,,Menjongsong AD-DAULATUL ISLAMIJAH"
karangan Ki Abu Darda
RIWAJAT PERDJUANGAN UMMAT DAN BANGSA.
1. Zaman Belanda kolonial dulu.
Sjahdan, maka sebelum menggambarkan perdjalanan riwajat revolusi dimasa jang akan datang, suatu perdjuangan Ummat dan perdjuangan bangsa, perdjuangan kemerdekaan dan perdjuangan Agama, suatu perdjuangan kemerdekaan jang tiada taranja dalam tarich dunia, terutama sekali dalam tempo2 dan riwajat Indonesia dikala silam, maka ingin sekali kami hendak melukiskan dengan tjara populer dan elementer, dengan tjara mudah, betapa gerangan kiranja perdjalanan riwajat bangsa kita didalam masa kl. 7 tahun lamanja.
Kami mulaikan dengan djatuhnja Pemerintah Pendjadjahaa Belanda di Indonesia (awal 1942), atau penjerbuan Djepang di daerah kepulauan kita ini, hingga sesudah daerah Republik diserbu oleh Belanda, karena akibat daripada aksi polisionil jang kedua (Desember 1948).
Pada zaman kolonial Belanda dulu jang berachir dengan penjerbuan Djepang ke Indonesia (1942), maka bangsa kita dapat mentjatat riwajatnja dengan pedih dan pilu hati. Karena tiap2 kali gerakan Ummat dan bangsa hendak naik dan mendaki. tiap2nja itu menghadapi pintu besi dan djurang serta lurah jang amat dalam dan tjuram, sehingga tiada mungkin melantjutkan perdjuangan. Oleh karenanja, maka perdjuangan kemerdekaan dan perdjuangan kebangsaan, begitu djuga perdjuangan Agama, selalu kandas, dengan karena sebab tekanan, hambatan dan tindasan dari pihak pendjadjah.
Sewaktu2 tindakan gerakan itu merupakan paksaan dengan sendjata. Setiap kali timbul gerakan jang agak revolusioner, agak kiri, maka tangan besi turun, menjapu benih2 gerakan itu.
Tangkapan, penahanan, pembuian dan pembuangan, bukanlah peristiwa jang aneh dalam tjatatan tarich perdjuangan di Indonesia menghadapi keganasan pendjadjah.
Walhasil Bangsa Indonesia dan Ummat Islam pada masa jang lalu sudah tjukup kenjang makan ,,pil-pahit" ala Batavia atau bikinan Den Haag.
Hatta maka pendjadjahan Belanda di Indonesia, pada dewasa itu merupakan ,,kebon-binatang", dimana masing2 binatang dan seluruh kebon itu dilingkungi oleh pagar besi jang amat kuat, ialah undang2 dan fasal2 dalam Hukum Siksa Hindia Belanda (karet artikelen) dan hak2 luar biasa (exorbitante rechten).
Tiap2 pintu daripada kandang2 binatang itu didjaga oleh mandor2 Belanda, jang merupakan polisi, pamong pradja, tentara.
Oleh sebab itu, sebuas-buas binatang jang sudah masuk kandang dalam kebon binatang itu, maka kemerdekaannja bergerak dan 1ingkungannja bertindak terbatas pula dengan batas2 kandang.
Setinggi2 burung terbang dan setjepat-tjepat kuda lari, tetap pula ia didalam kandangnja.
Demikian pula gigi jang tadjam dan kuku jang pandjang dari pada seekor harimau jang sudah masuk perangkap, terutama jang sudah masuk dalam kandang dikebon binatang, tidak sedikitpun menolong dia. Sekali masuk dalam perangkap pendjadjahan jang merupakan berbagai-bagai djabatan dan tingkatan hidup djangankan sudah masuk salah satu kandang didalam kebon binatang itu, maka lenjap-musnahlah semua kemerdekaan, walaupun ia mula pertama seorang radja jang bermahkota jang gagah dan perkosa.
