Khalifah Usman Bin Affan (23-36 H/644-656 M)



Sebagaimana halnya dua khalifah sebelumnya, 'Usman juga menyampaikan "pidato kenegaraan" saat pelantikannya sebagai Khalifah. 
“Sesungguhnya engkau sekalian hidup di negeri yang fana dan her ada dalam pemerintahan yang tidak kekal Karena itu, segeralah berbuat baik sekuat mampum u untuk menyongsong batas kehidupanmu. Ketahuilah, sesungguhnya dunia inihanyalah kesenangan yang penuh dengan tipu daya. Jangan kalian terseret olehnya. Ja-nganlah tipu day a itu melalaikan kalian dari Allah. Ambillah pela-jar an dari peristiwa-peristiwa masa lampau, kemudian bersungguh-sunguhlah dan jangan kalian lalai. Sesungguhnya Allah tidak pernah lengah terhadap kalian. Adakah orang-orang yang tinggal dan menikmati kehidupan di dunia ini yang kekal abadi? Jauhkanlah dunia ini, sebagaimana diperintahkan-Nya, raihlah kebahagiaan akhirat. (Kemudian 'Usman mengutip ayat Al-Quran surat al-Kahfi, 18:45 yang mengumpamakan kehidupan dunia seperti air hujan yang turun dari langit. Dengan air tersebut ditum-buhkan-Nyalah tumbuh-tumbuhan. Setelah itu, tumbuhan tersebut kering ditiup angin).

Pidato ini, tidak seperti pidato dua khalifah sebelumnya, tidak memperlihatkan visi politik Usman yang jelas dalam menjalankan pemerintahannya. Pidato ini lebih bersifat sebagai nasihat seorang tua kepada anak-anaknya. Kalau diteliti lebih jauh, kelihatannya 'Usman memang bukan seorang negarawan. Selama hidupnya, 'Usman lebih dikenal sebagai seorang pengusaha suskes yang banyak menyumbangkan harta bendanya untuk kepentingan Islam. Memang, dari dua cucu 'Abd al-Manaf, yakni 'Umaiyah dan 'Abd al-Muththalib, yang pertama ('Umaiyah) lebih banyak bergelut di bidang bisnis. Inilah darah yang diwarisi 'Usman sebagai anggota keluarga Bani Umaiyah. Sedangkan yang kedua memang lebih memfokuskan perhatian dalam lapangan politik. Karena itu, naiknya 'Usman menjadi khalifah dapat diartikan sebagai "kemenangan" Bani 'Umaiyah atas Bani Hasyim.  Di samping itu, usia yang sudah uzur juga merupakan faktor mengapa 'Usman tidak memp erlihatkan visi politiknya secara jelas dan gamblang.
 
Kebijakan Politik 'Usman ibn 'Affan
Pada dasarnya garis kebijakan yang akan dilaksanakan 'Usman adalah mencoba mengacu kepada kebijakan Khalifah Abu Bakr dan 'Umar. Seperti halnya 'Umar, 'Usman juga melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam. Pada awal pemerintahannya, 'Usman berhasil menak-lukkan Ray dan Rum. Pada tahun 26 H. pemerintahan Usman juga berhasil menguasai Sabur. Selanjutnya, pada tahun 27 H., dalam pertempuran d laut, Mu'awiyah berhasil mengalahkan tentara Romawi di Cyprus dan menguasai daerah tersebut. Ini menandai pembentukan angkatan laut yang pertama dalam pemerintahan Islam. Pulau-pulau lain di sekitar Cyprus seperti Kreta dan Radhus juga takluk di bawah kekuasaan Islam.

Pada tahun itu juga tentara Islam berhasil menguasai Ardan dan Afrika. Dalam penaklukan Afrika, diriwayatkan bahwa tentara Islam masing-masing menerima 1.000 dinar. Sebagian riwayat menyebutkan 3.000 dinar. Andalus (Spanyol) juga berhasil ditaklukkan pada tahun tersebut. Pada tahun ke-30 H, pelebaran kekuasaan Islam di arahkan ke Asia Barat. Daerah-daerah seperti Khurasan, Naisabur, Thus, Merv dan Sarkhas berhasil dikuasai dengan jalan damai. Selain daerah-daerah tersebut, kekuasaan Islam pada masa 'Usman juga telah meliputi Azerbaijan, Afghan, Armenia, Kurdistan dan Herat.

