Sosok Ummat Pilihan (1)

MUKADDIMAH

Dengan suasana kalbu yang khusyu dan tawadlu kita ingat kembali keagungan-Nya, kemuliaan-Nya, dan kesucian-Nya di setiap keadaan dan suasana. Kita jadikan semua itu sebagai simbol-simbol yang hidup di dalam diri kita masing-masing dan yang nantinya mewujud di dalam kerajaan Ilahi. Selanjutnya shalawat dan salam senantiasa kita mohonkan kiranya la curahkan kepada seluruh jajaran pemikul risalah, terlebih lagi kepada manusia pilihan, hamba terkasih Muhammad saw yang lewat poia, cara, dan uswahnya terbimbinglah kita dalam meniti langkah suci menegakkan risalah Ilahi di muka bumi.

MORAL INDIVIDU PEWARIS AL JANNAH

Ada banyak pandangan sehubungan dengan harapan seseorang untuk mendapatkan syurga. Ada orang yang menyangka bahwa dia berhak memimpikan syurga cukup hanya dengan mengantongi pengakuan sebagai pemeluk Islam.

Ada pula pandangan lain yang lebih maju, yakni bahwa syurga itu hanya patut bagi mereka yang berusaha untuk menggapainya. Akan tetapi, usaha yang dilakukan orang ini justru tidak pernah diajarkan al Islam, seperti memohon syurga lewat perantaraan benda-benda, kuburan, atau simbol-simbol lainnya yang tentu saja tidak pernah dijelaskan dalam ajaran Islam.

Adapula yang berkeyakinan bahwa syurga itu hams diusahakan lewat usaha. Dengan keyakinan semacam ini orang akan mengorientasikan segala aktivitasnya untuk syurga: shalatnya untuk syurga, haji targetnya syurga, berinfaq targetnya syurga, dan jihad pun targetnya syurga. Pandangan yang ketiga ini ini juga sama salahnya sebab Rasulullah sendiri bersabda, "Tak seorang pun masuk syurga karena amalnya." "Termasuk engkau ya Rasulullah?", tanya para sahabat. "Ya, termasuk saya," kata Rasulullah. Lantas bagaimana seseorang bisa mendapatkan syurga? Tentu saja atas perkenan dan belas kasih Allah semata". 

Jadi, ada satu gambaran yang menyimpang yang berangkat dari satu pernyataan bahwa barangsiapa yang mengabdi kepada Allah, maka Allah akan memberikan syurga. Nah, ini kemudian didefinisikan sebagai suatu keharusan bagi Allah. Jika seseorang sudah mengabdi, sudah rukuk, sudah jihad, maka seolah-olah dia punya keyakinan bahwa dirinya berhak untuk mendapatkan syurga. Pandangan semacam ini sama kelirunya dengan dua pandangan sebelumnya meski pandangan ketiga ini jelas sudah lebih maju.

Ada juga orang yang memiliki pandangan bahwa syurga adalah mutlak milik'Allah, sedangkan manusia dituntut untuk berperilaku atau memiliki moral pewaris syurga seperti yang dikehendaki Allah. Jika orang yang berpandangan seperti ini kemudian menjerit, mengharap, memohon, dan meminta syurga, maka itu bukanlah dimaksudkan untuk minta balasan atas amal baiknya, bukan pula suatu ungkapan merasa diri telah berjasa, telah naik haji, telah berjihad, atau telah berinfaq, tetapi sebagai ungkapan kedhaifan diri dan memohon belas kasih Allah. Namun sebaliknya jika jerit harap tadi tidak dimaksudkan sebagai ungkapan keterbatasan diri, maka itulah yang disebut Allah sebagai muktadun atau melewati batas, dan Allah tidak pernah menerima do'a yang melampaui batas.

Do'a baru dikatakan sebagai do'a kalau disertai kondisi hati yang tadlarru wa khufyatan seperti yang Allah nyatakan dalam QS Al Araf: 55, "Berdoalah kepada Rabmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas".