Sekali mendjadi hamba, tetaplah ia hamba, walau dihiasi dengan kebesaran, pangkat, dan kemegahan dunia apapun.
2. Ganti tuan.
Ditengah-tengah panas terik pada zaman pendjadjahan Belanda, maka turunlah hudjan saldju dari Tokyo.
Orang menjangka, bahwa itulah Kurnia Tuhan!, itulah pertolongan Tuhan, jang akan pandai menjelamatkan Ummat dan bangsa Indonesia daripada Neraka Dunia dan Neraka Achirat kelak. Bahkan sebagian daripada alim-ulama jang buta politik (dan buta masjarakat pada waktu itu menjangka, bahwa Djepang adalah ,,Ratu 'Adil, Imam Mahdi, Imamul Huda", jang akan menjapu semua kekufuran dan pendjadjahan di Indonesia.
Walhasil, setelah beberapa minggu dan bulan, anak Dewi Amaterasu itu tinggal di Indonesia, maka njatalah, bahwa datangnja Djepang di Indonesia, bukanlah sekali2 untuk memerdekakan Ummat dan Bangsa Indonesia daripada belenggu pendjadjahan. Bahkan anak Dewata itu ingin sekali menggantikan kedudukan Belanda di Indonesia.
Bedanja pendjadjahan Belanda dan pendudukan Djepang, seperti perbedaan antara ,,kebon binatang" dan ,,komidi kuda” (circus).
Masing2 anggota ,,komedi kuda" itu memainkan rolnja, menurut ketjakapan dan ketangkasannja sendiri2.
Ada harimau jang ,,tertawa", kuda jang ,,berdiri", gadjah jang ,,duduk", monjet jang ,,naik speda", dan lain2 ke’adjaiban jang amat luar biasa sekali.
Semua tari-tarian itu menurutkan komando dari tuannja. Habis permainan, lajar ditutup, dan semuanja anggota circus itu pulang kembali kekandangnja masing2.
Maka kera tetap kera, walaupun tadinja dalam permainan ia merupakan seorang akrobaat (pemain) jang amat ulung dan berpakaian sematjam manusia.
Walhasil, kedatangan Djepang disini, bukanlah sekali" untuk menolong rakjat daripada kesengsaraan lahir dan batin, jang telah berabad-abad lamanja dideritanja, bahkan menambah kerusakan dan malapetaka, menjempurnakan kedjahilan jang sudah2.
Maklum keadaan negerinja amat serba kurang dan sempit, sehingga terpaksalah mengambil berbagai-bagai bahan, terutama bahan perang, dari daerah jang didudukinja.
Djepang menapis-ledis segala kekajaan Indonesia !
Kekajaan Indonesia itu tidak hanja merupakan benda kasar (materi) jang diambil dari alam, tetapi djuga kekajaan diri, bahkan otak manusiapun ditapis dan diperah, hingga tinggal sampah manusia belaka.
Bolehlah kiranja kita tjatat dalam bukti riwajat Indonesia, bahwa Djepang sebagai pendjadjah memang masuk golongan jang istimewa.
Hanja dalam beberapa tahun sadja, Djepang dapat menarik kekajaan Indoncsia sebanjak kekajaan Indonesia jang diperas oleh Belanda, selama berabad-abad lamanja.
Sungguh menta'djubkan !
Sekali lagi rakjat Indonesia tertipu !
3. Banteng mentjium darah.
Djepang diserang oleh bom atom. Situasi militer dunia beralih seketika. Dengan pergantian situasi militer jang amat mendadak itu, maka berganti pulalah politik dunia dengan segera.
Perubahan politik dan militer didalam Keradjaan Tenno Heika itu amat tjepat sekali mempengaruhi semua situasi di Indonesia.
Djepang tekuk lutut, dan ……api revolusi jang pertama mulailah berkobar diseluruh kepulauan Nusantara.
