Berikut adalah kutipan dari buku (thesis) Al Wala wal Baro karangan Muhammad bin Said bin Salim AL Qahthany,
"Kita harus selalu ingat keyakinan Ahlussunnah wal-jama'ah dalam wala' dan bara', sehingga karenanya para pelaku bid'ah dan hamba nafsu yang tidak berlandaskan kepada dalil yang kuat dari Kitab Allah dan Rasul-Nya dapat tersingkir.
"Kita harus selalu ingat keyakinan Ahlussunnah wal-jama'ah dalam wala' dan bara', sehingga karenanya para pelaku bid'ah dan hamba nafsu yang tidak berlandaskan kepada dalil yang kuat dari Kitab Allah dan Rasul-Nya dapat tersingkir.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Orang Mukmin harus memusuhi karena Allah dan bersahabat karena Allah pula. Apabila di sana ada orang Mukmin yang lain, hendaklah ia bersahabat dengannya, meskipun ja menzhaliminya. Sebab kezhaliman tidak harus memutuskan persahabatan yang didasarkan pada iman. Allah telah berfirman : "Dan jika ada dua golongan dari orang-orang Mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya." (Al-Hujurat:9)
Mereka semua harus dijadikan bersaudara meskipun timbul permusuhan dan tindak kezhaliman. Mereka diperintahkan berdamai. Maka hendaknya setiap orang Mukmin selalu ingat, bahwa tentang orang Mukmin engkau harus wala' terhadap dirinya, meskipun ia menzhalimimu dan berbuat lalim kepadamu. Sedangkan tentang orang kafir, maka engkau harus selalu memusuhinya, meskipun ia memberikan sesuatu dan berbuat baik kepadamu. Sesungguhnya Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab, agar semua agama hanya bagi Allah semata, sehingga muncul kecintaan terhadap wali- wali-Nya dan kebencian terhadap musuh-musuh-Nya, kemuliaan dan pahala bagi wali-wali-Nya, kehinaan dan siksa bagi musuh-musuh- Nya.
Bila pada diri seseorang terhimpun kebaikan dan keburukan, kedurhakaan dan ketaatan, maksiat, Sunnah dan bid'ah, maka ia masih berhak mendapat wala'dan pahala, tergantung pada kebaikannya. Namun ia juga berhak dimusuhi dan mendapat siksa, tergantung pada keburukannya. Sehingga ia layak dimuliakan dan dihinakan, seperti halnya pencuri yang harus dipotong tangannya karena tindakannya. Namun ia mendapat santunan dari baitul-mal menurut kebutuhannya. Inilah dasar yang telah disepakati semua ahlussunnnah wal-jama'ah. Namun Khawarij, Mu'tazilah serta yang seperti mereka tidak sependapat dengan dasar ini.67)
Karena wala' dan bara' didasarkan pada kaidah kecintaan dan kebencian seperti yang sudah kami jelaskan di atas, maka manusia dalam pandangan Ahlussunnah wal-jama'ah berdasarkan keciniaan dan kebencian, wala'dan bara', dibagi menjadi tiga golongan:
Pertama :
Orang yang harus dicintai secara utuh, yaitu orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, melaksanakan semua kewajiban Islam dan bangunan-bangunannya yang pokok, baik dari segi ilmu, amal maupun keyakinan, mengikhlaskan amal perbuatan dan perkataan bagi Allah, melaksanakan perintah dan menjauhi apa yang dilarang Allah serta Rasul-Nya, mencintai, bersahabat, membenci, memusuhi karena Allah serta mendahulukan sabda Rasulullah atas perkataan siapa pun.58)
Kedua :
Orang yang harus dicintai karena suatu sebab dan dibenci karena sebab lain. Dia adalah orang Muslim yang mencampur amalan shalih dan yang lain buruk. la dicintai dan mendapat wala'tergantung pada kebaikannya, dibenci karena dosanya yang banyak menurut layaknya. Apabila Anda menghendaki bukti, maka inilah Abdullah bin Himar.69) Dia salah seorang di antara sahabat Nabi saw yang suka meminum khamr. Lalu ia dibawa menghadap beliau. Ada seseorang yang melaknatnya seraya berkata, "Alangkah banyak dosa yang telah ia perbuat."
Nabi saw berkata, "Janganlah engkau melaknatnya. Karena sesungguhnya ia mencintai Allah dan Rasul-Nya."70) Padahal beliau melaknat khamr, peminumnya, penjual, pemeras, orang yang disuruh memeras, pembawa dan orang yang disuruh membawanya.
