Aqidah Islamiyah

Aqidah Islamiyah merupakan hal yang mendasar didalam Harakatul Islamiyah karena segala tingkah laku manusia menjadi sia-sia di hadapan Alloh swt manakala  Aqidah Islamiyahnya tidak beres (ishlah). Oleh karena itu pembahasan Aqidah di dalam syari'atul Islamiyyah merupakan pokok bahasan yang ulama dan pertama dibandingkan unsur-unsur lainnya yang membentuk bangunan Islam. 

Aqidah berasal dari kata kerja 'aqoda -ya'qidu -'aqdan yang berarti   naqiedul -hal  (mengikatkan sesuatu) misalnya pada kalimat 'uqdatun-nikah yang berarti perikatan nikah. Di dalam gramatika bahasa 'Arab kata 'aqdun juga kadang memiliki kesamaan arti -murodif- dengan kata 'ahdun, seperti firman Alloh subhanahu wa ta'ala : Alladzina yanquduna ahda-llohi   [ Q: S 2 : 27 ]   Artinya mereka yang mendobrak perikatan Alloh atau perjanjian Alloh. Disini kata ahdun atau perjanjian adalah satu bentuk perikatan sebelah menyebelah.

Berkata Umar bin Khattab ra : Hallaka ahlul-'uqdati wa Robbul-ka'bati ; Adakah engkau ahli perikatan dengan penguasa K'abah ?. Yang dimaksud Umar r.a dengan ucapan tadi adalah,: Al-bai'aiu imaq'udatu lil-walaayati, perikatan bai'at kepemimpinan. Demikian menurut Jamaluddin Muhammad bin Mukarrom, dalam karya tulisnya lisanul 'Arab zuj ke 3. Selanjutnya, beliau mengutip Al- Quran surat Al- Maidah ayat  1 ; Yaa ayyuhalladzina Aamanu aufuu bil-'uqudi, artinya : Al-'uhud.

Aqidah [jamaknya : Aqooidu) didalam bahasa 'arab umum berarti kepercayaan atau keyakinan. Menurut Asysyahid Sayid Qutub di dalam tafsirnya  Fii dzilalil Quran jilid ke 1, beliau memakai istilah Aqooidu-samawiyah yaitu elemen baku yang membentuk bangunan Islam, mengutip hadits Rosululloh saw: Buniyal Islam 'ala khomsin yakni Syahadatayn, sholat, saum, zakat dan hajji. 

Dari sub pokok bahasan syahadah melahirkan topik bahasan TAUHID, berasal dari kata kerja wahhada-yuwahhidu-tauhidan artinya mengesakan atau menjadikan esa. Didalam ikrar syahadah yang wajib dinyatakan esa-NYA adalah fungsi Uluhiyah, Laa ilaha illa-lloh.

 

1. TAUHID RUBUBIYYAH

Secara etimologis Robb artinya pencipta, pemelihara, pemberi rizqi. pengatur dsb. Didalam al-Quran surat Al-'alaq [96 : 1-2] [Q,S: 2:21] Robb memiliki arti alladzi kholaq, yang menciptakan. 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (٢١)

“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa” (Qs Al Baqoroh 2:21)

QS : Yunus 32 Robb berarti sumber nilai Al-haq yang absolut. 

فَذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلا الضَّلالُ فَأَنَّى تُصْرَفُونَ (٣٢)

“ Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka Bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?” (Qs Yunus 10:32)

QS, 42: 10 robb memiliki arti tempat bergantung. 

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ (١٠)

“ tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (yang mempunyai sifat-sifat demikian) Itulah Allah Tuhanku. kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nyalah aku kembali.” (Qs 42:10)

QS. 106:3, Robb berarti yang memiliki atau pemilik.

فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ (٣)

“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).” (Qs 106:3)

Seseorang dikatakan musyrik Rububiyyah manakala dia memiliki KEYAKINAN bahwa selain Alloh swt ada lagi benda, baik itu kongkrit atau abstrak yang memiliki kekuasaan Rububiyyah, misalnya: bisa memberi rizqi, mematikan, menghidupkan, menjadikan maju atau mundurnya usaha dsb.

Semua pengertian Rububiyyah tersebut dimaksudkan secara haqiqi, karena jika diartikan secara syari'at manusia   pun bisa melakukannya. Sebagaimana yang digambarkan Al-Quran tentang dialog Ibrahim alaihi-ssalam dengan Numruz laknatulloh di surat Al-Baqoroh ayat 258 : 

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِي حَاجَّ إِبْرَاهِيمَ فِي رَبِّهِ أَنْ آتَاهُ اللَّهُ الْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا أُحْيِي وَأُمِيتُ قَالَ إِبْرَاهِيمُ فَإِنَّ اللَّهَ يَأْتِي بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِي كَفَرَ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ (٢٥٨)

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang  (1) yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Qs 2:258)

(1) Yaitu Raja Namrudz dari Babilonia.

