Pada tahun pertama dari khilafah Utsman yaitu tahun 24 Hijri, negeri Rayyi berhasil ditaklukan. Sebelumnya negeri ini pernah ditaklukan tetapi kemudian dibatalkan. Pada tahun yang sama berjangkit wabah demam berdarah yang menimpa banyak orang. Khalifah Utsman sendiri terkena sehingga beliau tidak dapat menunaikan ibadah haji. Pada tahun ini Utsman mengangkat Sa'ad bin Abi Waqqash menjadi gubernur Kufah menggantikan Mughirah bin Syu'bah.
Di tahun 25 Hijri, Utsman memecat Sa'ad bin Abi Waqqash dari jabatan gubernur Kufah dan sebagai gantinya diangkatlah Walid bin Uqbah bin Abi Mu'ith, seorang shahabi dan saudara se-ibu dengan Utsman. Inilah sebab pertama dituduhnya Utsman melakukan nepotisme.
Pada tahun 26 Hijri, Utsman melakukan perluasan Masjidil Haram dengan membeli sejumlah tempat dari para pemiliknya lalu disatukan dengan masjid. Pada tahun 27 Hijri Mu'awiyah melancarkan serangan ke Qubrus (Syprus) dengan membawa pasukannya menyeberangi lautan. Di antara pasukan ini terdapat Ubadah bin Shamit dan istrinya, Ummu Haram binti Milhan al-Anshariah.
Dalam perjalanan Ummu Haram jatuh dari kendaaraannya kemudian syahid dan dikuburkan di sana. Nabi saw pernah memberitahukan kepada Ummu Haram tentang pasukan ini seraya berdo'a agar Ummu Haram menjadi salah seorang dari anggota pasukan ini.
Pada tahun ini Utsman menurunkan Amru bin al-'Ash dari jabatan gubernur Mesir dan sebagai gantinya diangkatlah Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh. Kemudian dia menyerbu Afrika dan berhasil menaklukannya dengan mudah. Di tahun ini pula Andalusia berhasil ditaklukan.
Tahun 29 Hijri negeri-negeri lain berhasil ditaklukan. Pada tahun ini Utsman bin Affan RA memperluas Masjid Madinah Munawarah dan membangunnya dengan batu-batu berukir. Ia membuat tiangnya dari batu dan atapnya dari kayu (tatal). Panjangnya 160 depa dan luasnya 150 depa.
Negeri-negeri Khurasan ditaklukan pada tahun ke-30 Hijri sehingga banyak terkumpul kharaj (infaq penghasilan) dan harta dari berbagai penjuru. Allah memberikan karunia yang melimpah dari semua negeri kepada kaum Muslimin.
a. Awal Pertikaian
Pada tahun 32 Hijriyah Abbas bin Abdul Muththalib, Abdurrahman bin Auf, Abdullah bin Mas'ud dan Abu Darda' wafat. Orang-orang yang pernah menjabat sebagai Hakim negeri Syam sampai saat itu ialah Muawiyah, Abu Dzarr bin Jundab bin Junadah al-Ghiffari dan Zaid bin Abdullah ra. Pada tahun ke-33 Hijri Abdullah bin Mas'ud bin Abi Sarh menyerbu Habasyah.
Seperti diketahui, Utsman bin Affan RA mengangkat para kerabatnya dari Banu Umaiyyah menduduki berbagai jabatan. Kebijaksanaan ini mengakibatkan dipecatnya sejumlah sahabat dari berbagai jabatan mereka dan digantikan oleh orang yang diutamakannya dari kerabatnya. Kebijaksanaan ini mengakibatkan rasa tidak senang orang banyak terhadap Utsman. Hal inilah yang dijadikan pemicu dan sandaran oleh orang Yahudi -Abdullah bin Saba' dan teman-temannya- untuk membangkitkan fitnah.
Ibnu Katsir meriwayatkan, Penduduk Kufah umumnya melakukan pemberontakkan dan konspirasi terhadap Sa'id bin al- 'Ash, Amir Kufah. Kemudian mereka mengirim utusan kepada Utsman guna menggugat kebijaksanaannya dan alasan pemecatan sejumlah oarang dari Banu Umamiyah. Dalam pertemuan ini, utusan tersebut berbicara kepada Utsman dengan bahasa yang kasar sekali sehingga membuat dada Utsman sesak. Beliau lalu memanggil semua Amir pasukan untuk dimintai pendapatnya.