Daripada djiwa jang tertekan, daripada djiwa jang tertindas, djiwa penakut dan djiwa pengetjut itu, dengan tolong dan Kurnia Ilahi, mendadak mendjadi djiwa pahlawan, djiwa revolusioner, djiwa jang tidak kenal damai, djiwa pemberani jang 1uar biasa dan jang tidak kenal takut kepada siapa dan apapan djua.
Malahan, seringkali kita dapat menjaksikan, bahwa gelombang revolusi Nasional itu sungguh terlampau amat luar biasa sekali dan kadang2 melampaui batas2 ekstremisme.
Memang begitulah hendaknja sifat revolusi. Dan begitu pulalah kiranja hukum alam jang berlaku diseluruh alam ini: hukum sebab dan akibat (causaliteitswet) dan hukum aksi dan reaksi.
Maka pada waktu itu tampaklah Kebesaran Tuhan dan Maha KuasaNja, jang meliputi, menggenggam dan mengekang seluruh alam mumkin ini.
Hanja Ia-lah jang pandai menghidupkan bangkai jang mati, dan mematikan barang sesuatu jang hidup. Dan hanja Allah sendirilah jang pandai menghidupkan Bangsa jang sudah mati, mematikan Bangsa jang hidup dengan megahnja.
Alhamdulillah, dengan tjurahan darah yang membasahi bumi Allah pada waktu itu, seluruh rakjat bangsa dan berbangkit serentak serta berdjuang menuntut kemerdekaannja. Pada waktu itu, tongkat (takeyari) melawan senapang, kelewang melawan mitraljur………… tetapi karena Tolong dan Kurnia Allah dan karena berkat keberanian mendadak jang tiada bandingannja, maka tentara Djepang jang gagah perkosa itu sebagian besar dapat dilutjuti oleh rakjat, sedang barangsiapa dan apapun djua jang malang melintang dalam djalan revolusi itu, terlindaslah dan hantjur lebur sama sekali.
Belanda jang penakut itu baru sadja mendjedjakkan kakinj di Tandjung Priok (Djakarta) dan Tandjung Perak (Surabaja), tidaklah, berani melandjutkan langkahnja, melainkan ia minta bantuan kepada Uncle Sam (Inggeris ), jang lalu menurunkan ten taranja di Indonesia.
Katanja, begitulah istilah jang dipakai oleh Inggeris, akar menjelesaikan tawanan2 Djepang dan lain2 jang berkenaan dengan urusan peperangan. Tetapi pada hakikatnja Inggeris-lah jang mendjadi tangga pertama bagi Belanda masuk di Indonesia, terutama dipulau Djawa.
Sementara itu, selama petjah Perang di Eropa, hingga waktu masuk kembali di Indonesia, kurang lebih 4 tahun setengah, Belanda kekurangan modal, terutama sekali jang merupakan bekal dan alat peperangan, Dengan djalan matjam2 perdjandjian rahasia, maka Amerika memberikan pindjaman jang tjukup kepada Belanda. untuk merebut kembali djadjahan jang lama.
Dalam pada itu agen2 Belanda dan mata2 dimasukkan dalam tubuhnja rakjat Indonesia, terutama didalam kalangan tentara dan pemerintahan. Belum pula terhitung diumlahnia agen2 Belanda dan mata2 jang sudah lebih dahulu berkeliaran didalam tubuhnja Ummat Bangsa kita, sebelum Belanda kembali di Indonesia.
4. Diplomasi pertama.
Pada bulan2 pertama Belanda mengulurkan tangannja, jang disambut oleh Pemerintah Indonesia. Waktu itu masill memerlukan djenderal Inggeris sebagai pengantara.
Lambat laun, diplomasi dilangsungkan, dan mulailah dilakukan pembitiaraan di Djakarta. Belanda mulai mendjedjaki kakinja di Djakarta.
Kemudian dengan perantaraan Inggeris dan dikawal oleh tentara Republik sendiri (waktu itu masih merupakan B.K.R. — Badan Keamanan Rakjat) masuk kekota Bandung dan Bogor.