Oleh karena itu pula, pengertian MENGATUR pada salah satu arti Rob bukanlah dalam arti pentahkiman atau hukum formal, akan tetapi pengaturan haqiqi, seperti bagaimana planet-planet secara teratur berputar pada porosnya, bagaimana proses metabolisme berjalan tertib pada tubuh manusia, bagaimana Alloh swt mengatur rizki pada makhluqnya dsb. 

Selain itu fungsi Rububiyyah sepanjang syari'at Islam tidak pernah diwakilkan kepada siapapun termasuk para Nabi. Karena jika fungsi ini di wakilkan, maka semua manusia yang membutuhkan perbendaharaan Alloh swt di bolehkan minta kepada Nabi. Padahal keadaan semacam ini, sebagaimana terjadi pada umat Musa as dan Isa as dinyatakan Alloh swt sebagai hal yang SYIRIK .

Demikian pula didalam surat Al-'Arof ayat 188 :

قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (١٨٨)

“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman". (Qs 7:188)

Didalam Al- Quran surat Al- An'am ayat 50. Alloh swt menegaskan :

قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلا تَتَفَكَّرُونَ (٥٠)

“Katakanlah: aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?" (Qs 6:50)

Dari kedua ayat tadi jelas sekali bahwa unsur-unsur Rububiyyah seperti perbendaharaan langit, baik dan buruk serta urusan gaib lainnya tidak pernah diwakilkan kepada para Nabi. Lain halnya dengan pentahkiman hukum formal. Kasus yang berkaitan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani dimana mereka menjadikan Ahbar dan Ruhban sebagai Rab yang lain selain Alloh swt, diawali oleh adanya keyakinan bahwa ahbar dan rahib mereka memiliki sebagian kekuasaan Rububiyyah, dan akhirnya mereka pun mengadakan pengabdian kepada rahib dan ahbar tsb. Seperti di jelaskan dalam surat Al-taubah 31.

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (٣١)

“mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”(Qs 9:31)

Berdasar paparan di atas, maka tegaknya Tauhid Rububiyyah berindikasikan meningkatnya rasa cinta setia atau mahabbah kepada Alloh swt, dan hal ini terbukti antara lain :

a. berupa optimalnya kesiapan dan kesanggupan untuk melaksanakan tiap-tiap perintah-NYA dan menjauhi tiap- tiap larangan-NYA tanpa kecuali dan tanpa tawar menawar.

b. mendahulukan dan mengutamakan pelaksanaan perintah Alloh swt dari pada sesuatu di luarnya.

c. mendasarkan tiap- tiap laku lampah dan 'amalnya atas wahdaniyyat Alloh swt, tegasnya atas tauhid sejati dan tidak atas pertimbangan, alasan dan dalil apapun; melainkan hanya berdasarkan kholison mukhlison semata.


2. TAUHID MULKIYYAH

Seseorang diwajibkan, sepanjang syareat Islam, memiliki keyakinan bahwa satu-satunya Maharaja beserta seluruh aturan-hukumnya yang wajib dita'ati dlohir bathin, hanyalah Mulkiyyah Alloh [Maliki-nnas]. 

Sebaliknya, manakala ada seseorang yang meraih keyakinan lain, bergeser, menyimpang dari gambaran keyakinan di atas, bahwa ada lagi selain kerajaan Alloh swt, selain Maharaja Alloh swt, selain hukum-hukum dan aturan Alloh swt yang boleh di ta'ati, di patuhi secara dhohir bathin, hakekat syariat sepenuh hati Maka orang tersebut terjerumus kedalam MUSYRIK MULKIYYAH.

Didalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 107 dinyatakan bahwa milik Alloh swt kerajan langit dan kerajaan bumi. 

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (١٠٧)

“Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.” (Qs 2:107)

Demikian halnya di dalam surat Al- furqon 2 lebih jauh dinyatakan disana bahwa tidak pernah ada sekutu di dalam kerajaan-Nya, wa lam yakunlahu syarikun fi-l mulki.

الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا (٢)

“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs 25:2)

Demikian pula masalah hukum [hukum positip] secara tegas Alloh swt menyatakan bahwa itu hanyalah kewenangan-NYA, walahu -hukmu wa ilahi turja'un [Q,S:28:70], inni-lhukmu illa lillah [QS:6:57]. Bahkan didalam surat Al-Kahpi ayat 26, ditegaskan tiada sekutu dalam hukum NYA wa laa yusyriku fi hukmihi ahadan.

وَهُوَ اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الأولَى وَالآخِرَةِ وَلَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٧٠)

“dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (Qs Al Qashash 28:70)

قُلْ إِنِّي عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَكَذَّبْتُمْ بِهِ مَا عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُونَ بِهِ إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ (٥٧)

“Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik". (Qs Al Anam 6:57)

قُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثُوا لَهُ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَبْصِرْ بِهِ وَأَسْمِعْ مَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا (٢٦)

“Katakanlah: "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan Alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindungpun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan". (Qs Al Kahfi 18:26)

Dari beberapa ayat terebut di atas jelaslah bahwa segala institusi lembaga, organisasi, beserta seluruh produk hukumnya yang tidak mewakili dan bukan cerminan  dari  mulkiyyah Alloh swt, adalah batal, salah, keliru, sesat dan menyesatkan.