Untuk penguasa-penguasa di daerah tersebut, 'Usman mengangkat wakilnya sebagai gubernur, yaitu:
1. 'Abdullah ibn al-Hadhrami untuk Mekah;
2. Al-Qasim ibn Rabi'ah al-Tsaqafi untuk Tha'if;
3. Ya'la ibn Munabbih untuk Shan'a;
4. Adullah ibn Abi Rabi'ah untuk Jinad;
5. Abdullah ibn 'Amir ibn Kuraiz untuk Bahsrah;
6. Sa'id ibn al-'Ash untuk Kufah;
7. Abdullah ibn Sa'd ibn Abi Sarh untuk Mesir;
8. Mu'awiyah ibn Abi Sufyan untuk Syam;  Sebagai gubernur Syam, Mu'awiyah menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga ia dibantu oleh beberapa orang seperti 'Abd al-Rahman ibn Khalid ibn Walid untuk daerah Hamsh, Abu al-A'war ibn Sufyan untuk daerah Ardan, Alqamah ibn Hakim al-Kinani untuk daerah Palestina dan Abdullah ibn Qais untuk angkatan laut
9. Jarir ibn 'Abdillah untuk Kirghistan;
10. Asy'ats ibn Qais untuk Azerbaijan;
11. Malik ibn Habib untuk Merv;
12. Al-Nasir untuk Hamadzan;
 13. Sa'id ibn Qais untuk Ray;
14. Al-Saib ibn al-Aqra' untuk Isfahan. 

Di samping penguasa daerah tersebut di atas, 'Usman juga mengangkat Abu al-Darda' sebagai hakim agung dan 'Uqbah ibn 'Amr sebagai bendaharawan negara. 

Selain penaklukan-penaklukan di atas, 'Usman juga membuat kebijaksanaan perluasan Masjid al-Haram di Mekah dan Mesjid Nabawi di Madinah. Untuk perluasan mesjid Nabawi, 'Usman melakukan pembebasan tanah penduduk sekitar dengan mengeluarkan ganti rugi sebesar 10.000 dinar.  

'Usman juga menempuh kebijaksanaan memperbanyak mushaf Al-Quran dan mengirimkannya untuk beberapa daerah.  Kebijaksanaan ini berawal dari perbedaan kaum muslimin dari berbagai daerah yang luas tersebut dalam membaca Al-Quran menurut dialek daerah ma-sing-masing dan qira'ah yang berbeda. Di Hamsh dan Syam, mereka membaca berdasarkan qira'ah Miqdad ibn al-Aswad. Sementara di Bashrah, penduduknya membaca berdasarkan qira'ah 'Abdullah ibn Mas'ud. 

Sedangkan penduduk Kufah membacanya dengan qira'ah Abu Musa. Perbedaan ini hampir saja menimbulkan perpecahan di tubuh umat Islam. Akhirnya Hudzaifah al-Yamani mengusulkan agar segera diadakan penyeragaman dalam membaca Al-Quran. 'Usman pun menyetujuinya setelah terlebih dahulu memusyawarahkannya dengan sahabat lainnya. 

Di samping itu, 'Usman juga melakukan pembangunan fisik lainnya seperti perumahan penduduk, gedung peradilan, jalan-jalan, jembatan dan fasilitas umum lainnya. 'Usman juga menggaji mu'adzdzin dengan uang negara. Hal-hal lainnya dalam sistem pemerintahan, 'Usman agaknya tidak merubah kebijaksanaan yang telah ditempuh oleh 'Umar. 

