Pengusiran tehadap Yahudi Bani Quraizhah. Pengusiran ini terjadi karena perang yang sebelumnya terjadi antara kaum muslimin dengan Yahudi bani Quraizhah pada Dzulhijjah tahun ke-4 hijriyah. Perang ini terjadi karena pengkhianatan bani Quraizhah yang membantu negara Darul Kufr kafir Quraisy pada perang Ahzab (Khandaq) yang terjadi pada Syawwal tahun ke-4 hijriyah.
Disebutkan dalam Ash-Shahihain bahwa ketika Nabi saw kembali dari Khandaq, tidak lama setelah meletakkan senjata dan mandi, Jibril datang kepadanya lalu berkata,”Apakah kamu sudah meletakkan senjata ? Demi Allah, kami belum meletakkannya. Berangkatlah kepada mereka.” Nabi saw bertanya ,”Ke mana ?” Jibril menjawab ,”Ke sana, seraya menunjuk ke arah perkampungan Banu Quraidlah. Kemudian Nabi saw berangkat mendatangi mereka. Jadi perintah ini langsung dari Allah SWT.
Nabi saw memerintahkan kaum Muslimin supaya tidak seorang pun di antara mereka melaksanakan shalat Ashar kecuali setelah sampai di banu Quraidlah. Di tengah perjalanan tibahlah waktu shalat Ashar. Sebagian berkata, “Kami tidak akan shalat Ashar sehingga kami sampai di sana.” Sebagian lainnya berkata ,”Kami akan melakukan shalat.” Karena bukan itu yang dimaksudkan oleh Nabi saw.” Kemudian mereka melaporkan kejadian itu kepada Rasulullah saw, tetapi beliau tidak mengecam atau menegur terhadap salah seorang pun di antara mereka.
Dengan membawa 3.000 pasukan, Rasulullah mengepung pemukiman Banu Quraizhah selama 25 hari (ada yang mengatakan 15 hari). Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa Ka‘ab bin Asad berkata kepada orang-orang Yahudi, karena melihat Rasulullah saw tidak mau beranjak meninggalkan mereka,”Wahai kaum Yahudi, kalian bisa melihat sendiri apa yang telah menimpa saudara sekalian, saya tawarkan tiga alternatif, ambillah yang kalian suka.” Mereka bertanya ;”Apa itu?”
Ka‘ab menjawab :”Kita mengikuti Muhammad dan membenarkannya, karena , demi Allah, tentu telah jelas bagi kalian bahwa dia adalah seorang Rasul yang telah diutus dan kalian pun dapat menemukannya dalam kitab suci kalian dan anak-anak kalian akan selamat.” Mereka menjawab, “Kami tidak akan melepaskan Hukum-hukum Taurat.” Ka‘ab lalu berkata,” Bila kalian tidak mau menerima usulan ini, marilah kita habisi istri dan anak-anak kita lalu kita hadapi Muhammad dan para sahabatnya dengan pedang terhunus, kita tinggalkan anak-anak yang merana. Bila kita menang, kita bisa kawin lagi dan akan beranak pinak.” Mereka menjawab,”Apakah dosa makhluk-makhluk kesayangan ini ?” Ka‘ab berkata lagi, “Bila kalian juga menolak usulan ini, maka malam ini adalah malam Sabtu (Sabbat), bisa jadi Muhammad dan para sahabatnya merasa aman dari gangguan kita, karenanya marilah kita turun mungkin kita bisa menyergap mereka dengan tiba-tiba. Mereka terus berkata,”Haruskah kita mengotori Sabbat dan melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang sebelum kita yang kemudian dijadikan kera?” Ka‘ab terus berujar,”Tak seorang pun di antara kalian, sejak hari lahir kalian, yang bisa melewati satu malam untuk memecahkan masalah yang seharusnya.”
Akhirnya mereka menyerah kepada ketetapan Hukum Rasulullah saw, karena orangorang Yahudi Banu Quraidlah adalah sekutu suku Aus maka Nabi saw ingin menyerahkan ketetapan hukum mengenai mereka kepada salah seorang pemimpin suku Aus. Dalam hal ini Nabi saw mempercayakan kepada Sa‘ad bin Muadz . Waktu itu Sa‘ad bin Muadz terkena panah di Khandaq dan masih dirawat di kemah. Ketika Rasulullah saw mempercayakan keputusan tentang banu Quraidlah ini kepadanya, ia datang dengan menunggang keledai.