Jika fungsi Rububiyyah dan Uluhiyyah tidak pernah diwakilkan Alloh swt kepada siapapun, termasuk kepada para Nabiyullah sekalipun, maka lain halnya dengan fungsi Mulkiyyah yang pelaksanaannya diwakilkan kepada manusia, dalam hal ini Rosul atau ulil amri.

Di dalam Al-Quran surat An-nisa ayat 64-65 Alloh swt menyatakan bahwa, tidak semata mata diutus seorang Rosul melainkan untuk dita'ati, dan sungguh jika mereka berbuat dlolim atas diri mereka sendiri, mereka datang kepada engkau, maka mereka memohon ampun kepada Alloh swt  tentulah mereka mendapatkan Alloh swt maha pengampun dan maha penyayang. 

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا (٦٤)فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (٦٥)

“dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

“ Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Qs An Nisa 4:64-65)

Demikian halnya di dalam Al-Quran surat An-nisa ayat 80, dinyatakan : Barang siapa menta'ati Rosul, maka sungguh dia telah menta'ati Alloh.

Oleh karena itu tegaknya Tauhid Mulkiyyah berindikasikkan dengan adanya keyakinan, seyakin-yakinnya bahwa:

a. satu-satu nya institusi, lembaga, atau jama'ah yang haq, yaitu lembaga Al-Islam, yang dasar hukumnya Al-Quran dan As-sunah saw, bertujuan mendlohirkannya di atas segala hukum dan aturan lainnya.

b. satu-satunya pimpinan, ulil 'amri yang perintah-perintahnya wajib dita'ati, dipatuhi [sepanjang berdasarkan Al-Quran dan Sunah saw] hanyalah pimpinan, ulil amri atau imam lembaga Islam.

c. satu-satunya undang-undang, hukum positip yang sah   untuk menghukumi, mengadili tiap diri, keluarga serta masyarakat hanyalah hukum Islam. 

Dari tauhid mulkiyyah inilah kita mengenal kewajiban keta'atan serta kepatuhan kepada Ulil Amri:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا (٥٩)

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs An Nisaa 4:59)

Dari  Al-Qur an surat An-nisa ayat 59 tersebut di atas dapatlah kita pahami bahwa keta'atan kepada Ulil Amri merupakan bagian yang tidak terpisahkan sekaligus syarat yang harus dipenuhi, jika kita ingin dikategorikan sebagai orang yang beriman kepada kepada Alloh dan hari akhir.

Syeh Abil hasan 'ali bin Muhmmad bin Habib Al-Bishri [wafat th 450 H], dalam kitabnya Ahkamu Shulthoniyyah, bab l,hal 5 dst, menyatakan tafsir QS:4:59 tsb di atas sbb:

Ulil Amri atau Imam adalah sebutan yang hanya diberikan kepada pewaris atau pengganti Nabi dalam memelihara Dienul Islam dan siyasah Dunia, sedangkan keterikatan [bai'at] umat yang hidup dan tinggal disekitarnya adalah wajib dan pengingkarannya adalah dosa, karena Imam tegak berdiri di atas Syari'atul-Islamiyyah. Maka wajiblah atas kita sekalian ta'at kepada Ulil Amri yang ada di tengah-tengah kita yang mengatur atas kita sekalian.

Dan diriwayatkan Hisyam bin Urwah, dari Abi sholeh, dari Abi Hurairoh ra : Sesungguhnya Rosululloh saw telah berkata :

سَيَلِيْكُمْ بَعْدِي ولة فيليكم البر ببره ويليكم الفاجر بفجوره فاسمعوا لهم واطيعوا فى كل ماوافق الحق فاءن احسنو فلكم ولهم  وان اساءوا فلكم

Dari sabda Rosululloh saw tsb, jelaslah bahwa Imam-imam yang datang sesudah Rosululloh saw ada yang baik dan ada yang tidak baik, akan tetapi sepanjang tidak keluar dari Al-haq maka wajiblah ta'atnya. Karena jika dia memerintah dengan baik, maka kebaikan itu untuk dirinya dan juga untuk umat, tapi jika dia memerintah dengan buruk, maka keburukan itu hanya untuk dirinya, sedangkan untuk umat tetap berupa kebaikan.

Di dalam Al-Qur an Surat Al-an'am ayat 165 dijelaskan, bahwa Alloh swt menjadikan kholifah di muka bumi ini berbeda dalam derajat, wa rofa'a ba'dlokum fauqo ba'di darojaati. Dus kita tidak bisa mendefinisikan Ulil-Amri atau Imam yang ideal, atau menentukan kelayakan untuk di ta'ati berdasarkan subjektifitas diri sendiri atau subjektifitas diri yang lain.

وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ (١٦٥)

“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs AL Anam 6:165)

Sedangkan keberadaan kholifah dimaksudkan untuk memberikan solusi dari setiap problematika yang ada di tengah-tengah umat, agar adanya satu kepastian hukum, dan tidak membiarkan kebimbangan atau kebingungan yang berkepanjangan di tengah-tengah umat. Firman Alloh swt didalam Al-Qur an surat Shaad ayat 26:

يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ (٢٦)

“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs Shaad 38:26)


Menurut Syeh Abi-lHasan Ali, beberapa tugas Ulil Amri atau Imam itu antara lain:

a. Menjaga dienul Islam atas aslinya sebagaimana telah di tetapkan Alloh swt di dalam Al-Qur an dan Sunah Rosulullohi saw, serta apa yang di himpun oleh Khulafau rasyidin Al-Ahdiyyin. Maka bilamana muncul hal yang bid'ah atau penyimpangan yang melahirkan kebingungan darinya, tugas Ulil Amri lah untuk menerangkan hujjah serta kejelasan arahnya dan menetapkan kelaziman hukumnya. Agar terbukti Dienul Islam tetap dijaga dari kecacatan serta umat tercegah dari penyimpangan.

b. Memberlakukan hukum di antara yang berselisih serta memutus permusuhan diantara yang bersengeta hingga meratalah keadilan. Maka tidak boleh terjadi orang dlolim menjadi melampaui batas dan orang yang didlolimi ditindas.

Menurut sebahagian Mufassir misalnya Al-'Alamah Maulana Muhammad di dalam tafsirnya menyatakan bahwa kewajiban keta'atan serta kepatuhan seseorang terhadap Uhl Amri atau Imam berawal dari adanya perikatan kepemimpinan [Bai'at Imamah], karena  lewat  perikatan tsb seseorang tadi sudah menyerahkan sebahagian haq subjektifnya untuk di atur oleh Ulil Amri atau Imamnya. 

Dalam pengertian, apabila hak hak subyektif seseorang tersebut tidak bertabrakan dengan pagar-pagar jama'ah, atau tidak mengganggu kepentingan umum atau hajat umat tentu tidak diperbolehkan seorang imam menginterfensinya. 

Akan tetapi manakala sebaliknya, seperti kebijakan yang dilakukan amirul mukminin Umar bin Khatab ra terhadap sebidang tanah milik salah seorang warganya yang bernama Muhammad digali untuk dibuat selokan guna mengalirkan air ke tanah yang ada dibelakangnya, padahal Muhammaad tidak mengidzinkanya. Lengkap  kisah  ini   harap  baca,  asy-syari'atul   khalidat wa musykilalul 'ashri, karya tulis DR Ahmad Zaky Yamani) 

Nah, modal atau kewenangan apa yang dimiliki oleh amirul mukminin untuk menginterfensi hak subyektif Muhammad, yang sudah dinyatakan haramnya oleh Rosululloh saw pada hajji wada, sebagaimana haram tumpahnya darah  seorang muslim, kalau bukan berdasarkan perikatan kepemimpinan [bai'at imamah|. 

Karena berbarengan dengan bai'at imamah yang dilakukan oleh seseorang, berbarengan dengan itu pula terjadi penyerahan beberapa hak subyektif untuk diatur oleh pimpinan atau imaninya. Konon dengan alasan ini pula maka Amirul mu-minin menutup pintu darurat kebolehan menikah dengan kafir wanita ahli kitab. 

Dan perikatan kepemimpinan ini mengikat seseorang tidak hanya di dunia tapi juga berlanjut sampai ke akherat, bahkan ketika seseorang di bangkitkan kelak di yaaumil-akhir pun beserta pimpinannya,YAUMA NAD'UU KULLA UNAASIN BI IMAAMIHIM, [QS: 17:71]. 

يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا (٧١)

“(ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan Barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya Maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.” (Qs AL Isra 17:71)

Imam ini pula yang ketika dibangkitkan sebagai saksi, WA YAUMA NAB'ATSU MIN KULLI UMATIN SYAHIDAA [QS: 16:84].

وَيَوْمَ نَبْعَثُ مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا ثُمَّ لا يُؤْذَنُ لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَلا هُمْ يُسْتَعْتَبُونَ (٨٤)

“dan (ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan dari tiap-tiap umat seorang saksi (rasul), kemudian tidak diizinkan kepada orang-orang yang kafir (untuk membela diri) dan tidak (pula) mereka dibolehkan meminta ma'af.” (Qs An Nahl 16:84)

Sebaliknya, jika perikatan kepemimpinan seseorang diberikan kepada orang kafir, maka dengan pimpinan orang kafir tsb jua lah dibangkitkannya kelak di yaumil-akhir. 