Dalam menjalankan roda pemerintahan, 'Usman dibantu oleh pejabat-pejabat Diwan al-Kharaj (Perpajakan), Bait al~Mal (Bendahara Negara), Ahdats (Kepolisian), Nafi'at (Pekerjaan Umum), fund (militer). Dalam hal ini 'Usman hanya melanjutkan pendahulunya saja. Untuk jabatan di daerah, 'Usman juga dibantu oleh gubernur-gubernur. Di samping itu, pada awal pemerintahannya, 'Usman juga mengadakan konsultasi dengan beberapa sahabat tentang berbagai masalah pemerintahan.

Inilah gambaran beberapa kebijaksanaan politik 'Usman dalam mengelola negara Islam. Pada awal pemerintahannya memang kebijaksanaan politik 'Usman tersebut tidak mengalami tantangan dan protes dari umat Islam. 'Usman dapat mengelola berbagai kepentingan dengan baik. Namun ini hanya berjalan selama enam tahun pertama pemeritttahannya. Pada enam tahun kedua, 'Usman mulai diterpa badai protes dan ketidak-puasan dari berbagai daerah. Banyak kebijaksanaannya yang tidak sejalan dengan aspirasi arus bawah. Setidaknya, terdapat tiga sumber ketidak-puasan umat Islam terhadap 'Usman, sehingga menimbulkan kekacauan dalam pemerintahannya. Tiga hal itu adalah soal politik, pendayagunaan kekayaan negara dan kebijaksanaan keimigrasian.

Dalam bidang politik, banyak sejarawan menilai 'Usman melakukan praktik nepotisme. Ia mengangkat pejabat-pejabat yang berasal dari kalangan keluarganya, meskipun tidak layak untuk memegang jabatan tersebut. Banyak pejabat lama yang dipecatnya. Awal praktik nepotisme ini adalah pemecatan Al-Mughirah ibn Abi Syu'bah sebagai gubernur Kufah dan digantikan oleh Sa'd ibn al-'Ash, saudara sepupu Usman. Namun Sa'd hanya setahun menduduki posnya karena digantikan oleh Al-Walid ibn 'Uqbah yang juga masih saudara seibu dengan Khalifah. Ternyata Walid ini berperangai buruk dan tidak mencerminkan teladan seorang pejabat. Ia suka mabuk dan pernah melakukan shalat subuh empat rakaat karena mabuk.

'Amr ibn al-'Ash juga dipecatnya dari gubernur Mesir. Sebagai peng-gantinya, 'Usman mengangkat Abdullah ibn Sa'd ibn Abi Sarh, saudara sepupunya. Tindakan ini dinilai ceroboh karena kedudukan 'Amr sebagai tokoh yang berjasa dalam menaklukkan Mesir pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar. Dengan pemecatan ini, 'Usman seolah-olah ingin melu-pakan jasanya. Pemecatan 'Amr ini akhirnya menimbulkan protes di kalangan rakyat Mesir. 

Mereka menuntut 'Usman agar memulihkan kedudukannya kembali. Apalagi penggantinya, 'Abdullah, bukan tipe pemimpin yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Di Bashrah, gubernur Abu Musa al-Asy'ari juga digantikannya dengan saudara sepu-punya bernama 'Abdullah ibn Amir ibn Kuraiz. Sedangkan Mu'awiyah yang juga masih keluarganya tetap diberinya jabatan sebagai gubernur Syam, sebagaimana di masa 'Umar.

Yang lebih fatal, jabatan sekretaris negara yang merupakan jabatan strategis dan sangat penting dalam pemerintahan, diserahkannya kepada Marwan ibn Hakam, saudara sepupunya juga. Marwan adalah politisi licik yang haus kekuasaan. Dialah sebenarnya yang berperan sangat besar dalam mengendalikan roda pemerintahan. 'Usman tidak dapat berbuat
 
banyak dan hanya dijadikannya sebagai boneka. Dengan jabatannya ini, Marwan seolah-olah mendapat momen untuk menaikkan keluarga Bani Umaiyah di balik kekhalifahan 'Usman. Apalagi selama ini Bani Umaiyah tidak pernah memperoleh kekuasaan politik. Marwan juga merupakan orang yang tak disukai dalam masayarakat. Ia sering menyalahgunakan wewenang atas nama jabatan tanpa sepengetahuan Khalifah 'Usman. Bahkan Marwan pula yang menjadi penyebab terbunuhnya 'Usman di tangan umat Islam sendiri. Tanpa sepengetahuan 'Usman, Marwan mengirim surat kepada gubernur Mesir untuk membunuh tokoh oposisi daerah tersebut, sehingga menyulut kemarahan masyarakat.

