Sunnah sebagai istilah yang terdapat di dalam Al Quran ternyata memiliki pengertian yang berbeda dengan yang tercantum dalam fiqih. Beberapa kali Al Quran mengutip istilah sunnah yaitu istilah sunnatul-awwalin (QS. Al-Hijr : 13, QS. Al-Kahfi : 55), sunnatina dan juga sunnatullah.
Terjemahan ayat ini menambahkan kata Allah setelah sunnah. Mungkin ini maksudnya terjemah tafsiriyah, karena lafadz aslinya justru sunnatul-awwalin. Sunnah orang terdahulu. maksudnya bukan sunnah milik orang terdahulu, tetapi sunnah yang ditetapkan oleh Allah SWT terhadap orang terdahulu.
Sunnah Allah terhadap orang terdahulu maksudnya adalah kebiasaan yang terjadi dan menimpa orang terdahulu, kalau mereka membangkang dari ketentuan Allah. Sunnah Allah disini maksudnya bahwa Allah SWT terbiasa untuk menurunkan adzab kepada banyak umat terdahulu yang membangkang.
Ada lagi ungkapan sunnata man qad arsalna qablaka. Terjemahan menuliskan maknanya adalah ketetapan. Maksudnya setiap nabi yang diutus sudah punya ketetapan tersendiri.
سُنَّةَ مَنْ قَدْ اَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُّسُلِنَا وَلَا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيْلًا ࣖ
“(Kami menetapkan yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati perubahan bagi ketetapan Kami itu.” (QS. Al-Isra : 77)
Sunnah Allah disini maksudnya adzab Allah SWT kepada mereka yang mengingkari para nabi dan menyakiti mereka.
مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيْمَا فَرَضَ اللّٰهُ لَهٗ ۗسُنَّةَ اللّٰهِ فِى الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۗوَكَانَ اَمْرُ اللّٰهِ قَدَرًا مَّقْدُوْرًاۙ
“Tidak ada suatu keberatanpun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku,” (QS. Al-Ahzab : 38)
سُنَّةَ اللّٰهِ فِى الَّذِيْنَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ ۚوَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللّٰهِ تَبْدِيْلًا
“Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati peubahan pada sunnah Allah.” (QS. Al-Ahzab : 62)
Sedangkan istilah ‘sunnah nabi’ (سنة النبي ) atau ‘sunnah rasul’ (سنة الرسول ) dalam arti perkataan atau perbuatan Nabi SAW malah tidak kita temukan dalam Al-Quran. Setidaknya dalam bentuk eksplisit. Namun kalau dalam ungkapan lain yang kemudian ditafsirkan sebagai sunnah atau hadits, yaitu sebagai penjelasan dari Al-Quran. Dan yang digunakan adalah kata al-hikmah yang dipasangkan dengan al-kitab (Al-Quran), sebagaimana tafsiran para ulama.
هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ
“ Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Jumuah : 2)
Sekarang kita akan melihat pengertian sunnah secara bahasa. Secara bahasa, kata ’sunnah’ dipahami dengan beragam arti serta bermacam penggunaan, di antaranya :
1. At-thariqah ( الطّرِيقة ) : tata cara.
2. Al-‘adah ( العادة ) : adat atau kebiasaan.
3. As-sirah ( السِّيرة ) : perilaku.
Di dalam hadits nabawi disebutkan istilah sunnah dengan makna bahasa, misalnya
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memulai mengerjakan perbuatan baik dalam Islam (sehingga menjadi kebiasaan ummat), maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk (sehingga menjadi kebiasaan ummat), maka dia akan mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR Bukhari Muslim dari Jarir ra).
Adapun pengertian sunnah bisa dilihat dalam beberapa tinjauan, yaitu
1. Sunnah Menurut Ilmu Ushul Fiqih
Menurut disiplin ilmu ushul, sunnah adalah :
ما ورد عنِ النّبِيِّ مِن قولٍ أو فِعلٍ أو تقرِيرٍ
"Segala yang diriwayat dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir (sikap mendiamkan sesuatu yang dilihatnya)."
