Pengertian dan Karakteristik Taziyatun Nafs

Saat menjelaskan Qs. 3.164, Asysyuyuthi menyebutkan bahwa yang dimaksud tazkiyah adalah membersihkan dari kotoran-kotoran jahiliyyah (yutohhiruhum min adnaasil jahiliyyah). 

Dalam Mu'jam Mufahrats Fi Alfadzil Quranil Karim, Muhammad Fuad Abdul Baqi menyebutkan bahwa kata jahiliyyah terdapat dalam empat tempat dalam Al Qur'an yaitu
a) Qs. 48:26 Hamiyyah Jahiliyyah yaitu kesombongan jahiliyyah, merupakan sikap-sikap penolakan terhadap konsep nilai dan tatanan kelembagaan Al-lslam, merupakan sifat-sifat dari orang kafir.
b) Qs. 33:33 Tabarruj Jahiliyyah yaitu bersolek dengan cara jahiliyyah. Tabarruj merupakan simbol dari perilaku budaya yang menyimpang dari batasan-batasan Allah SWT.
c) Qs. 5:50 Hukmul Jahiliyyah yaitu hukum/aturan jahiliyyah. 
d) Qs. 3:154 Dzhannal Jahiliyyah yaitu persangkaan jahiliyyah. Jika orang mu'min memperoleh kebenaran dengan wahyu maka orang kafir memperoleh "kebenaran" dengan jalan dzhan. Dzhan inilah yang menjadi "epistemologi ilmu pengetahuan" bagi orang-orang kafir.

Jahiliyyah dengan penjelasan di atas sangat berbeda dengan pengertian jahiliyyah yang dikenal oleh masyarakat kita yang pada umumnya diterjemahkan dengan kebodohan. Jahiliyyah tidak hanya berarti kebodohan dalam pengertian ilmu pengetahuan, tetapi lebih dari itu Jahiliyyah adalah sebuah tatanan kesisteman yang bersumber dari nilai-nilai non-wahyu dan sekularisme, meliputi aspek hukum, ilmu pengetahuan, lembaga-lembaga politik, budaya dan lain sebagainya.

Dengan demikian Tazkiyatunnafs bukan saja berarti membersihkan ruhani dari keyakinan, pemahaman, karakter-karakter dan sifat-sifat jahiliyyah, tetapi juga membersihkan diri dari tatanan hukum jahiliyyah, budaya-budaya jahiliyyah dan pengetahuan-pengetahuan jahiliyyah. Upaya ini hanya bisa dilakukan kalau seseorang memiliki sikap furaon yang tegas, yaitu sikap yang membedakan antara kehidupan yang islamiyah dan kehidupan yang jahiliyyah. Dan sikap fiiraon ini hanya bisa didapat jika seseorang memiliki kepribadian muttaqin. Hanya muttaqin-lah yang memperoleh furqon dari Allah SWT (Os. 8:29 57:28).

Taqwa adalah sebaik-baik bekal (Qs. 2:197),  yaitu bekal dan persiapan perjalanan bekal ketaqwaan yang selalu menggugah hati dan membuatnya selalu terjaga, waspada, hati-hati serta selalu dalam konsentrasi penuh ... bekal cahaya yang menerawangi liku-liku perjalanan sepanjang mata memandang. Orang bertaqwa tidak akan tertipu oleh bayangan semu yang menghalangi pandangannya yang jelas dan benar ... itulah bekal penghapus segala kesalahan, bekal yang menjanjikan kedamaian dan ketentraman, bekal yang membawa harapan atas kurnia Allah, disaat bekal-bekal lain sudah sirna dan semua amal tak lagi berguna. Itulah akikat kebenaran, taqwa kepada Allah menumbuhkan furqon dalam hati. Furqon yang bisa menyingkap jalan kehidupan Namun hakikat ini hanya bisa difahami oleh mereka yang benar-benar sudah merasakannya Bagaimanapun indahnya kata-kata dipakai untuk melukiskan hakikat ini, tetap saja tak akan mampu memberikan pemahaman yang sebenarnya kepada yang belum mampu merasakannya.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Umar bin Khottob bertanya kepada Ubai bin Ka'ab tentang taqwa, Ubai menjawab : "Bukankah anda pernah melewati jalan yang penuh duri ?". Umar menjawab : "Ya". Kata Ubai : "Apa yang anda lakukan saat itu ?". Jawab Umar : "Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati" Jawab Ubai . "Itulah taqwa". Dengan berpijak kepada hadits tersebut maka taqwa, adalah kepekaan bathin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan ... jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat, kerakusan dan angan-angan, kekhawatiran dan keraguan, harapan semu atas segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti ... dan masih banyak duri-duri yang lainnya.