Tadlarru bisa diartikan berendah diri, yaitu jauh dari sifat sombong, minta imbal jasa, memberontak, membangkang, atau tidak patuh dan taat. Sedangkan khufyatan berarti penuh harap atau cemas. Oleh karena itu, jangan berdoa kepada Allah seperti ini, "Ya Allah, saya kan sudah berinfaq, sudah haji, dan shalat. Masa saya tidak berhak mendapatkan syurga?" Yang benar adalah bagaimana kita harus merendahkan diri di hadapan Rabbul Izzati dengan satu kesadaran bahwa kita adalah hamba yang lemah dan hina yang tidak memiliki apa-apa selain hanya sebatas perkenan dan belas kasih Allah. Nah, ini baru namanya tadlarru.

Selain itu, do'a harus disertai dengan rasa penuh harap. Jangan berdoa hanya sekadar sebagai basa basi, apalagi dengan tidak disertai keyakinan. Itulah do'a yang disertai khufyatan.

Muktadin atau perilaku melampaui batas dalam do'a bisa dalam bentuk formal maupun material. Dalam bentuk formal misalnya sambil menjerit-jerit atau berteriak. Di dalam sabdanya Rasulullah menyatakan bahwa kita berdoa kepada Dzat yang tidak tuli dan tidak pula jauh. Dalam hal material atau isi do'a, perilaku muktadin bisa berbentuk mendoakan kecelakaan bagi seseorang atau memohon syurga kepada Allah dengan sikap seolah-olah telah berjasa terhadap Islam sehingga merasa berhak mendapatkan syurga.

Do'a adalah saripati atau inti ibadah. Karena itu, suatu perilaku juga bam bisa disebut ibadah jika dilakukan dengan tadlarru wa khufyatan. Rasulullah pernah suatu waktu memukul pundak orang yang shalat sambil menengadah ke langit karena perilaku semacam ini dianggap bukan cerminan sikap tadlarru wa khufyatan. Jadi, shalat kita, infaq kita, shaum kita, dan segala aktivitas kita bisa bernilai ibadah jika dilakukan dalam keadaan tadlarru wa khufyatan.

Bagi seorang mukmin ibadah adalah seluruh aspek dalam kehidupannya tanpa terkecuali seperti yang didefinisikan para sahabat Rasulullah, "Sesungguhnya bagi kami orang-orang mukmin semuanya itu adalah ibadah. Agar seseorang layak dikatakan tadlarru wa khufyatan, maka kekhusyuan shalatnya, penerjemahan takbiratul ihramnya, rukuk dan sujudnya, kebersamaan dalam Islam ketika membaca ihdma-nya harus tercermin dalam kehidupannya. 

Perasaan jijiknya pada maghdubi 'alaihim dan perasaan rindunya terhadap shirathal mustaqim terekspresikan dalam kesehariannya. Individu semacam ini sangat siap untuk meninggalkan perilaku laghuwah atau sia-sia dan siap meninggalkan segala simbol kekufuran, kemaksiatan, dan kedurhakaan seindah dan secantik apapun bentuknya. Inilah perilaku individu yang tadlarru wa khufyatan. Inilah moral individu-individu pewaris syurga.


KARAKTERISTIK UMAT PENGGANTI

Nah, individu-individu yang mempunyai moral tadlarru wa khufyatan, individu taqwa yang jauh dari sifat kikir, sombong, dan munafik kemudian bergabung guna membentuk suatu koloni. Dan dari sinilah terbentuk suatu kelompok yang disebut dalam QS Al Maidah: 54 sebagai masyarakat pengganti. Kalau dalam QS Al Mukminun: 1-11 kita berbicara tentang figur individu pewaris Firdaus, maka dalam QS Al Maidah: 54 kita berbicara mengenai masyarakat pengganti. 

