Perkara yang tidak membatalkan Puasa

 


A. Masalah Ikhtilaf
Di antara hal-hal yang hukumnya diperselisihkan oleh para ulama, apakah membatalkan puasa atau tidak, adalah :

1. Berbekam
Berbekam atau hijamah adalah salah satu bentuk pengobatan dimana seseorang diambil darahnya untuk dikeluarkan penyakit. Metode ini dikenal di negeri Arab dan beberapa negeri lainnya. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah berbekam dalam keadaan ihram dan pernah pula berbekam dalam keadaan puasa.(HR. Bukhari dan Ahmad). Namun mazhab Hambali berpendapat bahwa berbekam itu membatalkan puasa. Mereka yang mengatakan berbekam itu membatalkan puasa, menggunakan dalil berikut ini :

Dari Syaddad bin Aus radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW mendatangi seseorang di Baqi’ yang sedang berbekam di bulan Ramadhan, lalu beliau bersabda,”Orang yang membekam dan yang dibekam, keduanya batal puasanya. (HR. Ahmad)

Mereka yang berpendapat bahwa berbekam itu tidak membatalkan puasa menjawab bahwa benar pada awalnya berbekam itu membatalkan puasa. Namun setelah itu hukumnya dinasakh dan diganti dengan hukum yang baru, dimana berbekam itu tidak membatalkan puasa. 

Dari Anas bin Malik radhiyallahuanhu bahwa awalnya tidak dibenarkan berbekam buat orang yang berpuasa. Dan Ja’far bin Abi Thalib pernah berbekam dalam keadaan puasa, kebetulan Nabi SAW lewat dan berkata,”Kedua orang ini sama-sama batal puasanya”. Namun di kemudian hari beliau memberi keringanan dalam masalah bekam bagi orang yang berpuasa. Dan Anas berbekam dalam keadaan berpuasa. (HR.Ad-Daruquthny) 

2. Menelan Dahak
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menelan dahak, apakah hal itu termasuk perbuatan yang membatalkan puasa, ataukah tidak. Mereka yang mengatakan bahwa menelan dahak itu batal berargumen bahwa dahak itu bukan ludah. Bila seseorang telah mengeluarkan dahak dari dalam tenggorokannya, lalu terkumpul di dalam mulutnya, kemudian ditelan lagi, maka hal itu sama saja dengan memakan atau meminum sesuatu.
Sedangkan mereka yang mengatakannya tidak batal, agaknya menyamakan dahak itu dengan ludah yang memang tidak batal apabila ditelan. Dan seseorang yang edang mengalami gejala flu, sangat tidak mungkin untuk tidak menelan dahaknya sendiri, sehingga termasuk hal-hal yang dimaafkan.

B. Masalah Yang Disepakati
Berikut ini adalah hal-hal yang sering dianggap membatalkan puasa, namun para ulama umumnya menolak kalau hal itu dianggap membatalkan.

1. Mimpi Keluar Mani
Bila pada saat puasa seseorang tidur dan dalam tidurnya itu dia mengalami mimpi ( ) yang mengakibatkan keluarnya mani, maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Maka dia tetap boleh meneruskan puasanya, sebagaimana yang sudah menjadi ijma’ di kalangan para ulama. Di antara dalil yang mendasarinya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :
Dari Abi Siad Al-Khudhri radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Tiga hal yang tidak membuat batal orang yang berpuasa : berbekam, muntah dan mimpi (hingga keluar mani)”. (HR. At-Tirmizy)

Namun bila secara sengaja melakukan hal-hal yang dapat membangkitkan birahi baik melalui fikiran (imajinasi) atau melihat atau mendengarkan hal-hal yang merangsang birahinya hingga mengakibatkan keluarnya mani, maka hal itu membatalkan puasa. Termasuk bila melalukan onani pada saat puasa, atau bercumbu tanpa jima’ dengan istri, tetapi mengakibatkan keluar mani. Semua itu jelas membatalkan dan merusak puasa, karena semua itu termasuk dalam kategori sengaja. Namun bila seseorang mengalami janabah di malam hari, lalu melewati waktu shubuh dalam keadaan janabah, puasanya sah dan tidak diharuskan untuk mengganti puasanya di hari lain.

Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa meski seseorang sepanjang hari berada dalam keadaan janabah, puasanya tetap sah.  

Dasarnya adalah perkataan kedua orang istri Rasulullah SAW, yaitu Aisyah dan Ummi Salamah radhiyallahuanhuma, Kami menjadi saksi bahwa Rasulullah SAW memasuki waktu shubuh dalam keadaan janabah yang bukan karena mimpi, kemudian beliau mandi janabah dan melakukan puasa. (HR. Bukhari dan Muslim)

Sedangkan hadits lain yang bertentangan dengan hal itu dianggap oleh para ulama bahwa hadits itu telah dinasakh, atau termasuk bab afdhaliyah.