Perikatan [bai'at] itu merupakan tali belenggu yang mengikat erat antara umat dan pimpinannya WA JA'ALNAAL AGHLALAN FII 'ANAAQIL-LAADZIN A KAFAARUU [QS:34:33]

وَقَالَ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ وَجَعَلْنَا الأغْلالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا هَلْ يُجْزَوْنَ إِلا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٣٣)

“Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: "(Tidak) sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru Kami supaya Kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya". kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs 34:33)

Di ayat lain dinyatakan bahwa seseorang masuk neraka disebabkan salah dalam mengambil pimpinannya, LAULA AN'ITJM LAKUNNA MU MINIIN [QS;34;31 s/d 33] [QS: 2: 166-167] [QS: 28: 62-63] [QS: 34: 31-33] [QS; 14; 21-22] dst.

وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ نُؤْمِنَ بِهَذَا الْقُرْآنِ وَلا بِالَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ مَوْقُوفُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ يَرْجِعُ بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ الْقَوْلَ يَقُولُ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لَوْلا أَنْتُمْ لَكُنَّا مُؤْمِنِينَ (٣١)قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا أَنَحْنُ صَدَدْنَاكُمْ عَنِ الْهُدَى بَعْدَ إِذْ جَاءَكُمْ بَلْ كُنْتُمْ مُجْرِمِينَ (٣٢)وَقَالَ الَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا بَلْ مَكْرُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِذْ تَأْمُرُونَنَا أَنْ نَكْفُرَ بِاللَّهِ وَنَجْعَلَ لَهُ أَنْدَادًا وَأَسَرُّوا النَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُا الْعَذَابَ وَجَعَلْنَا الأغْلالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا هَلْ يُجْزَوْنَ إِلا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٣٣)

31. dan orang-orang kafir berkata: "Kami sekali-kali tidak akan beriman kepada Al Quran ini dan tidak (pula) kepada kitab yang sebelumnya". dan (alangkah hebatnya) kalau kamu Lihat ketika orang-orang yang zalim itu dihadapkan kepada Tuhannya, sebahagian dari mereka menghadap kan Perkataan kepada sebagian yang lain; orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: "Kalau tidaklah karena kamu tentulah Kami menjadi orang-orang yang beriman".

32. orang-orang yang menyombongkan diri berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah: "Kamikah yang telah menghalangi kamu dari petunjuk sesudah petunjuk itu datang kepadamu? (Tidak), sebenarnya kamu sendirilah orang-orang yang berdosa".

33. dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: "(Tidak) sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru Kami supaya Kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya". kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat azab. dan Kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan. [QS;34;31-33] 

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الأسْبَابُ (١٦٦)وَقَالَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا لَوْ أَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّأَ مِنْهُمْ كَمَا تَبَرَّءُوا مِنَّا كَذَلِكَ يُرِيهِمُ اللَّهُ أَعْمَالَهُمْ حَسَرَاتٍ عَلَيْهِمْ وَمَا هُمْ بِخَارِجِينَ مِنَ النَّارِ (١٦٧)

“(yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya Kami dapat kembali (ke dunia), pasti Kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” [QS: 2: 166-167] 

وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ (٢١)وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الأمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِي عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِي مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٢٢)

“ dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: "Sesungguhnya Kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, Maka dapatkah kamu menghindarkan daripada Kami azab Allah (walaupun) sedikit saja? mereka menjawab: "Seandainya Allah memberi petunjuk kepada Kami, niscaya Kami dapat memberi petunjuk kepadamu. sama saja bagi kita, Apakah kita mengeluh ataukah bersabar. sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri".

dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” [QS; 14; 21-22] 

Di sisi lain yang namanya Ulil Amri adalah merupakan Administratur Negara, karena negara atau lembaga sendiri adalah suatu yang Abstrak. Dus keberadaan Ulil Amri atau Imam adalah refresentatif mewakili lembaga atau jamaah, oleh karena itu seseorang menjadi sah di sebut Ulil Amri atau Imam dan sah untuk di ta'ati sepanjang Syari'atul Islamiyyah manakala dia mewakili lembaga Al-Haq, lembaga kekhalifahan Allah swt di muka bumi, yang kriteria nya di jelaskan secara rinci di dalam Al-Qur an dan sunnah Rosululloh saw. 

Lembaga itulah yang disebut Al- Islam, dan manakala seseorang keluar dari jama'ah ini berarti sudah keluar dari Al- Islam.

عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ قِيْدَ شِبْرٍ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ  الإِسْلاَمِ مِنْ عُنُقِهِ 

“Dari Abu Dzar radliyallahu 'anhu berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa memisahkan diri dari Al-Jama'ah walaupun sejengkal, maka bererti dia telah melepaskan ikatan Islam dari tengkuknya." (HR Abu Daud, Ahmad, Hakim)

Secara  tegas  Al-Qur  an  menyatakan   kriteria Al-Islam atau Jamaah itu berasaskan  hudan wa dienul haq, bertujuan mendlohirkannya dialas segala dien dengan kepemimpinan seorang Rosul lewat usaha aamanu hajaru jahadu yang membangkitkan kebencian orang-orang kafir dan orang-orang musyrik.