Masyarakat ini akan lahir dari individu-individu seperti yang telah digambarkan tadi atau yang tercantum dalam QS Al Mukminun: 1-11. Adapun ciri-ciri masyarakat pengganti atau masyarakat pemikul risalah adalah:

1.   Allah mencintai mereka dan mereka mencintai Allah Hakikat cinta kepada Allah mesti mewujud dalam kecintaan kepada saudara seaqidah dan ketaatan kepada Allah, Rasul dan ulil amri minkum. Jika kita dapatkan ada dorongan untuk memberontak dalam diri atau tiba-tiba kita memiliki getaran hati untuk berpaling dari perintah sebagai pemikul risalah, maka itu pasti bisik dan intrik syetan laknatullah yang berusaha melemparkan kita dari al Islam sehingga kita tidak lagi terkatagori mereka yang disebut yuhibbuhum wa yuhibbunahu. Begitu juga kalau tiba-tiba kita membenci seseorang, curiga, buruksangka, bermuka masam, dan menampakkan kata yang tidak berkenan kepada saudara seaqidah, maka hati-hatilah karena itu merupakan bisik dan intrik syetan laknatullah agar kita semua terpental dari kriteria masyarakat pengganti.

2. Memiliki sifat asyidda dan "izzah. Ketegasan terhadap orang kafir diwujudkan dalam sikap yang pasti, tidak lembek, cengeng, dan senantiasa tegas, berwibawa, dan tidak mudah terbawa oleh ajakan dan pola pikir yang menyesatkan. Sikap ini hams nampak pada diri di hadapan orang-orang kafir. Manakala ada intrik bisik untuk bersikap loyo dan menampakkan kelemahan diri di hadapan orang-orang yang secara sengaja menampakkan kebenciannya terhadap tegaknya risalah Allah serta jika ada bisik dan intrik untuk mematuhi aturan jahiliyah, maka kita harus sadar bahwa itu berasal dari syetan laknatullah agar kita terpental dari masyarakat pewaris Firdaus.

3. Rukka'an Sujjadan. Kemana. pun dan apapun yang dia lakukan adalah langkah mkuk dan sujud sebagai bukti pengabdiannya kepada Ilahi Rabbi. Shalatnya sebagai ibadah, infaqnya sebagai ibadah, programnya sebagai ibadah, dan seluruh aktivitasnya sebagai ibadah yang hanya mengharap keridlaan Allah SWT.

4. Dibenci orang kafir dan disenangi orang beriman Jangan sampai orang beriman disenangi oleh orang kafir dan dijadikan seorang sahabat dalam suka dan duka. Di lain pihak dia malahan membuat bingung dan membuat kesal orang-orang beriman.

5. Tidak takut kepada segala bentuk celaan Anggota masyarakat pengganti mesti tidak takut kepada segala bentuk celaan, dan dia hanya takut kepada Allah SWT sehingga di hadapan orang lain dia nampak memiliki harga diri, teguh, dan tegar. Dia bukan tipe orang yang mau dipermainkan dan patuh pada orang lain hanya karena takut akan kehilangan status, jabatan, kekayaan dan penghargaan.

6. Berjihad fisabilillah. Selanjutnya individu-individu yang memiliki moral-moral pewaris tadi akan menyatu untuk berjihad fisabilillah. Kalau disebut fisabilillah maka itu berarti orientasinya program, baik itu pengajian, sekolah, bekerja, silaturahim, dan lain sebagainya. Yang pasti semua program yang dikerjakan akan menuju sasaran akhir yaitu pencapaian kondisi mardlatillah, saat hukum Allah tegak di muka Bumi. Kalau seseorang tidak sanggup menerjemahkan suatu program, bahkan maunya malah keluar dari program, maka ia harus sadar bahwa syetan telah masuk pada dirinya. 

Syetan sudah merasuk dan akan melemparnya dari ciri-ciri anggota masyarakat pengganti. Jika kita memicingkan sebelah mata, apriori menolak, lari dari perintah, mengingkari usulan, dan mengaburkan orientasi dan konsentrasi program, kita harus sadar bahwa di dalam diri kita sudah masuk setan laknatullah, dan kita harus cepat-cepat berlindung kepada-Nya.

