Al-Ilah dari dari segi lughoh adalah pecahan dari "laa ha", "yaliihu'\ "layhan" berarti berlindung, lindungan. "Alaha", "ya'luhu", "ilaahatan" berarti menyerahkan atau menitipkan diri supaya selamat dan terjamin. "Al ilahu" berarti "alma'bud" (Qs. 2:133) yaitu pelindung, penjamin, yang disembah.
Ilah oleh para ulama juga didefinisikan sebagai sesuatu yang dicintai//almahbub (Qs. 9:24 2:165), sesuatu yang dukuti/matbu' (Qs. 42:21) dan sesuatu yang ditakuti//wa/khauf (Qs 16:51-52). Dalam menyoroti fenomena kehidupan, Al Qur'an menerangkan adanya orang/orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah (Qs. 45:23 25:43 4:135 28:50)
Kata ilah dalam bahasa Arab berasal dari ‘aliha’ yang memiliki berbagai macam pengertian.
a. Sakana ilaihi (mereka tenteram kepadanya), yaitu ketika ilah tersebut diingat-ingat olehnya, ia merasa senang dan manakala mendengar namanya disebut atau dipuji orang ia merasa tenteram.
Penggunaan kata Ilah dengan makna ini tersirat di dalam Al-Qur’an, di antaranya pada ayat berikut ini:
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَىٰ قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَىٰ أَصْنَامٍ لَّهُمْ ۚ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَل لَّنَا إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ﴿١٣٨﴾
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”.” (QS. Al-A’raaf: 138)
Ayat di atas menggambarkan kisah Bani Israel yang bodoh karena menghendaki adanya ilah yang dapat menenteramkan hati mereka.
b. Istijaara bihi (merasa dilindungi olehnya), karena ilah tersebut dianggap memiliki kekuatan ghaib yang mampu menolong dirinya dari kesulitan hidup.
Penggunaan kata Ilah dengan makna ini bisa kita simak dalam Al-Qur’an antara lain pada ayat berikut ini:
وَاتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنصَرُونَ﴿٧٤﴾
“Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan.” (QS. Yaasiin: 74)
Ayat di atas menggambarkan orang-orang musyrik yang mengambil pertolongan dari selain Allah, padahal berhala-berhala tersebut tidak dapat memberikan pertolongan (lihat QS. Al-A’raaf ayat 197).
c. Assyauqu ilaihi (merasa selalu rindu kepadanya), ada keinginan selalu bertemu dengannya, baik terus-menerus atau tidak. Ada kegembiraan apabila bertemu dengannya.
قَالُوا نَعْبُدُ أَصْنَامًا فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِينَ﴿٧١﴾
“Mereka menjawab: “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”.” (QS. Asy-Syu’araa’: 71)
Ayat di atas menggambarkan para penyembah berhala yang sangat tekun melakukan pengabdian kepada berhala karena selalu rindu kepadanya.
d. Wull’a bihi (merasa cinta dan cenderung kepadanya). Rasa rindu yang menguasai diri menjadikannya mencintai ilah tersebut, walau bagaimanapun keadaannya. Ia selalu beranggapan bahwa pujaannya memiliki kelayakan untuk dicintai sepenuh hati.
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah…” (QS. Al-Baqarah: 165)
Ayat di atas menggambarkan adanya sebagian manusia (orang-orang musyrik) yang menyembah tandingan-tandingan (أَندَادًا) selain Allah dan mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, karena mereka sangat cenderung atau dikuasai olehnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-‘Ubudiyah, menjelaskan makna al-ilah sebagai berikut,
هو الَّذِي يألَهُهُ القلبُ بكمالِ الْحُبِّ والتَّعظيمِ ، والإجْلالِ والإكْرامِ، والخوفِ والرَّجاءِ ، ونحوِ ذلكَ.
“Dia adalah sesuatu yang digandrungi hati dengan kecintaan yang sempurna, juga pengagungan, penghormatan, pemuliaan, cemas, harap, dan hal-hal yang secaman dengan itu.”[1]
Dengan kata lain, al-Ilah itu adalah al-ma’bud (yang disembah). Bagi mu’minin, al-ilah yang berhak disembah hanyalah Allah Ta’ala. Dialah shahibul wilayah (yang berhak mendapat loyalitas), shahibut tha’ah (yang berhak ditaati), dan shahibul hakimiyah (yang berhak menetapkan hukum).
Dalam pemikiran orang-orang jahiliyyah, mereka berpendapat tentang sesembahan itu sebagai berikut:
a) Keyakinan orang jahiliyyah baik dulu maupun sekarang terhadap sesembahannya sebagai pelindung yang dapat menyelamatkan dan menolong dari segala bahaya dan kesulitan (Qs. 19:81 36:74), padalah sesembahannya itu tidak punya kuasa sedikitpun (Qs. 11:101 16:20-22), mereka meyakini sesembahannya itu dengan dugaan (dzan) belaka. (Qs 10:66)
b) Orang jahiliyyah meyakini adanya Allah, juga adanya sesembahan (ilah) selain Allah (Qs. 39:3 10:18), mereka mensejajarkan sesembahan itu dengan Allah dan menganggapnya memiliki kekuasaan yang sangat besar, namun anggapan mereka itu tidak ada terbukti sedikitpun. (Qs. 46:27-28 36:22-23)
c) Orang jahiliyyah sangat takut pada sesembahannya, mereka adakan berbagai upacara dalam rangka pengabdian kepadanya (Qs. 6:80 11:54)
d) Orang jahiliyyah mengangkat sesembahan itu bukan dalam artian menguasai hukum alam, yang mereka angkat itu terkadang hanya oknum manusia atau bahkan diri mereka sendiri yang menentukan/menetapkan aturan-aturan yang harus ditaati manusia. (Qs. 9:31 25:43 45:23 6:137 42:21)
Bagi seorang muslim Allah adalah satu-satunya ilah yang harus diteguhkan (itsbat) dan meniadakan secara total (nafi') ilah-ilah yang lain Ia adalah satu didalam zat-Nya dan unik dalam segala karakteristik-Nya (Os. 112:1-4 42:11 16:74) Ia adalah pencipta segala sesuatu (Qs. 6:102 25:2 46:4). Karena Ia menciptakan segala sesuatu maka Ia juga adalah pemilik segala sesuatu (Qs. 6:12 5:17 25:2).
Ia memberikan rizki kepada siapa saja dan apa saja yang Ia ciptakan (Qs. 35:3 29:60 11:6). la adalah perencana, pengurus dan pemelihara segala sesuatu (Qs. 35:41 30:25 36:12). Ia adalah pemilik kekuasaan. Yang berkuasa dan mampu memaksa terhadap segala sesuatu (Qs. 6:62-63 6:65 6:46) Segala makhluq Allah SWT menyatakan ubudiyah, ketaatan dan ketundukan kepada-Nya (Qs. 41:11 30:25-26 16:49 17:44)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.