Orang yang memasuki waktu shubuh dalam keadaan janabah, maka tidak ada puasa baginya. (HR. Bukhari dan muslim)

Kalimat : Tidak ada puasa baginya, menurut para ulama maksudnya bukan puasanya tidak sah, melainkan maknanya adalah bahwa tidak ada fadhilah atau keutamaan dalam puasanya itu.

Al-Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa kebolehan orang yang memasuki waktu shubuh dalam keadaan janabah merupakan ijma’, sebagaimana keterangan yang sama dikemukakan oleh Ibnu Daqiq Al-‘Id. Sedangkan Asy-Syaukani menyebutkan bahwa hal itu merupakan pendapat jumhur ulama.

2. Celak Mata, Obat Tetes Mata dan Semprot Asma
Boleh memakai celak mata, atau dalam bahasa Arab sering disebut al-kuhl (  ) pada saat puasa dan tidak membatalkannya. Karena Rasulullah SAW juga pernah menggunakannya pada saat berpuasa. Dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa Nabi SAW memakai celak mata pada bulan Ramadhan dan beliau dalam keadaan berpuasa. (HR. Ibnu Majah)

Dari Anas bin Malik radhiyalalhuanhu bahwa Rasulullah SAW memakai celak mata dalam keadaan berpuasa”.(HR. Abu Daud).

Meski obat tetes mata itu masuk ke dalam mata, namun dilihat dari arah masuknya, cairan obat itu tidak masuk ke bagian dalam tubuh, seperti lambung atau perut. Obat tetes mata adalah sejenis obat luar seperti obat lainnya seperti kompres, plester, obat luka dan lainnya. Bila seorang yang berpuasa menggunakan obat tetes mata, maka tidak akan membatalkan puasanya.

Obat asma yang disemprotkan bagi penderita asma bila digunakan oleh orang yang puasa, juga tidak termasuk yang membatalkan puasa. Sebab secara teknis, jauh dari kriteria makan atau minum yang membatalkan puasa.Sehingga penggunaanya buat orang yang sedang puasa tidaklah membatalkan puasanya.

Hal ini juga difatwakan oleh Syeikh Abdullah bin Baz, salah seorang tokoh ulama di Saudi Arabia. Dalam salah satu fatwanya, beliau menegaskan kebolehan penggunaan obat semprot ini bagi penderita asma, dalam keadaan berpuasa. 

3. Bersiwak, Kumur dan Istinsyak
Bersiwak atau membersihkan gigi tidak membatalkan puasa. Namun menurut Imam Asy-Syafi‘i, bersiwak hukumnya makruh bila telah melwati waktu zhuhur hingga sore hari. Alasan yang dikemukakan beliau adalah hadits Nabi yang menyebutkan : Bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah dari aroma kesturi. (HR. Bukhari)

Sedangkan bersiwak atau menggosok gigi akan menghilangkan bau mulut. Namun bila bau mulut mengganggu seperti habis makan makanan berbau, maka sebaiknya bersiwak.

Kumur adalah memasukkan air ke dalam mulut untuk dibuang kembali. Sedangkan istinsyak adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung untuk dibuang kembali. Keduanya boleh dilakukan saat puasa meski bukan untuk keperluan berwudhu‘. Namun harus dijaga jangan sampai tertelan atau masuk ke dalam tubuh, karena akan membatalkan puasa.

4. Mandi dan Berenang
Mandi, berenang atau memakai pakaian yang dibasahi agar dingin tidak membatalkan puasa. Begitu juga mengorek kuping atau memasukkan batang pembersih ke dalam telinga. Semua itu tidak termasuk yang membatalkan puasa menurut umumnya para ulama.

Namun bila karena mandi atau berenang mengakibatkan ada air yang terminum atau tertelan secara tidak sengaja, hukum puasanya tetap batal. Sebab ketidak-sengajaan tidak bisa disamakan dengan lupa. Yang tidak membatalkan puasa adalah bila seseorang terlupa makan dan minum, sedangkan bila seseorang melakukan makan dan minum tanpa sengaja, hukum puasanya tetap batal.

Sedangkan orang yang mandi atau berenang lalu telinganya kemasukan air, para ulama umumnya sepakat mengatakan bahwa air yang masuk di telinganya itu tidak membatal puasanya. Sebab masuk air ke telinga itu jauh dari kriteria makan atau minum.

