Thaif. Wilayah yang berjarak sekitar 80 kilometer dari Tanah Suci Makkah. Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ke Thaif, menurut Thabaqat Ibnu Sa’ad, terjadi pada bulan Syawal tahun kesepuluh kenabian. Tak lama setelah Khadijah dan Abu Thalib wafat, tekanan kaum kafir Quraisy semakin menjadi-jadi. Sepeninggal kedua orang yang dicintainya, Rasulullah SAW mencoba untuk berhijrah. Rasulullah SAW, menurut Dr Akram Dhiya al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah, berupaya mencari lahan dakwah baru di Thaif. Nabi SAW mencoba meminta bantuan kepada Tsaqif.
Latar Belakang politis Hijrah Rasul ke negeri Thaif
Setelah merasakan berbagai siksaan dan penderitaan yang dilancarkan kaum Quraisy , Rasulullah saw berangkat ke Thaif mencari perlindungan dan dukungan dari bani Tsaqif dan berharap agar mereka dapat menerima ajaran yang dibawanya dari Allah. Setibanya di Thaif, beliau menuju tempat para pemuka bani Tsaqif, sebagai orang-orang yang berkuasa di daerah tersebut. Beliau berbicara tentang Islam dan mengajak mereka supaya beriman kepada Allah.
Tetapi ajakan beliau terebut ditolak mentah-mentah dan dijawab secara kasar. Kemudian Rasulullah saw bangkit dan meninggalkan mereka, seraya mengharap supaya mereka menyembunyikan berita kedatangannya ini dari kaum Quraisy, tetapi merekapun menolaknya. Namun, mereka malah memerintahkan anak-anak untuk melempari Rasulullah SAW dengan bebatuan, papar Dr Akram. Mereka mengerahkan kaum penjahat dan para budak untuk mencerca dan melemparinya dengan batu, sehingga mengakibatkan cidera pada kedua kaki Rasulullah saw. Zaid bin Haritsah, berusaha keras melindungi beliau, tetapi kewalahan, sehingga ia sendiri terluka pada kepalanya.
Ketika itu datanglah malaikat Jibril, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a , ia berkata : “Wahai Rasulullah saw , pernahkah engkau mengalami peristiwa yang lebih berat dari peristiwa Uhud ?” Jawab Nabi saw ,”Aku telah mengalami berbagai penganiayaan dari kaumku. Tetapi penganiayaan terberat yang pernah aku rasakan ialah pada hari ‘Aqabah di mana aku datang dan berdakwah kepada Ibnu Abdi Yalil bin Abdi Kilal, tetapi tersentak dan tersadar ketika sampai di Qarnu’ts-Tsa’alib. Lalu aku angkat kepalaku, dan aku pandang dan tiba-tiba muncul Jibril memanggilku seraya berkata ,” Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan dan jawaban kaummu terhadapmu, dan Allah telah mengutus Malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan sesukamu,”
Nabi saw melanjutkan . Kemudian Malaikat penjaga gunung memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku lalu berkata ,” Wahai Muhammad !Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah Malaikat penjaga gunung , dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan gunung Akhsyabin ini ke atas mereka. “ Jawab Nabi saw,” Bahkan aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan mereka generasi yang menyambah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya, dengan sesuatu pun.”
Al-Waqidi menyebutkan, Rasulullah SAW tinggal di Thaif selama 10 hari. Seluruh rincian peristiwa hijrah ke Thaif itu ditulis oleh para penulis kitab Al-Maghazie, ungkap Dr Akram.
Setelah Rasulullah saw sampai di kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah kaum penjahat dan para budak yang mengejarnya berhenti dan kembali. Tetapi tanpa diketahui ternyata beliau sedang diperhatikan oleh dua orang anak Rabi’ah yang sedang berada di dalam kebun.
Setelah merasa tenang di bawah naungan pohon anggur itu, Rasulullah saw mengangkat kepalanya seraya mengucapkan doa berikut: “Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Dzat Yang Maha Pengasih ladi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan ? Kepada orang jauh ynag berwajah suram terhadapku, atau kah kepada musuh yang akan menguasai diriku ? Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan , karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akherat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.”