Dalam pendayagunaan kekayaan negara, disinyalir pula bahwa 'Usman dimanfaatkan oleh orang-orang dekatnya untuk menyalahgunakan harta negara demi kepentingan pribadi dan keluarga mereka. 'Usman membagi-bagikan uang negara kepada kerabat-kerabatnya. Quthb Ibrahim menjelaskan orang-orang tertentu yang mendapat bantuan dari Bait al Mal:

Nama-Hubungan Dengan. Usman-Besarnya jumlah
Marwan ibn Hakam-anak paman-15.000 dinar
Zubeir ibn 'Awwam-sahabat-600.000 dirham
Thalhah-sahabat-100.000 dirham
Sa'id ibn al-Ash-anggota keluarga-100.000 dirham 
Al-Harits ibn Marwan-menantu-300.000 dirham
Abdullah ibn Khalid-menantu-300.000 dirham
Anggota rombongan al-Harits dan Abdullah-100.000 dirham
Para menantu selain Harits dan Abdullah-100.000 dirham

Selain itu, 'Usman juga mengambil sebagian kekayaan negara untuk menutupi kebutuhannya beserta keluarga dan kerabatnya. Setelah kekayaan negara tidak dapat mencukupi belanja negara seperti biaya angkatan perang, biaya administrasi pemerintahan dan kebutuhan pejabat negara beserta keluarganya, 'Usman menetapkan pajak, kharaj dan jizyah yang memberatkan rakyat. Kebijaksanaan ini sangat berbeda dengan 'Umar yang memberi tunjangan kepada seluruh anggota masyarakat berdasarkan jasa dan perjuangan mereka kepada Islam. Di sini 'Usman membagi-baginya hanya kepada orang-orang tertentu sehingga menimbulkan protes dan kecemburuan sosial. Tidak kurang dari 'Aisyah ikut memprotes kebijaksanaan ini. 

Dalam masalah keimigrasian, 'Usman membolehkan sahabat-sahabat senior meninggalkan Hijaz menuju berbagai daerah yang dikuasai Islam. 'Usman memandang tenaga mereka dibutuhkan untuk mengajar agama di daerah-daerah yang baru ditaklukkan tersebut.

Kebijaksanaan-kebijaksanaan demikian menimbulkan implikasi yang luas di kalangan umat Islam. Pengangkatan pejabat (gubernur) berdasarkan prinsip kekeluargaan menyebabkan lahirnya gerakan oposisi. Tokoh sahabat yang terkenal sebagai pengeritik kebijaksanaan 'Usman adalah Abu Dzar al-Ghiffari. Dia menentang Usman terutama karena nepotisme dan kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi dalam pemerin-tahannya/ Sementara di berbagai daerah lahir pula rasa tidak puas atas kepemimpinan 'Usman. Mereka menuntut 'Usman mundur dari jabatannya. Beberapa daerah bergolak. 

Dari Mesir, Kufah dan Bashrah,  ribuan pemberontak bergerak ke Madinah menuntut 'Usman turun. Beberapa sahabat senior, seperti 'Ali ibn Abi Thalib mencoba melindungi 'Usman dari kaum pemberontak. 'Ali, bersama putranya Hasan dan Husein, langsung menghadapi kaum pemberontak dan menawarkan kompromi dengan mereka. 