Untuk mencapai kepribadian muttaqin yang menjadi sasaran dari tazkiyatunnafs ini, Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyebutkan lima perilaku yang bisa menjadi jalan bagi terbentuknya sifat taqwa dalam setiap diri kaum mushmin.
a) Mu'ahadah (mengingat perjanjian), seorang muslim penting sekali untuk mengingat perjanjian-perjanjian (aqd bay 'ah, mitsaq, ahd) yang pernah dilakukannya. Perjanjian yang dilakukan dengan nama Allah (bi ismi Allah) adalah suci dan haram dibongkar, muslim yang membongkar perjanjian adalah fasiq (Qs. 16:91-92 2:27)

b) Muroqobah (merasakan kesertaan Allah SWT), landasan muroqobah dapat ditemukan dalam Qs. 42:218-219, Rasulullah menyebutnya dengan ihsan yaitu beribadah kepada Allah SWT seolah-olah melihat-Nya dan jika memang kita tidak melihat-Nya, kita harus meyakini bahwa Allah melihat kita.

c) Muhasabah (introspeksi diri), menurut Qs. 59:18 kita diperintahkan untuk mnghisab diri ketika selesai melakukan suatu perbuatan, apakah perbuatan-perbuatan yang telah kita lakukan itu bernilai disisi Allah SWT, memiliki tujuan hanya mencapai ridho-Nya, dilakukan berdasar sunnah Rasul-Nya ?

d) Mu'aqobah (pemberian sangsi), landasan mu'aqobah dapat dilihat dalam Qs. 2.178 dan 24:1-3. Kesalahan seorang muslim ada yang dimaafkan Allah dengan jalan istighfar kepada-Nya, tetapi ada yang harus terlebih dahulu melalui penyelesaian didalam majelis hukum. Majelis Hukum ini didirikan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang bersifat munkar, yaitu berupa dosa besar yang dilakukan seorang muslim. Mejelis bersifat independen (bebas dari pengaruh kecuali Allah dan Rasul-Nya) dan integral (berada dalam satu kesatuan kelembagaan) Perhatikan lebih lanjut dalam (Qs. 4:64-65)

e) Mujahadah (optimalisasi), yaitu mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki baik karsa, karya, cipta, atensi, dana, fasilitas dan mengarahkan 'kiblat -nya hanya semata kepada jalan yang bertabur rahmat dan ridho Allah SWT. (Qs. 22:78 29:69)
 
Dalam Al Qur'an individu-individu yang memiliki kualitas ruhiyah selain diistilahkan dengan muttaqin juga diistilahkan dengan "rijat\ Secara harfiah, rijal bermakna laki-laki (dalam bentuk jamak). Secara terminologis rijal berkonotasi pada pribadi pemimpin atau yang memiliki jiwa kepemimpinan (leadership). (Qs. 4:34). Ulama mengartikan rijal di atas sebagai orang yang qiyamun li nafsihi (sanggup berdiri sendiri) dan mugimun li ghaihhi (mampu menegakkan yang lain). Rijal menjadi tumpuan orang lain, baik istrinya, anak-anaknya dan dalam kehidupan masyarakatnya secara umum.

Rijal menurut terminologi Al Our'an memiliki karakteristik sebagai berikut.
a) Selalu dalam keadaan dzikrullah Dzikir yang utama adalah mengajak orang ke jalan Allah (da'wah ilallah) melalui proses pembinaan ummat (Qs. 24:36-37)
b) Senang menyucikan diri, yaitu dengan melakukan amalan-amalan iazkiyalun nafs, yaitu melakukan tazkiyah baik pada dirinya sendiri maupun lingkungan masyarakat. (Qs. 9:108)
c) Aktif dalam jihad. Seorang rijal selain secara individual selalu dalam keadaan berdzikir, senang melakukan tazkiyah kepada diri dan lingkungan, juga aktif dalam medan jihad, menjalankan tugas-tugas jama'ah. (Qs. 33:23)

Di dalam khazanah tarbiyah akhlaqiyah, terdapat satu istilah yang menggambarkan keadaan jiwa yang tenang yaitu Hilm Hilm adalah keadaan jiwa yang tetap tenang sehingga tidak dapat bergerak dengan mudah, tidak gentar menghadapi bencara apapun, keadaan tenang yang mantap meskipun terserang kemarahan, lamban dalam membalas orang yang salah, tindakan pengekangan jiwa seseorang dan menahan sifat seseorang dari emosi kemarahan (Qs. 23:63-64 90:12-17 14:11-12 14:14-15 5:23,26 22:34-36 17:107-109 6:42-43.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.