Untuk memahami mulia, suci serta agungnya lembaga khohfah ini ada baiknya kita hayati serta kaji qisahnya didalam kitab suci Al-Qur an dan sunah Rosululloh saw. Satu qisah yang menjadi sebab utama dan pertama tentang kenapa makhluq manusia [Adam as beserta keturunannya] hadir di planet bumi ini. 

Judul besar [khalifah] yang menghantarkan derajat Adam as beserta keturunannya naik melampaui batas-batas makhluq yang ada di bumi, baik golongan dabbah ataupun golongan thairoh, bahkan derajat manusia [sepanjang tetap istiqomah dengan judul besar kholifah] naik meninggi melampaui derajat Malaikat, maa yarfa'uhu 'ala-l Malaikati. 

Terhadap hamba hamba terkasih serta umat tersayang semacam inilah Alloh subhanahu wa ta'ala memerintahkan kepada para Malaikat untuk sujud, hormat, melayani serta menjaga, wa inna 'alaikum lahafidzin, secara bergilir malaikat penjaga pada siang hari berganti dengan malaikat penjaga pada malam hari untuk melapor kepada Alkholiq tentang hambaNYA.

Karena itu sejarah menceritakan ada segolongan manusia yang mendapat kemurahan dan kemudahan dari Alloh swt dengan dibukakanNYA pintu pintu barokah serta rohmat dari langit dan bumi seperti bani Israil pada zaman Sulaiman as atau Daud as maka itu pasti disebabkan karena mereka istiqomah dengan jati dirinya sebagai kholifah Alloh, bukan karena mereka keturunan Ishak as. 

Demikian pula Bani Isma'il pada zaman Muhammad saw atau pada zaman Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin 'Affan dan 'Ali bin Abi Talib rodiallohu 'anhum menempati posisi hamba terkasih umat tersayang, hingga Kisra Parsi dan raja raja Romawi sebagai dua kekuatan yang mendunia secara legendaris menjadi terpuruk takluk di bawah kekuasan Islam. 

Hal itu sekali lagi, karena mereka tetap istiqomah dengan fungsi kholifah, menjadi pemikul risaalah pengemban 'Amanah. Jadi permasalahannya bukan Bani Israil atau Bani Isma'il, bukan orang 'Arab atau Ajam, akan tetapi siapa saja dan bangsa apa saja adalah mungkin untuk menjadi bangsa yang besar, menjadi pencelup sibghoh Alloh swt di muka bumi tercatat dengan tinta emas dalam sejarah dunia dan, akhirat sebagai penyangga kerajaan Alloh swt di muka bumi, menjadi penyokong simbol-simbol keagungan, kemulyan sertu kesucian-NYA .

Karena judul besar kholifah ini pula, munculnya makhluq terkutuk syetan laknatullah yang tidak siap menerima kenyataan akan keputusan Alloh swt akan adanya Adam as sebagai  khalifatullah, allatii wakallaha-llohhu  ilaihi, dimana   Alloh swt telah mewakilkan kepada Adam as untuk membentuk, mengurai, menetapkan, mengganti atau menata ulang bumi ini hingga tercelup dengan warna sibghoh Allah swt serta rahmahNYA merata diseluruh alam, rakhmatan iil 'alamiin.

Karena fungsi khalifah ini pula Allah swt tetapkan manusia sebagai pimpinan atau tuan atas seluruh makhluq di muka bumi ini, zumaamu haadzihi-l ard, sayyidan lil 'alam wa sayyidim lil 'aalat. 

Begitu tingginya penghargaan Alloh swt terhadap 'amal jama'i kekhalifahan ini, sampai sampai manakala pelaksanaan 'amal jama'i kekhalifahan ini bertabrakan waktunya dengan pelaksanaan 'amal khushusiyyah seseorang, Alloh swt berkenan mengidzinkan hambaNYA   untuk menunda atau mengakhirkan pelaksanaan 'amal khushusiyyah, mitsalnya menjama'   qoshor   sholat   atau   mengqodlo   shaum Ramadlon. 

Memberontaknya syetan terhadap al-kholiq subhanahu wa ta'ala bukan disebabkan atau dikarenakan Alloh  swt menciptakan makhluq baru yang namanya Adam, karena sebelumnya pun telah diciptakkan berjuta jenis makhluq akan tetapi tidak menjadikan adanya satu makhluq pun yang memberontak kepada Alloh swt. 

Demikian pula sesudah Adam as diciptakan, Al-kholiq menciptakan makhluq baru yang berjuta ragam dan jenisnya, tetapi sekali lagi tidak menyebabkan satu makhluqpun yang memberontak kepada Alloh swt. 

Oleh karena itu, pemberontakan syetan atau iblis kepada Alloh swt HANYA disebabkan karena fungsi khalifatullah fil ardhi dilimpahkan Alloh swt kepada Adam as, dan ini akan tetap menjadi judul yang akan melemparkan seseorang kedalam  golongan   terkutuk dihadapan Alloh swt manakala berani menolak atau mengingkari keberadaan institusi khalifah ini. 