Dalam pada itu revolusi masih terus-menerus menggelora dan pertempuran terdjadi ditiap2 sudut.
5. Diplomasi menghambat revolusi.
Sementara dilakukan diplomasi jang pertama itu, maka revolusi nasional jang lagi menggelora itu makin ditekan dan dihambat. Orang mengadakan ,,gentjatan sendjata", menentukan batas2 bagi tiap2 fihak.
Dan tiap2 kali diadakan ,,peraturan baru", baik jang merupakan gendjatan sendjata maupun jang lainnja, maka Belanda mempergunakan kesempatannja, untuk memperkokoh kedudukannja, baik politis maupun militer.
Lagi pula semasa api revolusi masih menggelora dengan dahsjatnja, maka dengan tabah hati Agen2 Belanda meng-indjeksikan ,,ratjun pembangunan" dalam tubuhnja masjarakat Indonesia, Djuga didalam kalangan tentara, Sehingga seleksi (pemilihan) mulai berdjalan, dan bahan2 perdjuangan jang revolusioner mulai menderita tekanan. Berbagai-bagai tipu daja jang halus2 didjalankan, dengan alasan jang bagus2 dan muluk2, terutama sekali dengan alasan2 untuk:
(1) Memelihara persatuan, (2) mentjegah timbulnja perang saudara, (3) mendjaga kedudukan, harga dan kehormatan Republik dimata dunia internasional, (4) dan berbagai-bagai tipu-muslihat jang lainnja.
6. Ketjakapan Sjahrir mendjual negara.
Dengan tjara jang amat nakal, maka Sjahrir naik tachta. Ia mendjadi ketua K.N.I. Pusat dan kemudian mendjadi Perdana Menteri jang kekuasaannja hampir2 tidak terbatas. Dengan tjara dan laku jang istimewa, jang hanja dapat dilakukan oleh seorang diplomat chianat sematjam Sjahrir itu, maka ia berhasil mentjapaikan maksudnja ialah:
a. menghambat derasnja gelombang revolusi nasional, dan
b. mengikat Indonesia dengan tali pendjadjahan jang pertama merupakan Naskah Linggadjati, jang ditanda-tanganinja kl. setahun setengah, setelah meletus revolusi nasional di Indonesia.
7. Amir pura2 anti Sjahrir.
Dalam pada itu, maka Amir—pendjual Bangsa dan Negara Kedua jang amat ,,masjhur" itu —pura2 bersikap anti Sjahrir.
Dengan tjara itu, maka Amir menggantikan kedudukan Sjahrir dalam kalangan Pemerintah Republik.
Amir-pun ,,maha kuasa" tak bedanja dengan Sjahrir.
8. Diplomasi kedua dilakukan.
Dengan tiara jang agak berlainan dengan Sjahrir, maka Amir pun lalu mendjalankan rolnja, politis dan militer.
Dengan tjara jang amat tjerdik dan ulung, ia dapat mentjapai kan maksudnja, jang senantiasa mendjadi idam-idamannja, siang dan malam, ialah:
1. Menghentikan roda revolusi nasional, sampai batas jang paling rendah; dan
2. Mengikat Indonesia dengan tali pendjadjahan jang kedua, jang berwudjudkan Naskah Renville (17 Djanuari 1948).
9. Bahtera Republik terdampar.
Dengan ditanda-tanaaninja Naskah Renville itu, maka bahtera Republik terdampar disuatu pantai jang amat dangkal sekali sehingga Djawa sebelah Barat—demikian pula bagian! jang lainnja — terlepaslah daripada ikatan dengan Pemerintah Republik Indonesia.
10. Djawa sebelah Barat mendjadi daerah pendudukan.
Dalam beberapa minggu setelah Naskah Renville ditanda-tangani, maka daerah Djawa sebelah Barat merupakan daerah pen dudukan alias daerah pendjadjahan. Sebab TNI sudah mengalir (bukan ,,hidjarah”) kedaerah Republik dan pegawai2 sipil dan lainnja pun mendjadi pegawai pemerintah Belanda, selainnja jang djuga ikut berangkat kedaerah Republik.
