Uswah Hasanah Dalam Wala' dan Baro'



1. Ibrahim Al-Khalila.s.

Sudah barang tentu nabi Allah Ibrahim a.s merupakan uswah hasanah dalam wala-nya terhadap Allah, agama, hamba-hamba-Nya yang beriman, bara' dan permusuhannya terhadap musuh-musuh Allah, termasuk ayahnya sendiri.

Sirah nabi Allah, Ibrahim bersama kaumnya, juga sama dengan nabi dan rasul lainnya. Beliau menyeru kaumnya dengan cara yang paling baik agar menyembah Allah, mengesakan, menunggalkan dalam beribadah dan mengingkari setiap thaghut yang disembah selain Allah. Firman-Nya:

"Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Qur'an) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi. Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya : "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembahsesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahaibapakku, janganlah kamu menyembah syetan. Sesungguhnya syetan itu durhaka kepada Rabb Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syetan". Bapaknya berkata : "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti,niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama". Ibrahim berkata : "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Rabb-ku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri dari padamu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Rabb-ku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Rabb-ku". Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka dan dari apa yang sembah selain Allah, Kami anugerahkan kepadanya Ishaq dan Ya'qub. Dan masing-masing Kami angkat menjadi Nabi" (Qs. Maryam:41-49)

kepadanya Ishaq dan Ya'qub. Dan masing-masing Kami angkat menjadi nabi." (Maryam:41-49).

Inilah langkah permulaan dakwah Ibrahim a.s, kekasih Allah, yaitu dakwah dengan cara yang baik, yang dimulai dari orang yang paling dekat dengannya. Bila ternyata di sana tidak ada reaksi dengan cara dakwah ini, lebih baik menghindari kebatilan dan orang-orangnya. Tujuannya untuk mempertahankan dan memikirkan kembali urusan yang baru ini dan demi keselamatan dai agar tidak bersekutu dengan para pendukung kebatilan, kalau memang terpaksa harus bergaul dengan mereka serta tidak dapat hijrah meninggalkan tempat tinggalnya. Kemudian Al-Qur'an melanjutkan kisah dakwah Ibrahim dengan menjelaskan bahwa beliau menggunakan hujjah dan mengadu argumen dengan kaumnya. Firman-Nya:
"Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Apakah yang kamu sembah?" Mereka menjawab : "Kami menyembah berhala-berhala dan senantiasa kami tekun menyembahnya". Ibrahim berkata : "Apakah berhala- berhala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa kepadanya? atau dapatkah mereka memberi mantaat kepadamu atau memberi madharat?" Mereka menjawab: "(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian". Ibrahim berkata: "Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu? Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Rabb semesta alam." (Asy-Syua'ara': 69-77)

Ketika mereka tidak mendapatkan alasan yang tepat, karena ternyata perbuatan mereka itu hanya sekedar taqlid buta terhadap perbuatan nenek moyangnya, maka Ibrahim berkata secara lantang : "Aku adalah musuh sesembahan-sesembahanmu ini". Hal ini serupa dengan ucapan Nuh a.s, seperti yang difirmankan Allah: "Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-seku-tumu (untuk membinasakan aku). Kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku." (Yunus:71)

Juga seperti yang dikatakan Hud as dalam surat Hud: 54-56, dan firman Allah dalam surat Al-Mumtahanah: 4,88)

Akidah Ibrahim a.s inilah yang diambil pelajaran oleh para ulama kita yang mulia, yaitu ulama-ulama Salaf dari umat ini. Mereka berkata, "Wala' tidak ada artinya tanpa melakukan permusuhan." Atau seperti vang dikatakan Ibnul-Qayyim Al-Jauzy, "Wala' tak akan menjadi benar tanpa mengadakan permusuhan seperti yang difirmankan Allah tentang pemimpin orang-orang yang lurus dan yang dicintai (Ibrahim), yang berkata kepada kaumnya, "Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyangmu yang dahulu? Karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Rabb semesta alam."

