Banyak idiologi merumuskan model masyarakat yang diidamkan. Dengan pendekatan dialektika model-model masyarakat tersebut dirumuskan, namun tidak ada satupun hingga hari ini model masyarakat tersebut terwujud.
Hingga hari ini tidak ada masyarakat mawaddah warahmah yang terwujud dengan didasari oleh fundasi idilogi buatan manusia. Hanya model masyarakat Islam-lah yang pernah terwujud pada zaman Rasululllah dan shahabat-shahabatnya. Dan model masyarakat inilah yang kini menjadi dambaan kaum muslimin diseluruh dunia yang yang ruhaninya telah tershibghoh dengan Al Our'an dan Sunnah.
a. Pertentangan Antara Hak Perseorangan dan Hak '"Jamaah" Adalah Dasar Pertentangan Idiologi Internasional.
Pertentangan antara perseorangan dan negara merupakan suatu soal terpenting pada masa pertentangan idiologi antara Kapitalisme di pihak Barat dan Sosialisme di pihak Timur. Persoalan ini berdampak kepada seluruh bidang kehidupan manusia termasuk pada wilayah yang sangat rentan terhadap konflik yaitu wilayah hukum dan ekonomi.
Inti persoalannya adalah mengenai hubungan dan perimbangan antara hak dan wewenang perseorangan dan negara. Dari pertentangan ini muncul dua kubu idiologi internasional yang terus berselisih dalam lapangan politik dan ekonomi Blok sosialis yang memusatkan usahanya untuk kepentingan negara telah mengabaikan hak perseorangan dan nyaris tidak mau mengakui adanya serta tidak memperbolehkan orang seorang menikmati hasil jerih payah usahanya bahkan melucuti sebagian besar hak-hak asasinya.
Pada saat terjadi krisis ekonomi misalkan, hak-hak perseorangan dilucuti dan diambil secara paksa untuk memenuhi kebutuhan negara secara kolektif. Dampak langsung dari perkara ini adalah hancurnya kondisi ekonomi negara yang sebetulnya bertumpu kepada usaha rakyat. Sebaliknya Blok Dunia Bebas/Kapitalisme telah bersikap amat keterlaluan dalam membela kebebasan, hak-hak dan kehormatan individu, sehingga terkadang menutup mata atas berbagai kerugian yang dirasakan oleh Negara.
Blok ini menempatkan individu pada tingkat yang sama dengan Negara, ia hanya memperhatikan hak-hak politik orang seorang dengan mengabaikan sama sekali hak-hak ekonomi dan tidak memberikan jaminan yang pasti (sebagaimana yang diberikan Blok Sosialis) mengenai hak hidup rakyat kebanyakan.
Sekalipun pertentangan ini pemah sedemikian sengit, namun secara perlahan jurang pemisah diantara keduanya semakin menipis Blok Sosialis berdasar pengalaman-pengalaman pahit mereka dimasa lampau mulai memberikan kepada orang seorang sebagian dari hak milik pribadi dan telah pula meninggalkan gagasan sama rasa sama rata yang mutlak dihidang harta benda. Sementara Blok Dunia Bebas sudah mulai mengekang sikap serakah dari sementara pribadi yaitu dengan menyusun berbagai peraturan dan UU yang membatasi kebebasan mutlak ber"hak milik" dan persaidangan dagang yang tidak sehat, memagari orang persorang dengan Keadilan Sosial untuk menyelamatkan bahaya yang muncul yaitu Pengangguran dan Persoalan Kriminalitas/Kesehatan yang mengiringinya.
Jurang pemisah ini semakin hari semakin sempit, hingga kedua blok ini mungkin akan bersinergi dan bersimbiosis mutualisme dalam suatu Blok Tunggal / Sistem Hegemoni Tunggal yang memelihara dan memanfaatkan kehormatan dan hak pribadi untuk kepentingan orang banyak tanpa melangkahi batas-batas kepentingan umum yang tetap menjadi tujuan utama.
Sistem Penataan Tunggal terhadap dunia manusia kelak akan terjadi pada suatu masa, dan proses menuju kearah tersebut akan menjadi adalah upaya pencarian terbesar anak manusia terhadap Manhaj Islam yang pernah terbukti secara objektif dan historis memimpin dunia Manusia 14 Abad lalu dengan penuh Keadilan dan Rahmatan Lil 'Alarnin. Inilah sistem di mana Jama'ah/Negara menjadi pagar suci dan orang seorang bergerak serta berdawroh/berputar di dalam pagar itu tanpa tabrakan antara satu dengan yang lain dalam melakukan aktifitas masing-masing, tanpa ada yang hendak melangkahi pagar bersama itu, serta jika ada yang mencoba, akan terjatuhlah ia, akan tetapi Pagar Tetap Berdiri.
