Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu.
Mahasuci Allah subhanahu wa ta'ala, Dzat yang telah memberi kesempatan kepada kita untuk sekali lagi hadir di hari bahagia 1 Syawal. Inilah hari kemenangan setelah sebulan penuh di bulan suci Ramadlan kita melawan segala bisik intrik syetan laknatullah.
Menahan segala syahwat, haus, dan lapar yang dapat merusak ibadah shaum kita, serta menghantarkan kita ke kondisi jiwa wiqayah: yaitu jiwa yang memiliki kesiapan dan kesanggupan guna melaksanakan segala titah perintah Allah SWT serta menjauhi segala apa yang dilarangnya, Jiwa yang bukan saja sanggup meninggalkan yang fahsya, munkar, tahlukah, ataupun laghwah, akan tetapi juga sanggup meninggalkan sesuatu yang telah menjadi haknya jika itu dikehendaki Allah subhanahu wa ta'ala.
Segala syukur dan puji adalah mutlak bagi-Nya. Di hari fitrah ini kita gemakan takbir, tahmid, tahlil, dan tasbih dengan khusyu, khudlu, serta tawadlu sebagai pernyataan dan pengakuan dari lubuk qalbu yang paling dalam akan Maha Agungnya Rabbul Izzati serta pernyataan dan pengakuan betapa dlaif dan naifnya tiap-tiap diri.
Allahu akbar, Allahuakbar, Allahu akbar, Walillahil Hamdu.
Tatkala fajar 1 Syawal menyingsing, tatkala lingkaran-lingkaran putih di ufuk sana mulai nampak menghalau kegelapan malam, tatkala seorang muadzin bangkit berdiri menyeru kepada setiap insan, "Hayya 'alas shalah! Hayya 'alalfalah!". Maka tatkala itulah jutaan bibir bergetar, jutaan jantung berdenyut, jutaan nafas berdesah mengagungkan dan memuliakan Rabbul Izzati.
Gema takbir sahut menyahut dari satu lembah ke lembah lainnya, dari satu bukit ke bukit lainnya, mengarungi samudra nan luas, melampaui batas-batas wilayah satu negara. Mahasuci Engkau ya Rabbi, Maha Agung Engkau ya Izzati.
A'idzin a'idzat rahimakumullah.
Inilah hari kemenangan bagi hamba-hamba yang beriman, hari yang tidak ada lagi pada tiap-tiap diri simbol kekufuran, simbol-simbol kemaksiatan, monumen pemberontakan dan kedurhakaan. Hari ini segala kebencian yang pernah ada antarpribadi mukmin jadi sirna. Segala kebekuan silaturrahim menjadi cair kembali. Prasangka buruk dan fitnah telah tiada. Pada hari bahagia ini hati menjadi penuh akan maaf hingga kasih sayang sesama mukmin tumbuh dengan subumya.
Sidang Idul Fitri yang berbahagia, motivasi apa yang mendorong kita hadir sebagai pemenang pada hari ini? Semangat apa yang mem-back up kita hingga bisa melawan segala intervensi syetan laknatullah? Adalah suatu hal yang tidak mungkin perjuangan berat ini dapat kita lalui tanpa motivasi. Hadirin rahimakumullah, di antara sekian banyak motivasi, ada motivasi yang paling agung, mulia, dan luhur di hadapan Rabbul Izzati, yaitu terminal impian Darussalam Jannatun Na'im di mana tiap jiwa bermandikan kasih Ilahi dan curahan rahmat dan ampunan-Nya.
Motivasi inilah yang menghantarkan seorang Bilal untuk dapat bertahan dari siksa tuannya yang memaksa dia untuk kafir kembali. Motivasi ini pula yang menyebabkan Hamzah siap terbelah dada bermandikan darah demi tegaknya simbol keagungan Allah.
A'idzin a'idzat rahimakumullah.