11. Tolong Allah tiba, Revolusi Islam meletus.
Pada masa kedjatuhan dan keruntuhan jang amat dahsjat itu (debacle), maka seluruh Djawa sebelah Barat — mungkin djuga daerah2 pendudukan jang lainnja—diliputi oleh awan jang amat gelap dan keruh.
Orang tidak tahu, kemana djalan, apa jang harus diperbuat kemana arah jang ditudju………… Wallahu A’lam !
Mereka berlaku dan berbuat sendiri2, menurut kejakinan dan pikirannja.
(1) Ada jang berangkat kedaerah Republik, karena ia merasa tidak aman dan tidak terdjamin keselamatannja, djika tetap tinggal didaerah pendudukan.
Orang ini setidak-tidaknja mempunjai pandangan dan filsafat jang agak djauh. Bahkan diantaranja ada pula orang2 jang ber-ideologi, sekurang2nja orang jang ,,tidak ridla menerima pendjadjahan".
(2) Ada jang pulang kembali ketempat pelcerdjaannja jang asli. Misalnja: bekas pegawai negeri, kembalilah mendjadi pegawai negeri lagi.
Jang tadinja pedagang, pun pulang pula mendapat kedai atau warungnja.
Golongan kedua ini rata2 adalah orang2 jang tidak ber-ideologi, dan sanggup hidup didalam masiarakat dan keadaan jang manapun djua. Djiwa ,,jahudi" jang serupa itu sanggup pula menerima pendjadjahan lantaran ,,lebih berat isi perut nja daripada isi kepala dan isi hatinja."
(3) Ada jang mengubur dirinja hidup2, ialah orang2 jang passif. Orang2 atau golongan ini tidak menjukai pendjadjahan, tetapi tak kuasa dan tak suka ichtiar. Ingin melandjutkan perdjuangan, tetapi tidak sanggup menderita atau tidak tahu djalan, atau tidak berani tanggung djawab atas segala ma tjam kemungkinan dan kepahitan, jang mungkin tumbuh daripadanja. Tapi mereka itu tidak pula suka pergi kedaerah Republik dan, seolah2 terpaku oleh kampung halamannja.
(4) Diantara mereka jang tertulis dalam (3), ada djuga jang masih selalu mengharap-harap pertolongan dari Republik atau dari kawan2nja (tentara atau sipil) jang tempo hari berangkat kedaerah Republik. Gerangan orang2 atau golongan2 ini (diantaranja Slw.) serta pegawai2 sipil Pemerintah Republik masuk dalam daerah pendudukan Djawa sebelah Barat.
(5) Hanjalah sebagian ketjil daripada Pemimpin2 jang ber-ideologi Islam, jang masih tetap berpendirian: ,,sanggup melandjutkan perdjuangan Islam, hingga terlaksana berdirinja Negara Islam. atau mati pada djalan sutji”.
(6) Dikala jang serupa itu dimasa tiap! djalan tidak dapat dilalui dan ditempuh dengan tjara akal, maka terdjadilah peristiwa jang pertama jalah: Ummat Islam angkat sendjata, menghadapi musuh djahanam jang ganas dan kedjam itu, ialah Belanda dan kaki tangannya. Letusan pertama itu terdjadi pada tgl. 17 Pebruari 1948, di daerah Tjiamis Utara, dalam lingkungan Gunung Tjupu.
Maka api revolusi Islam jang pertama menjalalah, dan meluas diseluruh pelosok Indonesia. Sehingga pada saat ini hampir meratalah mendjalarnja revolusi itu, jang merupakan pemberontakan rakjat, pemberontakan ummat, melawan si durdjana pendjadjah.
12. Betapa nasibnja Republik ?
Setelah meletusnja revolusi, maka berkali-kali Republik menderita kedjatuhan jang amat membahajakan dirinja. Tetapi karena penjakit sudah amat meningkat tinggi, maka sisakit tak dapat merasakannja lagi. Sudah amat lebih djauh melampaui batas maksimum daripada krisis penjakit dan penderitaan sesuatu bangsa.
