Karena Al-Quran turun dari satu sumber, maka tiap ayat menjadi penjelas dari ayat lainnya, dan tidak saling bertentangan. Sebelum mencari penjelasan dari keterangan lain, maka yang pertama kali harus dirujuk dalam menafsirkan Al-Quran adalah ayat Al-Quran sendiri.
Seorang mufassir tidak boleh sembarangan membuat penjelasan apa pun dari ayat yang ditafsrikannya, kecuali setelah melakukan pengecekan kepada ayat lainnya.
Hal itu berarti juga bahwa seorang mufassir harus membaca, mengerti dan meneliti terlebih dahulu seluruh ayat Al-Quran secara lengkap, baru kemudian boleh berkomentar atas suatu ayat. Sebab boleh jadi penjelasan atas suatu ayat sudah terdapat di ayat lain, tetapi dia belum membacanya.
Apa yang diungkapkan secara mujmal global pada satu tempat diperinci di tempat lain, apa yang tampak samar pada satu tempat dijelaskan di tempat lain, apa yang diungkapkan secara mutlak pada satu tempat dipersempit pada tempat lain, dan apa yang diungkapkan secara umurn pada satu redaksi yang dikhususkan pada redaksi yang lain. Oleh karena ayat-ayat dan nash-nash harus dikonfirmasikan satu sama lain, sehingga pemahaman menjadi sempurna, dan dapat ditangkap pemahaman yang dimaksud dari nash itu.
Orang pertama yang melakukannya dan mengajarkannya kepada kita adalah Rasulullah saw., saat seorang sahabat membaca firman Allah SWT dalam surat al-An'am,
.اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَلَمْ يَلْبِسُوْٓا اِيْمَانَهُمْ بِظُلْمٍ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمُ الْاَمْنُ وَهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ࣖ
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orangyang rnendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang rnendapat petunjuk. "(al-Anam: 82)
Setelah turun ayat ini, para sahabat merasa khawatir dan gelisah serta takut terhadap diri mereka. Karena zahir ayat itu menjelaskan bahwa tidak ada keimanan dan tidak hidayah bagi orang yang keimanannya tercampur dengan suatu kezaliman atau dosa, dan itu mencakup semua kemaksiatan, meskipun kecil.
Oleh karena itu, mereka bertanya, "Wahai Rasulullah saw., siapa dari kami yang tidak pernah berbuat zalim kepada dirinya?" Rasulullah saw. menjawab, "Pemahamannya tidak seperti yang kalian duga itu, namun maksudnya (kezaliman) itu adalah kemusyrikan. Apakah kalian tidak membaca perkataan hamba yang saleh, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. (Luqman: 13)
Penjelasan Rasulullah saw tersebut merupakan petunjuk bahwa suatu ayat menjadi penjelas bagi ayat yang lain.
Dalam moment lainnya, Nabi saw pernah mengingkari dengan sangat terhadap sebagian sahabat yang bertengkar tentang qadar, dengan mengambil satu ayat dan mempertentangkannya dengan ayat lain. Mengetahui hal itu, Rasulullah saw. menegur mereka dengan marah. Lalu beliau bersabda, "Apakah kalian diperintahkan untuk melakukan hai ini, ataukah kalian diciptakan untuk ini' Kalian mengkonfrontasikan satu bagian Al-Quran dengan bagian lainnya, sementara Allah menurunkan Kitab-Nya untuk saling rnembenarkan satu sama lain. (HR Bukhari, Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.