b. Pada Asasnya Pemikiran Kolektifisme Dalam Islam Merupakan Pembeda Pokok
Sistem kolektifisme dalam Islam telah lahir dan dilaksanakan semenjak masa Rasulullah dan terus dilanjutkan sampai masa Khulafaur Rasyidin, paling tidak sampai masa Khalifah Umar bin Khattab. di dalam masyarakat Islam, tiap-tiap individu berada dalam tanggungan Jama'ah dan masing-masing orang dalam masyarakat bersama-sama atau serta bergotong royong untuk melayani kebutuhan masyarakat sesuai dengan bakat dan keahliannya. di dalamnya pelbagai macam tugas yang diperlukan jama'ah dibagi kepada masing-masing orang sesuai dengan bakat dan keahlian tiap orang.
Tanggung jawab pelaksanaan tugas tersebut dipikul secara perseorangan dan secara bersama. Gambaran yang paling tepat dari Masyarakat Islam yang simbiosis ini adalah diungkapkan Nabi SAW, "Mukmin yang satu bagi mukmin yang lain umpama sebuah Bangunan, bagian yang satu menguatkan bagian yang lain" (HR Bukhari Muslim Tirrnidzi). Sabdanya pula, "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling berkisah dan bersantun adalah seperti sebatang tubuh, bila satu bagian daripadanya menderita sakit maka lain-lain anggot atubuh itu terpegaruh merasakan sakit demam dan terjaga" (HR. Muslim, Bukhari).
Oleh karena itu Masyarakat Islam yang simbiosis seperti diatas akan membenarkan setiap orang mengabaikan tugas masing-masing terhadap masyarakat, seperti tamsil tembok besar itu, agar jangan ada suatu bagian yang rapuh lalu rontok dan robohlah tembok seluruhnya Dmeikianjuga tiap orang seorang tidak dibenarkan membiarkan orang-orangterlantar, miskin atau menderita, agar supaya kemalanan itu jangan sampai menjalar keseluruh masyarakat, sebagaimana seluruh tubuh ikut menjaga dan demam karena salah satu anggota tubuh itu sakit. Jika mereka itu mengabaikan, mereka dapat diminta tanggungjawab mereka yang sama seperti tanggung jawab pidana bersama karena lalai dalam kewajiban mereka terhadap masyarakat.
Jama'ah, baik jumlah anggotanya banyak atau sedikit, mempunyai hajat kebutuhan, sedangkan kelestarian jama'ah itu tidak akan mungkin dipertahankan tanpa terpenuhi hajat-hajat kebutuhan tadi Dalam masyarakat Islam, haruslah ada Dokter, Guru, Tukang-tukang dari pelbagai jenis keahlian, Prajurit, Polisi, Pedagang, Petani dan sebagainya. Masing-masing pribadi dalam lingkungan jama'ah berkewajiban untuk menjadi petani, pedagang, dokter, atau pekerja atau lain sebagainya. Dan kewajiban ini dalam Syari'at Islam dinamakan Fardhu Kifayah, yaitu kewajiban bersama yang bisa dikerjakan oleh sebagian anggota Jama'ah/Masyarakat, tertunailah kewajiban bersama itu, dan gugurlah tanggung jawab sebagian anggota masyarakat lainnya.
Bila telah terbukti bahwa dalam Jama'ah sudah terpenuhi kebutuhannya dengan adanya golongan petugas bagi tiap kebutuhan itu, tertunailah sudah Fardhu Kifayah dan bebaslah Jama'ah. tetapi sebaliknya kalau jama'ah sebagai keseluruhan gagal dalam usaha memenuhi salah satu kebutuhan mereka, karena tidak )beum) adanya petugas yang dapat melaksanakan dan menyelesaikannya, maka Fardhu Kifayah tadi belumlah gugur juga, dan jama'ah secara keseluruhan atau bersama-sama menanggung dosa dan dituntut untuk melakukan tugas tersebut sebagaimana mestinya.
Imam Syafi'i menyifakan fardhu kifayah ini sebagai kewajiban umum yang mengandung makna khusus Jama'ah seluruhnya berkewajiban menurut qaidah umum ini, tetapi yang melakukannya hanyalah segolongan dari jama'ah saja. Imam Syafi'i juga berkata bahwa masyarakat, dalam hal ini diwakili oleh "Yang Berwajib", berkewajiban mendidik atau mendorong para waga untu menjalankan tugas-tugas fardhu kifayahnya dan memberikansegala fasilitas yang diperlukan. Jika "Yang Berwajib"melalaikan hal ini, masyarakat wajib menuntutnya memenuhi kewajibannya dan wajib juga berusaha menggantinya dengan yang lain, supaya kewajiban itu tadi dapat terpenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.