Berkat do’a Rasulullah saw itu tergeraklah rasa iba di dalam hati kedua anak lelaki Rabi’ah yang memiliki kebun itu. Mereka memanggil pelayannya seorang Nasrani, bernama Addas, kemudian diperintahkan,” Ambilkan buah anggur, dan berikan kepada orang itu!” Ketika Addas emletakkan anggur itu di hadapan Rasulullah saw, dan berkata kepadanya,” Makanlah!” Rasulullah saw mengulurkan tangannya seraya mengucapkan ,”Bismillah.” Kemudian dimakannya.
Mendengar ucapan beliau itu, Addas berkata,”Demi Allah, kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk daerah ini.” Rasulullah saw bertanya,” Kamu dari daerah mana dan apa agamamu?” Addas menjawab,” Saya seorang Nasrani dari daerah Ninawa ( sebuah desa di Maushil sekarang).” Rasulullah saw bertanya lagi ,” Apakah kamu dari negeri seorang saleh yang bernama Yunus anak Matius?” Rasulullah saw menerangkan “Yunus bin Matius adalah saudaraku. Ia seorang Nabi dan aku pun seorang Nabi.”
Seketika itu juga Addas berlutut di hadapan Rasulullah saw , lalu mencium kepala, kedua tangan dan kedua kaki beliau. Ibnu Ishaq berkata : Setelah itu Rasulullah saw meninggalkan Thaif dan kembali ke Mekkah sampai di Nikhlah Rasulullah saw bangun pada tengah malam melaksanakan shalat.
Ketika itulah beberapa makhluk yang disebutkan oleh Allah lewat dan mendengar bacaan Rasulullah saw. Begitu Rasulullah saw selesai shalat, mereka bergegas kembali kepada kaumnya seraya memerintahkan agar beriman dan menyambut apa yang baru saja mereka dengar.
Kisah mereka ini disebutkan Allah di dalam firman-Nya : “Dan ingatlah ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Quran , maka tatkala mereka menghadiri pembacaan(nya), lalu mereka berkata ,”Diamlah kamu (uhntuk mendengarkanya).” Ketika pembacaan telah selesai , maka kembali mereka kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata ,”Hai kaumu kami sesungguh kami telah mendengarkan kitab (a-Quran yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang meyeru kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab ynag pedih.” QS al-Ahqaf : 29- 31
Dan di dalam firman-Nya yang lalu : “Katakanlah (hai Muhammad),”Telah diwahyukan kepadaku bahwa telah mendengarkan sekumpulan jin (akan al-Quran) lalu mereka berkata,” Sesungguhnya kami telah mendengarkan al-Quran yang menakjubkan.” QS al-Jin : 1
kemudian Rasulullah saw bersama Zaid berangkat menuju ke Mekkah. Ketika itu Zaid bin Haritsa bertanya kepada Rasulullah saw ,”Bagaimana engkau hendak pulang ke Mekkah, sedangkan penduduknya telah mengusir engkau dari sana?” Beliau menjawab ,” Hai Zaid, sesungguhnya Allah akan menolong agama-Nya dan membela Nabi-Nya.” Lalu Nabi saw mengutus seorang lelaki dari Khuza’ah untuk menemui Muth’am bin ‘Adi dan mengabarkan bahwa Rasulullah saw ingin masuk ke Mekkah dengan perlindungan darinya. Keinginan Nabi saw ini diterima oleh Muth’am sehingga akhirnya Rasulullah saw kembali memasuki Mekkah.
*
Peristiwa penolakan Bani Tsaqif saat hijrah ke Thaif itu merupakan salah satu kejadian yang dianggap sebagai salah satu kejadian paling menyulitkan bagi Rasulullah SAW. Hal itu pernah diungkapkan Rasulullah SAW ketika Aisyah bertanya kepada Nabi SAW.
Apakah engkau mengalami peristiwa yang amat menyulitkan setelah peperangan Uhud, tanya Aisyah. Rasulullah SAW menjawab, Sungguh aku temukan (rasakan) suatu yang amat menyulitkan di kaummu, yaitu peristiwa Aqbah di Thaif. Tatkala aku menawarkan misiku pada Ibnu Abdu Yalil bin Abdi Kalal, ia tak mereseponsku.
*
Menurut Dr Akram, setelah mengalami masa-masa yang sulit itu, yakni hijrah ke Thaif, Allah SWT menghibur Rasulullah SAW dengan peristiwa Isra Mikraj, yakni perjalanan di malam hari dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsa dan terus hingga menghadap Sang Khalik di Sidratul Muntaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.