Diantara prinsip yang penting dalam memahami Al-Qur an dengan baik dan menafsirkannya dengan benar adalah memperhatikan konteks ayat di tempatnya dalam surat Al-Qur'an dan konteks kalimat di tempat dalam ayat-ayat itu harus dikaitkan dengan konteksnya yang ada.
Ia tidak boleh diputus hubungannya dengan yang sebelumnya dan yang setelahnya, untuk kemudian diseret untuk memberikan makna tertentu, atau memperkuat hukum tertentu, yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang mempunyai tujuan tertentu.
Dalam kajian ilmu Al-Quran, konteks yang dimaksud tidak lain adalah siyaq Al-Quran. Ini adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Al-Quran amat sangat penting untuk dipelajari, dimana para ulama mufassirin tidak pernah berlepas dari konteks ketika memberikan penafsiran atas kalam suci dari Allah SWT.
Rasulullah SAW juga dalam banyak penjelasan terhadap ayat Al-Quran, seringkali menggunakan konteks atau siyaq, sehingga para shahabat dan orang-orang yang membaca Al-Quran dimudahkan dalam memahami makna dan isi kandungan ayat yang tidak diketahui sebelumnya.
Ada begitu banyak sabda Rasulullah SAW yang sulit dipahami, kalau kita tidak mengetahui konteksnya. Sebutlah misalnya ketika beliau bersabda : الماَءُ مِنَ الماَءِ
Air itu dari air. Sulit sekali bagi kita untuk memahami apa yang dimaksud dengan tiga kata pendek dan singkat itu. Air dari air. Tetapi kalau kita memahami konteksnya, yaitu ketika beliau SAW bicara tentang kewajiban mandi janabah yang disebabkan oleh keluarnya air mani, maka barulah kita memahami maksud ungkapan air dari air.
Air yang pertama maksudnya adalah air untuk mandi, sedangkan air yang kedua maksudnya adalah air mani. Maksudnya bahwa kewajiban mandi janabah itu disebabkan oleh keluarnya air mani.
Abdul Hakim Al-Qasim, penulis risalah Dalalatus-siyaq Al-Qurani wa Atsaruha fi At-Tafsir menyebuntukan pengertian Dalalah as-Siyaq fi at-tafsir sebagai berikut,
بيان اللفظ أو الجملة في الآية بما لا يخرجها عن السابق واللاحق إلا بدليل صحيح يجب التسليم له
“Penjelasan lafadz atau frasa dalam suatu ayat dengan tidak keluar dari konteks ayat sebelum dan sesudahnya kecuali ada dalil yang shahih yang harus diterima (yang menunjukan tidak ada kaitannya).”
Untuk menjelaskan bahwa dalam kajian siyaq Qurani ini ada munsabah, bisa kita lihat firman Allah SWT berikut ini :
حَافِظُواْ عَلَى الصَّلَوَاتِ والصَّلاَةِ الْوُسْطَى
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu´.” (QS. Al-Baqarah : 238)
Yang menjadi masalah disini adalah ayat ini seolah-olah muncul begitu saja di tengah pembicaraan tentang masalah talak dan masalah konflik rumah tangga. Pada ayat sebelum dan sesudahnya, ayat-ayat itu berbicara tentang talak dan rumah tangga dengan segala konflik internalnya, lalu tiba-tiba seperti disisipkan begitu saja ayat tentang shalat.
Maka muncul pertanyaan menggelitik, apa munasabah di balik kemunculan tiba-tiba ayat tentang shalat ini atau apa hikmahnya? Di antara kemungkinannya adalah agar tidak terlalu sibuk dengan urusan talak dan konflik rumah tangga, lalu diingatkan untuk kembali kepada Allah SWT lewat shalat yang menguatkan hubungan langsung kepada Allah.
Pendek kata ayat 238 ini tidak muncul tiba-tiba begitu saja tanpa alasan. Pastilah ada berkaitan dengan ayat sebelumnya. Dan pada saat yang sama ayat 238 ini berbicara dalam konteks mengingatkan agar kita tidak lalai terlalu disibukkan dengan hal-hal duniawi, tapi harus selalu ingat kepada Allah SWT melalui media yang paling efektif yaitu shalat lima waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.