HALOEAN POLITIK ISLAM
OLEH SMK
PENGANTAR KATA
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamoe ‘alaikoem w.w.,
Sjahdan, maka karangan jang seringkas ini adalah choelasoh dari pada pidato jang kami oetjapkan dalam salah satoe rapat lengkap di Garoet, pada pertengahan boelan jang laloe, jang diselenggarakan oleh Party Politik Islam Masjoemi daerah Priangan dan dihadliri oleh tiap-tiap Tjabang Masjoemi seloeroeh Priangan, wakil dari G.P.I.I daerah Priangan, Hizboellah, Sabiloellah, Moeslimat, G.P.I.I. Poetri dan lain-lain pihak jang menerima oendangan oentoek sidang terseboet.
Karangan ini bernamakan “HALOEAN POLITIK” satoe pedoman jang amat perloe sekali bagi Masjoemi dan tjabang-tjabang oesahanja, teroetama dalam zaman revolusi ini, masa peroebahan masjarakat dan peredaran zaman jang serba tjepat, laksana kilat. Sedapat moemkin tjara menerangkannja kami atoer semoedah-moedahnja (elementair), agar menggampangkan memasoekkannja dalam data dan pikiran ra’jat-moerba.
Moedah-moedahan karangan ini dapat memberi bantoean meringankan beban para pemimpin Islam dan ‘alim-‘oelama, dalam kewadjibannja membimbing Oemmat dan bangsa, menoedjoe kepada Mardlotillah dan Rahmatillah, didoenia dan diachirat. Karena tolong dan koernia Allah, djoea adanja. Amin.
Selain dari pada itoe, harapan kami kepada sekalian pembatja jang boediman, djika terdapat kekoerangan, keketjiwaan atau kekeliroean didalamnja, soedi apalah kiranja “Karena Allah” soeka menjampaikannja dengan segera kepada Pengarang risalah ini sendiri, dan sebaliknja, djika diketemoekan kebaikan dan kebenaran, hendaklah “karena Allah” djoega soeka menjiarkannja kepada sekalian handai-taulan dan kawan-kawan sekelilingnja.
Atas bantoean pada ‘arif boediman itoe, terlebih doeloe kami mengoetjapkan diperbanjak-banjak terima kasih, dan Alhamdoe lillah.
Wassalam
S.M. KARTOSOEWIRJO
Malangbong , Awal Ramadlon 1365 Awal Agoestoes 1946
I
POLITIK
Politik adalah asal moelanja terambil daripada bahasa Asing “polis”. Jang ma’nanja: “kota” negeri atau negara”. Sehingga kata-kata “politik” itoe mengandoeng ma’na: tjara-tjara mengatoer dan memerintah sesoeatoe negara.
Doeloe pada zaman pendjadjahan Belanda. Negara kita diperintah oleh bangsa Belanda. Mereka merasa mempoenjai hak memasoekkan dirinja dalam golongan “bangsa jang dipertoean”, sedang bangsa Indonesia dianggapnja sebagai “bangsa jang diperhamba”, bangsa jang mempoenjai djiwa boedak, jang tjoema patoet diperintah, ditindas dan dirampas. Sementara itou bangsa Indonesia kehilangan hak-haknja oen-toek menentoekan nasibnja sendiri, oentoek mengatoer dan memerintah negeri dan bangsanja sendiri. Keadaan jang seroepa itoe berlakoe atas kita sekalian koerang lebih tiga setengah abad lamanja (350 tahoen).
Kemoedian, setelah Belanda lari meninggalkan Indonesia, maka datanglah “tamoe baroe, jang menamakan dirinja saudara-toea” (Djepang), jang dengan segera laloe mendoedoeki seloeroeh Kepoelauan Indonesia Oesaha Djepangisme ingin memperdjepangkan seloeroeh Asia, teroetama Indonesia, hanja berdjalan lebih-koerang 3 setengah tahoen.. Keadaan ra’jat bangsa kita dibawah perintah kapitalis Belanda atau dibawah fascis Djepang “setali tiga oeang”, alias sama sadja. Sebab kedoea bangsa itoe terpengaroeh oleh nafsoenja, oentoek menindas dan memperkoedakan bangsa lain, jang lazimnja menoeroet terminologi (istilah) politik dikatakan “imperialisme.”
Sampai pada dewasa itoe bangsa Indonesia hanja tahoe satoe kewadjiban ialah “kewadjiban diperintah” dan tjoema kenal satoe hak ialah “hak hamba-sahaja”, jang hidoepnja boeat ditindas dan diperas (diperah). Enjahkanlah sifat “Belandaisme”, jang membawa kekoefoeran bagi kita! Moesnahkanlah sifat “Djepangisme”, jang menanam benih kemoesjrikan atas bangsa dan Oemmat Islam Indonesia! Kedoea-doea djalan itoe menoedjoe ke arah Neraka, neraka doenia dan neraka achirat!
Betoel, doeloe pada zaman Belanda achir kita dinina-bobok-kan dan diberi per-mainan boneka, jang bernamakan “hak politik”. Tetapi sikap “manis” dari pada bangsa Belanda jang seroepa itoe tidaklah sekali-kali timboel dari pada keloehoeran boedi dan kemoerahan hati. Tidak! Sekali-kali tidak! Bangsa Belanda (pemerintah djadjahan) memberi hak “jang sesoenggoehnja boekan hak itoe”, karena (1) takoet tjelaan doenia internasional atas beleid Belanda memerintah Indonesia, sebagai tanah djadjahan, (2) dichawatirkan boleh timboel pemberontakan jang maha hebat, dan (3) walaupoen bangsa Belanda tidak tahoe maloe, tetapi dengan kenjataan jang ta’dapat dibantah oleh berita dan tjerita, terpaksalah mereka mengakoei, bahwa bangsa Indonesia boekanlah sebangsa “koeda beban”, jang hanja tahoe memikoel kewadjiban sadja.
