Shalatnya Orang Yang Berkendaraan

 

Salah satu kemudahan dari Allah subhaanahu wa ta‘aala kepada ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah shalat dapat dilakukan di berbagai tempat, keadaan dan cara. Rasulullah shallallahu ‘ ‘alaihi wa sallam menjelaskan dan mempraktikkan shalat dalam berbagai keadaan dan cara. Sekalipun seseorang itu sedang sakit, atau dalam perjalanan, atau sedang berperang, atau dalam keadaan apapun, ia tetap dapat melaksanakan shalat. Hal ini sesuai dengan firman Allah subhaanahu wa ta‘aala, 

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertaqwalah kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian ...” (Qs. At Taghabun : 16)


حَافِظُواْ عَلَى الصَّلَوَاتِ والصَّلاَةِ الْوُسْطَى وَقُومُواْ لِلّهِ قَانِتِين فَإنْ خِفْتُمْ فَرِجَالاً أَوْ رُكْبَاناً فَإِذَا أَمِنتُمْ فَاذْكُرُواْ اللّهَ كَمَا عَلَّمَكُم مَّا لَمْ تَكُونُواْ تَعْلَمُونَ َ     

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. (Qs. Al Baqarah 2:238-239)

Orang Yang Dalam Kendaraan

Shalat dapat dilakukan ketika berada di atas kendaraan. Misalkan perahu, orang yang shalat di atas perahu harus mengupayakan untuk berdiri, kecuali jika ia takut tenggelam.

عَنْ مَيْمُوْنَةَ بْنِ مُهْرَانَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : سُئِلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلًَّمَ , كَيْفَ أُصَلِّى فِي السَّفِيْنَةِ ؟ قَالَ : صَلِّ فِيْهَا قَائِمًا, اِلاَّ أَنْ تَخَافَ الْغَرَقَ. رواه الدارقطني وابوعبد 

Dari Maimun bin Muhran, dari Ibnu Umar, ia berkata, ”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, ”Bagaimana caranya aku shalat di perahu ?” Ia menjawab, ”Shalatlah di perahu dengan berdiri, kecuali apabila kalau kamu takut tenggelam”. (H.R. Daruquthni dan Al Hakim)


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat (sunnah) di atas untanya ketika sedang bepergian.

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْتَرَ عَلَى بَعِيْرِهِ. رواه الجماعة

Dan dari Ibnu Umar RA, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat witir di atas untanya. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Jika dulu dilakukan di atas hewan seperti unta, maka sekarang dilakukan diatas kursi, atau benda sejenis, seperti yang dapat dilihat dalam berbagai alat transportasi sekarang ini. Ketika melaksanakan shalat fardhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam turun dari kendaraannya dan melakukan shalat secara normal dengan menghadap kiblat. 


وَعَنِ عَامِرِ ابْنِ رَبِيْعَةَ قَالَ :رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ – يُسَبِّحُ : يُوْمِئُ بِرَأْسِهِ قِبَلَ أَيِّ وِجْهَةٍ تَوَجَّهَ , وَلَمْ يَكُنْ يَصْنَعُ ذلِكَ فِي الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ. متفق عليه

Dan dari Amir bin Rabi’ah, ia berkata, ”Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam – waktu itu ia berada di atas kendaraannya -  bertasbih dan berisyarat dengan kepalanya, ke arah mana saja kendaraannya itu menghadap, dan ia tidak berbuat yang demikian itu dalam shalat fardhu”. (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim)

Namun keterangan Al Quran secara gamblang menyebutkan bahwa ketika menyipati shalat sewaktu perang telah berkecamuk, maka pasukan Muslim melakukan shalat Khauf dengan berjalan dan berkendaraan. Sebagaimana firman Allah SWT:

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا للهِ قَانِتِينَ, فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا, فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

"Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat Wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui." (al-Baqarah: 238-239).

Ayat ini menyebutkan dimungkinkannya shalat ketika dalam keadaan khauf untuk shalat sambil berjalan atau berkendaraan.

Juga ada keterangan lain yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat fardhu di atas kendaraannya karena ada situasi yang dihadapinya, dan hal ini menunjukkan diperbolehkannya shalat fardhu di atas kendaraannya, jika tidak memungkinkan dilakukan di tanah/bumi.


عَنْ يَعْلَى بْنِ مُرَّةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْتَهَى إِلَى مَضِيْقٍ هُوَ وَأَصْحَابُهُ – وَهُوَعَلَى رَاحِلَتِهِ , وَالسَّمَاءُ مِنْ فَوْقِهِمْ , وَالْبِلَّةُ مِنْ أَسْفَلَ مِنْهُمْ فَحَضَرَتِ الصَّلاَةُ, فَأَمَرَ الْمُؤَذِّنَ فَأَذَّنَ وَأَقَامَ , ثُمَّ تَقَدَّمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَاحِلَتِهِ فَصَلَّى بِهِمْ ,  يُوْمِئُ إِيْمَاءً, يَجْعَلُ السُّجُوْدَ أَخْفَضَ مِنَ الرُّكُوْعِ . رواه احمدوالترمذي