Maka berkumpullah dihadapannya Mu'awiyah bin Abu Sofyan: Amir negeri Syam, Amer bin al-'Ash: Amir negeri Mesir, Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh: Amir negeri Maghrib, Sa'id bin ah'Ash: Amir negeri Kufah dan Abdullah bin Amir: Amir negeri Bashrah.
Kepada mereka, Utsman meminta pandangan mengenai peristiwa yang terjadi dan perpecahan yang muncul... Kemudian masing-masing dari mereka mengemukakan pendapat dan pandangannya. Setelah mendengar berbagai pandangan dan mendiskusikannya, akhirnya Utsman memutuskan untuk tidak melakukan penggantian para gubernur dan pembantunya.
Kepada masing-masing mereka, Utsman memerintahkan agar menjinakkan hati para pemberontak dan pembangkang tersebut dengan memberi harta dan mengirim mereka ke medan peperangan lain dan pos-pos perbatasan.
Setelah peristiwa ini, di Mesir muncul satu kelompok dari anak-anak para sahabat. Mereka menggerakkan massa untuk menentang Utsman dan menggugat sebagian besar tindakannva. Kelompok ini melakukan tindakan tersebut tentu setelah Abdullah bin Saba' berhasil menyebarkan kerusakan dan fitnah di Mesir. Ia berhasil menghasut sekitar 600 orang untuk berangkat ke Madinah dengan berkedok melakukan ibadah umrah. Tetapi sebenarnya mereka bertujuan menyebarkan fitnah dalam masyarakat Madinah.
Tatkala mereka hampir memasuki Madinah, Utsman mengutus Ali untuk menemui mereka dan berbicara kepada mereka. Kemudian Ali berangkat menemui mereka di Juhfah. Mereka ini mengagungkan Ali dengan sangat berlebihan, karena Abdullah bin Saba' telah berhasil mempermainkan akal fikiran mereka dengan berbagai khurafat dan penyimpangan. Tetapi setelah Ali membantah semua penyimpangan pemikiran yang sesat itu, mereka menyesali diri seraya berkata, "Orang inikah yang kalian jadikan sebagai sebab dan dalih untuk memerangi dan memprotes Khalifah (Utsman)?" Kemudian mereka kembali dengan membawa kegagalan.
Ketika menghadap Utsman, Ali melaporkan kepulangan mereka dan mengusulkan agar Utsman menyampaikan pidato kepada orang banyak guna meminta ma'af atas tindakannya mengutamakan sebagian kerabatnya dan bahwa ia telah bertaubat dari tindakan tersebut.
Usulan ini diterima oleh Utsman, kemudian Utsman berpidato di hadapan orang banyak pada hari Jum'at. Dalam pidato ini diantaranya Utsman mengatakan, “Ya Allah, aku memohon ampunan kepada-Mu dan aku bertaubat kepada-Mu. Ya Allah, aku adalah orang yang pertama kali bertaubat dari apa yang telah aku lakukan."
Pernyataan ini diucapkannya sambil menangis sehingga membuat semua orang ikut menangis... Kemudian Utsman menegaskan kembali bahwa ia akan menghentikan kebijakan yang menyebabkan timbulnya protes tersebut. Ditegaskannya bahwa ia akan memecat Marwan dan kerabatnya.
Tetapi setelah penegasan tersebut Marwan bin Hakam menemui Utsman. Dia menghamburkan kecaman dan protes, kemudian berkata, "Andaikan ucapanmu itu engkau ucapkan pada waktu engkau masih sangat kuat niscaya aku adalah orang yang pertama menerima dan mendukungnya, tetapi engkau mengucapkannya ketika banjir bah telah mencapai puncak gunung. Demi Allah, melakukan suatu kesalahan kemudian meminta ampunan dari-Nya adalah lebih baik daripada taubat karena takut kepada-Nya. Jika suka, engkau dapat melakukan taubat tanpa menyatakan kesalahan kami."
Kemudian Marwan memberitahukan kepadanya bahwa di balik pintu ada segerombolan orang. Utsman menunjuk Marwan untuk berbicara kepada mereka sesukanya. Marwan lalu berbicara kepada mereka dengan suatu pembicaraan yang buruk sehingga merusak apa yang selama ini diperbaiki oleh Utsman. Dalam pembicaraannya, Marwan berkata, "Kalian datang untuk merehut kerajaan dari tangan kami. Keluarlah kalian dari sisi kami. Demi Allah, jika kalian nembangkang kepada kami niscaya kalian akan menghadapi kesulitan dan tidak akan menyukai akibatnya."