Menurut sebuah sumber, tawaran kompromi ini dapat diterima oleh kaum pemberontak dan kemarahan mereka mulai mereda. Sosok 'Ali sebagai menantu Nabi, seorang yang cerdas dan alim serta tidak mempunyai kepentingan politik dalam melindungi 'Usman dapat mereka terima. Mereka pulang kembali ke daerah masing-masing. Namun di tengah perjalanan pulang, pemberontak asal Mesir memergoki seorang kurir membawa surat perintah berstempel Khalifah. Surat yang ditujukan kepada gubernur Mesir itu berisi supaya gubernur membunuh pemimpin pemberontak setibanya mereka di Mesir. Setelah diteliti, ternyata surat itu ditulis oleh Marwan ibn Hakam tanpa sepengetahuan 'Usman. Oleh karena itu, mereka membatalkan niat kembali ke Mesir dan segera menuju Madinah sambil menghubungi para pemberontak dari daerah-daerah lain.
 
Dalam perjalanan ke Madinah ini tersiar pula kabar bahwa pasukan dari Mesir dan Syam sedang bersiap-siap menuju Madinah untuk melindungi Khalifah 'Usman dan memerangi kaum pemberontak. Kabar ini semakin membuat hilang kesabaran mereka. Akhirnya mereka membunuh 'Usman yang sudah uzur tersebut pada 12 Zulhijjah tahun 35 H. 

Dari sistem pemerintahan yang dijalankan 'Usman ini dapat dike-mukakan beberapa catatan. Pertama, kebijaksanaan 'Usman lebih mengutamakan kaum keluarganya untuk menduduki jabatan penting adalah karena kepercayaannya yang terlalu besar kepada mereka. 'Usman sangat selektif melihat orang yang bukan keluarganya untuk memegang tugas pemerintahan. Barangkali ini juga didasari oleh wataknya sebagai seorang pengusaha. 

Biasanya, orang yang bergelut di dunia usaha sangat sulit mempercayai orang lain yang belum terlalu dikenalnya. Apalagi saat itu Islam sudah berkembang luas sekali. Karena itu, 'Usman merasa lebih sa vemengangkat keluarganya sendiri sebagai pembantu-pembantu dekatnya. Dengan demikian, 'Usman beranggapan bahwa stabilitas politik dunia Islam dapat dipelihara dan dijaga. Celakanya, kesempatan ini di-manfaatkan oleh keluarganya untuk kepentingan mereka.

Kondisi ini diperparah lagi oleh tidak adanya sikap tegas 'Usman terhadap anggota keluarga besarnya. 'Usman tak berdaya menghadapi ambisi anggota keluarganya yang sudah di luar kontrol. Faktor usia yang sudah semakin tua agaknya menyebabkan 'Usman tidak bisa berbuat apa-apa untuk membendung ambisi mereka. 'Usman hanyalah menjadi khalifah simbol, sedangkan pelaksananya adalah anggota keluarganya. Akhirnya malah 'Usman yang mereka pengaruhi. Pengaruh mereka terhadap 'Usman, di samping karena kelemahan 'Usman sendiri, juga karena manuver-manuver politik yang dilakukan oleh para pendampingnya, sehingga ia percaya. 'Usman terlalu mempercayai bawahannya yang memberikan laporan ABS (Asal Bapak Senang) tanpa mengecek terlebih dahulu kebenarannya.

Kedua, hal lain yang tak kalah pentingnya adalah kebijaksanaannya memberikan izin kepada sahabat senior untuk meninggalkan Madinah. Menyebarnya sahabat-sahabat ke berbagai daerah menyebabkan kontrol terhadap kekuasaan 'Usman semakin berkurang. Pada masa 'Umar, sa-habat-sahabat senior dilarang ke luar Madinah tanpa izinnya, karena tenaga dan pikiran mereka dibutuhkan 'Umar sebagai kawan dialog dalam memutuskan masalah-masalah kenegaraan. 

