Shalat Tarawih

 

Secara bahasa kata tarawih (تراويح) adalah bentuk jama’ dari bentuk tunggalnya yaitu tarwiyah (ترويحة) yang artinya adalah istirahat. Shalat ini dinamakan tarawih karena orang yang melakukan shalat tarawih hendaknya tidak dengan terburu-buru, tetapi dengan tenang dan beristirahat agar tidak berat ketika melaksanakannya. 

Shalat tarawih adalah shalat sunnah yang dilaksanakan setelah shalat Isya dan khusus dilakukan di bulan Ramadhan. Jumlah rakaat shalat tarawih adalah genap yaitu dua-dua rakaat.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ قَالَ ابْنُ شِهَابٍ فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ ثُمَّ كَانَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِي خِلَافَةِ أَبِي بَكْرٍ وَصَدْرًا مِنْ خِلَافَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Humaid bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radhialla ̅hu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang menegakkan Ramadhan karena iman kepada Allah dan mengharapkan pahala (hanya dariNya) maka akan diampuni dosa-dosa yang telah dikerjakannya". Ibnu Syihab berkata; Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, namun orang-orang terus melestarikan tradisi menegakkan malam Ramadhan (secara bersama, jamaah), keadaan tersebut terus berlanjut hingga zaman kekhalifahan Abu Bakar dan awal-awal kekhilafahan 'Umar bin Al Khaththob radhialla ̅hu ‘anhu. (HR Bukhari No.1870)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa seseorang yang melaksanakan shalat tarawih diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa menegakkan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". (HR Bukhari No. 36)

Istilah yang digunakan dalam hadits diatas adalah qiyamu ramadhan, maksudnya adalah berdiri pada bulan ramadhan. Ini adalaah melaksanakan shalat pada malam hari yaitu tarawih. 

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةُ أَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ قَامَ بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَادَ أَنْ يَذْهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الَّتِي تَلِيهَا لَمْ يَقُمْ بِنَا فَلَمَّا كَانَتْ لَيْلَةُ سِتٍّ وَعِشْرِينَ قَامَ بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَادَ أَنْ يَذْهَبَ شَطْرُ اللَّيْلِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ قَالَ لَا إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ فَلَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الَّتِي تَلِيهَا لَمْ يَقُمْ بِنَا فَلَمَّا أَنْ كَانَتْ لَيْلَةُ ثَمَانٍ وَعِشْرِينَ جَمَعَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَهْلَهُ وَاجْتَمَعَ لَهُ النَّاسُ فَصَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى كَادَ يَفُوتُنَا الْفَلَاحُ قَالَ قُلْتُ وَمَا الْفَلَاحُ قَالَ السُّحُورُ ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا يَا ابْنَ أَخِي شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ

Dari Abu Dzar dia berkata, "Kami melaksanakan puasa Ramadhan bersama Rasulullah, dan selama satu bulan beliau tidak shalat malam bersama kami kecuali ketika masuk malam ke dua puluh empat beliau melaksanakan shalat malam bersama kami hingga hampir berlalu sepertiga malam. Pada malam berikutnya beliau tidak melaksanakan shalat bersama kami namun pada malam ke dua puluh enam beliau melaksanakan shalat malam bersama kami hingga hampir melewati separuh malam." Abu Dzar berkata, "Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sekiranya engkau tetap shalat malam bersama kami hingga sisa Ramadhan selesai." Beliau menjawab: "Tidak, sesungguhnya apabila seseorang melaksanakan shalat malam bersama imam hingga selesai, maka akan di catat baginya shalat satu malam penuh." Pada malam berikutnya beliau tidak melaksanakan shalat bersama kami, namun pada malam ke dua puluh delapannya Rasululla ̅h shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan keluarganya, dan orang-orangpun ikut berkumpul. Kemudian Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam melaksanakan shalat malam bersama kami sehingga kami hampir tidak mendapatkan Al Falah." Jubair bin Nufair berkata, "Aku bertanya, 'Apa yang dimaksud Al Falah? ' dia menjawab, "Waktu sahur. Wahai anak saudaraku, kemudian beliau tidak pernah lagi melaksanakan shalat malam bersama kami hingga selesai bulan Ramadhan." (HR Ahmad No. 20450)

Hadits diatas menyebutkan bahwa waktu shalat tarawih adalah setelah shalat isya sampai hampir melewati separuh malam. Ini menandakan betapa bersungguh-sungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat melaksanakan tarawih ini.