5. Kemasukan Asap dan Menghirup aroma wangi
Para ulama telah berijma’ bahwa bila seseorang kemasukan asap, debu, atau sisa rasa obat ke dalam mulut tidak membatalkan puasa, asal sifatnya tidak disengaja dan bukan bikinan, semua itu tidak membatalkan puasa, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Juzayi, karena tidak mungkin menghindar dari hal-hal kebetulan seperti itu. 

Demikian juga bila air mata masuk ke dalam tenggorokanya, bila jumlahnya sedikit barang setetes dua tetes, tidak menyebabkan puasanya batal. Karena nyaris sulit untuk menghindari hal ini.

Namun bila jumlahnya banyak sehingga memenuhi mulut seseorang, jelaslah hal itu membatalkan puasa. Umumnya para ulama membolehkan orang yang sedang berpuasa untuk menghirup aroma yang wangi dari parfum. Dalam kata lain, memakai wangi-wangian itu tetap hukumnya sunnah, meski seseorang dalam keadaan berpuasa dan hukumnya tidak membatalkan puasa.

6. Copot Gigi
Termasuk yang tidak membatalkan puasa adalah orang yang copot giginya tanpa sengaja. Meski pun karena copot gigi itu sampai keluar darah, asalkan darahnya itu tidak ditelan ke dalam tubuh, tentu tidak membatalkan puasa. Dan copot gigi itu tidak sama dengan orang yang muntah, sehingga hukumnya juga tidak bisa disamakan.

7. Suntik
Sebenarnya ada dua macam suntikan yang dikenal dalam dunia kedokteran.  Pertama adalah suntikan obat, yang dimasukkan lewat jarum suntik ke urat nadi pasien. Isi suntikan itu biasanya adalah obat, yang bertugas membunuh bibit penyakit yang ada di dalam tubuh pasien. Dalam kondisi sakit, terkadang pasien harus disuntik dengan obat, maka umumnya para ulama sepakat bahwa suntikan obat itu tidak membatalkan puasa.

Kedua adalah suntikan glukosa, yang biasa dikenal masyarakat awam sebagai infus. Meski sama-sama menggunakan jarum dan ditusukkan ke urat nadi, namun prinsip infus jauh berbeda dengan suntikan obat.  

Orang yang mendapatkan suntikan infus pada dasarnya mendapatkan jatah makan lewat glukosa yang dimasukkan lewat jarum infus. Sehingga meski tidak lewat mulut, prinsip menginfus pasien adalah memberinya makanan atau nurtisi yang dibutuhkan tubuh. Seseorang yang sedang diinfus bisa dalam waktu lama tidak makan. Karena pada hakikatnya makannya lewat selang infus itu.
Maka para ulama sepakat bahwa infus makanan itu hukumnya membatalkan puasa.

8. Mencicipi Makanan
Seorang yang sedang puasa, boleh mencicipi rasa suatu makanan, asalkan langsung dibuat seketika itu juga. Dalam hal ini, belum dikatakan sebagai memakan makanan, karena tidak ditelan masuk ke dalam perut. Makanan yang dicicipi hanya dirasakan dengan lidah saja, kemudian dibuang bersama dengan ludah itu.

Masalah ini nyaris mirip dengan orang yang berkumurkumur, yaitu memasukkan air ke dalam mulut namun segera dikeluarkan lagi. Juga sama dengan orang yang melakukan istinsyaq dan istintsar, yaitu memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya. Perbuatan i0ni termasuk sunnah wudhu' dan boleh dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa.

9. Puasa Dalam Keadaan Janabah
Menurut jumhur ulama apabila seseorang sedang mengalami junub dan belum sempat mandi, padahal waktu subuh sudah masuk, maka puasanya sah.
Hal itu didasarkan dari apa yang pernah dialami sendiri oleh Rasulullah SAW, sebagaimana tertera dalam hadits berikut ini :
Dari Aisyah dan Ummi Salamah radhiyallahuanhuma bahwa Nabi SAW memasuki waktu shubuh dalam keadaan berjanabah karena jima’, kemudian beliau mandi dan berpuasa. (HR. Bukhari dan Muslim)

Adalah Rasulullah SAW pernah masuk waktu subuh dalam keadaan junub karena jima‘ bukan karena mimpi, kemudian beliau mandi dan berpuasa. (HR. Muttafaq 'alaihi)

Sedangkan hadits yang melarang hal itu, ditafsirkan bahwa yang dimaksud dengan junub adalah seseorang meneruskan jima' setelah masuk waktu shubuh.

Orang yang masuk waktu shubuh dalam keadaan junub, maka puasanya tidak sah (HR. Bukhari)

Sumber: Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan (5) Puasa, Jakarta: DU Publishing, 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.