Diantara mahluk-mahluk ciptaan Alloh SWT. yang paling indah dan dalam bentuk yang paling sempurna yakni dari jenis manusla. Memang ini tidak bisa dlpungkiri, sehingga semua orang sepakat untuk membenarkannya. Walaupun demiklan ada sisi kemanusiaan manusia sebagai fitrah ciptaan llahiyah. Manusia bersifat tergesa-gesa, yang seringkali akhirnya sasaran pun menjadi berantakan tidak kesampaian karenanya.
وَكَانَ الْاِنْسَانُ عَجُوْلًا
“Dan memang manusia bersifat tergesa-gesa”. (QS. 17:11)
خُلِقَ الْاِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ
"Manusia telah dljadikan (bertabiat) tergesa-gesa...".(QS. 21:37)
Acapkali kita mendengar suatu pernyqtaan orang bahwasannya leblh cepat leblh balk. Seandainya kita mau bersikap jujur ungkapan demikian tidak selalu berujung dengan kesuksesan. Malah bisa jadi hasilnya adalah keterpurukan. Tergesa-gesa merupakan sifat alamiah dari manusia yang tidak bisa disangkal adanya. Orang yang tergesa-gesa adalah orang yang ingin cepat-cepat menyelesaikan suatu perkara atau rencana program. Jika memungkinkan harus segera beres sebelum waktunya. Tidak jarang orang yang demikian suka mengambil jalan pintas atau potong kompas untuk sampai ke tujuan. Yah, tidak sedikit pula yang harus terperosok, tergelincir, terpelanting dan celaka di perjalanan sebagai ganjaran yang diterima.
Konsekwensi logis manakala orang yang tergesa-gesa suka lebih banyak ngomong dari pada praktek. Teori dan konsepnya yang diobral selangit, akan tetapi amalnya hanya sesenti. Hidup pun selalu dibayang-bayangi fatamorgana, angan-angan panjang telah menghanyutkan fikiran. Dalam perjuangan panjang menegakkan Risalah tindakan terburu-buru janganlah dimunculkan ke permukaan. Terlebih lagi perjuangan tersebut masih dalam tahap embrio.
Perilaku demikian jika tidak segera diobati akan menjadi tabiat penyakit akut. Ada sebuah peribahasa : akan bisa karena blasa, kalau dibiasakan tentu akan menjadi bisa dan biasa. Demikian pula halnya dengan kebiasaan seperti inl (suka tergesa-gesa) yang akhirnya menjadi suka dan enggan ditinggalkan. Tentang permasalan inl akan sangat sullt untuk dlsembuhkan karena memang sudah berurat berakar. Inilah salah satu bentuk penyakit hati.
Celakanya manusia yang yang demikian kurang siap mental dalam menghadapl kegagalan, atau keberhasilan yang tertunda. Obsesinya sejak dari awal melangkahkan kaki adalah sukses besar dikemudian hari. Faktor resiko diperjalanan kurang menjadi pertimbangan. Untuk meraih sukses besar tersebut tidak didukung oleh tahapan program yang jelas. Padahal bagi suatu harokah sebuah program itu menempati urgensi yang sangat signifikan guna menunjang keberhasilan.
Suatu program kerja atau kegiatan menjadi niscaya keberadaannya. Sebuah program terbentuk agar supaya cita-cita yang diharapkan menjadi maujud dalam kenyataan. Laksana gula dengan manisnya ataupun garam dengan asinnya, keduanya sangat mustahil dipisahkan agar disebut benar dalam eksistensinya. Begitu pula akan dapat disebut benar dalam eksistensinya jika sebuah harokah atau Jama'ah Islam manakala memiliki program tefstruktur yang dimaklumatkan. Pentlngnya tahapan program kerja adalah agar supaya kita bisa menginventarisir kebutuhan dan juga mengevaluasi kegagalan atau keberhasilan. Dengan demikian kita menjadi punya ukuran dari kehandalan sumber daya manusia sehingga layak dapat bintang dari Robbul 'izati.