Jika mata batin seorang mukmin sudah tidak terbelenggu oleh bias-bias kenikmatan duniawi, jika ruhani seorang mukmin dapat menembus dimensi ruang dan waktu, maka motivasi pantai harapan tadi akan mudah didapat. Di sisi lain ruhani seorang mukmin mesti sadar bahwa pantai harapan tersebut hanya dapat diraih oleh jiwa-jiwa muttaqin, u'iddat lil muttaqin.
Sedangkan, kondisi taqwa itu sendiri adalah sasaran antara yang hanya didapat lewat uji coba lapangan. Dan, salah satu uji coba lapangan yang dilembagakan itu tidak lain adalah shaum Ramadlan. Kenapa dikatakan dilembagakan? Karena perilaku ibadah ini hanya mungkin dilakukan lewat ancangan atau pendekatan kelembagaan (institutional approach) dan bukannya melalui pendekatan tingkah laku (behavioral approach).
Contoh, penetapan awal shaum, penetapan penggantian shaum dengan fidyah, sanksi yang dijatuhkan terhadap suami istri yang melakukan hubungan badan pada siang hari, pengarnbilan zakat fitrah serta penentuan kriteria mustahiq, penetapan akhir shaum, dan sebagainya hanya dapat dilakukan oleh suatu majelis yang mengatasnamakan Allah SWT.
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamdu.
Sidang 'Id rahimakumullah.
Hari ini adalah hari fitrah, hari saat tiap jiwa yang beriman kembali ke kondisi fitrah. Boleh jadi karena gesekan-gesekan sosial, pengaruh monumen kekufuran atau instrumen kemaksiatan lainnya, jiwa seorang mukmin menjadi tidak padu dengan risalah Allah SWT, tidak lagi harmonis dengan Dinul Haq, mengatur dan mengukur diri serta lingkungannya dengan hawa nafsu.
Maka mulai hari ini tiap jiwa menghadap kepada Dinul Haq, Dinul Islam. Kita kembalikan lagi jiwa kita menjadi jiwa yang tunduk patuh kepada norma-norma Islam, jiwa yang tidak rela ditata dengan norma hukum yang bertentangan dengan ridla Allah SWT, jiwa yang hidup yang butuh konsumsi-konsumsi lezat berupa amal shaleh, jiwa yang sadar akan jati diri sebagai khalifatullah, penegak, dan penerjemah simbol-simbol keagungan Allah SWT.
Berangkat dari jiwa fitrah inilah seseorang akan menata rumah tangga dan masyarakatnya. Ia takut akan ancaman Allah SWT yang disampaikan lewat Rasul-Nya bahwa barangsiapa melihat kemaksiatan di sekitarnya sedangkan ia memiliki kemampuan untuk mencegahnya tapi tidak dilakukannya, maka itulah kemunafikan yang nyata. Dan pada riwayat lain dari Abu Daud, Rasulullah menyatakan bahwa pasti Allah akan mengazabnya sebelum mati.
Karena itu, jiwa-jiwa fitrah tidak akan apriori terhadap lingkungannya. Ia tidak akan merasa tentram manakala melihat anaknya, istrinya, suaminya, atau karib kerabatnya menyimpang dari norma-norma Islam. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk meluruskannya agar tiap pribadi mewujud nyata menjadi simbol keagungan serta kemuliaan Allah SWT.
A'idzin rahimakumullah.
Jiwa-jiwa fitrah semacam ini pula yang akan siap memikul risiko, menanggung akibat serta segala konsekuensi perjalanan shirathal mustaqim karena memang demikian sunnatullahnya. Allah SWT menyatakan,
Dari pernyataan ini dapatlah diambil satu kesimpulan bahwa mereka yang tidak memiliki kesiapan untuk memikul beban seperti yang telah dipikul oleh para rasul beserta para sahabatnya akan mustahil bisa selamat sampai ke pantai harapan, dermaga impian, Darussalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.