Dengan kata lain, pengertian sunnah menurut disiplin ilmu ushul fiqih sama dengan pengertian hadits dalam ilmu hadits. Rasulullah SAW pernah menggunakan istilah sunnah dengan maksud untuk menyebutkan sumber kedua dari agama Islam.
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
"Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya." (HR Malik)
2. Sunnah Menurut Ilmu Hadits
Pengertian Al-Hadits
Kata al-hadits (الحديث ) dalam bahasa Arab punya banyak makna, salah satunya berarti baru (الحديد ). Dan hadits juga berarti perkataan, sebagaimana firman Allah SWT :
فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا
“Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?” (QS. An-Nisa’ : 78)
Sedangkan secara istilah, di dalam ilmu hadits, yang dimaksud dengan hadits adalah
ما أُضِيف إِلى النّبِيِّ مِن قولٍ أو فِعلٍ أو تقريرٍ أو وصفٍ خِلقيٍّ أو خُلُقِيٍّ
"Segala hal yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat khilqiyah dan khuluqiyah".
Sifat khuluqiyah maksudnya adalah sifat-sifat yang berupa wujud pisik, seperti warna kulit, warna rambut, bentuk wajah, dan semua ciri-ciri pisik lainnya. Sedangkan sifat khuluqiyah maksudnya adalah segala sifat yang berupa sikap, tingkah laku, tata cara, gestur, dan hal-hal sejenisnya.
Ada beberapa perbedaan antara hadits dan sunnah. Istilah Al-Hadits tidak hanya mencakup apa-apa yang disandarkan kepada Nabi SAW saja, tetapi apa yang menjadi ucapan dan perbuatan para shahabat pun termasuk di dalam hadits. Karena kita mengenal istilah hadits mauquf dan hadits maqthu.’
Hadits maufuq adalah hadits yang periwayatannya tidak sampai kepada Nabi SAW, namun berhenti sampai kepada level shahabat saja. Sedangkan Hadits mauquf adalah hadits yang periwayatannya hanya sampai ke level tabi’in. Sedangkan ketika kita menyebut istilah As-Sunnah, maksudnya selalu sunnah Rasulullah SAW, dan bukan sunnah dari para shahabat beliau.
Adapun dari segi periwayatan yaitu kekuatan periwayatan, ketika kita menyebut istilah al-hadits, maka termasuk pula di dalamnya semua jenis hadits, baik yang shahih, hasan, atau pun yang dhaif. Bahkan termasuk juga disebut hadits walau pun sebenarnya semata-mata hanya hadits palsu. Kita mengenal istilah hadits maudhu’.
Namun kita tidak pernah menyebut istilah sunnah hasan atau sunnah dhaif, apalagi sunnah palsu. Sebab istilah as-sunnah sudah memastikan hanya apa-apa yang shahih dari Rasulullah SAW, dan tidak termasuk yang lemah atau yang palsu.
3. Sunnah Menurut Ilmu Fiqih
Sedangkan pengertian sunnah menurut para ahli fiqih adalah :
ما يُثابُ فاعِلُهُ ولا يُعاقبُ تارِكُهُ
"Segala tindakan dimana pelakunya mendapat pahala dan yang tidak melakukannya tidak berdosa."
Para ahli fiqih sering menggunakan istilah sunnah sebagai nama dari suatu status hukum. Misalnya ada shalat fardhu dan ada shalat sunnah. Shalat fardhu itu bila dikerjakan akan mendatangkan pahala sedangkan bila tidak dikerjakan akan mendatangkan dosa. Sedangkan shalat sunnah bila dikerjakan mendapatkan pahala tapi bila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Dari perbedaan definisi sunnah di atas, kita harus membedakan antara sunnah Nabi dengan perbuatan yang hukumnya sunnah. Kita ambil contoh yang mudah. Nabi SAW disebutkan dalam banyak hadits punya penampilan yang khas, seperti berjenggot, berjubah, bersorban, pakai selendang hijau, berambut panjang, berpegangan pada tongkat saat berkhutbah, makan dengan tiga jari, mengunyah 33 kali, beristinja’menggunakan batu, minum susu kambing mentah tanpa dimasak yang diminum bersama banyak orang dari satu wadah, mencelupkan lalat ke dalam air minum, dan banyak lagi.
