Penaklukkan Khaibar

 

Penaklukan Yahudi bani Khaibar pada muharram tahun ke-7 hijriyah. Pemukiman Khaibar adalah pemukiman Yahudi terbesar dan masih memiliki kekuatan terbesar di madinah. Penduduk Khaibar awalnya tidak menampakkan permusuhan dengan kaum muslim sampai kedatangan Yahudi dari Bani Nadhir dan tokoh-tokohnya pasca pengusiran bani Nadhir.

Pasukan Khaibar ikut memerangi kaum muslim dalam perang Ahzab (khandaq). Karenanya setelah perang Khandaq, Rasulullah bermaksud menghancurkan tokoh-tokoh Yahudi yang terlibat dalam perang Khandaq, diantaranya Salman bin Abu Al Haqiq. Rasulullah mengutus Abdullah bin Atik bersama beberapa orang Anshar untuk menangkap genbong bani Nadhir. Tugas ini berhasil dieksekusi di rumah Salman sendiri yang dijaga ketat pasukan pengamanan yahudi. Namun dibunuhnya tokoh Yahudi ini tidak menghentikan potensi permusuhan yahudi, terlebih kaum Yahudi kini berkumpul dalam jumlah besar di wilayah yang cukup besar di Khaibar. 

Pasca Perjanjian Hudaibiah tahun ke-6 hijriyah antara Rasulullah SAW selaku kepala negara Islam Madinah dengan pimpinan kafir Quraish di Mekkah, dalam perjalanan pulang ke Madinah Rasulullah mendapat wahyu Qs. 48:18-21 yang berisi janji Allah akan kemenangan dalam waktu dekat yaitu menaklukkan negeri lain yang belum dikuasai sebelumnya.

Upaya Khaibar berarti upaya menaklukkan Yahudi yang bermukim di wilayah Khaibar yang terdiri dari banyak benteng dan dijaga oleh ribuan pasukan Yahudi dengan persenjataan yang lengkap. Penaklukan benteng-benteng di Khaibar ini berlangsung selama beberapa minggu, diawali oleh penaklukan benteng Na’im, benteng Sha’ab, benteng Ubay, benteng Nizzar, benteng Al Qamush, benteng al Wathih, dan terakhir benteng As Salalim. Ada yang menyebut bahwa benteng terakhir adalah benteng Nizzar. Wilayah Yahudi lain yaitu wilayah Fadak yang terletak di sebelah utara Khaibar juga takluk dan meminta perlindungan kepada Rasulullah. 

Pasca penaklukan Khaibar, tercatat 73 orang Yahudi tewas, kaum wanita, anak-anak dan budak dijadikan tawanan. Awalnya seluruh Yahudi Khaibar akan diusir namun karena mereka meminta untuk tidak diusir karena mereka lebih ahli dalam mengurus pertanian daripada kaum muslimin. Akhirnya mereka tidak diusir, tanah pertanian Khaibar diambil sebagian oleh Rasulullah sebagai tanah pertanian kaum muslimin sesuai dengan persetujuan Yahudi Khaibar. Yahudi Khaibar menerima keputusan Rasulullah SAW dan menyebut hal ini sebagai, “kebenaran sejati dan berkat kebenaran inilah yang membuat langit dan bumi akan tetap ada, kami puas menerima keputusan anda”. 

Dalam bab tentang “Perlakuan Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam kepada penduduk Khaibar”, Imam Bukhari hadits no. 3917 menyebutkan. 

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَعْطَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ الْيَهُودَ أَنْ يَعْمَلُوهَا وَيَزْرَعُوهَا وَلَهُمْ شَطْرُ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا

“Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail; Telah menceritakan kepada kami Juwairiyah dari Nafi' dari Abdullah radliallahu 'anhu, katanya; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Pernah memberi orang Yahudi hak kelola tanah Khaibar, caranya, agar mereka kelola, mereka tanam, dan mereka peroleh separuh hasilnya”. (HR Bukhari No. 3917)

Penaklukan Khaibar ini termasuk penaklukan yang terbesar dari segi ekonomi karena wilayah Khaibar yang sangat luas, bahkan jatah makan kurma tidak akan pernah habis walaupun dimakan selama satu tahun penuh. Aisyah mengatakan sejak itu kami kenyang makan kurma terus-terusan. Kata Ibnu Umar, “Kami tidak akan pernah kenyang sampai kami berhasil menaklukkan Khaibar”.   

Demikianlah berbagai pengusiran dan penaklukan Yahudi sehingga praktis sejak penaklukan Khaibar tidak ada lagi kekuatan Yahudi baik dari segi ekonomi, sosial maupun politik. Dengan hancurnya kekuatan Yahudi, dalam kaitan dengan Piagam Madinah, Muhammad Iqbal menyebutkan, 

“Namun keberadaan Piagam ini tidak dapat bertahan lama, karena dikhianati sendiri oleh suku-suku Yahudi di Madinah. Sebagai balasan atas pengkhianatan tersebut, Nabi meng-hukum mereka, sebagian diusir dari madinah dan sekalian lagi dibunuh. Setelah itu Nabi tidak lagi mengadakan perjanijan tertulis dengan kelompok-kelompok masyarakat Madinah. Pola hubungan dalam masyarakat Madinah langsung dipimpin Nabi berdasarkan wahyu Al-Quran.” 

Sejak penaklukan Khaibar, seluruh penduduk Yatsrib tunduk sepenuhnya kepada Rasulullah SAW, bukan hanya sebagai pemimpin kaum muslimin, tetapi sebagai kepala Negara Islam yang berdaulat penuh di Madinah. Rasulullah SAE memerintah seluruh kaum di Madinah. Dengan selesainya penaklukan Khaibar, maka tidak berlaku lagi Piagam Madinah, dan Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW menjadi satu-satunya Konstitusi yang berlaku di Madinah.  

