Sirriyah Tanzhim

 
Bukit Aqabah


Sirriyatu Tanzhim termasuk salah satu prinsip dalam gerakan dakwah. Rasulullah SAW sejak mendapat tugas untuk berdakwah ke masyarakat telah menerapkan prinsip ini dengan ketat. Kisah-kisah dalam shiroh nabawiyah menunjukkan bahwa sirriyatu tanzhim telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan dakwah Rasulullah SAW.

Pada mulanya perintah merahasiakan sesuatu (sirriyah/kitman) dijalankan Rasulullah SAW dan para sahabat setelah mendapat perintah untuk berdakwah. Perintah ini turun kepada Rasulullah SAW melalui surat Al Mudatstsir ayat 1-2. 

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (١)قُمْ فَأَنْذِرْ (٢)

“1. Hai orang yang berkemul (berselimut),2. bangunlah, lalu berilah peringatan!”

Sasaran dakwah pertama kali yang di dekati Rasulullah SAW adalah orang-orang yang serumah dengan beliau, kemudian orang-orang yang merupakan sahabat dekat (akrab) beliau kemudian orang-orang yang agak jauh hubungannya dengan beliau. Termasuk dalam hal ini adalah keluarga terdekat beliau.

Sejak awal mengemban misi kenabian, Rasulullah Saw. telah memenuhi perintah Allah untuk berdakwah mengajak manusia menghambakan diri dan beribadah hanya kepada Nya serta meninggalkan penyembahan berhala. Pada saat itu, dakwah baru dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Tujuannya agar kaum Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan ajaran paganisme tidak kaget menerima Islam. Rasulullah Saw. tidak pernah berdakwah di tengah forum kaum Quraisy. Seruan dakwah beliau hanya disampaikan kepada orang-orang yang benar-benar memiliki hubungan dekat dengannya.

Cara yang dilakukan Rasulullah SAW pertama kali adalah dengan sembunyi-sembunyi. Nabi melakukan ini untuk menghindari tindakan buruk orang-orang Quraisy yang fanatik terhadap kemusyrikan dan paganisme. Nabi tidak menyampaikan dakwahnya di majelis-majelis umum tetapi melalui pendekatan pribadi (dakwah fardhiyah). 

Orang-orang yang pertama kali masuk Islam adalah Khadijah binti Khuwailidi, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar bin Abi Quhafah, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash, dll. Mereka ini melakukan pertemuan dengan Nabi secara rahasia. Apabila salah seorang diantara mereka ingin melaksanakan ibadah (sholat), mereka pergi ke lorong-lorong Mekkah dan bukit-bukit di sekitar Mekkah seraya bersembunyi dari pandangan orang kafir Quraisy. 

Ketika penganut Islam berjumlah sekitar 30-an orang, Rasulullah SAW memilih rumah salah saeorang dari mereka yaitu Arqam bin Abil Arqam Al Makhzumy sebagai tempat untuk mengadakan pembinaan dan taklim. Sedemikian rahasianya tempat taklim ini sampai-sampai tidak diketahui penguasa Quraisy sampai menjelang hijrah ke Yatsrib. Nabi melakukan dakwah secara sirriyah ini kurang lebih selama 3 (tiga) tahun, sampai kemudian turun perintah dakwah secara jahriyah (terang-terangan). 

Pola dakwah tersebut diatas merupakan uslub dakwah Rasulullah SAW. Dr. Ramadhan Al Buthy menyebutkan bahwa uslub dakwah tersebut merupakan siyasah syar’iyah (politik syariah) diri Rasulullah sebagai Imam, bukan termasuk tugas-tugas tablighnya dari Allah sebagai Nabi. Sehingga pimpinan dakwah Islam di setiap masa bisa menggunakan prinsip dakwah tersebut sesuai dengan situasi yang dihadapinya. Jumhur fuqaha-pun sepakat jika jumlah kaum muslimin sedikit atau lemah posisinya, sehingga diduga keras mereka akan dibunuh oleh musuhnya maka yang harus didahulukan adalah kemashlahatan menjaga dan menyelamatkan jiwa. 