Semua itu kalau dilihat dari pengertian sunnah dalam ilmu ushul fiqih, memang merupakan perbuatan Nabi SAW. Akan tetapi kalau dilihat dari Ilmu Fiqih, meski sebuah perbuatan itu dilakukan oleh Nabi SAW, secara hukum belum tentu menjadi sunnah yang berpahala bila dikerjakan.
Kadang perbuatan Nabi SAW secara hukum menjadi wajib bagi umat Islam, seperti shalat lima waktu, puasa Ramadhan, berhaji ke Baitullah, dan lainnya. Tetapi perbuatan Nabi SAW hukumnya hanya menjadi sunnah, seperti shalat Tahajjud, shalat Dhuha, puasa Senin Kamis, puasa hari Arafah, puasa 6 hari bulan Syawwal dan lainnya.
3. Sunnah Menurut Ahli Kalam
Para ulama ahli kalam juga sering menggunakan istilah sunnah untuk menyebutkan kelompok yang selamat aqidahnya, sebagai lawan dari aqidah yang keliru dan sesat.
Mereka menggunakan istilah ahlussunnah, untuk membedakan dengan ahli bid’ah, yang maksudnya adalah aliran-aliran ilmu kalam yang dianggap punya landasan aqidah yang menyimpang dari apa yang telah digariskan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat.
Maka kita mengenal istilah ’sunni’ untuk umat yang beraqidah lurus dan seusai dengan ajaran Nabi SAW, dan membuat istilah syi’ah, muktazilah, qadariyah, jabariyah, khawarij, dan lainnya untuk menegaskan bahwa aliran-aliran itu tidak sesuai dengan apa yang disunnahkan oleh Nabi SAW.
Sebagai catatan, ternyata ada sekelompok ummat Islam yang kemudian membuat definisi lain tentang sunnah. Kelompok salafi punya pengertian Sunnah yang berbeda dari semua pengertian sunnah yang sudah baku di atas. Mereka menyebut Sunnah untuk mencirikan dan membuat identitas yang membedakan kelompok mereka dengan siapapun yang tidak mereka sukai.
Padahal apa yang mereka sebut Sunnah itu sebenarnya sekedar masalah khilafiyah, dimana umat Islam sejak 14 abad ini tidak sepakat. Misalnya, dalam mata kuliah Aqidah kita kenal berbagai macam aliran yang berkembang di tengah umat Islam. Lalu mereka memilih salah satunya sambil menyalah-nyalahkan yang lain.
Dalam hal ini mereka menuduh bahwa paham aqidah asya'ariyah dan maturidiyah sebagai paham yang tidak sesuai Sunnah. Tentu yang dimaksud adalah sunnah versi kelompok mereka sendiri. Dalam hal ini sebenarnya konsep aqidah versi Ibnu Taimiyah.
Untuk semua pilihan dalam ilmu fiqih, apa yang mereka koleksi atas pilihan mereka itu mereka namakan dengan istilah 'Sunnah'. Jadi istilah Sunnah ini berubah jadi semacam identitas, lalu muncul berbagai macam penamaan sunnnah yang unik, seperti masjid Sunnah, ustadz sunnah, pasar Sunnah, komplek perumahan Sunnah, sekolah Sunnah, kampus Sunnah, olah raga sunnah, warung Sunnah, pernikahan Sunnah, madu Sunnah, obat Sunnah, dan seterusnya. Yang aneh jika bukan milik mereka, maka label Sunnah itu mereka buang. Seolah label Sunnah itu hanya previlage mereka saja.
Jadi pengertian Sunnah menurut kelompok ini adalah, "segala yang kami sukai itu Sunnah dan segala yang kami tidak suka berarti tidak Sunnah". Masalahnya kelompok ini jumlahnya banyak, bukan hanya satu. Dan secara sunnatullah, rupanya mereka sering ribut juga secara internal. Maka saling tuduh tidak Sunnah itu pun terjadi dengan sesama mereka sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.