Setelah mengetahui hai ini, Ali segera datang menemui Utsman dan dengan nada marah ia berkata, "Kenapa engkau meridhai Marwan sementara dia tidak menghendaki kecuali memalingkan engkau dari agama dan pikiranmu? Demi Allah, Marwan adalah orang yang tidak layak dimintai pendapat tentang agama atau dirinya sekalipun.. Demi Allah, aku melihat bahwa dia akan menghadirkan kamu kemudian tidak akan mengembalikan kamu lagi. Saya tidak akan kembali setelah ini karena teguranku kepadamu."
Setelah Ali keluar, Na'ilah masuk menemui Utsman (ia telah mendengarkan apa yang diucapkan Ali kepada Utsman) kemudian berkata: "Aku harus bicara atau diam?" Utsman menjawab: "Bicaralah." Na'ilah berkata: "Aku telah mendengar ucapan Ali bahwa dia tidak akan kembali lagi kepadamu karena engkau telah menta'ati Marwan dalam segala apa yang dikehendakinya." Utsman berkata: "Berilah pendapatmu kepadaku."
Na'ilah memberikan pendapatnya: "Bertaqwalah kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Ikutilah sunnah kedua sahabatmu yang terdahulu (Abu Bakar dan Umar). Sebab, jika engkau menta'ati Marwan niscaya dia akan membunuhmu. Marwan adalah orang yang tidak memiliki harga di sisi Allah, apalagi rasa takut dan cinta. Utuslah seseorang menemui Ali guna meminta ishlahnya, karena dia memiliki kekerabatan denganmu dan dia tidak layak ditentang."
Kemudian Utsman mengutus seseorang kepada Ali, tetapi Ali menolak datang. Dia berkata: "Aku telah memberitahukan kepadanya bahwa aku tidak akan kembali lagi." Sikap ini merupakan permulaan krisis yang menyulut api fitnah dan memberika peluang kepada para tukang fitnah untuk memperbanyak kayu bakarnya dan mencapai tujuan-tujuan busuk yang mereka inginkan.
b. Awal Fitnah dan Pembunuhan Utsman.
Utsman menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun. Tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan celah untuk mendendamnya. Bahkan beliau lebih dicintai oleh orang-orang Quraisy umumnya kenimbang Umar. Karena Umar bersikap keras terhadap mereka, sedangkan Utsman bersikap lemah lembut dan selalu menjalin hubungan dengan mereka.
Tetapi masyarakat mulai berubah sikap terhadapnya tatkala ia mengutamakan kerabatnya dalam pemerintahan, sebagaimana telah kami sebutkan. Kebijaksanaan ini dilakukan Utsman atas pertimbangan silaturrahim yang merupakan salah satu peritah Allah. Namun kebijaksanaan ini pada akhirnya menjadi sebab pembunuhannya.
Ibnu Asakir meriwayatkan dari az-Zuhri, ia berkata, "Aku pernah berkata kepada Sa'id bin Musayyab, "Ceritakanlah kepadaku tentang pembunuhan Utsman? Bagaimana hai ini sampai terjadi?" Ibnul Musayyab berkata, "Utsman dibunuh secara aniaya. Pembunuhnya adalah zhalim dan pengkhianatnya adalah orang yang memerlukan ampunan." Kemudian Ibnul Musayyab menceritakan kepada az-Zuhri tentang sebab pembunuhannya dan bagaimana hal itu dilakukan.
Kami sebutkan di sini secara singkat: Para penduduk Mesir datang mengadukan Ibnu Abi Sarh. Setelah pengaduan ini, Utsman menulis surat kepadanya yang berisikan nasehat dan peringatan terhadapnya. Tetapi Abu Sarh tidak mau menerima peringatan Utsman bahkan mengambil tindakan keras terhadap orang yang mengadukannya.
Kemudian para tokoh sahabat, seperti-Ali, Thalhah dan Aisyah, mengusulkan agar Utsman memecat Ibnu Abi Sarh dan menggantinya dengan orang lain. Lalu Utsman berkata kepada mereka: "Pilihlah orang yang dapat menggantikannya." Mereka mengusulkan Muhammad bin Abu Bakar. Kemudian Utsman menginstruksikan hal tersebut dan mengangkatnya secara resmi. Surat keputusan ini kemudian dibawa oleh sejumlah sahabat ke Mesir. Tetapi baru tiga hari perjalanan dari Madinah, tiba-tiba mereka bertemu dengan seorang pemuda hitam berkendaraan onta yang berjalan mundur maju.