Wala' pada diri Ibrahim ini tidak akan menjadi benar kecuali dengan menampakkan permusuhannya. Sesungguhnya tidak ada wala'kecuali bagi Allah, tidak ada artinya wala' tanpa bara' dari segala sesuatu yang disembah selain Dia. Firman-Nya : "Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: "Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamusembah, tetapi (aku menyembah Allah) Yang menjadikan aku, karena sesungguhnya Dia akan memberi taufik kepadaku". Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunan- nya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu." (Az- Zukhruf:26-28)

Maksudnya, Ibrahim menjadikan wala' bagi Allah, dan bara' dari segala yang disembah selain-Nya. Inilah kalimat tauhid yang tetap kekal pada keturunannya. Para nabi dan pengikut mereka terus-menerus mewarisinya. Inilah kalimat tauhid la ilaha illallah, kalimat yang diwariskan pemimpin orang-orang yang lurus bagi para pengikutnya hingga kiamat tiba 89)

Imam Ath-Thabary berkata, "Wahai umat Muhammad, bagi kamu sekalian ada uswah hasanah pada tindakan Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya dalam masalah ini, yaitu berupa penentangan orang-orang kafir, memusuhi mereka dan tidak wala'terhadap mereka, kecuali mpada ucapan Ibrahim kepada ayahnya : "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagimu."

Perkataan Ibrahim ini bukan merupakan uswah bagi kamu sekalian dalam masalah ini. Sebab ucapan itu datang dari Ibrahim yang berupa janji bagi ayahnya sebelum beliau mengetahui secara jelas bahwa ayahnya adalah musuh Allah. Maka ketika jelas bagi Ibrahim, bahwa ayahnya adalah musuh Allah, ia pun melepaskan diri darinya. Para pengikutnya juga melepaskan diri dari musuh-musuh Allah. Maka janganlah kamu mengambil mereka sebagai wali sehingga mereka beriman kepada Allah dan melepaskan diri dari penyembahan terhadap selain Allah. Perlihatkanlah kepada mereka permusuhan dan kebencian. 90)

Akibat dari permusuhan dan bara' yang tegar ini, para thaghut sepakat untuk membunuh Ibrahim. Dan memang begitulah yang diperbuat setiap thaghut sepanjang sejaran, yang selalu menekan para penyeru kepada Allah. Bukan karena apa, tapi karena para dai itu menyeru mereka agar menyembah Allah semata. Firman-Nya: "Dan mereka tidak menyiksa orang-orang Mukmin melainkan karena orang-orang Mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi mMaha Terpuji." (Al-Buruj:8)

Mereka pun mengumpulkan kayu bakar untuk dibuat nyala api yang besar. Namun perlindungan Allah dan penjagaan-Nya meliputi kekasihNya yang benar, sehingga api terasa menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim. Lihat pada surat Ash-Shaffat: 97-98.

Mereka menghentikan perdebatan ketika mereka bungkam dan kalah. Akhirnya tidak ada alasan dan keraguan untuk menggunakan kekuatan dan kekuasaannya, agar mereka dapat mempertahankan kebodohan dan kelalimannya. Namun kemudian Allah memperdaya mereka, meninggikan kalimat dan agama serta bukti penguat-Nya. "Mereka berkata : "Bakarlah dia dan bantulah sesembahan-sesembahanmu, jika kamu benar-benar hendak bertindak". Kami berfirman : "Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi." (Al-Anbiya': 68-70)91)

Sesudah itu datang bimbingan-bimbingan Allah kepada penutup para nabi, Muhammad saw, agar mengikuti millah Ibrahim as. Firman-Nya: "Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) : "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif". Dan bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik." (An-Nahl: 123)

Ayat-ayat lain lihat dalam surat Ali Imran: 95 dan 68, Al-Baqarah: 135 dan 130, An-Nisa': 125 dan AlI-Hajj:78.

Pengabaran dari Allah kepada Muhammad saw tentang tindakan Ibrahim ini dimaksudkan agar diikuti, yaitu yang berkenaan dengan keikhlasan, tawakkal kepada Allah semata, ibadah kepada-Nya, bara' dari syirik dan pengikutnya, memusuhi kebatilan dan golongannya.