Bagi syetan la'natullah, nampaknya, dia bisa menerima kenyataan dan beriring bersama orang orang yang sholat, shaum, zakat atau hajji asalkan orang tersebut terlepas dan meninggalkan fungsi khohfah yang mengikat dirinya. Atau kalau tidak, maka syetan akan turun untuk mengganggu shalat, shaum, zakat atau hajji serta 'ibadah khushusiyah lainnya, sehingga hapuslah segala nilai  'amal   sholeh orang tersebut. 

Sejak sa'at itulah, maka terbentanglah medan pertempuran  yang  berkepanjangan,  pertempuran  antara  pencipta  dan pembuat kebathilan, keburukan serta kejahatan dari golongan iblis atau syetan [bangsa Jin dan Manusia]   dengan para khalifah Alloh swt di muka bumi, pertempuran yang berkepanjangan dalam sosok [dlomir] manusia, mu min dan kafir. 

Sejak sa'at itu pula, munculnya simbol-simbol  kemesuman,   monumen kemaksiatan, kebathilan yang melembaga serta orang orang yang berbangga bangga dengan itu semua.

Maka untuk seterusnya sesuai dengan sunatilloh yang sudah berjalan, sesuai dengan hukum yang sudah baku setiap manusia yang tidak dapat keluar dari lingkaran syetan |QS;7 17] dan tidak bisa melihat syetan.

Jika syetan menyerang manusia, maka yang pertama diserang sudah pasti fungsi kholifahnya sebagaimana telah terjadi pada Adam as. Dan inilah yang menjadi sebab makin banyaknya manusia yang mengkufuri kepada jati dirinya, mengkufuri kepada ketetapan Alloh swt. 

Manusia semacam ini yang sudah bergeser dari sifat fitrahnya, Alloh swt menyebut mereka sampah, kotoran, rijsun. Sebab ini pula yang menghantarkan bani Israil menjadi dikutuk-laknati oleh Alloh swt lewat lisan Daud as hingga terjadi pembantaian besar-besaran serta pemerkosaan oleh bangsa Babilon, yang menghantarkan Bani Israil pada bangsa pelarian dari kampung halaman, great diasfora. 

Dan sekali lagi kutuk laknat Alloh swt tumpah kepada mereka lewat hsan Isa as hingga kisah yang mengerikan terulang lewat tangan tangan bangsa romawi. Sayid Quttub menyebut manusia semacam ini ibarat buah mentah yang terlempar dari pohonnya, hanya tinggal menunggu busuknya. 

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (٧٨)كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (٧٩)

“78. telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. 79. mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan Munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” [QS:5:78-79]

Karena syetan laknatullohi berharap para khalifah fil ardi dapat dijebak hingga gugur kesucian dan kemulyaan dirinya, maka Syetan membuat duplikat-duplikat yang bentuknya seperti sama, seperti yang dikehendaki Alloh swt, akan tetapi isinya justru merupakan penyimpangan, yaitu dibentuknya lembaga syetan sebagai tipuannya. 

Maka sejak sa'at itu dihadapan manusia terbentang dua jalan kehidupan, wahadainaahu-najdayn, syajaroh thoyibah - syajaroh khobitsah. Dua lembaga atau jama'ah yang berseberangan, bertentangan, yang satu berakhir di Jannah an-na'im, puncak segala keni'matan dan kebahagiaan. Sedangkan yang satu lagi terpuruk di lembah kebinasaan kenistaan, puncak segala siksa dan sengsara, Naaru jaannam, tak satupun manusia dapat lari dari kenyataan ini, tak ada pilihan lain. 

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا وَتُنْذِرَ يَوْمَ الْجَمْعِ لا رَيْبَ فِيهِ فَرِيقٌ فِي الْجَنَّةِ وَفَرِيقٌ فِي السَّعِيرِ (٧)   

Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada Ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri) sekelilingnya serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya. segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam. [QS:42:7]


Berseberangan antara institusi shirothol mustaqim, shirothollohi dengan institusi shirot- al maghdlub, shirotho-thoghut akan nampak didalam aktifitas struktur kepemimpinannya dan kebijakan kebijakan formal dari hukum positifnya [dien] dikarenakan institusi itu sendiri adalah sesuatu yang abstrak.

Bagi seorang mukmin yang berharap perkenan Allah swt, masuk kedalam Al-Jannah, berarti adalah haram untuk menjadikan, menganggap struktur kepemimpinan non wahyu, beserta masyarakatnya sebagai WALI, sebagai sosok yang layak dita'ati, dipatuhi ataupun dijadikan tempat bergantung, tempat menitipkan harapan serta keinginan, seperti itu pula terhadap aturan-aturannya beserta seluruh produk hukum positifnya. 

وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (١٣٩)

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mentaati orang-orang yang kafir itu, niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.” Qs Ali Imran (Qs. 3:139)

Demikian pula di berbagai ayat lainnya di dalam Al Quran, kita dapat

kan hal senada, bahwa apapun 'amal yang mereka yakinkan sebagai 'ibadah, manakala masih tetap menjadikan institusi kafir, struktur kepemimpinan kafir, hukum-hukum serta perundang-undangan kafir sebagai walinya, sebagai acuan kehidupannya, maka amal-amal apapun yang mereka lakukan, tidak sekali-kali pernah dapat menyelamatkannya dan siksa api neraka.