Buktinja, kalau ada ,,dokter" atau ,,dukun masjarakat jang ingin mengobati penjakit itu, maka sisakit (patiënt) itu menolak dengan keras, bahkan ada kalanja ,,dokter" dan ,,du kun” itu diusir mentah-mentah, kalau perlu dengan kekerasan. Republik sakit keras. Republik tidak sadar lagi akan dirinja……….. Para kahin atau dukun-dukun palsu, jang memang sengadja memberi ratjun, supaja sisakit lekas melepaskan njawanja, selalulah menantikan adjalnja sisakit itu, dari dekat.
Penjakit diplomasi makin menghebat. Orang diberi ,,pengharapan kosong”, supaja pertjaja dan berkiblat kepada politik internasional jang penuh dengan tipu daja tipu muslhat itu. Orang tak sadar lagi akan kekuatan dirinja. Bahkan kekuatan jang adapun makin diperkurang, dengan alasan-alasan ,,rasionalisasi palsu" dll.
Ratjun pembangunan mengalir bersama-sama dengan darah masjarakat, sehingga tiada lagi bagian masjarakat (cel) seketjil-ketjilnja sekalipun, jang lepas daripada ,,ratjun pembangunan" itu.
Walhasil, semangat-malioboro, ( ) jang mendjadi realisasi (perwudjudan) daripada degradasi dan demoralisasi, ukuran kerendahan achlak dan budi pekerti (immoraliteit dan karakterloosheid), maka kerendahan budi dan keruntuhan achlak jang serupa itulah jang seringkali dipertontonkan orang sebagai tjontoh, dengan megah, mewah dan tjongkaknja.
Dengan gambaran sepatah dua patah kata jang tertulis di atas, maka tiap-tiap politikus jang agak berpengalaman dan berpendirian jang luas, apalagi djika ia mempunjai hati dan djiwa perdjuangan jang tulus ichlas, nistjaja akan dapat memperhitungkan:
,,Bahwa dalam suatu masa jang dekat, Republik akan djatuh sebagai negara.”
O, nasib ! O, nasib ! O, nasib !
Memang, kalau bukan karena nasib jang sudah disuratkan Allah bagi Republik, agaknja kitapun harus menjesalkannja !
Tetapi kami pertjaja, Allah Maha Kuasa, Maha Bidjaksana, Maha Mengetahui, dan pandai menentukan segala sesuatu menurut kehendakNja !
Tiada sesuatu jang diluarnja, dan keluar daripadaNja. Bahkan dengan djatuhnja Republik Indonesia timbullah kepertjajaan kami, bahwa dengan djalan itulah Allah akan membukakan pintu Sjurga Dunia dan Sjurga Achirat, bagi tiap-tiap Muslim jang sengadja sungguh2 hendak menghambakan dirinja kepada Allah semata-mata.
Insja Allah.
Djadi djatuhnja Republik tidaklah sekali-kali menta'djubkan seperti sangkaan kita semula, walaupun hanja didalam waktu sehari semalam sekalipun.
13. Nasib dan tingkatan Republik kedepan.
Setinggi-tinggi tingkatan Republik dimasa jang mendatang rupanja tidaklah djauh daripada garis jang telah ditentukan oleh naskah Renville. Bahkan makin lama makin berkurang. Lebih-lebih lagi, karena agen-agen Belanda jang sudah bersarang didalam tubuhnja masjarakat, terutama dalam kalangan pemerintahan (militer dan sipil) senantiasa bekerdja dengan giatnja, untuk menurunkan dan meruntuhkan sebuah Republik, sampai kepada harkat dan deradjat ,, negara merdeka.“(Tulisan ini terdapat dalam buku M. Isa Anshary, Sebuah Manifesto, Bandung: Badan Penerbit Pasifik, 1952, hal. 43-53)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.