Al Qur'an menjelaskan bahwa pembinaan merupakan salah satu bentuk kaderisasi yang dilakukan oleh para Nabi dan Rasul. Yang ingin dicapai melalui pembinaan adalah terbentuknya generasi pelanjut risalah yang siap mengemban amanah penzahiran Dinul Islam pada masa depan. Beberapa ayat berikut menjelaskan hal ini:
a. Qs. 2:246-253 Pembentukan Generasi Thalut, yang sekalipun mereka berjumlah sedikit ifiah qolilah) namun karena kualitas yang sudah teruji (disimbolkan ujiannya dengan melewati sungai) dan atas izin Allah SWT mampu mengalahkan golongan yang lebih besar (fiah katsiroh).
b. Qs. 61:14 Pembentukan Generasi Hawariyun, yaitu kader-kader pelanjut risalah Isa AS yang hanya berjumlah sebelas orang, menghadapi tekanan, intimidasi dan penyiksaan dari Penguasa Zalim pada saat itu.
c. Qs. 19:1-15 Pembentukan Generasi Yahya, yaitu kader pelanjut risalah Zakaria AS yang dalam usia kanak-kanak Yahya telah menjadi simbol keberhasilan pembentukan generasi penegak risalah.
d. Qs. 37:100-111 Pembentukan Generasi Ismail, yaitu kader pelanjut risalah Ibrahim yang ujiannya disimbolisasi melalui proses qurban
e. Qs. 3:164 62:2 Pembentukan Generasi Shahabat Rasulullah SAW. Ketika Muhammad SAW dilantik menjadi Rasul dan Nabi, beliau menjalankan peran tilawah, tazkiyah dan ta'lim untuk membentuk kader-kader shahabat yang akan menunjang da'wahnya
f. Qs. 48:29 Perumpamaan kaderisasi dalam sebuah Harakah Daulah adalah seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah ia dan tegak lurus diatas pokoknya.
Ayat-ayat tersebut diatas membentuk kesadaran kita bahwa estafeta perjuangan Nabi dan Rasul itu harus melalui kaderisasi dimana salah satu bentuk kongkritnya adalah pembinaan yang dijalankan secara rutin (istitnroriyah), mengcover seluruh aspek kehidupan manusia (syumuliyah) dan berproses dalam tahapan-tahapan perkembangan yang sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri (marohil).
Secara definitif, pembinaan ummah dapat dirumuskan sebagai serangkaian kegiatan, usaha, pekerjaan, cara yang dilakukan baik secara langsung (melalui kata-kata, pengajaran, pengarahan) maupun tidak langsung (melalui keteladanan, contoh) dengan berlandaskan kepada suatu konsepsi (yang memiliki mabda\ manhaj, ghoyah) dan dijalankan melalui pranata struktur kelembagaan (yang memiliki khittah dan tandzhim) untuk merubah keadaan manusia (pribadi dan masyarakat) menuju kondisi yang islami, yaitu sesuai dengan kriteria Al Our'an dan Sunnah Pembinaan Umah sebagai kegiatan berkelanjutan (istimroriyah) melakukan pengenalan, pengajaran dan penanaman nilai-nilai Islam secara bertahap dalam rangka membentuk kepribadian muslim yang utuh (takwinusy syakhshiyyah), meliputi kapasitas ruhani (ruhiyah), pemikiran (fikriyah) dan fisik (jasadiyah).
Adapun pengertian taklim, secara ringkas adalah sebagai berikut:
Perkataan ta’lim (تعليم) pula dipetik dari kata dasar ‘allama (علّم, (yu‘allimu ( يعلّم) dan ta’lim (تعليم). At Ta’lim merupakan isim masdar dari kata kerja ya’lamu-ta’lamu yang berarti mengajar, sesuai kamus Al Munawwir : Arab Indonesia,154.
Istilah ta’lim terdapat dalam ayat-ayat berikut ini. Dalam surat Al Jum’ah ayat 2,
Istilah ta’lim terdapat dalam ayat-ayat berikut ini. Dalam surat Al Jum’ah ayat 2,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,
Dalam surat yang diturunkan di Madinah tersebut menggunakan yu’allimu, yang merupakan salah satu kata dasar yang membentuk istilah ta’lim. Yu’allimu diartikan dengan mengajarkan, untuk itu istilah ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran (instruction).
Dari ayat tersebut juga bisa dimaknai bahwa Rasulullah juga seorang mu’allim (pengajar). Hadirnya Rasulullah sebagai seorang mu’allim ini merupakan nikmat Allah, dan andaikata tidak ada muallim ini maka kondisi mereka sebelumnya adalah berada kesesatan yang nyata.