Sirriyah tanzhim merupakan bagian yang integral dalam dakwah. Sirriyah merupakan sifat yang melekat atau tak terpisahkan dari dakwah Rasulullah SAW dalam semua tahapannya sepanjang kehidupan Rasulullah SAW baik di Mekkah maupun Madinah. Apabila sifat-sifat sirriyah ini nampak jelas pada periode Makiyyah maka pada periode Madaniyah sifat ini justru ditemukan lebih rapi dan penataannya. Karena periode Madaniyah merupakan periode Jihad wal Qital, sedangkan perang itu sendiri adalah tipu daya (khid’ah).

Rasulullah SAW dan para sahabatnya melaksanakan sirriyah dalam berbagai bentuknya. Pernah suatu ketika Abu Bakar keluar kemudian berkata, “Pergilah kepada Ummu Jamil bin Khattab, tanyakan kepadanya tentang Muhammad SAW. Lalu ibunya datang kepada Ummu Jamil sera berkata, “Sesungguhnya Abu Bakar bertanya kepadamu tentang keadaan Muhammad bin Abdullah. Tetapi Ummu Jamil berkata, “Aku tidak kenal Abu Bakar, juga tidak kenal Muhammad, tetapi jika kamu menginginkan aku datang bersamamu kepada anakmu.” Kemudian dia berkata, “Ya”, maka berjalankah Ummu Jamil bersamanya. Pada kisah tersebut terlihat sesama anggota "jamaah" Rasulullah SAW membatasi komunikasi untuk menghindari munculnya resiko akibat pengenalan terhadap anggota jama’ah Rasulullah SAW.

Upaya membatasi komunikasi dengan Rasulullah juga tampil dalam bentuk sandi atau kode-kode. Hal ini bisa dilihat dalam sebuah riwayat yang cukup panjang tentang masuk Islamnya Abu Dzar al Ghifari dan caranya berhubungan dengan Rasulullah SAW dengan menggunakan seorang pemberi isyarat yaitu Ali bin Abi Thalib. Jika ia melihat sesuatu yang mencurigakan, maka ia duduk ke tanah seperti orang yang sedang menuangkan air.

Dilain kisah, ketika Amr bin Anbasah masuk Islam, Rasulullah SAW memerintahkan kepadanya untuk menyembunyikan keislamannya, dan tetap berhubungan dengan keluarganya. Pada masa itu identitas keislaman dapat dianggap sebagai identitas jama’ah, siapa yang masuk Islam maka dia berarti termasuk dalam kelompok Muhammad SAW. Para sahabat diperintahkan Nabi SAW untuk menyembunyikan identitas jama’ah, sekalipun beberapa sahabat ada yang berani menampakkan keislamannya, khususnya pada tahun-tahun pertama bi’tsah. Sebagaimana yang dikatakan Ibnu Masud, bahwa ada 7 orang yang berani menyatakan identitasnya yaitu Rasulullah, Abu Bakar, Ammr bin Yasir, Sumayah, Shuhaib, Bilal dan AL Miqdad. 

Ada kisah lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah suatu ketika menyembunyikan identitas dirinya, atau latar belakang dirinya. Ketika Rasulullah dan Abu Bakar sebelum Perang Badar keluar mencari informasi tentang keadaan musuh, dalam sebuah dialog yang cukup panjang terjadi kesepakatan dengan orang tua (musyrikin) untuk memberikan informasi. Ketika Rasulullah diminta menyebutkan informasi tentang dirinya, Rasulullah hanya menyebutkan, “Kami dari air”, kemudian Rasulullah meninggalkan orang tua itu.