Kemudian para sahabat Rasulullah itu menghentikannya seraya berkata, "Kamu ini kenapa, kamu terlihat seperti orang yang lari atau mencari sesuatu?" Ia menjawab: "Saya adalah pembantu Amirul Mu'minin, yang di utus untuk menemui gubernur Mesir." Ketika ditanya: "Utusan siapa kamu ini?" Dengan gagap dan ragu-ragu ia kadang-kadang menjawab: "Saya pembantu Amirul Mu'minin", dan kadang-kadang pula ia menjawab: "Saya pembantu Marwan." Kemudian mereka mengeluarkan sebuah surat dari barang bawaannya. Di hadapan dan disaksikan oleh para sahabat dari Anshar dan Muhajirin tersebut, Muhammad bin Abu Bakar membuka surat tersebut, yang ternyata berisi, "Jika Muhammad beserta si fulan dan si fulan datang kepadamu maka bunuhlah mereka dan batalkanlah suratnya. Dan tetaplah engkau melakukan tugasmu sampai engkau menerima keputusanku. Aku menahan orang yang akan datang kepadaku mengadukan dirimu."
Akhirnya para sahabat itu kembali ke Madinah dengan membawa surat tersebut. Kemudian mereka mengumpulkan para tokoh sahabat dan memberitahukan ihwal surat dan kisah utusan tersebut. Peristiwa ini membuat seluruh penduduk Madinah gempar dan benci terhadap Utsman. Setelah melihat hai ini, Ali segera memanggil beberapa tokoh sahabat antara lain: Thalhah, Zubair, Sa'ad dan Ammar. Bersama mereka, Ali dengan membawa surat, pembantu, dan onta tersebut, masuk menemui Utsman.
Ali bertanya kepada Utsman: "Pemuda ini apakah pembantumu?" Utsman menjawab: 'Ya." Ali bertanya lagi: "Onta ini apakah ontamu?" Utsman menjawab: 'Ya." Ali bertanya lagi: "Apakah kamu pernah menulis surat ini?" Utsman menjawab: "Tidak." Kemudian Usman bersumpah dengan nama Allah bahwa, "Aku tidak pernah menulis surat tersebut, tidak pernah memerintahkan penulisan surat, dan tidak mengetahui ihwal surat tersebut." Ali bertanya lagi: "Stempel ini apakah stempelmu?" Utsman menjawab: "Ya. "Ali bertanya lagi, "Bagaimana pembantumu ini bisa keluar dengan menunggang ontamu dan membawa surat yang distempel dengan stempelmu sedangkan engkau tidak mengetahuinya?" Kemudian Utsman bersumpah dengan nama Allah, "Aku tidak pernah menulis surat ini, tidak pernah memerintahkannya dan tidak pernah pula mengutus pembantu ini ke Mesir."
Kemudian mereka memeriksa tulisan surat tersebut dan mengetahui bahwa surat itu ditulis oleh Marwan. Lalu mereka meminta kepada Utsman agar menyerahkan Marwan kepada mereka tetapi Utsman tidak bersedia melakukannya, padahal Marwan saat itu berada di dalam rumahnya. Akhimya orang-orang keluar dari rumah Utsman dengan perasaan marah. Mereka mengetahui bahwa Utsman tidak berdusta dalam bersumpah, tetapi mereka marah karena dia tidak bersedia menyerahkan Marwan kepada mereka.
Maka tersiarlah berita tersebut di seantero Madinah, sehingga sebagian masyarakat mengepung rumah Utsman dan tidak memberikan air kepadanya. Setelah Utsman dan keluarganya merasakan kepayahan akibat terputusnya air, ia menemui mereka seraya berkata, "Adakah seseorang yang sudi memberitahu Ali agar memberi air kepada kami?" Setelah mendengar berita ini, Ali segera mengirim tiga qirbah air. Kiriman air ini pun sampai kepada Utsman melalui cara yang sulit sekali.