Dari Ya’la bin Murrah RA, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sahabat-sahabatnya sampai ke satu lembah, sedang dia berada di atas kendaraannya, padahal langit sangat mendung dan di bawahnya sangat basah. Kemudian datanglah (waktu) shalat, lalu ia menyuruh muadzdzinnya, kemudian ia adzan dan iqomah, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju kendaraannya dan shalat (jama’ah) bersama mereka itu. (Dalam shalat itu), ia berisyarat yang sujudnya lebih rendah dari ruku’. (H.R. Ahmad dan Tirmidzi) 

Hadits ini reportase sahabat sehingga disebut dengan hadits fi’liyah, menjelaskan bahwa Nabi dan para sahabat shalat sambil berkendaraan ketika situasi tanah sangat basah (becek)

Pada saat melakuan shalat di atas kendaraan, disunnahkan pada saat takbir untuk menghadap ke arah kiblat, setelah itu ia dapat berpaling menuruti arah kendaraannya sendiri. Hal ini dilakukan jika tidak bisa turun dari kendaraan untuk melaksanakan shalat fardhu seperti yang disebutkan dalam hadits Amir bin Rabi’ah diatas.


وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلًَّمَ إِذَاأَرَادَ أَنْ يُصَلِّيَ عَلَى رَاحِلَتِهِ تَطَوُّعًا, اِسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ, فَكَبَّرَ لِلصَّلاَةِ, ثُمَّ خَلَّى عَلَى رَاحِلَتِهِ فَصَلَّى حَيْثُمَا تَوَجَهَتْ بِهِ. رواه احمد و ابوداود

Dan dari Anas bin Malik RA, ia berkata, ”Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila shalat sunnah di atas kendarannya, ia menghadap ke qiblat lalu takbir untuk shalat, kemudian ia biarkan kendaraannya itu, maka ia shalat (mengikuti) arah mana saja kendaraannya itu menuju”. (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)

Namun jika tidak bisa menghadapkan wajah ke arah kiblat juga, maka ia dapat melaksanakan shalatnya menghadap ke arah mana kendaraannya menghadap.


وَفِي رِوَايَةٍ كَانَ يُصَلِّيَ عَلَى رَاحِلَتِهِ وَهُوَ مُقْبِلٌ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِيْنَةِ حَيْثُمَا تَوَجَهَتْ بِهِ. وَفِيْهِ نَزَلَتْ , أَيْنَمَاتُوَلُّوْا فَثَمَّ وِجْهُ اللهِ . رواه احمد ومسلم وللترمذي

Dalam suatu riwayat disebutkan, ”Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  pernah shalat sunnah di atas kendarannya sedang dia pergi dari Mekkah ke Madinah (sambil mengikuti) arah mana kendaraannya itu menuju. Dan waktu itu turun ayat, ”Kemana saja kamu menghadap, maka di sana adalah arah Allah subhaanahu wa ta‘aala”.  (H.R. Ahmad, Muslim dan Tirmidzi)


Sungguh Allah subhaanahu wa ta‘aala telah berfirman dalam ayat-ayatnya.

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ….”

Qs. At Taghabun : 16

لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ….”  Qs. Al Baqarah : 286


Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْئٍ فَأْتُوْا مِنْهُ  مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Jika aku memerintahkan kalian mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah menurut kesanggupan kalian.” (HR Bukhari dan Muslim)


Saat shalat di kendaraan, seseorang dapat melaksanakannya dengan cara isyarat.

وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ : رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يُصَلِّيَ وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ النَّوَافِلَ فِي كُلِّ جِهَةٍ , وَلكِنْ يَخْفِضُ السُّجُوْدَمِنَ الرُّكُوْعِ يُوْمِئُ إِيْمَاءً. رواه احمد

Dan dari Jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat sunnah, sedang ia di atas kendarannya mengikuti setiap arah. Namun ia rendahkan sujudnya itu daripada ruku’nya dan ia benar-benar isyarat”. (H.R. Ahmad)


وَفِي لَفْظٍ : بَعَثَنِي النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَاجَةٍ فَجِئْتُ وَهُوَ يُصَلِّى عَلَى رَاحِلَتِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ, وَالسُّجُوْدَ أَخْفَضُ مِنَ الرُّكُوْعِ. رواه ابوداود والترمذي وصححه

Dan dalam satu lafazh, ”Aku (Jabir) pernah diutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk suatu keperluan, lalu aku datang sedang (waktu itu) ia shalat di atas kendarannya dengan menghadap ke timur, dan sujudnya lebih rendah daripada ruku’nya”. (H.R. Abu Daqud dan Tirmidzi)

Note:

Ada satu pendapat menarik dari Ust. Ma'ruf Khozin tentang shalat di kendaraan sebagai berikut ini.

Selain dari keadaan sakit dan dalam kendaraan, keadaan lain yang bisa juga dihadapi oleh kaum muslimin adalah shalat dalam peperangan (jihad) dan shalat dalam perjalanan (musafir). Kedua bagian ini tidak akan disampaikan dalam buku ini mengingat cukup banyaknya materi pokok yang berkaitan dengan dua topik tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.