Yang dikatakan jihad berarti optimalisasi dana dan daya untuk menerjemahkan program. Sehingga yang dimaksud mujahid adalah mereka yang mengoptimalkan segala dana dan daya, baik tenaga, pikiran, harta, dan yang lainnya agar program tadi bisa terealisir.

Saat kita sedang berupaya untuk menerjemahkan jihad di jalan Allah, seringkali pada saat yang sama kita menghadapi masalah lain. Kita mesti ingat bahwa sebetulnya hidup ini adalah menghadapi problem. Jadi kalau kita punya prinsip 'saya ingin menyelesaikan problem dulu, bam nanti saya akan melangkah pada program' maka kita akan keburu mati. Hal semacam ini tidak boleh kita lakukan sebab manusia itu akan keluar dari masalah yang satu lalu masuk ke masalah yang lain. Jadi kalau kita berkeinginan untuk bebas dari masalah, baik itu masalah diri, masalah keluarga, atau masalah usaha lalu kemudian bam melangkah berjihad, ya ... tunggu saja sampai mati.

Di sisi lain kita harus yakin bahwa orang yang bertaqwa dan mengoptimalisasikan kesiapan dan kesanggupan untuk menggapai misi suci, Allah akan janjikan pemecahan setiap masalah yang ada. Ini hams kita yakini. Janji Allah bahwa jika seseorang mengoptimalisasikan pikiran, perasaan, emosi, karya, karsa dan ciptanya, serta harta dan tenaganya untuk menegakkan risalah-Nya, maka Allah akan menjadikan kecil dan menjadikan mudah urusan-urusan serta problem-problemnya. Allah berfiman, "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu" (QS Muhammad: 7).

Yang dimaksud dengan menolong Allah pada ayat ini ditujukan kepada semua usaha yang kita lakukan agar din Allah bisa tegak di muka Bumi. Bentuknya bisa berupa pengajian, hubungan suami istri, silaturahim, pelaksanaan program, infaq, bekerja, sekolah, dan Iain-lain. Karena itu kalau kita punya masalah yang tidak berkesudahan atau kalau hidup kita hanya berkutat dari problem ke problem, maka kita harus menafakuri diri karena jangan-jangan kita tidak termasuk orang yang bertaqwa atau jangan-jangan kita belum mengoptimalkan harta, daya, tenaga, dan pikiran kita untuk menegakkan risalah-Nya. 

Melalui Rasul-Nya Allah mengancam orang-orang yang tidak mau berjuang fisabilillah. Dari Abi Hurairah Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang mati dan belum berperang (jihad) dan tidak ada niat dalam dirinya untuk berperang (berjihad), maka ia mati sebagai orang munafik" (H.R Muslim).

Dalam riwayat lain dari Abi Umamah Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang tidak berkemauan untuk berperang (berjihad) atau tidak mau membantu dalam peperangan atau memberi harta, maka Allah akan menimpakan musibah sebelum hari akhir datang.".

Nah ikhwatu iman sekalian, coba kita renungkan hadits di atas. Betapa Allah mengecam orang yang tidak mau berjihad fisabilillah dan orang yang malas dan lalai untuk menegakkan risalah-Nya. Bahkan di lain hadits dikatakan bahwa barangsiapa yang tidak mau berjihad, maka seluruh amalnya gugur. Jika semua amal yang telah kita kerjakan gugur, lantas bekal apa yang bisa kita bawa nanti ke akhirat? 

Ikhwan sekalian, yang harus kita ketahui adalah bahwa perintah berjihad fisabilillah ini merupakan perintah yang harus kita laksanakan, dan kita akan mendapat dosa jika meninggalkannya. Sehingga harus kita tanamkan dalam diri kita bahwa dosa itu tidak hanya menyakiti hati orang tua saja, meminum alkohol atau berzina, atau tidak mau membantu saudara yang tidak mampu. Bukan itu saja! Meninggalkan jihad pun adalah suatu dosa. Rasulullah menyatakan, "Ada tiga hak yang menyebabkan gugurnya amal, yaitu syirik kepada Allah, durhaka pada orang tua, dan lari dari peperangan (jihad)" (H.R Thabrani).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.