw menjawab: “Kita harus menepati janji dengan mereka, dan kita memohon pertolongan Allah untuk menghadapi mereka.” 
    
Pada perang Uhud, Hudzaifah bersama ayahnya Al Yaman turut berperang. Hudzaifah mendapatkan ujian yang amat berat pada peristiwa itu, dan ia dapat keluar dari peperangan dalam kondisi selamat. Sedangkan ayahnya telah gugur sebagai syahid dalam perang tersebut. Akan tetapi ia gugur bukan karena sabetan pedang musyrikin akan tetapi karena sabetan pedang muslimin. 

Ini menjadi sebuah kisah yang akan kami angkat pada bagian berikut: Pada perang Uhud, Rasulullah Saw menempatkan Al Yaman dan Tsabit bin Waqsyin di dalam benteng bersama para wanita dan anak-anak karena keduanya adalah orang tua yang sudah lanjut usia. Begitu peperangan berkecamuk, Al Yaman berkata kepada sahabatnya: 

“Mengapa kita berpangku tangan saja?! Tidak ada seseorang yang tersisa dari umurnya kecuali seperti seekor keledai yang kehausan. Usia kita tinggal hari ini saja atau besok. Mengapa kita tidak mengambil pedang dan bergabung dengan Rasulullah Saw. Semoga Allah menganugerahi kita syahadah bersama Nabi-Nya.” Kemudian keduanya mengambil pedang dan bergabung bersama manusia yang lainnya dan berkecamuk dalam gelombang perang. 

Ungkapan seperti seekor keledai yang kehausan adalah merupakan perumpamaan pendeknya masa karena keledai tidak dapat bersabar bila sudah merasa haus. Ungkapan “Usia kita tinggal hari ini saja atau besok” adalah perumpamaan bahwa mereka akan mati segera.

Tsabit bin Waqsyin mendapatkan kemuliaan Allah dengan gugur sebagai syahid di tangan kaum musyrikin. Sedangkan Al Yaman, ayah dari Hudzaifah mati tersabet oleh pedang pasukan muslimin namun mereka tidak menyadarinya. Hudzaifah berteriak-teriak menyebut: “Ayahku… ayahku!” Namun tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Akhirnya, tersungkurlah orang tua tadi akibat sabetan pedang para sahabatnya sendiri. Tidak ada yang dapat dikatakan oleh Hudzaifah kepada pasukan muslimin selain: “Semoga Allah mengampuni kalian, dan Ia adalah Dzat Yang Amat Pengasih.” 

Kemudian Rasulullah Saw berniat untuk memberikan kepada Hudzaifah diyat ayahnya. Hudzaifah lalu berkata: “Dia sebenarnya hanya mencari syahadah, dan ia telah mendapatkannya. Ya Allah, saksikanlah bahwa aku mensedekahkan diyatnya kepada kaum muslimin!” Maka hal itu menambahkan kemuliaan dirinya di sisi Rasulullah Saw. 
Diyat adalah harta yang diberikan kepada keluarga korban pembunuhan

Rasulullah Saw menyelami rahasia diri Hudzaifah bin Yaman, dan Beliau menemukan 3 buah tanda: Kecerdasan yang unggul membuatnya dapat menyelesaikan segala permasalahan. Pehamaman yang cepat dan patuh yang menyambut setiap seruan Beliau. Serta mampu menjaga rahasia sehingga tidak ada orang yang mampu mengetahui isi hatinya. Strategi Rasulullah Saw berdasarkan pada mengetahui potensi para sahabatnya, dan memanfaatkan potensi mereka yang tersembunyi. Hal itu dengan menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat. 
    
Permasalahan terbesar yang dihadapi oleh kaum muslimin di Madinah adalah adanya kaum munafikin dari bangsa Yahudi dan pendukungnya yang sering membuat makar terhadap Nabi dan para sahabatnya. Maka Nabi Saw menceritakan kepada Hudzaifah bin Yaman beberapa nama orang munafik –dan ini merupakan rahasia yang tidak ia ceritakan kepada salah seorang sahabatnya yang lain- 

Rasul memerintahkan kepadanya untuk mengawasi gerak-gerik dan aktivitas mereka, serta menolak bahaya mereka dari Islam dan kaum muslimin. Sejak saat itu, Hudzaifah bin Yaman mulai disebut sebagai Shahib Sirri Rasulillah Saw (Pemilik rahasia Rasulullah Saw). 
    
Rasul Saw memanfaatkan bakat Hudzaifah dalam sebuah kesempatan yang amat berbahaya dan amat membutuhkan kecerdasan dan pemahaman yang tinggi. Hal itu terjadi pada perang Khandaq dimana kaum muslimin sudah dikepung oleh musuh dari atas dan bawah mereka. Perang Khandaq terjadi pada tahun  5 H dan ia merupakan perang Al Ahzab.