Yang menarik diperhatikan berkenaan dengan Perang Khaibar adalah perbedaan karakteristik perang ini dengan semua perang yang diikuti Rasulullah Saw., yang sudah dibahas pada bagian lalu. Sebagaimana bisa kita lihat dalam penjelasan terdahulu, semua peperangan yang diikuti Rasulullah Saw. selalu dilakukan sebagai tindakan defensif pihak Islam. 

Perang tersebut harus dilakukan umat Islam demi membela eksistensi mereka, selain tentu untuk menangkal serangan musuh. Sedangkan Perang Khaibar adalah perang pertama yang digagas Rasulullah Saw. untuk menyerang kaum Yahudi di kawasan Khaibar, tanpa didahului serangan pihak Yahudi terhadap kaum muslimin. Ini adalah perang pertama dalam periode ofensif (Marhalah Hujumi) berkenaan dengan peperangan Rasulullah SAW. 

Satu-satunya alasan dikobarkannya perang ini adalah untuk menyeru kaum Yahudi agar mereka bersedia memeluk Islam. Di samping itu, tentu saja perang itu juga dilakukan untuk menyerang kaum Yahudi yang kerap membangkang, keras kepala dalam menerima kebenaran, dan dengki, meskipun dakwah secara damai telah dilakukan sekian lama oleh Rasulullah Saw. bersama kaum muslimin. Itulah mengapa pada malam pertama kedatangannya, Rasulullah Saw. menginap di tapal batas wilayah Khaibar tanpa diketahui seorang pun, menunggu datangnya pagi.

Ketika waktu Subuh tiba, ternyata Rasulullah Saw. tidak mendengar suara azan—yang merupakan salah satu tanda keberadaan umat Islam. Mengetahui hal itu, beliau pun baru menyerang kota Khaibar. Sebagaimana disebutkan di muka, setiap kali Rasulullah Saw. memerangi suatu kaum, beliau tidak pernah menyerang kecuali di waktu pagi. Jika mendengar azan Subuh, beliau akan menahan serangan. Akan tetapi, jika tidak mendengarnya, beliau akan menyerang. 

Hal ini akan semakin jelas jika kita memperhatikan pertanyaan Imam Ali ibn Abi Thalib ra. kepada Rasulullah Saw. setelah menerima panji, “Wahai Rasulullah, apakah aku harus memerangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita (memeluk Islam)?” Sesungguhnya sekalipun terdapat azan disana, serangan terhadap Yahudi Khaibar pasti akan dilakukan untuk memastikan bahwa seluruh penduduk disana menerima Islam atau membayar jizyah. Ini karena karakteristik perang Khaibar yang merupakan perang hujumi (ofensif). 

Selain uraian di atas, dalam Perang Khaibar juga terjadi setidaknya dua kejadian luar biasa yang dikukuhkan keabsahannya oleh hadis sahih. Pertama, ketika Rasulullah Saw. meludahi mata Sayidina Ali ibn Abi Thalib ra. yang sakit. Ajaib, seketika itu juga mata Ali sembuh, seperti tidak pernah sakit sebelumnya.

Kedua, turunnya wahyu yang memberi tahu Rasulullah Saw. adanya racun dalam daging domba yang beliau santap. Akan tetapi, sesuai ketetapan Swt., Basyar ibn Barra' ibn Ma'rur ra. lebih dulu menelan daging beracun itu sebelum Rasulullah Saw. sempat mengatakan bahwa daging yang mereka santap sudah dibubuhi racun. Tak pelak Basyar pun meninggal dunia.

Dari peristiwa kedua ini, kita tentu semakin dapat mengerti betapa kukuhnya penjagaan Allah Swt. terhadap Nabi dan Rasul-Nya dari kejahatan dan tipu muslihat para durjana. Ini bukti nyata dari kebenaran ayat Al-Qur'an, “Dan Allah selalu melindungimu dari (kejahatan) manusia...” (QS Al-Ma'idah [5]: 67).

Setelah Perang Khaibar, orang-orang Yahudi mengolah tanah pertanian mereka dengan imbalan separuh dari hasil. Hal ini terus berlanj ut sampai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Khaththab Al-Faruq ra., yaitu ketika beberapa orang Yahudi Khaibar membunuh salah seorang sahabat dari kalangan Anshar, kemudian mereka melakukan pembangkangan dan pemberontakan terhadap Abdullah ibn Umar ra. 

Pada saat itu, Umar berkata kepada umat Islam, “Sesungguhnya Rasulullah Saw. telah menetapkan bahwa Yahudi Khaibar dapat diusir kapan pun kita menginginkannya. Dan, sekarang mereka telah membangkang terhadap Abdullah ibn Umar dengan melakukan pemberontakan seperti yang telah kalian dengar. Sebelum itu, mereka membunuh salah seorang sahabat Anshar, padahal kita tidak pernah ragu menyatakan bahwa sahabat itu sebenarnya adalah teman mereka sendiri. Sekarang, kita hanya memiliki musuh para Yahudi Khaibar. Jadi, barang siapa memiliki harta di Khaibar, segeralah kalian ambil harta itu, karena aku akan mengusir semua orang Yahudi (dari Khaibar).”

Demikianlah, dengan keputusan yang diambil Umar ra. berdasarkan sabda Rasulullah Saw., maka pada saat itu kaum Yahudi akhirnya benar-benar diusir dari Semenanjung Arab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.