2. Contoh-contoh Lain Pada jalan Kebenaran dan Petunjuk.
Sebagaimana yang sudah kami singgung di atas, bahwa dakwah para nabi adalah sama, yaitu dakwah kepada penyembahan Allah semata, cinta dan ridha terhadap syariat-Nya, bara' dari segala thaghut yang disembah selain Allah, baik suka atau tidak suka. Firman-Nya : "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyeru) : "Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thaghut." (An-Nahl: Kita mendapatkan berbagai contoh keimanan yang menonjol dan tinggi tentang orang-orang yang berada pada jalan akidah yang mulia. Mereka adalah orang-orang yang beriman, di mana pun mereka berada dan pada saat kapan pun mereka hidup. Allah mengabarkannya kepada kita dalam wahyu yang diturunkan-Nya, sehingga kita bisa memperoleh uswah hasanah dan hiburan bagi Rasulullah dalam menghadapi berbagai hal bersama sahabat-sahabatnya.

Para dai muslim yang mencintai kebaikan bagi setiap orang sangat perlu menyimak contoh-contoh keimanan ini, agar mereka mendapatkan hiburan dalam menghadapi kesulitan dan rintangan. Bila ini merupakan sunnatullah pada diri para nabi dan hamba-hamba-Nya yang shalih, bahwa mereka mesti menghadapi kekerasaan dan siksaan, maka sudah selayaknya bila orang-orang yang menyeru kepada kebaikan juga akan menghadapi siksaan, ejekan, olok-olok dan siksaan. Namun mereka juga akan merasakan kebersamaan Allah yang selalu menyertai, menjaga dan memberinya kemampuan. Segala apa yang mereka hadapi itu hanya sekedar cobaan dan ujian. Firman Allah:  "Allah sekali-kali tidak membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisikan yang buruk dengan yang baik."(Ali Imran: 179)

Selagi mereka tetap tegar pada kebenaran, bertawakkal hanya kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, hanya takut kepada Allah dan tidak takut kepada selain-Nya, maka sikapnya ini akan menjadi pendorong yang besar bagi manusia untuk masuk ke agama Allah, mencari petunjuk-Nya, mengikuti shadiqin yang mengorbankan miliknya yang mahal maupun yang murah dan tidak tenggelam dalam kenikmatan duniawi karena mengharap pahala di sisi Allah.

Di antara contoh yang hendak kita bicarakan di sini adalah Nuh as. La menyeru kaumnya selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Tapi hanya sedikit sekali yang beriman bersamanya. Sikap yang hendak kita bicarakan di sini adalah salah satu sikapnya terhadap anak kandungnya sendiri yang durhaka dan enggan memenuhi seruan ayahnya. Firman Allah: "Dan Nuh memanggil anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: "Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir". Anaknya menjawab: "Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah". Nuh berkata: "Tidak ada yang melindungi hari ini dari adzab Allah selain Allah saja Yang Maha Penyayang". Dan gelombang menjadi penghalang atara keduanya. Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. Dan difirmankan: "Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah", dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan : "Binasakanlah orang-orang yang zhalim". Dan Nuh berseru kepada Rabb-nya seraya berkata : "Hai Rabbku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya". Allah berfirman : "Hai Nuh, sesungguhnya dia bukan bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepada kamu supaya kamujangan termasuk orang-orang tak berpengetahuan."Nuh berkata: "Wahai Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tiada mengetahuinya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan tidak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang- orang yang merugi." (Hud: 42-47)

Hubungan yang mempertemukan manusia dalam agama ini bukan karena hubungan darah dan keturunan, bukan hubungan tanah dan negara, bukan hubungan kaum dan kerabat, bukan hubungan warna kulit dan bahasa, jenis dan unsur, pekerjaan dan jalan, tapi hubungan akidah.  Memang hubungan-hubungan yang lain masih ada. Tapi kemudian terputus satu demi satu. Allah menjelaskan kepada Nuh mengapa anaknya bukan termasuk keluarganya? Karena yang dilakukan anak Nuh itu bukan perbuatan yang baik, karena hubungan iman terputus antara keduanya. Maka Nuh dilarang bertanya tentang sesuatu yang tidak ia ketahui hakikatnya. Hakikat ini ialah bahwa ia bukan keluarga Nuh, meski ia anaknya dan berasal dari air maninya.

