Menurut Abu Syamah dalam Al Mursyidul Wajiz, "Bila orang bertanya apakah rahasia yang terkandung dalam turunnya Al Qur’an secara berangsur-angsur dan mengapakah tidak sekaligus semuanya? Maka kami menjawab, "Pertanyaan yang demikian itu telah dijawab Allah sendiri dalam firman-Nya: "Berkatalah orang-orang kafir: "Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?"; Demikianlah (kami turunkan dia berangsur-angsur) untuk Kami kuatkan dengan dia hati bngkau." (QS. 25:32)
Dengan diturunkannya Al Qur’an secara berangsur-angsur. menurut ayat di atas adalah ".. untuk Kami kuatkan dengan dia (Al Qur’an) hati engkau". Allah menghendaki agar Al Al Qur’an itu menancap kuat dan kokoh ke dalam jiwa masing-masing.
Pada awal mempelajari Al Qur’an, para sahabat biasa berkumpul di sebuah rumah (rumah Zaid ibnu Al Arqom). Di sanalah mereka berkumpul untuk mempelajari dan memahami kandungan ayat-ayat yang telah diturunkan dengan jalan bermudarosah, dengan jalan bertadarus. Kesungguhan para sahabat untuk mempelajari Al Qur’an terlihat dengan usaha mereka untuk menghapal setiap ayat yang diterimanya.
Kata Asy Syathiby dalam Al 'Aqilah, "Al Qur’an itu senantiasa dihafal oleh para sahabat sejak dari permulaan diturunkannya hingga seterusnya Para sahabat terus-menerus memberi perhatian dan segera menghafal Al Qur’an. serta mentashhihkan hafalannya, tajwidnya dan memeriksa cara-cara qiro'atnya, sejak dari permulaan Al Qur’an diturunkan hingga akhirnya".
Rasulullah saw bersabda, "Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya". Sabda Rasulullah yang tidak panjang ini temyata menjadi semacam alat pemacu"' yang mampu menggerakkan kaum muslimin untuk berlomba-lomba menguasai Al Qur’an sebanyak mungkin. Tidak sedikit diantara para sahabat Rasulullah yang menguasai keseluruhan ayat Al Al Qur’an yang diterima Rasulullah itu. Hal ini dapat dilihat dalam tempo yang relatif singkat.
Menurut al Qurthubiy, di peristiwa Bi'r Ma'unah saja, terdapat sekitar tujuh puluh orang hafizh yang gugur. Bila jumlah hafiz yang gugur saja sebanyak itu, dapat dibayangkan berapa banyak bafiz Al Qur’an yang dimiliki kaum muslimin pada waktu itu. Menurut al Zarkasyi di dalam Al-Burhan fi 'Ulum Al Qur’an-nya para sahabat Rasulullah berlomba-lomba menguasai Al Qur’an, baik bacaannya maupun tulisannya. Mereka tak ingin kalau sampai ada ayat Al Qur’an yang tidak mereka kuasai.
Menurut gambaran Dr. Shubhiy Sholih, suasana pada saat itu tak ubahnya seperti "madrosah" untuk mempelajari dan mengkaji sekaligus menghafalkan Al Qur’an. Untuk daerah-daerah yang jauh dari tempat keberadaan Rasulullah, beliau mengutus "guru mengaji". Misalnya beliau mengutus Mush'ab bin Umair dan Ibnu Ummi Maktum. Ketika Rasulullah masih tinggal di Makkah sebelum hijrah, kedua sahabat ini diutus untuk menjadi guru di Yatsrib (Madinah). Kemudian Rasulullah mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman.
Sahabat Rasulullah yang bemama 'Ubadah bin al Shamit menggambarkan suasana pengajian di zaman Rasulullah, "Tak seorang sahabat pun yang luput dari bergabung dalam kelompok pengajian tersebut. Apabila seorang laki-laki hijrah, oleh Rasulullah digabungkan dengan lelaki lain diantara kami unluk diajari Al Qur’an. Di Masjid (Masjid Nabawi) terdengar gemuruh suara bacaan Al Qur’an", demikian kenang Ubadah.