Menginventarisir kebutuhan jama'ah sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Dengan demikian berarti kita harus mendata; barang-barang apa sajakah yang dibutuhkan? Mengapa barang tersebut dibutuhkan? Seberapa besar tingkat efektivitas dan efisiensi barang yang diperlukan tersebut? Untuk mendapatkannya berapa dana yang harus dikeluarkan? Dari manakah dana tersebut didapatkan? Dlmanakah akan dltempatkan? Dan sejumlah pertanyaan lain yang membutuhkan penjelasan.
Seumpama Yayasan (atau jama'ah Islam) bergerak dilapangan dakwah maka kita harus mengkalkulasi sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan. Baru kita akan merasakan perlunya tempat yang memadai demi kelancaran misi. Sebab tempat itu akan berfungsi sebagai basic camp pembinaan, pos komando (posko), pusat informasi dan kesekretariatan. Sebagai pusat informasi maka harus tersedia alat komunikasi yang memadai, misalnya: telephon, faximile, internet. Dalam fungsi kesekretariatan maka dibutuhkan alat tulis menulis, meja, kursi, mesin tik, kertas, komputer, lemari, box file, white board, dan sebagainya. Disamping itu agar mobilisasi dakwah menjadi cepat tentunya harus tersedia alat transportasi; sepeda, mobil atau motor. Rasanya akan lebih terasa bebas beraktivitas manakala sekretariat kita berada pada tempat millk sendiri, bukan ngontrak atau sewa apalagi numpang. Kalau seperti itu kondisinya berarti keberadaan kita menjadi bersandar atas perkenan orang lain.
Demikian pula halnya seandainya kita berbicara mengenai evaluasi program dakwah yang tidak kurang peliknya. Banyak liku-liku, aspek-aspek dan faktor-faktor yang terkait sehingga kita puas dengan hasilnya. Kepuasan yang didapatkan bukan berarti harus dengan hasil positif malah bisa jadi negatif. Kepuasan disini lebih dikarenakan adanya objekti vitas penilaian. Dakwah berarti akan menyangkut pada persoalan; bagaimana materi kurikulum disusun untuk dakwah? Bagaimana metoda penyampaiannya? Apa materi pokok bahasannya? Siapa muda'inya? Apa syarat menjadi muda'i dan penetapan mad'unya? Bagaimana training bagi muda'i? Dan sejumlah persoalan lainnya. Barulah kita bisa menilai apakah program dakwah kita itu gagal, stagnan, atau sukses besar. Semakin sarat sebuah jama'ah dengan program kegiatan akan semakin menuntut luasnya jaringan dan kompleksnya kebutuhan.
Kita semakin mafhum dengan keadaan ini. Harokah jama'ah Islam hanya akan disebut eksis jika ia mempunyai rencana program ke depan. Dengan program itulah ia harus mendata hal-hal apakah yang diperlukan untuk mampu mendukung, menopang dan menyokong keberhasilan program. Sungguh sangat disayangkan apabila kita membuat yayasan, lembaga, organisasi, perhimpunan dan Iain-Iain untuk sekedar formalisme -cuma punya stempel doang. Apakah kita tidak sadar bahwa itu adalah kemubaziran, kita telah memubazirkan potensi yang dimiliki. Dan kemubaziran itu merupaka amal syaithan.
Dengan tidak ada program kegiatan bagaimana mungkin kita mengkalkulasi (evaluasi) kemajuan harokah perjuangan jami'atul muslimin. Bersyukurlah apabila lembaga atau yayasan yang kita terlibat didalamnya telah membuat master plan (rencana program kerja) yang tervisualisasi lewat time schedule. Proses selanjutnya adalah tinggal bertawakal kepada Allah Robbul 'alamin.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
159. Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal. (QS. 3: 159)
Terapi yang cukup manjur untuk menangkal sikap reaktif (tergesa-gesa) hanyalah dengan bertawakal kepada Alloh SWT. Makna orang yang bertawakal kepada Alloh adalah dengan menyandarkan hidup dan matl kepada-Nya. Orang yang bertawakal tidak akan berputus asa dari rahmat Alloh. Secara praktis ia akan berjalan sesuai dengan program yang ditetapkan oleh Jama'ah Alloh dalam menggapai keridhoan-Nya. Bukan lantas bereksperimen membuat lompatan progran atau mengesampingkan progran yang syah, yang akhirnya malah menjadi terpenting. Na'udzubillahi min dzalik.
Majalah Karima, 18 MUHARRAM 1418 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.