Di sini muncul kesadaran yang utuh, ketakutan kepada Allah dan mencari keridhaan serta rahmat-Nya. Maka Nuh, hamba-Nya yang shalih berkata, "Hai Rabb-ku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tiada mengetahuinya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku dan tak menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi." (Hud: 47)

Nabi Allah dapat menguasai perasaannya dan ridha terhadap ketentuan Allah, tak ada suara menggerundel, pengingkaran, protes atau pun penafsiran. Tapi yang ada adalah kepasrahan diri secara mutlak, mengikuti segala hal yang dicintai dan diridhai Allah, menghindari yang dibenciNya, wala' kepada orang-orang yang dicintai-Nya dan bara' dan memusuhi orang-orang yang menentang Allah, walaupun kerabat dekatnya.

Sikap seperti ini tidak hanya dilakukan Nuh kepada anaknya saja, tapi juga kepada istrinya. Sungguh tidak ada cobaan yang lebih besar kecuali apa yang terjadi pada diri istri dan anak. Istri Nuh dibicarakan di dalam AlQur'an beserta istri lain yang juga bersikap serupa, yaitu istri Luth a.s. Dua Nabi Allah ini dicoba dengan istrinya masing-masing yang rusak. Allah menjadikan keduanya sebagai contoh bagi kita di dalam Kitab-Nya:

"Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka keduanya suaminya tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dikatakan (kepada keduanya) : "Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (ke neraka)." (At-Tahrim : 10)

Satu hal yang perlu digarisbawahi dalam masalah ini, bahwa pengkhianatan ini adalah pengkhianatan dalam agama, bukandalam perbuatan-keji. Karena para istri nabi termasuk wanita-wanita yang harusterpelihara dari perbuatan keji, mengingat kesucian para nabi yang menjadi suaminya. Istri Nuh a.s menyebarkan rahasianya. Sedangkan istri Luth memberitahu kaumnya tentang kedatangan dua tamu (malaikat yang menyamar) suaminya, agar mereka dapat melakukan tidakan tidak terpuji kepada keduanya.93)

Kebalikan dari perbuatan dua wanita yang buruk ini, Al- Qur'an memberikan contoh yang baik dalam keimanan dan kemenangan terhadap orang-orang kafir, yaitu istri Fir'aun. Firman Allah: "Dan Allah membuat istri Fir'aun perumpamaan bagi orang- orang yang beriman, ketika ia berkata : "Wahai Tuhan-ku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam sorga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim." (AT-Tahrim: 11)

Wanita yang satu ini tidak terusik oleh kekufuran yang mengepung kehidupannya, di istana Fir'aun, karena demi mencari keselamatan bagi dirinya sendiri. la hendak melepaskan diri dari istana Fir'aun dengan meminta kepada Tuhannya agar dibangunkan baginya sebuah rumah di sorga. la hendak melepaskan diri dari Fir'aun, lalu ia memohon keselamatan kepada Tuhannya. la hendak melepaskan diri dari perbuatan Fir'aun, karena ia takut perbuatan Fir'aun mempengaruhinya dan sekaligus ia hendak melepaskan diri dari kaum Fir'aun.

Inilah contoh yang sangat bagus dalam menguasai kehidupan dunia. Istri Fir'aun, seorang raja yang paling berkuasa di bumi pada saat itu, hidup di dalam istananya yang tentu saja merupakan tempat yang paling indah dan menyenangkan. Tapi ternyata di dalam istana itu ada seorang wanita yang tidak tertarik keindahan di sekitarnya. la dapat menguasai karena keimanan. la tidak hanya berpaling dari Fir'aun, tapi juga menganggapnya barang yang najis dan penyakit, sehingga perlu memohon  perlindungan kepada Allah darinya. Dialah satu-satunya wanita di tengah kekuasaan yang megah dan kuat. la tegak sendirian di tengah-tengah tekanan masyarakat, istana, kekuasaan dan kemewahan, lalu ia mendongakkan kepala ke langit.

Sungguh ini merupakan pembebasan diri yang sempurna dari segala pengaruh. 94) Sikap wanita ini di hadapan raja lalim memiliki kedudukan yang sangat penting. Hal ini bisa menjadi pendorong bagi sebagian dai Islam untuk menghadang syetan dan golongannya. Terutama mereka yang selalu dibayangi ketakutan bila dirintangi orang lain, padahal belum tentu rintangan tersebut digariskan Allah kepadanya.