Sebagaimana firmanNya dalam Qs Ali Imran : 164
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
“Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
Istilah Mu’allim atau pengajar yang berarti orang yang melakukan pengajaran, juga di munculkan dalam hadith. Nabi Muhammad SAW. bersabda,
اعملوا بطاعة الله و اتقوا معاصى الله و مروا اولادكم بامتثال الاوامر, و اجتناب النواهى, فذالك و قاية لهم و لكم من النّار
“Ajarkanlah mereka untuk ta’at kepada Allah dan takut berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Karena itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka ”. (HR Diriwayatkan Oleh Tirmidzi dan Darimi dari Abu Umamah Al Bahili r.a)
Dalam hal ini ungkapan i’lamu (اعملو) diberikan kepada orang tua yang berlaku sebagai mu’allim sedangkan pelajarnya (muta’allim) atau yang diajari adalah anak-anaknya. Jadi bukan hanya Rasulullah SAW yang menjadi muallim, para orang tua juga bisa menjadi muallim bagi anak-anaknya.
علموا اولادكم الرماية و الصباحة و مروهم ان يثبوا على الخيل وثبا
“Ajarkanlah memanah dan berenang kepada anak-anak kamu, dan suruhlah mereka melompat keatas kuda dengan sekali lompatan”. (Lihat Dr. Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul aulad fi islam, terjemahan,hal 129)
من دخل مسجدنا هذا ليعلّم خيرا او ليتعلّم كان كا المجاهد فى سبيل الله
“Barang siapa masuk masjid kami ini untuk tujuan mengajarkan kebaikan atau untuk belajar, maka dia bagaikan orang berperang di jalan Allah” HR. Ibn Majah
ما من رجل يعلم ولده القرأن فى الدنيا الاّ توّج ابوه بتاج فى الجنّة يعرفه به اهل الجنّة بتعليم ولده القرأن فى الدنيا
“Tidaklah seseorang mengajarkan Al Qur’an kepada anaknya di dunia kecuali ayahnya pada hari kiamat dipakaikan mahkota surga. Ahli surge mengenalinya dikarenakan dia mengajari anaknya Al Qur’an di dunia” HR. Thabarani
Dalam hadith lain, Rasulullah bersabda :
تعلّمو القرأن فأقرؤوه فانّ مثل القرأن لمن نعلّمه و قرأه و قام به كمثل جراب محشوٍّ مسكا يفوح ريحه فى كلّ مكان
“Belajarlah Al Qur’an, lalu bacalah. Sesungguhnya perumpamaan Al Qur’an bagi orang yang mempelajari, membaca dan beribadah malam dengannya bagaikan tempat yang dipenuhi minyak kesturi yang semerbak bau harumnya di setiap tempat”
خيركم من تعلّم القرأن و علّمه
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya”
Dalam hadith ini secara lengkap disebutkan Ungkapan ta’alim (تعلّم), sedangkan ilmu yang dipelajari adalah Al Qur’an serta disebutkan pihak yang mengajarkannya.
HR. Bukhari
ما اجتمع قوم فى بيت من بيوت الله يتعلّمون كتاب الله و يتدارسونه بينهم الاّ نزلت عليهم السكينة و غشيتهم الرحمة و حفّتهم الملائكة وذكرهم الله فيمن عنده
“Sekelompok masyarakat tidak berkumpul di masjid mempelajari kitab Allah dan bertadarrus diantara mereka, kecuali turun kepada mereka ketenangan, mereka diliputi rakhmat, dikerumuni malaikat dan Allah membanggakan mereka kepada makhluk hidup disisinya” HR. Muslim
Dari Muawiyah -semoga Allah meridhainya- ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan kepadanya, maka Allah akan menjadikan ia fakih di dalam agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Ath-Thabrani meriwayatkan dalam Al-Mu’jam Al-Kabir dengan lafadz:
يا أيها الناسُ! إنما العلم بالتعلّمِ، والفقهُ بالتفقه، ومن يُرِدِ الله به خيراً يفقهه في الدين، و {إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ}
“Wahai manusia, sesungguhnya ilmu hanya bisa diraih dengan mempelajarinya, fikih hanya bisa diraih dengan cara bertafaqquh (berusaha untuk menjadi faqih), dan siapa yang Allah kehendaki kebaikan untuknya, maka Allah akan faqihkan ia dalam agama. ‘Dan sesungguhnya yang paling berhak untuk takut kepada Allah dari hamba-hambaNya hanyalah para ulama.'” (HR. Thabrani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.