Perhatikan 

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا (٦٠)

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? mereka hendak berhakim kepada thaghut, Padahal mereka telah diperintah mengingkari Thaghut itu. dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”. QS:4:60

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا (١٤٤)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi Wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ? (QS:4:144)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٥٧)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil Jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu Jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman. (QS;5:57)

تَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ (٨٠)وَلَوْ كَانُوا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالنَّبِيِّ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَا اتَّخَذُوهُمْ أَوْلِيَاءَ وَلَكِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (٨١)

“80. kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya Amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, Yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. 81. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Qs. 5:80, 81.


3. TAUHID ULUHIYYAH

Laa ilaha  illa-lloh, secara etimologis berarti tiada yang di 'ibadati, al ma'bud, kecuali hanya Alloh subhanahu wa  ta'ala, hubungan antara laa nafiyah dengan istisna pada kalimat illa-lloh, memberikan tekanan arti tidak ada lagi yang layak di 'ibadati, dihormati, disujudi, dicintai serta ditakuti sama dengan, apalagi lebih, 'ibadahnya, hormatnya, sujudnya, cintanya serta takutnya kepada Alloh swt. 

Tauhid Uluhiyyah ini merupakan indikator utama bagi tauhid Rububiyyah, dalam arti orang yang syirik didalam Rububiyyahnya sudah pasti syirik pula Uluhiyyahnya, karena tauhid Rububiyyah sifatnya i'tiqodiyyah dan tidak akan ada yang mengetahui kecuah dirinya dan Alloh swt, baru orang lain akan dapat mengetahui manakala kekotoran i’tiqodiyyalmya sudah di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu Uluhiyyahnya. 

Misalnya orang memiliki keyakinan, i'tiqod, bahwa ada selembar kain yang memiliki kekuatan Rububiyyah, dapat menyelamatkan dirinya, atau memberikan jaminan kebahagian [musyrik rububiyyah], maka orang tersebut akan mengekspresikan, menyalakan hormatnya,  khudlunya, tawadlunya dalam cara memegang, menyimpan, atau membawanya, seperti hormat, khudlu serta tawadlu orang tsb kepada Alloh swt, apalagi jika lebih, itulah prilaku musyrik Uluhiyyah yang dapat dibaca oleh orang lain.   

Menurut jumhur mufasir Musyrik atau andad itu lebih luas dari pada menyembah patung patung dan berhala, termasuk musyrik manakala seseorang menghormati pimpinan seperti hormatnya [apalagi lebih] kepada dienul Islam, ar-ru- usa alladzi khoda'a lahum hudlu'an diniyan. 

Yang dimaksud tentu saja, segala keta'atan serta penghormatan kepada siapapun jika berasal bukan dari rujukan dienul Islam lebih apalagi jika bertentangan dengan dienul Islam maka menjadi musyrik adanya. Seorang sahabat Rosululloh saw bertanya, ya Rosululoh saya amat sangat menghormati akan dikau,  tidakah saya menjadi musyrik karenanya ? Jawab Rosululloh saw: Jika yang engkau hormati adalah Aku Muhammad bin 'Abdulloh maka  engkau termasuk musyrik, tapi jika  yang engkau .hormati- adalah aku Muhammad nabiyulloh maka tidaklah engkau menjadi musyrik.

Dari  gambaran di atas tadi, jelaslah bagi kita bahwa segala keta'atan serta kepatuhan seseorang terhadap seorang pimpinan mestilah didasari kenyataan, sepanjang sunah bahwa di pundak orang tsb terpikul risalah Alloh swt, karena hanya bercirikan risalah inilah seseorang layak di katakan Imam, al-imamatu maudlu'atun likhilaafati-nubuwwati fii harosati-ddini wasiyaasati-ddunya. 

Oleh karena itu manakala pimpinan sudah bergeser, apalagi menyimpang dari risalah nubuwwah, maka segala keta'atan, kepatuhan, hormat dan respek, khudlu dan tawadlu kepada orang tersebut menjadi haram dan musyrik.

Seperti halnya tauhid rububiyyah, fungsi uluhiyyahpun tidak diwakilkan Alloh swt kepada siapapun, jangankan kepada berhala patung kuburan ataupun wali, kepada nabipun tidak, perhatikan QS 3: 79, 80

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (٧٩)وَلا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (٨٠)

“tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

“dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan Para Nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) Dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?". (QS 3: 79-80)

Karena itu alasan orang musyrikin bahwa mereka tidak mengabdi kepada patung-patung latta ataupun uzza melainkan hanya sekedar mendekatkan diri, ditolak oleh Alloh swt, 

أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ (٣)

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS 39:3)

Makalah Ust Iskandar Ditulis tahun 1998