Hukum Udhiyah


Meski cukup banyak dalil yang melatar-belakangi perintah menyembelih udhiyah, namun bukan berarti syariah ini hukumnya menjadi wajib. Sebagian ulama mewajibkannya memang, namun lebih banyak yang tidak mewajibkannya, mereka hanya mengatakan bahwa hukumnya sunnah muakkadah. Itu pun hanya berlaku buat yang mampu dan memenuhi syarat.

Sehingga bisa kita sebutkan bahwa dalam hal ini ada khilaf di kalangan ulama tentang hukum menyembelih hewan qurban :

1. Sunnah Muakkadah

Ini adalah pendapat jumhur ulama, yaitu mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi;iyah dan Al-Hanbilah. Selain ketiga mazhab besar itu, para shahabat yang termasuk berada pada pendapat ini adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Bilal bin Rabah radhiyallahu'anhum. Termasuk Abu Ma'sud Al-Badri, Said bin Al-Musayyib, Atha', Alqamah, Al-Aswad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ibnul Munzdir.

Bahkan Abu Yusuf meski dari mazhab Al-Hanafiyah, termasuk yang berpendapat bahwa menyembelih hewan udhiyah tidak wajib, hanya sunnah muakkadah.(38 Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah jilid 5 halaman 76)

Karena bukan wajib, maka kalau pun seseorang yang mampu tapi tidak menyembelih hewan qurban, maka dia tidak berdosa. Apalagi bila mereka memang tergolong orang yang tidak mampu dan miskin. Namun bila seseorang sudah mampu dan berkecukupan, makruh hukumnya bila tidak menyembelih hewan qurban.

Dalilnya adalah :

a. Hadits Rasulullah SAW :

"Bila telah memasuki 10 (hari bulan Zulhijjah) dan seseorang ingin berqurban, maka janganlah dia ganggu rambut qurbannya dan kuku-kukunya." (HR. Muslim dan lainnya)

Dalam hal ini perkataan Rasulullah SAW bahwa seseorang ingin berkurban menunjukkan bahwa hukum berkurban itu diserahkan kepada kemauan seseorang, artinya tidak menjadi wajib melaikan sunnah. Kalau hukumnya wajib, maka tidak disebutkan kalau berkeinginan.

"Tiga perkara yang bagiku hukumnya fardhu tapi bagi kalian hukumnya tathawwu' (sunnah), yaitu shalat witir, menyembelih udhiyah dan shalat dhuha." (HR. Ahmad dan Al-Hakim)

b. Perbuatan Abu Bakar dan Umar

Dalil lainnya adalah atsar dari Abu Bakar dan Umar bahwa mereka berdua tidak melaksanakan penyembelihan hewan qurban dalam satu atau dua tahun, karena takut dianggap menjadi kewajiban. Dan hal itu tidak mendapatkan penentangan dari para shahabat yang lainnya. Atsar ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi.

2. Wajib

Pendapat kedua menyebutkan bahwa menyembelih hewan udhiyah hukumnya wajib bagi tiap muslim yang muqim untuk setiap tahun berulang kewajibannya. (Bidayatul Mujtahid jilid 1 halaman 415, Al-Qawanin Al-Firhiyah halaman 186, Mughni Al-Muhtaj jilid 4 halaman 282, Al-Mughni jilid 8 halaman 617, Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 237.)

Yang berpendapat wajib adalah mazhab Abu Hanifah. Selain itu juga ada Rabi'ah, Al-Laits bin Saad, Al-Auza'ie, At-Tsauri dan salah satu pendapat dari mazhab Maliki.

Dalil yang mereka kemukakan sampai bisa mengatakan hukumnya wajib adalah ijtahad dari firman Allah SWT : (Al-Lubab Syarhul Kitab jilid 3 halaman 232 dan Al-Bada'i jilid 5 halaman 62)


"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah." (QS. Al-Kautsar : 2)

Menurut mereka, ayat ini berbentuk amr atau perintah. Dan pada dasarnya setiap perintah itu hukumnya wajib untuk dikerjakan.

Selain itu juga ada sabda Rasulullah SAW berikut ini yang menguatkan, yaitu

"Dari Abi hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).

Hadits ini melarang orang Islam yang tidak menyembelih udhiyah untuk tidak mendekati masjid atau tempat shalat. Seolah-olah orang itu bukan muslim atau munafik.

3. Sunnah 'Ain dan Kifayah

Istilah sunnah 'ain dan kiyafah mungkin agak asing lagi buat telinga kita. Biasanya yang kita kenal istilah fardhu 'ain dan fardhu kifayah. Lalu siapa yang berpendapat demiian dan apa maksudnya?

Mazhab Asy-Syafi'iyah berpendapat bahwa syariat menyembelih hewan udhiyah itu hukumnya sunnah ain untuk tiap-tiap pribadi muslim sekali seumur hidup, dan sunnah kifayah untuk sebuah keluarga. (41 Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid 4 halaman 246)

Sunnah 'ain maksudnya ibadah ini bukan wajib hukumnya, tetapi sunnah, namun berlaku untuk orang per orang bukan untuk sunnah untuk bersama-sama. Minimal setiap orang muslim disunnahkan untuk menyembelih udhiyah sekali seumur hidupnya. Perbandingannya seperti ibadah haji, dimana minimal sekali seumur hidup wajib mengerjakan haji.

Sedangkan yang dimaksud dengan sunnah kifayah adalah disunnahkan bagi sebuah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak, setidaknya dalam satu rumah, untuk menyembelih seekor hewan udhiyah, berupa kambing. Dalil yang mereka kemukakan adalah hadits nabi SAW berikut ini :

"Kami wuquf bersama Rasulullah SAW, Aku mendengar beliau bersabda,"Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih udhiyah tiap tahun". (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan At-Tirmizy)

4. Berubah Dari Sunnah Menjadi Wajib

Di mata para ulama yang punya pendapat bahwa menyembelih hewan udhiyah hukumnya sunnah, hukumnya berubah menjadi wajib apabila sebelumnya telah dinadzarkan.

Nadzar itu sendiri adalah sebuah janji kepada Allah SWT yang apabila permintaannya dikabulkan Allah, maka dia akan melakukan salah satu bentuk ibadah sunnah yang kemudian menjadi wajib untuk dikerjakan.

Nadzar untuk menyembelih hewan udhiyah membuat hukumnya berubah dari sunnah menjadi wajib. Baik dengan menyebutkan hewannya yang sudah ditentukan, atau tanpa menyebutkan hewan tertentu.

Kalau seseorang punya kambing yang menyebutkan bahwa kambingnya akan disembelihnya sebagai udhiyah  apabila permohonannya dikabulkan Allah, maka wajib atasnya untuk menyembelih kambing itu, dan tidak boleh diganti dengan kambing yang lain.

Sedangkan kalau dia tidak menentukan kambing tertentu, hanya sekedar berjanji untuk menyembelih kambing udhiyah, maka boleh menyembelih kambing yang mana saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.