Minat mempelajari Al Qur’an dikalangan sahabat Rasulullah demikian tinggi. Hal ini terlihat pada hadits riwayat al Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amr bin al 'Ash. Rasulullah, menurul riwayat itu bersabda, "Baca (khotamkan)-lah Al Qur’an sekali dalam setiap bulan". Rupanya bagi Abdullah yang mempunyai semangat membara untuk menguasai Al Qur’an dengan baik merasa satu bulan sekali khotam Al Qur’an baginya tidak cukup. Masih terlalu sedikit. Abdullah kemudian mengatakan kepada Nabi saw, "Sesungguhnya aku mendapati diriku merasa kuat". Melihal kesanggupan Abdullah. Rasulullah berpesan kepadanya. "Bacalah (tamatkanlah) dalam dua puluh malam". Dua puluh malam pun masih terlalu lama untuk menamatkan Al Qur’an yang ia sangat minati itu. Maka Abdullah lagi-lagi menyatakan energinya masih ia rasakan lebih bila "hanya" menamatkan Al Qur’an sekali setiap dua puluh malam. Sekali lagi, Rasulullah berpesan, "Bacalah (tamatkanlah) dalam setiap tujuh hari sekali. Jangan lebih dari itu"
Para sahabat, apabila mereka menerima ayat atau surah, berkali-kali mengulang bacaan mereka di hadapan Nabi saw sampai mereka betul-betul mantap dalam menghafalnya, setelah itu mereka menanyakan kepada Nabi, "Adakah aku telah hafal seperti apa yang telah diturunkan". Mereka baru berhenti setelah Rasul saw membenarkan.
Al Hafiz Adz Dzahabi dalam Tadzkirotul Huffazh menyebut, Khorijoh bin Zaid meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata, "Nabi saw tiba di Madinah ketika aku telah dapat membaca 17 surah. Aku membacanya di hadapan Rasulullah, beliau mengagumi dan berkata. "Hai Zaid, pelajarilah tulisan Yahudi untukku, aku tidak mempercayai mereka terhadap Kitabku". Selanjutnya Zaid berkala. "Aku kuasai tulisan itu dalam tempo setengah bulan".
Dalam shohih Bukhari diterangkan, bahwa Nabi saw berkata kepada Ubay bin Ka’ab, "Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan agar aku mengajarimu membaca Al Qur’an. Ubay berkata, "Adakah Allah menyebut namaku?" Rasul saw menjawab, "Ya, kau telah disebut di sisi Rabb semesta alam". Ubay berkata, "Aku pun berlinang air mata".
Dalam riwayat lain, Abu Nadroh "Abu Sa'id al Khudri mengajarkan Al Qur’an kepada kami. Lima ayat di waktu pagi dan lima ayat di waktu petang. Dia memberitahukan bahwa Jibril menurunkan Al Qur’an lima ayat-lima ayat." (HR Ibnu Asakir)
Dari Abu Musa al Asy'ari, bahwa Rasulullah saw berkata kepadanya, "Tidakkah engkau melihat aku tadi malam, di waktu aku mendengarkan engkau membaca Al Qur’an? Sungguh kau telah diberi satu seruling dari seruling Nabi Daud."
Dari Abu Musa al Asy'ari juga, bahwa Rasulullah berkata. Sesungguhnya aku mengenal kelembutan alunan suara keturunan Asy'ari di waktu malam ketika mereka berada dalam rumah. Aku mengenal rumah-rumah mereka dari suara bacaan."
*
Riwayat-riwayat di atas menunjukkan bahwa bagaimana Nabi saw mengajarkan Al Qur’an kepada kalangan sahabat dan bagaimana beliau begitu besar perhatiannya agar para sahabat memahami dan menguasai Al Qur’an. Hal demikian ini menjadi suatu metode pengajaran di kalangan para sahabat, inilah salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh generasi pertama al Islam ini.
Minat dan antusias yang besar untuk mempelajari dan menguasai Al Qur’an pada kalangan sahabat ini merupakan suatu skenario Allah untuk mulai membangun ummat. Membangun ummat dimulai dengan kesadaran untuk Iqro', yaitu keinginan yang besar untuk membaca hakikat hidup, membaca apa yang menjadi kehendak atau keinginan Allah, membaca apa yang menjadikan Allah ndho dan rela, membaca apa yang menjadikan Allah tidak suka, marah dan melaknat seseorang atau suatu kaum. Dengan jiwa iqro' inilah, mereka menerima ayat-ayat berikutnya Bukan sekedar menerima, mencatat dan menghapalkan, namun mereka wujudkan dalam kehidupan sehari-harinya.
Mereka merasakan bagaimana jiwa-jiwa baru, ruhani-ruhani baru, sikap mental yang baru terbentuk seiring dengan turunnya ayat atau surat berikutnya Mereka dapat merasakan bagaimana proses terwujudnya Al Qur’an, kokoh berdiri dalam diri-diri orang beriman. Persis seperti jawaban Allah yang diberikan kepada orang-orang kufur, tatkala mereka bertanya mengapa Al Qur’an tidak diturunkan dengan sekali turun saja, itu maksudnya "... agar memperkuat/memperkokoh dengan ayat itu hati kamu (orang-orang yang beriman)" (QS 25: 32). Dengan cara seperti ini Allah mengokohkan hati/jiwa manusia beriman dengan ayat-ayat Al Qur’an. Dengan cara seperti ini Allah membimbing, menuntun Rasulullah beserta ummatnya dalam membumikan dan mewujudkan Al Qur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.