Maka hendaklah kita mengambil dari Qur'an kita pelajaran, praktik dan metode kehidupan dunia serta akhirat, sehingga kita berkenan melaksanakan apa yang sudah dibebankan Allah kepada kita. Kemulian kita tergantung pada penisbatan kita kepadanya, yaitu dakwah kepada Allah.

Qatadah berkata, "Fir'aun adalah penduduk bumi yang palingangkuh dan sesat. Demi Allah, bagi wanita ini, kekufuran suaminya tidak menimbulkan madharat bagi dirinya, yaitu ketika ia tetap taat kepada Rabb-nya.  Hal ini supaya engkau tahu bahwa Allah menghukumi secara adil. Dia tidak menghukum seseorang kecuali berdasarkan dosa yang dilakukannya.

Di sana ada pula contoh lain, sekaligus merupakan salah satu cermin seorang da'i ke jalan Allah yang lurus. Dia merupakan sosok yang tinggi dalam wala' kepada Allah, agama dan hamba-hamba-Nya yang shalih, menolong dan berjihad sesuai dengan kemampuannya demi meninggikan kalimat Allah. la juga mencerminkan bara' dari orang-orang kafir setelah memberikan hujjah dan penjelasan kepada mereka. Dialah orang Mukmin yangjuga termasuk pengikut Fir'aun.

Kita perlu melihat bagaimana sikap dan wala'-nya saat Fir'aun sangat berminat hendak membunuh Rasul Allah, Musa a.s. Orang Mukmin yang menjadi pengikut Fir'aun tersebut langsung menanggapinya, sebagaimana yang difirmankan Allah:"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun yang menyembunyikan imannya berkata : "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia menyatakan : "Rabb-ku adalah Allah", padahal dia telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Rabb-mu? Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung (dosa) dustanya itu. Dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu". Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.(Al-Mukmin: 28)

Nama orang yang beriman ini adalah Habib An-Najjar. Menurut riwayat yang masyhur, dia adalah orang Qibthy-yang menjadi salah seorang pengikut Fir'aun. la menyembunyikan imannya sehingga tidak diketahui kaumnya, Qibthy. la tak pernah memperlihatkan kecuali pada saat Fir'aun berkata: "Biarkanlah aku membunuh Musa." Orang Mukmin ini langsung dibakar rasa amarah karena Allah semata, dan menyadari bahwa jihad yang paling mulia adalah perkataan yang adil di hadapan penguasa yang lalim. 96)

Tidak ada perkataan yang lebih berbobot daripada perkataan laki-laki tersebut : "Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia mengatakan : "Rabb-ku adalah Allah?"97)

Perhatikanlah bagaimana wala'laki-laki Mukmin ini terhadap Nabi Allah Musa a.s dan pertolongannya kepada beliau. Simaklah bara'-nya dari thaghut Fir'aun ini, sampai-sampai ia berani menantang siksaannya.

b Yang terakhir marilah kita berdiri bersama para pemuda yang shalih, yaitu Ashhabul-kahfi. Mereka meninggalkan keluarga, anak, kampung halaman dan sanak saudara, ketika menyadari bahwa mereka tiada lagimempunyai asa menghadapi kaumnya. Mereka pun menyelamatkan diri dengan cara pergi ke gua itu. Dan di sinilah mukjizat Allah dihadirkan kepada kita sebagai pelajaran dan teladan tentang penjagaan Allah bagi hamba-hamba-Nya yang shalih. Firman Allah : "Sesungguhnya mereka itu adalah para pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk. Dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka berkata : "Rabb kami adalah Rabb langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru llah selain Dia, sesungguhnya Kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran". Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai ilah-ilah (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka)? Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Rabb-mu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusanmu."(Al-Kahfi : 13-16)

Sikap para pemuda itu sangat jelas, gamblang dan pasti, yaitu ketika nyata dua jalan yang saling bertentangan dan tidak mungkin dapat dipersatukan dalam kehidupan. Bahkan dalam keadaan seperti itu harus ada ketetapan berdasarkan akidah. Para pemuda ini bukan rasul yang diutus kepada kaumnya. Toh mereka harus menghadapi kaumnya dengan tetap berpegang kepada akidah yang benar dan menyeru kepadanya serta menerima akibat seperti yang diterima para rasul. Mereka itulah para pemuda yang mengetahui petunjuk secara jelas di tengah kekuasaan penguasa yang zhalim dan kafir. Andaikata mereka menyatakan akidahnya dan menampakkannya dalam kondisi seperti itu, maka tak ada harapan bagi mereka bisa hidup.