Rasulullah dan para sahabat juga merahasiakan program-program yang dijalankan jama’ah ketika itu. Contoh paling gamblang adalah tentang Darul Arqam bin Abil Arqam dan apa yang berlangsung di dalamnya. Kegiatan dakwah dan pembinaan yang dilakukan Rasulullah dan para sahabatnya di Darul Arqom dilakukan di tempat yang aman dan tidak diketahui oleh kaum musyrikin. Sampai menjelang hijrah ke Yatsrib, Darul Arqom tidak diketahui oleh musyrikin Mekkah.

Program taklim ketika itu juga berjalan secara sirriyah. Umar bin Khattab ketika masih musyrik tidak mengetahui bahwa adiknya dan iparnya Sa’d bin Zaid sudah masuk Islam. Dan hebatnya lagi Umar tidak mengetahui bahwa adiknya dan iparnya itu memiliki kelompok taklim (halaqoh) yang dipimpin oleh Khabbab bin Al Arit, dimana mereka bertiga mengkaji ayat-ayat Allah SWT dalam rumah Sa’d secara tertutup.

Kisah-kisah program jama’ah Rasulullah yang rahasia juga bisa dipelajari dalam kisah Bay’ah Aqobah I dan terlebih lagi pada Aqobah II. Dengan sangat indah diceritakan oleh Ibnu Hisyam dalam kitab shirohnya, bahwa hampir tidak ada seorangpun musyrikin Mekkah yang mengetahui terjadinya bay’ah di bukit Aqobah di malam hari, dalam jumlah yang cukup besar (73 orang), dan dilakukan ditengah ramainya orang pasca upacara haji. Untuk naik ke bukit Aqobah, para penduduk Yatsrib digambarkan Ibnu Hisyam berjalan mengendap-ngendap, seperti layaknya burung belibis pada malam hari.

Kisah spektakuler tentang kerahasiaan prgram jamaah Rasulullah pada periode Makiyyah adalah kisah hijrahnya Rasulullah SAW. Dimana Rasulullah SAW bersama Abu Bakar berangkat hijrah diiringi oleh tim pendukung yang bekerja dengan sangat rahasia. Bahkan waktu berangkat hijrahnya Rasulullah SAW sendiri hanya diketahui oleh Abu Bakar, yang disampaikan secara mendadak. Kisah ini menutup kisah-kisah sirriyah fi tanzhim pada periode Makiyyah.

Aspek sirriyah lain yang disebutkan dalam shiroh ialah bahwa Rasulullah SAW menyembunyikan nama-nama orang yang masuk Islam, atau masuk masuk dalam jama’ahnya. Sebelum masuk Islam, dalam suatu riwayat Muslim disebutkan, Ammar bin Yasir bertanya kepada Nabi siapa saja yang bersamamu melakukan hal ini (dakwah) ? Rasulullah hanya mengatakan seorang yang merdeka (yaitu Abu Bakar) dan seorang budak (yaitu Bilal).

Dr. Akram Dhiya’ al Umuri menyebutkan bahwa Nabi SAW dengan sengaja tidak menceritakan kepada Ammar nama-nama orang yang masuk Islam. Hal itu dilakukan Nabi demi menjaga keselamatan orang-orang tersebut dari ancaman teror yang dilancarkan oleh musyrikin Mekkah. Tindakan Rasulullah ini bisa dibilang merupakan upaya menyembunyikan kekuatan jama’ah, sehingga tidak terlihat berapa jumlah kuantitatif kekuatan yang dimiliki jama’ah.

Bahkan sebagaimana dinukil oleh Dr. Al Umuri, Ibnu Hajar Aswalani dalam kitab Fathul bari dan Ibnu Katsir dalam Shiroh Nabawiyah sendiri menyebutkan bahwa karena dakwah sirriyah-lah setiap sahabat tidak mengetahui secara persis siapa yang lebih dahulu masuk Islam dibanding yang lainnya. Seperti pengakuan antara Abu Dzar dan Amr bin Abasah yang keduanya mengaku sebagai orang yang keempat masuk Islam. Jadi antara Amr bin Abasah dan Abu Dzar tidak saling mengenal siapa diantara mereka yang lebih dahulu masuk Islamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.