Pada masa 'Usman, ketika sahabat-sahabat senior yang ikhlas, tulus dan tidak punya kepentingan politik apa pun tidak berada di Madinah, yang mengelilingi 'Usman adalah para ambisius yang haus kekuasaan. Memang ada beberapa sahabat senior yang masih tinggal di Madinah, tetapi mereka pada umumnya tidak men-dukung pemerintahan 'Usman atau setidaknya bersikap pasif. 'Ali, umpamanya, tidak terlalu banyak turut campur di dalam masalah kenegaraan, meskipun ia menerima kekhalifahan 'Usman dan tidak menolak untuk membai'atnya. Agaknya rasa kecewa dengan cara pemilihan 'Usman yang dilakukan oleh 'Abd al-Rahman ibn 'Awf masih membekas di hati 'Ali.

 Sementara trio 'Aisyah, Thalhah dan Zubier malah membuat kelompok oposisi pula terhadap 'Usman. Akhirnya, karena tidak ada tokoh yang dapat menjadi mitra dialognya, 'Usman pun dilingkari oleh pejabat-pejabat bermental durno dan tidak memiliki ketulusan dalam kesetiaan kepada 'Usman. Akibatnya, kebijaksanaan politik 'Usman pun ditempuh berdasarkan kepentingan golongan, tidak dimusyawarahkan dengan orang-orang yang tepat. 

Ketiga, besarnya arus oposisi dari berbagai daerah terhadap peme-rintahan 'Usman dapat dipahami dalam konteks berbedanya perlakuan yang mereka alami antara masa pemerintahan 'Umar dan 'Usman. Di masa 'Umar, rakyat merasakan keadilan. Hak-hak mereka diperhatikan. Bahkan mereka dapat secara langsung menyampaikan kontrol dan kritik, baik terhadap pejabat-pejabat negara maupun terhadap 'Umar sendiri sebagai khalifah. 'Umar sangat memperhatikan kepentingan rakyatnya. 'Umar cepat tanggap terhadap laporan-laporan penyelewengan pejabatnya dan langsung menghukum mereka yang bersalah. 

Sementara dalam pemerintahan 'Usman, rakyat melihat pola hidup pejabat-pejabat negara yang tidak mencerminkan kepedulian terhadap mereka. Rakyat dibebani dengan berbagai pajak, sedangkan pejabat negara hidup dalam kemewahan dan berfoya-foya. Subsidi pemerintah pun dikurangi dari biasanya. Ini menimbulkan rasa tidak puas dan frustasi di kalangan rakyat. Klimaksnya adalah peristiwa tragis pembunuhan Khalifah 'Usman di tangan umat Islam sendiri.

Periode pemerintahan Khulafaur Rasyidin adalah masa kepemimpinan terbaik setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Apa-apa yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar Ashshidiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib telah menyempurnakan Manhaj Al Islam sebagai satu-satunya Manhaj (methode) meraih Mardhatillah.

Dari Al-‘Irbadh bin Sariyah, dia berkata:
 وَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى الهُِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati kami dengan nasehat yang menyentuh, meneteslah air mata dan bergetarlah hati-hati. Maka ada seseorang yang berkata: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan. Maka apa yang akan engkau wasiatkan pada kami?” Beliau bersabda: “Aku wasiatkan pada kalian untuk bertakwa kepada Allah serta mendengarkan dan mentaati (pemerintah Islam), meskipun yang memerintah kalian seorang budak Habsyi. Dan sesungguhnya orang yang hidup sesudahku di antara kalian akan melihat banyak perselisihan. Wajib kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin Mahdiyyin (para pemimpin yang menggantikan Rasulullah, yang berada di atas jalan yang lurus, dan mendapatkan petunjuk). Berpegang teguhlah kalian padanya dan gigitlah ia dengan geraham-geraham kalian. Serta jauhilah perkara-perkara yang baru. Karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah. Dan setiap bid’ah adalah sesat.“ (HR Abu Daud)

Abu Abdullah Utsman bin Affan, Umayyah al- Qurrash ( 47 SM - 35 H / 576 - 656M ) adalah khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. Pada bagian ini kita akan mempelajari periode kepemimpinan dan pemerintahan Utsman bin Affan . (Muhamad Iqbal, Fiqih SiyasahlKontekstualisasi Doktrin Politik Islam, 2001:67-75)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.