Mereka juga tidak mampu mengelabuhi kaumnya dan menyembunyikan peribadatannya kepada Allah. Jadi yang jelas, urusan mereka sudah diketahui. Berarti mereka harus melarikan diri membawa agamanya kepada Allah. Mereka pun lari ke sebuah gua yang pengap dan sempit, tidak mempedulikan satu pun di antara perhiasan dan kenikmatan dunia.

Mereka mengharapkan rahmat Allah. Mereka juga memperbaiki keadaan gua itu agar dapat menjadi tempat berteduh yang luas dan lapang, penuh kedamaian dan ketenangan. Maka gua itu pun layaknya ruang angkasa yang luas membentang dan sangat menyenangkan, yang di dalamnya berpendar rahmat Allah yang seakan tak berbatas. Itulah iman. Lalu apalah artinya benda-benda yang nampak? Apalah artinya nilai, hak milik dan materi yang dikenal manusia dalam kehidupan dunianya? Sesungguhnya di sana ada dunia lain yang tempatnya di dalam hati yang digenangi imandandielus Ar-Rahman. Disana adadunia yang dipayungi rahmat, kasih sayang, kelembutan, ketenangan dan keridhaan.98)

Itulah contoh-contoh yang mencakup seluruh jenis hubungan; hubungan keturunan dalam kisah nabi Nuh, hubungan keturunan dan daerah dalam kisah Ibrahim, hubungan keturunan, keluarga dan daerah dalam kisah Ashhabul-kahfi, serta hubungan suami istri dalam kisah istri nabi Luth dan Nuh, serta istri Fir'aun. Begitulah laju prosesi sampai akhirnya tiba suatu umat yang adil lagi pertengahan. Sehingga umat ini mendapatkan sentuhan contoh dan pengalaman, kemudian berlalu di atas jalan Rabbany sebagai umat yang beriman.

Satu keluarga dan rumah tangga bisa terpecah karena terpecahnya akidah. Firman Allah, "Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka." (Al-Mujadilah : 22)

Akidah semacam ini telah mempersatukan Shuhaib yang berasal dari Romawi, Bilal yang berasal dari Habasyah, Salman yang berasal dari Persi dan Abubakar yang berasal dari Quraisy dan berbangsa Arab di bawah bendera la ilaha illallah, Muhammad Rasulullah. Ashabiyyah9) kabilah, jenis ataupun wilayah harus menyingkir. Maka Rasulullah saw berkata kepada mereka :"Tinggalkanlah ashabiyyah, karena ia sesuatu yang busuk." Beliau juga berkata :"Bukan golongan kami yang menyeru kepada ashabiyyah, dan juga bukan golongan kami yang bertempur karena ashabiyyah, dan juga bukan golongan kami yang mati karena ashabiyyah."101)

Urusan yang busuk ini pasti akan berhenti, kesombongan jenis pun akan binasa dan noda-noda umat akan menyingkir, sehingga manusia bisa memperoleh kesenangan sepuas-puasnya. Sejak saat itu wilayah orang Muslim bukan lagi merupakan negara, tapi merupakan kampung Islam yang dikuasai oleh akidahnya, dan yang di dalamnya hanya diterapkan syariat Allah semata. 102)

Sirah Rasulullah saw dan para sahabatnya yang pilihan merupakan menara petunjuk dan kebaikan bagi orang yang meniti jalan tersebut serta meridhainya. Sedangkan orang yang menantang jalan itu dan menjauhinya, maka Allah bukan lagi menjadi penolong dan pelindungnya. Karena penolongnya adalah thaghut. Firman-Nya: "Allah pelindung orang-orang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya adalahsyetan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalam-nya."(Al-Baqarah:257)

Dikutip dari buku Al Wala wal Baro fil Islam karangan Muhammad bin Said bin Salim Al Qahthany, terj,  Ramadhani, 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.