Sebab ia sampai di dekat masjid, Nabi saw berkata kepada kaum Anshar,”Berdirilah kepada pemimpin kalian atau orang yang terbaik di antara kalian.” Kemudian Nabi saw bersabda :”Sesungguhnya mereka (orang-orang Yahudi Banu Quraidlah) menyerah kepada keputusanmu”. Sa‘ad bin Muadz menetapkan : “Orang-orang yang menerjunkan diri dalam perang dibunuh dan keluarga mereka ditawan.” Keputusan Sa‘ad ini disambut baik oleh Rasulullah saw dengan ucapan : “Engkau telah mengambil keputusan sesuai dengan hukum Allah:”
Selanjutnya Muadz mengatakan :”Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa tidak ada orang yang lebih aku sukai untuk kuperangi selain dari kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya. Ya Allah, sesungguhnya aku yakin bahwa Engkau telah mengakhiri peperangan antara kami dan mereka (Quraisy dan Musyrikin). Jika masih ada peperangan melawan orang-orang Quraisy maka berilah kesempatan kepadaku untuk berjihad melawan mereka di jalan-Mu. Jika Engkau telah mengakhiri peperangan maka letuskanlah lulaku ini dan jadikanlah kematianku padanya.”
Kemudian luka Sa‘ad bin Muadz pun pecah, darahnya mengalir sampai ke dalam kemah Bani Ghiffar di dalam mesjid. Para penghuni kemah terkejut seraya bertanya : Dari manakah darah ini datang ? Ternyata darah itu adalah darah Sa‘ad bin Muadz yang mengucur dari lukanya dan menjadi sebab kematiannya. Di dalam riwayat Ahmad disebutkan bahwa lukanya itu sebesar lubang anting.
Menarik untuk dikemukakan kisah Saad bin Muadz ini. Ketika leher Sa‘ad terluka di perang Khandaq dengan khusyu‘ ia mengangkat kedua tangannya mengucapkan do‘a kepada Allah : “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa tidak ada orang yang lebih aku sukai untuk kuperangi selain dari kaum yang mendustakan Rasul-Mu dan mengusirnya. Ya Allah, jika masih ada peperangan melawan orang-orang Quraisy maka berilah kesempatan kepadaku untuk berjihad melawan mereka di jalan-Mu.”
Do‘a Sa‘ad ini dikabulkan. Lukanya mengering dan terlihat tanda-tanda akan sembuh total, hingga terjadi perang Banu Quraidlah dan Rasulullah saw menyerahkan kepadanya untuk menetapkan keputusan yang berkekuatan hukum terhadap mereka dan Allah swt, menhindarkan kaum Muslimin dari kejahatan kaum Yahudi serta membersihkan Madinah dari kotoran-kotoran mereka. Di sini Sa‘ad mengangkat kedua tangannya kembali berdo‘a kepada Allah : “Ya Allah, sesungguhnya aku yakin bahwa Engkau mengakhiri peperangan antara kami dan mereka (Quraisy dan Musyrikin). Jika Engkau telah mengakhiri peperangan antara kami dan mereka maka letuskanlah lukaku ini dan jadikanlah kematianku padanya.” Do‘a Sa‘ad yang kedua ini dikabulkan Allah. Lukanya pecah pada malam itu juga dan Sa‘ad meninggal dunia. Doa Saad ini dikabulkan oleh Allah SWT, karena setelah itu Allah kemudian mentaqdirkan terjadinya Futuh Mekkah yang boleh dikatakan berjalan sangat baik, dengan izin-Nya.
Kemudian orang-orang Yahudi Banu Quraidlah diminta turun dari benteng-benteng mereka dan digiring ke parit-parit yang ada di Madinah. Di sanalah orang-orang lelaki mereka bunuh dan para perempuan serta anak-anak mereka tawan. Di antara orang-orang yang digiring untuk dibunuh terdapat Huyay bin Akhtab yang menghasut Banu Quraidlah untuk melakukan pengkhianatan dan melanggar perjanjian.
Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa dia dibawa ke hadapan Rasulullah saw dengan kedua tangannya diikat ketengkuknya. Ketika melihat Nabi saw dia berkata:”Demi Allah, aku tidak mencela diriku karena memusuhimu, tetapi siapa saja yang mempecundangi Allah swt, pasti dia akan dipecundangi.” Kemudian dia duduk lalu dipacung lehernya.
Pasca pengepungan 400 orang Yahudi dihukum mati, 3 orang diselamatkan karena masuk Islam dan 3 orang lagi diselamatkan karena memperoleh jaminan salah seorang sahabat yang menyaksikan kesetiaan 3 Yahudi tersebut selama perjanjian.
Eksekusi hukuman mati dilaksanakan di depan pasar Madinah, dibuatkan parit besar lalu mereka semua disembelih disana secara massal. Hanya seorang diantaranya wanita Yahudi karena ia membunuh seorang sahabat Nabi yang bernama Khallad bin Suwaid dengan menggunakan batu penggiling yang dilempar dari atas. Anak-anak Yahudi yang belum baligh dibebaskan, harta dan budak mereka dibagikan kepada kaum muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.