Ketiga :
Orang yang harus dibenci secara utuh. Dia adalah orang yang kufur kepada Allah, malaikat, kitab, rasul-Nya dan hari akhirat, tidak percaya kepada takdir, baik dan buruknya, tidak percaya bahwa semuanya sudah ditentukan Allah. la mengingkari kebangkitan sesudah mati, atau meninggalkan salah satu rukun Islam yang lima, atau menyekutukan seseorang di antara para nabi, wali, atau pun orang shalih kepada Allah dalam beribadah, atau berserah diri kepada mereka dalam salah satu jenis ibadah, seperti kecintaan, doa, harapan, pengagungan, tawakal, pertolongan, penyembelihan, nadzar dan ketakutan, atau menyimpangkan asma' dan sifat-sifat Allah, atau mengikuti bukan jalan orang-orang Mukmin, atau mengikuti sikap ahli bid'ah dan nafsu, begitu pula setiap orang yang melakukan hal-hal yang membatalkan keislaman atau salah satu di antaranya.
Berarti Ahlussunnah wal-jama'ah adalah orang-orang yang wala'terhadap orang Mukmin yang lurus pada agamanya secara menyeluruh, mencintai dan memberinya pertolongan secara utuh, bara dari orang-orang kafir, ateis, musyrik dan murtad, memusuhi mereka dengan permusuhan dan kebencian yang menyeluruh. Sedangkan tentang orang yang pada dirinya bercampur kebaikan dan yang lain keburukan, maka mereka wala'kepadanya menurut keimanan pada dirinya, dan mereka memusuhinya menurut keburukan yang ada pada dirinya.
Ahlussunnah wal-jama'ah bara' dari orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, meskipun mereka kerabat dekatnya. Firman Allah: "Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka." (Al-Mujadilah :22)
Mereka selalu tunduk kepada Allah sebagaimana firman-Nya dalam surat At-Taubah:23-24.
Imam Ibnu Taimiyah menyimpulkan jalan pikiran Ahlussunnah waljama'ah dengan berkata, "Pujian dan celaan, kecintaan dan kebencian, persahabatan dan permusuhan dilakukan sesuai dengan apa yang diturunkan Allah terhadap kekuasaan-Nya, dan kekuasaan-Nya adalah Kitab-Nya. Barangsiapa yang percaya, maka wala'wajib atas dirinya, dari golongan mana pun. Barangsiapa kufur, maka permusuhan wajib atas dirinya, dari golongan mana pun. Firman-Nya:
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadipenolong bagi sebagian yang lain." (At-Taubah:71)
Ayat lain yang menunjukkan hal ini ada pada surat Al-Maidah ayat 51,55 dan 56.
Barangsiapa yang pada dirinya terdapat iman dan maksiat, maka wala' diberikan kepadanya berdasarkan keimanannya. Dan ia dibenci berdasarkan kedurhakaannya. la tidak keluar dari iman secara menyelu-
ruh hanya karena perbuatan dosa dan maksiat seperti yang dikatakan Khawarij dan Mu'tazilah.
Namun para nabi, shiddigin, syuhada' dan shalihin tidak disejajarkan dengan orang-orang fasik dalam keimanan, kecintaan, kebencian, wala' dan bara' (seperti anggapan golongan Murji'ah, pent). Lihat firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 9-10. Orang-orang Mukmin adalah bersaudara, meskipun di antara mereka terdapat peperangan dan kezhaliman.
Maka dari itu sebagian dari orang-orang Salaf wala' terhadap sebagian yang lain berdasarkan wala' agama, tidak saling memusuhi seperti halnya memusuhi orang-orang kafir. Sebagian di antara mereka menerima kesaksian sebagian yang lain, mempelajari ilmu, mewariskan, menikahkan, bermu'amalah seperti lazimnya mu'amalah dengan sesama orang Muslim, meskipun di antara mereka muncul pertentangan dan saling melaknat.73)
Di antara akidah Ahlussunnah wal'jama'ah dalam kaitannya dengan topik ini, bahwa wala'harus merupakan suara hati. Dan permusuhan juga harus total.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Kecintaan hati dan kebenciannya, kehendak dan keengganannya harus total dan pasti. Andaikata ada kekurangan dalam masalah-masalah ini, berarti ada kekurangan iman. Sedang aktivitas badan tergantung kemampuannya. Selagi kehendak hati dan keengganannya sudah total dan sempurna, sedangkan aktivitas badan tergantung pada kemampuannya, maka pahala bagi pelakunya pun akan sempurna pula.
Sebab ada di antara manusia yang kecintaan dan kebencian, kehendak dan keengganannya berdasarkan kecintaan dan kebencian dirinya sendiri, bukan berdasarkan kecintaan dan kebencian karena Allah serta Rasul-Nya. Ini bisa disebut hawa nafsu. Bila manusia mengikutinya, berarti ia telah mengikuti nafsunya. Lalu siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah?74)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.