Dalam pada itu Ali mendengar desas desus tentang adanya orang yang ingin membunuh Utsman, lalu ia berkata: 'Yang kita inginkan darinya adalah Marwan, bukan pembunuhan Utsman." Kemudian Ali berkata kepada Hasan dan Husain, "Pergilah dengan membawa pedang kalian untuk menjaga pintu rumah Utsman. Jangan biarkan seorang pun masuk kepadanya." Hal ini juga dilakukan oleh sejumlah sahabat Rasulullah SAW, demi menjaga Utsman. Ketika para pengacau menyerbu pintu rumah Utsman ingin masuk dan membunuhnya, mereka dihentikan oleh Hasan dan Husain serta sebagian sahabat.
Sejak itu mereka mengepung rumah Utsman lebih ketat dan secara sembunyi-sembunyi berhasil masuk dari atap rumah. Mereka berhasil menebaskan pedang sehingga khalifah Utsman terbunuh. Ketika mendengar berita ini, Ali datang dengan wajah marah seraya berkata kepada dua orang anaknya, "Bagaimana Amirul Mu'minin bisa dibunuh sedangkan kalian berdiri menjaga pintu?" Kemudian Ali menampar Hasan dan memukul dada Husain serta mengecam Muhammad bin Thalhah dan Abdullah bin Zubair. Demikianlah, pembunuhan Utsman merupakan pintu dari mata rantai fitnah yang terus membentang tanpa akhir.
c. Pembai'atan Ali Dan Mencari Pembunuh Utsman.
Ali keluar dari rumah Utsman dengan penuh kemarahan terhadap peristiwa yang terjadi, sementara itu orang-orang berlarian kecil mendatangi Ali seraya berkata: "Kita harus mengangkatAmir, ulurkan tanganmu, kami bai’at. Ali Menjawab, "Urusan ini bukan hak kalian, tetapi hak para pejuang Badr. Siapa yang disetujui oleh para pejuang Badr maka dialah yang berhak menjadi khalifah." Kemudian tidak seorang pun dari para pejuang Badr kecuali telah mendatangi Ali seraya berkata, "Kami tidak metihat adanya seorang yang lebih berhak menjabat sebagai khaffah selain dirimu. Ulurkanlah tanganmu, kami bai'at. " Lalu mereka membai'atnya.
Belum selesai pengangkatan dan pembai'atan Ali sebagai khalifah, Marwan dan anaknya telah melarikan diri.
Ali datang kepada istri Utsman menanyakan tentang para pembunuh Utsman. Istri Utsman menjawab: "Saya tidak tahu. Ada dua orang yang masuk kepada Utsman beserta Muhammad bin Abu Bakar." Kemudian Ali menemui Muhammad, menanyakan tentang apa yang dikatakan oleh istri Utsman tersebut. Muhammad menjawab,
"Istri Utsman tidak berdusta. DemiAllah, tadinya aku masuk kepadanya dengan tujuan ingin membunuhnya tetapi kemudian aku teringat pada ayahku sehingga aku membatalkannya. Aku bertaubat kepada Allah. DemiAllah, aku tidak membunuhnya bahkan aku tidak menyentuhnya." Istri Utsman menyahut, "Dia benar, tetapi dialah yang memasukkan kedua orang tersebut."
Ibnu Asakir meriwayatkan dari Kinanah, mantan budak Shafiah, dan lainnya. Mereka berkata: "Utsman dibunuh oleh seorang lelaki dari Mesir berkulit biru kecoklatan." Ibnu Asakir juga meriwayatkan dari Abu Tsaur al-Fahmi, ia berkata,
"Aku pernah masuk kepada Utsman ketika sedang di kepung lalu beliau berkata: "Aku telah bersembunyi di sisi Rabb-ku selama 10 hari. Sesungguhnya aku adalah orang keempat yang pertama kali Islam. Aku juga pernah membekali pasukan yang tengah menghadapi kesulitan (Jaisyul 'usrah). Kepadaku Rasulullah SAW pernah menikahkan anak perempuan beliau, kemudian ia meninggal dan aku dinikahkan lagi dengan anak perempuannya yang lain... Tidaklah pernah lewat satu Jum'at semenjak aku masuk Islam kecuali pada hari itu aku memerdekakan budak, manakala aku memiliki sesuatu untuk memerdekakannya. Aku tidak pernah berzina di masa jahiliah apa lagi di masa Islam. Aku tidak pernah mencuri di masa Jahiliah apalagi di masa Islam. Aku juga pernah menghimpun al-Qur'an di masa Rasulullah SAW."
Menurut riwayat yang shahih, khalifah Utsman dibunuh pada pertengahan hari tasyriq tahun ke-35 Hijri.
Lihat juga Khalifah Utsman bin Affan DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.