Kedudukan Sunnah dalam Islam

 

As-Sunnah (hadis Nabi saw.) merupakan penafsiran Al-Quran dalam praktik atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Hal ini mengingat bahwa pribadi Nabi saw. merupakan perwujudan dari Al-Quran yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.

Makna seperti itulah yang dipahami oleh Ummul-Mukminin Aisyah r.a. dengan pcngetahuannya yang mendalam dan pcrasaannya yang tajam serta pengalaman hidupnya bersama Rasulullah saw. Pemahamannya itu dituangkan dalam susunan kalimat yang singkat padatsebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepadanya tentang akhlak Nabi saw.; كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ "Akhlak beliau adalah Al-Quran!"


1. Manhaj Komprehensif

Manhaj Islam tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dalam dimensi "panjang", "lebar", dan "dalam"-nya. Yang dimaksud dengan "panjang" di sini adalah rentangan waktu secara vertikal, yang meliputi kehidupan manusia, sejak saat kelahiran sampai kematiannya, bahkan sejak masa kehidupannya sebagai janin sampai setelah kematiannya.

Adapun yang dimaksud dengan "lebar" di sini adalah rentangan horizontal yang meliputi seluruh aspek kehidupannya, sedemikian sehingga Petunjuk Nabi (hidayah nabawiyyah) senantiasa bersamanya; di rumah, di pasar. di masjid, di jalanan, dalam pekerjaannya, dalam hubungannya dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan keluarga, dan segenap manusia sekitarnya, yang Muslim maupun yang non-Muslim, bahkan dengan semua manusia, hewan dan benda mati.

Sedangkan yang dimaksud dengan "dalam" di sini adalah dimensi yang berkaitan dengan "kedalaman" kehidupan manusia, yaitu yang mencakup tubuh, akal dan ruh, meliputi lahir dan batin, serta ucapan, perbuatan dan niatnya.


2. Manhaj yang seimbang

Ciri lain dari manhaj ini adalah "keseimbangan". Yakni keseimbangan antara ruh dan jasad, antara akal dan kalbu, antara dunia dan akhirat, antara perumpamaan dan kenyataan, antara teori dan praktik, antara alam yang gaib dan yang kasatmata, antara kebebasan dan tanggung jawab, antara perorangan dan kelompok, antara ittiha' 'mcng-ikuti apa yang dicontohkan oleh Nabi saw.) dan ibtida' (menciptakan sesuatu yang baru yang tidak ada contohnya dalam sunnah beliau), dan seterusnya.

Dengan kata lain, ia merupakan manhaj yang bersifat "tengah-tengah" bagi umat yang berada di "tengah-tengah" (yakni umat Islam sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran, Surah Al-Baqarab. ayat 143).

Karena itu, setiap kali Nabi saw. melihat para sahabamva condong ke arah "berlebihan" atau "berkurangan" (dalam berbagai aspek kehidupan mereka), maka beliau segera mengembalikan mereka dengan kuat ke arah tengah (moderasi), sambil memperingatkan mereka akan akibat buruk dari setiap ekstremitas (dalam melaksanakan sesuatu atau dalam mengabaikannya).

Itulah sebabnya beliau menyatakan ketidaksenangannya kepada ketiga orang yang menanyakan tentang ibadah beliau, lalu rupa-rupanya mereka menganggapnya terlalu sedikit dan tidak sesuai dengan keinginan mereka untuk memperbanyak ibadah. Seorang dari mereka hendak berpuasa terus-menerus setiap hari (shiyam ad-dahr). Seorang lagi hendak qiyam al-lail atau begadang sepanjang malam untuk shalat. Dan yang ketiga hendak menjauhi perempuan dan tidak akan menikah. Maka ketika mendengar ucapan mereka itu, Nabi saw. bersabda: "Sungguh aku ini adalah. yang paling takut, di antara kamu, kepada Allah, dan paling bertakwa kepada-Nya. Tetapi aku adakalanya berpuasa dan tidak berpuasa, bershalat di malam hari dan tidur, dan mengawini perempuan. Maka barangsiapa menjauh dari sunnah-ku, ia tidak termasuk golonganku." (HR Bukhari)

Dan tatkala melihat Abdullah bin 'Amr berlebih-lebihan dalam berpuasa, bei-qiyamullail dan ber-tilawat Al-Quran, Nabi saw. memerintahkannya agar melakukan semua itu dengan sedang-sedang saja, tidak berlebih-lebihan. Sabda beliau:

"Sungguh badanmu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk beristirahat), matamu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk tidur), isterimu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk disenangkan hatinya dan dipergauli dengan baik), dan para tamumu mempunyai hak atas kamu (yakni untuk dihormati dan diajak berbincang), maka berikan hak-hak itu kepada masing-masing.' (HR Bukhari)


3. Manhaj Memudahkan

Di antara ciri-ciri lainnya dari manhaj ini adalah keringanan, kemudahan, dan kelapangan. Seperti juga di antara sifat-sifat Rasul ini yang tercantum dalam kitab-kitab suci terdahulu - Taurat dan Injil — bahwa ia "... menyuruh mereka mengerjakan apa yang ma'ruf dan melarang mereka mengerjakan apa yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka ..." (Al-A'raf: 1 57).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.