Memperhatikan Sunnah Khulafaur Rasyidin

 


Praktik yang berasal dari masa Rasulullah masih hidup berlangsung terus dalam bentuknya yang murni sampai masa khalifah empat yang pertama.  Orang-orang di sekitar para sahabat tertentu bertanya pada mereka mengenai tindakan Rasulullah dalam berbagai persoalan.

Penuturan mengenai perilaku Rasulullah oleh sahabat-sahabat secara perorangan dikenal sebagai hadits. Dengan sendirinya tentu sesuai dengan praktik yang sudah berlangsung semenjak dari masa hidup Rasulullah. Ada dua cara bagi orang-orang tersebut untuk mengetahui sunnah Rasul yang sejati, yaitu : Pertama, praktik ummat, sejauh praktik tersebut masih murni dan berkesinambungan, dan yang kedua melalui hadits.

Tetapi terdapat kekhawatiran akan munculnya hadits-hadits syaż (menyendiri) yang bisa jadi tak sesuai dengan praktik yang sudah mapan. Karena itu, tindakan-tindakan pencegah diambil oleh empat khalifah pertama untuk menjaga agar praktik ummat tetap utuh sekurang-kurangnya di bidang hukum. Sehingga pada masa ini kemurnian pemahaman terhadap Al QUran dan sunnah dapat terjaga dengan baik.

Sementara keadaan politik pada masa itu sudah mulai goyah. Sebab ketika Rasul wafat, beliau tanpa mewariskan sesuatu apapun tentang siapa yang akan menjadi khalifah sesudahnya. Karena itu terjadi perbedaan pendapat antara golongan Muhajirin dan Anshar.

Apakah khalifah dikendalikan oleh golongan Muhajirin ataukah oleh golongan Anshar. Para sahabat berkumpul di tsaqifah Bani Sa’idah. Kemudian Abu Bakar  memberikan pengertian kepada golongan Anshar, bahwa khalifah harus dipegang oleh golongan Muhajirin.

Di saat beliau mengemukakan pertimbangan-pertimbangannya, Umar ibn Khaththab maju ke depan dan membai’at Abu Bakar. Maka berlomba-lombalah para hadirin, satu demi satu memberikan bai’atnya. Dengan demikian hilanglah perselisihan yang hampir-hampir terjadi antara golongan Muhajirin dan Anshar.

Akan tetapi tidak lama sesudah Abu Bakar menjadi khalifah, murtadlah sebagian ummat Islam. Mereka tidak mau lagi membayar zakat. Karenanya, Abu Bakar memutuskan untuk memerangi golongan yang tidak mau membayar zakat itu. Diantara sahabat ada yang menganjurkan supaya khalifah membiarkan saja golongan itu dengan alasan ummat Islam masih berjumlah sedikit, tidak sanggup menentang golongan yang begitu banyak.

Abu Bakar tidak membenarkan pendapat itu walaupun Umar menyokongnya. Kemudian Abu Bakar menginsyafkan sahabat-sahabat itu sehingga mereka pun membenarkan tindakan beliau dengan penuh pengertian.

Abu Bakar menentang golongan yang telah murtad hingga dapat menundukkan kembali untuk membayar zakat kepada pemerintah, sebagaimana mestinya. Dengan tindakan Abu Bakar yang bijaksana itu, amanlah keadaan masyarakat dan peraturanperaturan pun berjalan dengan baik seperti semula. Keadaan yang penuh kedamaian itu berjalan sampai ke permulaan pemerintahan Utsman. Dalam keadaan masyarakat aman dan teteram, baik ditinjau dari segi politik, ataupun dari segi sosial, dapatlah sahabat-sahabat menyempurnakan ilmu mereka dan dapat pulalah kebanyakan tabi’in mempelajari hadits, hukum, fatwa-fatwa sahabat, dan keputusan-keputusannya.

Kemudian sebagian anggota masyarakat menentang Utsman, lantaran beberapa tindakan beliau yang sebenarnya tidak dapat disahkan. Dan dalam masa itu pun masuklah ke dalam Islam golongan bangsa Yahudi yang sebenarnya masuk ke dalam Islam sebagai suatu siasat belaka.

Golongan Yahudi ini dipelopori oleh Abdullah ibn Saba’. Dia mencetuskan api fitnah dan menggerakkan masyarakat untuk menentang Utsman di setiap kota. Usahanya berhasil yaitu gugurnya khalifah, dibunuh oleh tangan-tangan kotor di rumah beliau sendiri ketika sedang membaca al-Qur’an.

Sejak itu terbukalah pintu kejahatan dan menjalar benih-benih perpecahan diantara ummat Islam. Dan belum lagi Ali ibn Abu Thalib menetap di singgasana khalifah, tiba-tiba Mu’awiyyah bangun menuntut bela Utsman dan terjadilah peperangan yang menghancurkan persatuan ummat Islam. Peperangan itu berakhir dengan terjadinya peperangan Shiffin. Pada masa itulah sahabat-sahabat Ali pecah menjadi dua golongan, yaitu Golongan yang dinamakan Khawarij dan Syi’ah. Perpecahan ini memudahkan musuh-musuh lain, baik dari bangsa Yahudi, bangsa Persi, dan lain-lain. Mereka mengadakan berbagai upaya untuk menghancurkan Islam dari dalam.

Begitulah, peristiwa-peristiwa politik telah menjadi sebab terpecahnya kaum muslimin menjadi berbagai golongan dan kelompok. Disesalkan bahwa pertentangan itu kemudian mengambil bentuk sifat keagamaan yang kelak mempunyai pengaruh yang lebih jauh bagi tumbuhnya aliran-aliran keagamaan dalam Islam. 

Setiap kelompok berusaha untuk menguatkan posisinya dengan al-Qur’an dan sunnah, dan wajarlah bahwa al-Qur’an dan sunnah itu untuk setiap kelompok tidak selalu mendukung klaim-klaim mereka. Maka sebagian golongan itu melakukan interpretasi al-Qur’an tidak menurut hakikatnya dan membawa nash-nash sunnah kepada makna yang tidak dikandungnya. Sebagian lagi meletakkan pada lisan Rasul hadits-hadits yang menguatkan klaim mereka.

Dari situlah mulai pemalsuan hadits dan percampuradukan yang shahih dengan yang palsu. Sasaran pertama yang dituju oleh para pemalsu itu ialah sifat-sifat utama para tokoh. Maka mereka palsukan banyak hadits tentang kelebihan imam-imam mereka. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.