Pengepungan terhadap muslimin berlangsung lama. Mereka semakin tersiksa. Mereka sudah kesusahan dan kesulitan. Sehingga pandangan sudah lamur dan hati sudah naik ke kerongkongan, dan sebagian kaum muslimin sudah berprasangka sesuatu kepada Allah Swt. Ini ungkapan perumpamaan tentang sulitnya keadaan.

Suku Quraisy serta para pendukungnya dari kaum musyrikin  juga mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda dari kaum muslimin. Murka Allah Swt telah tertumpah kepada mereka sehingga melemahkan kekuatan mereka dan menggoyahkan pilar-pilar mereka. Allah mengirimkan angin yang kencang kepada mereka sehinga kemah-kemah mereka terhempas, tungku makanan mereka terbalik, api tungku mereka menjadi padam. Wajah mereka tersiram dengn kerikil dan mata serta lobang hidung mereka tertutup oleh debu.  
    
Pada kondisi yang amat menentukan dalam sejarah peperangan ini; pasukan yang kalah mengerang terlebih dahulu, sedangkan pasukan yang menang adalah yang mampu bertahan setelah pasukan musuh menarik diri. 

Dalam masa-masa yang menentukan jalannya peperangan ini; intelijen dalam pasukan memiliki peran penting dalam menentukan sikap dan memberikan pandangan.  

Pada kesempatan ini Rasulullah Saw membutuhkan bakat dan pengalaman yang dimiliki Hudzaifah bin Al Yaman, dan bertekad untuk mengutusnya berangkat menyusup dalam barisan musuh di kegelapan malam, untuk dapat memberikan informasi sebelum diambil keputusan. Kita akan memberikan kesempatan kepada Hudzaifah untuk menceri takan sendiri kisah perjalanannya yang berbahaya ini. 

Hudzaifah berkisah: Pada malam itu kami duduk berjejer. Abu Sufyan dan rekan-rekannya para musyrikin Mekkah berada di atas kami. Sedangkan Bani Quraidzah suku Yahudi berada di bawah kami dan kami khawatir apabila mereka mengganggu para wanitadan anak-anak kami. Tidak pernah kami rasakan malam yang amat gelap seperti ini. Dan angin pada malam itu amat kencang bertiup. Suara angin bagaikan petir. Kegelapan malam membuat kami tidak mampu melihat jari tangan kami sendiri. 

Kemudian para munafikin meminta izin kepada Rasulullah Saw dengan berkata: “Rumah-rumah kami terbuka (mudah diserang) bagi musuh –sebenarnya rumah mereka tidak terbuka- padahal tidak ada seorangpun yang meminta izin kepada Beliau, pasti Beliau mengizinkannya. Padahal mereka menyusup ke barisan musuh dan tinggallah kami dengan pasukan yang berjumlah sekitar 300 orang saja. 
    
Pada saat itu, berdirilah Nabi Saw dan Beliau memeriksa kondisi kami satu per satu hingga Beliau menghampiriku dan mendapati bahwa aku tidak memiliki apa-apa untuk berlindung selain dengan mirth (Pakaian tak berjahit seperti sarung) miliki istriku yang hanya sebatas lutut saja. 

Kemudian Beliau mendekat ke arahku sedangkan aku bersimpuh bertekuk diri di tanah. Beliau berkata: “Siapakah ini?” Aku menjawab: “Saya Hudzaifah.” Ia bertanya lagi: “Hudzaifah?” Aku semakin meringkuk ke tanah karena aku malas berdiri sebab lapar dan dingin yang aku rasakan. Aku katakan: “Benar, ya Rasulullah!” Ia bersabda: “Ada sebuah informasi di pihak musuh. Mnyusuplah pada barisan mereka dan berikan informasi tersebut kepadaku!” 

Berangkatlah aku padahal aku adalah orang yang paling merasa takut dan merasa amat dingin. Kemudian Rasulullah Saw berdo’a: “Ya Allah jagalah ia dari depan, belakang, kanan, kiri, atas dan bawahnya!” Demi Allah, belum lagi do’a Rasul Saw selesai sehingga Allah Swt menghilangkan dari diriku segala rasa takut serta rasa dingin. 

Begitu aku hendak berangkat, Rasulullah Saw memanggilku seraya bersabda: “Ya Hudzaifah, janganlah kau melakukan apapun juga terhadap kaum tersebut sebelum kau datang kepadaku!” Kemudian aku menjawab: “Ya.”  Kemudian aku mulai menyusup di tengah kegelapan malam sehingga aku masuk dalam barisan kaum musyrikin dan aku berpura-pura menjadi salah seorang dari mereka. 