Sepertinya belum ada istilah tarawih pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, karenanya dalam teks hadits diatas Aisyah memakai redaksi sholat secara umum, atau hadits-hadits tentang shalat di bulan ramadhan diungkap dengan redaksi Qiyam Ramadhan bukan dengan tarawih.

Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat, ibadah malam di bulan ramadhan dilaksanakan sendiri-sendiri oleh para sahabat, sehingga datanglah masa Umar bin Khattab, dan beliau mengintruksikan agar ibadah malam yang sering dilakukan sendiri-sendiri itu dirubah menjadi berjamaah dengan diimami oleh Ubay bin Ka’ab.

وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ

Dan dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Abdurrahman bin 'Abdul Qariy bahwa dia berkata; "Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khaththob radhialla ̅hu ‘anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka 'Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR Bukhari No.1871)

Sahabat Umar mengumpulkan jamaah shalat malam ramadhan dalam jumlah 20 rakaat, dimana pada setiap selesai empat rakaat (dua kali salam) mereka semua istirahat dari shalat dan melakukan thawaf, dan thawaf ini juga ibadah. Seperti inilah akhirnya yang dilakukan oleh penduduk Makkah kala itu, dan tidak terdengar ada sahabat yang menentang pendapat Umar ini.

Istirahat dari setiap selesainya empat rakaat inilah yang dikenal dengan istilah tarwihah/istirahat, demikian Imam Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari menuliskan.  Karena ada banyak tarwihah dalam shalat tersebut sehingga disebut dengan tarawih. Dari sinilah muncul istilah tarawih, dan shalat malam yang sering dikerjakan oleh ummat Islam setelah shalat isyak akhirnya disebut dengan Shalat Tarawih, selebihnya shalat ini juga disebut dengan shalat malam atau ia adalah bagian dari shalat malam.

Mendengar bahwa penduduk Makkah melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat dan setiap jedah empat rakaat mereka melakasanakan thawaf, maka akhirnya di zaman Imam Malik penduduk madinah melakasanakan shalat tarawih dengan jumlah 36 rakaat, dengan mengganti setiap thawafnya penduduk Mekkah dengan 4 rakaat shalat tarawih.  

Pada akhirnya jumlah 20 rakaat inilah yang menjadi pegangan mayoritas ulama fikih dalam banyak pendapat mereka, walaupun sebenarnya tidak ada pembatasan khusus dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam terkait berapa rakaat seharusnya jumlah shalat tarawih.

Memang ada riwayat yang menjalaskan perihal shalat malamya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam baik dibulan ramadhan maupun dibulan lainnya yang tidak lebih dari 11 rakaat, seperti hadits Aisyah ra berikut ketika beliau ditanya bagaimana shalat malamnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

ما كان رسول الله يزيد في رمضان ولا في غيره على إحدى عشرة ركعة

Aisyah ra menjawab: “Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak pernah shalat malam melebihi 11 rakaat baik pada bulan ramadhan maupun pada bulan lainnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jumlah ini menurut Ibnu Taimiyah dan ulama lainnya tidaklah menjadi batas akhir, karenanya memungkinkan untuk melebihi jumlah tersebut. Apalagi sosok Umar bin Khattab yang tidak mungkin akan mengambil keputusan 20 rakaat  plus thawaf jika tanpa dalil dan penalaran yang matang tentang urusan beragama.

Kiranya apa yang dilakukan Umar bin Khattab ini janganlah dibenturkan dengan apa yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah lakukan, karenan urusan ini bukan hanya perkara teks dalil, tapi ini juga perkara dalam memahami teks/pendalilan, dan sahabat Umar adalah salah satu sahabat yang ahli dalam masalah analisis teks/pendalilan. Belum lagi bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  berpesan agar juga berpegang dengan sunnah-sunnah Khalifah Ar-Rasyidun, dan Umar adalah salah satu dari mereka.

Berdasar hadits diatas diketahui bahwa jumlah rakaat shalat lail Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 11 rakaat dengan pola empat rakaat empat rakaat. Namun sebagian ulama menyebutkan bahwa dalil dalam hadits tersebut menjelaskan tentang shalat lail (witir) dan bukan shalat tarawih. 

َوَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( ]مَا] كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً, يُصَلِّي أَرْبَعًا, فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ, ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا, فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ, ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا. قَالَتْ عَائِشَةُ, فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ? قَالَ: "يَا عَائِشَةُ, إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي")  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

'Aisyah radhialla ̅hu ‘anha berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah dalam shalat malam Ramadhan atau lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rakaat dan jangan tanyakan tentang baik dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat. 'Aisyah berkata: Saya bertanya, wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum shalat witir? Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur namun hatiku tidak." (HR Bukhari dan Muslim). 

Aisyah sendiri bertanya kepada Rasulullah itu tentang shalat witir. Sehingga ada yang menyebutkan bahwa hadits tersebut lebih tepat menjadi dalil shalat lail/witir dan bukan shalat tarawih. 

Tentang sebelas rakaatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sangat panjang berdirinya, berdasar hadits berikut ini.

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَلَمْ يَزَلْ قَائِمًا حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سَوْءٍ قُلْنَا وَمَا هَمَمْتَ قَالَ هَمَمْتُ أَنْ أَقْعُدَ وَأَذَرَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Al A'masy dari Abu Wa'il dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiallhu anhu berkata: Pada suatu malam aku pernah shalat malam bersama Nabi shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam. Saat shalat itu Beliau terus saja berdiri hingga aku terbetik perasaan yang jelek". Kami tanyakan: "Apa perasaan jelekmu itu?" Dia menjawab: "Aku berkeinginan untuk duduk dan meninggalkan Nabi shallalla ̅hu ‘alaihi wa sallam ". (HR Bukhari No.1067)

Adapun riwayat 20 rokaat shalat tarawih berdasar riwayat yang menyebutkan bahwa Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhialla ̅hu ‘anhu. Ketika itu shalat dilaksanakan sebanyak 20 raka’at.  Tidak ada seorang sahabat pun yang mengingkarinya sehingga perilaku Umar bin Khattab ini kemudian dianggap sebagai ijma’ atau kesepakatan para sahabat.

Dalam Musnad ‘Ali bin Al Ja’d terdapat riwayat sebagai berikut.

حدثنا علي أنا بن أبي ذئب عن يزيد بن خصيفة عن السائب بن يزيد قال : كانوا يقومون على عهد عمر في شهر رمضان بعشرين ركعة وإن كانوا ليقرءون بالمئين من القرآن

Telah menceritakan kepada kami ‘Ali, bahwa Ibnu Abi Dzi’b dari Yazid bin Khoshifah dari As Saib bin Yazid, ia berkata, “Mereka melaksanakan qiyam lail di masa ‘Umar di bulan Ramadhan sebanyak 20 raka’at. Ketika itu mereka membaca 200 ayat Al Qur’an.” (HR. ‘Ali bin Al Ja’d dalam musnadnya, 1/413)

Hadits diatas dikuatkan oleh hadits serupa yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi, Ibnu Syaibah, dan Abdu Rozaq. 

Para sahabat sendiri melakukan shalat tarawih dengan jumlah rakaat yang berbeda-beda. Ada yang melakukan sampai 39 rakaat. Hal ini juga yang menjadi perilaku Imam hadits, seperti Imam Ahmad bin Hambal melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan tanpa batasan bilangan rakaat. 

Adapun dalil shalat tarawih yang paling kuat adalah hadits dibawah ini.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa berdiri pada Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu". (HR Bukhari No. 36)

Imam Bukhari menyebutkan hadits serupa dalam kitab shahihnya dengan nomor 1869 dan memasukkkannya pada bagian shalat tarawih dalam bab shaum. Hadis ini secara tegas menyebutkan qiyam ramadhan, qiyam ramadhana diantaranya adalah shalat tarawih, namun tidak menyebutkan jumlah rakaatnya. 

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa shalat tarawih bisa dilaksanakan dalam 11 rakaat maupun 23 rakaat. Adapun shalat tarawih dengan jumlah 11 rakaat maka dilaksanakan dengan bacaan yang panjang karena hal itu lebih utama, adapun yang 23 rakaat maka bisa dilaksanakan dengan bacaan yang lebih pendek. Shalat tarawih bisa dilakukan dengan berjamaah dan bisa secara fardhiyah.

wallahu a'lam.

NoteL

Untuk melihat pandangan 4 Mahzab tentang jumlah shalawat tarawih, silahkan klik link berikut ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.