Tidak lama aku di sana, kemudian Abu Sufyan berdiri sambil berkhutbah:  “Wahai bangsa Quraisy, aku akan menyampaikan sebuah informasi yang aku khawatir akan didengar oleh Muhammad. Maka perhatikanlah oleh masing-masing kalian siapa yang duduk disampingnya.” Maka akupun kemudian menarik tangan orang yang berada di sampingku dan aku bertanya kepadanya: “Siapa kamu?” Ia menjawab: “Fulan bin Fulan.” 

Kemudian Abu Sufyan meneruskan: “Wahai bangsa Quraisy, Demi Allah kalian memiliki posisi yang tidak stabil. Kendaraan milik kita telah rusak. Bani Quraidzah telah meninggalkan kita. Dan kita telah diserang oleh angin yang begitu kencang seperti yang kalian lihat sendiri. 

Berangkatlah kalian, sebab aku akan berangkat.” Kemudian ia naik ke punggung unta, kemudiania melepaskan talinya. Ia lalu duduk di atas unta tersebut, kemudian menghentakkannya… Kalau saja Rasulullah Saw tidak menyuruhku agar aku tidak melakukan apapun juga sehingga aku kembali kepadanya, pasti aku sudah dapat membunuhnya dengan panah. 

Kemudian aku kembali menghadap kepada Nabi Saw dan aku dapati Beliau sedang berdiri melakukan shalat di atas sebuah mirth milik salah seorang istrinya. Begitu Beliau melihatku kemudian ia mendekatkan aku ke arah kakinya dan melemparkan ujung mirth kepadaku dan akupun menceri takan informasi yang baru aku ketahui. Kemudian Beliau begitu senang saat mendengarnya lalu memuji Allah Swt. 
    
Hudzaifah bin Al Yaman menjadi orang yang dipercaya untuk mengetahui rahasia orang-orang munafik selagi ia hidup. Para khalifah pun selalu berkonsultasi kepadanya. Bahkan Umar bin Khattab ra bila ada salah seorang muslim yang meninggal ia akan bertanya: “Apakah Hudzaifah turut hadir untuk shalat jenazah?” Kalau kaum muslimin menjawab ya, maka ia pun akan turut shalat. Jika mereka menjawab tidak, maka khalifah akan ragu dan lebih memilih untuk tidak melakukan shalat jenazah. 

Umar pernah bertanya kepada Hudzaifah suatu saat: “Adakah salah seorang dari para petugasku yang termasuk kaum munafikin?” Hudzaifah menjawab: “Ada, satu orang!” Umar berkata: “Tunjukkan kepadaku siapa orangnya!” Hudzaifah menjawab: “Aku tidak akan melakukannya.” Hudzaifah berkata: "Akan tetapi tidak lama kemudian Umar melengserkannya seolah Umar telah diberi petunjuk. 

Barangkali hanya sedikit kaum muslimin yang mengetahui bahwa Hudzaifah bin al Yaman adalah orang yang telah berjasa kepada kaum muslimin dalam menaklukan Nahawand, Dinawar, Hamadzan dan Ray (yaitu kota-kota besar di negeri Persia). Dia juga yang menjadi tokoh dalam menyatukan muslimin untuk menggunakan satu mushaf Al Qur’an setelah hampir mereka berseteru tentang Kitabullah. 

Meski demikian Hudzaifah bin Al Yaman amat takut kepada Allah akan irinya sendiri, dan amat khawatir akan hukuman-Nya. Saat ia menderita mati menjelang ajal. Beberapa orang sahabat mendatanginya di tengah malam. Hudzaifah bertanya kepada mereka: “Jam berapa sekarang?” Mereka menjawab: “Sudah hampir Shubuh.” Ia lalu berkata: “Aku berlindung kepada Allah dari waktu pagi yang akan mengantarkan aku ke dalam neraka… Aku berlindung kepada Allah dari waktu pagi yang akan mengantarkan aku ke dalam neraka.” Kemudian ia bertanya: “Apakah kalian sudah membawa kafan?” 

Kemudian ia berkata lagi: “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam kain kafan! Jika aku memiliki kebaikan di sisi Allah, maka aku akan menggantikan kafan tersebut dengan sebuah kebaikan lagi, Meskipun kebaikan yang lain telah diambil dari diriku.” 

Kemudian ia berdo’a: “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa aku lebih memilih hidup miskin daripada kaya. Aku lebih memilih hidup hina daripada terhormat. Dan aku lebih memilih kematian daripada hidup.” Kemudian ia berkata sambil melepaskan nafas terakhirnya: “Seorang kekasih datang untuk menemui yang dirindukannya. Tidak akan beruntung orang yang menyesal…” 

Semoga Allah merahmati Hudzaifah bin Yaman. Dia telah menjadi tipologi manusia yang jarang terdapat di muka bumi ini. 

Sumber : Dr. Abdurrahman Ra’fat al-Basya 65 Orang Shahabat Rasulullah SAW (Kaunee.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.