Apa lagi setelah selesai Perang Doenia jang pertama, dan dilangsoengkan “Per-djandjian Damai di Versailles” (1919), maka bangsa Belanda makin radjin mentjari tipoe daja dan tipoe moeslihat jang “haloes-haloes”, bagi mempertahankan dan menjen-tausakan kekoeasaan Belanda di Indonesia. Salah satoe tipoe daja jang haloes itoe ialah “hak politik”.
Pada waktoe itoe bangsa Indonesia dikatakan “mempoenjai hak politik”. Tetapi…. Di belakang, di samping kanan dan disamping kiri, bahkan pada tiap-tiap pendjoeroe dipasangnja berbagai-bagai perangkap, jang meroepakan goda dan bentjana, halangan dan rintangan, fitnah dan aniaja. Beloem terhitoeng banjaknja provokasi dan intimidasi, jang dihamboer-hamboerkan di tengah-tengah pergerakan ra’jat.
Ini semoeanja memaksa ra’jat dan pemimpin ra’jat jang “loenak” itoe, ridlo menerima nasib papa dan sengsara, nasib ditahan dan ditangkap, nasib diboeang dan naik tiang-gantoengan. Soenggoeh berat resiko jang haroes ditanggoeng oleh tiap-tiap pemimpin ra’jat pada waktoe itoe, baik jang berhaloean maoepoen jang diloearnja. Itoe semoeanja akibat-akibat politik jang “katanja” mendjadi hak dan miliknja ra’jat Indonesia.
Mengingat keadaan dan kedjadian jang sedemikian itoe, maka “hak politik” pada waktoe itoe boekanlah soeatoe hak, jang patoet diterima dan dimiliki oleh sesoeatoe bangsa jang beradab. Bahkan didalam pandangan setengah bangsa kita, jang koerang pengetahoean dan pengertian, maka kata-kata “politik” itoe seolah-olah mengandoeng “hantoe” jang menakoetkan dan mendahsjatkan.
Inilah sebabnja kata-kata “politik” mendjadi tjemar, karena noda jang dilemparkan oleh politik djadjahan pada waktoe itoe. Sehingga politik didjaoehi, dibentji, ditjatji, bahkan ada poela jang berani mengharamkan bergerak dan berboeat politik.
Pada zaman pendoedoekan Djepang, maka keadaannja lebih menjedihkan daripada zaman Belanda. Semoeanja pergerakan politik-dengan tiada ketjoealinja-disapoe bersih. Kehidoepan politik dibongkar sampai keakar-akarnja, atau diboenoeh mati. Hak politik boeat ra’jat nul, tidak barang sedikit poen diberikan. Tetapi ra’jat tampak masih setia dan menoeroet, padahal sesoenggoehnja hanja takoet kepada “nakir dan moenkar” jang bermain dibelakang lajar politik Djepangisme, ialah kenpeitai dan gestaponja, jang soenggoeh amat serem sekali itoe.
Waktoe itoe praktis tiada hak politik bagi ra’jat Indonesia, melainkan semoea djedjak dan langkah haroes dialirkan kepada Tokio, ialah poesat persembahan manoe-sia-berhala, jang bernamakan Tennoo Heika, dan kiblatnja semoea djepangisme, dan ke-moesjrikan a’la Djepang. Na’oedzoe billahi min dzalik!
Dari sebab itoe, sekali lagi kami seroekan: lenjapkanlah segala matjam sifat koloni-alisme atau sisa-sisa Belandaisme daripada toeboehnja masjarakat Indonesia dan daripada diri kita masing-masing! Dan basmilah poela semoea sifat Djepangisme, ialah djalan-djalan jang membawa kesengsaraan doenia dan achirat!
Sekarang, Negara dan Ra’jat Indonesia soedah merdeka, hampir tjoekoep setahoen oemernja. Kini baroe merdeka “de facto” (njata menoeroet boekti) dan tidak lama lagi insja Allah mendjadi merdeka “de jure”,bilamana waktoe-waktoe salah satoe negeri loear mengesahkan kemerdekaan Negara kita. Pada sa’at itoelah kemerdekaan Indonesia mendjadi boelat, 100 pCt penoeh, tidak lebih dan tidak koerang, sehingga dalam ikatan dan persatoean bangsa-bangsa di doenia, negara kita akan mendapat kedoedoekan, jang sederadjat dan sedjadjar dengan Negara2 merdeka jang lainnja.
Soedah setahoen lamanja kita memerintah Negara kita sendiri. Oleh sebab itoe, maka tiap-tiap warga Negara seharoes dan sewadjibnja tahoe dan sadar dalam hal poli-tik (politik-bewush). Tahoe dan sadar, bahwa tiap-tiap warga Negara mempoenjai hak dan kewadjiban jang sepenoeh-penoehnja oentoek ikoet memegang kemoedi pemerintah negeri. Sifat, “masa-bodoh”, seperti pada zaman Belanda dan Djepang, haroeslah dihalaukan sedjaoeh-djaoehnja dari pikiran dan amal-perboeatan kita.
Politik, jang doeloe pada zaman Belanda dan Djepang “dibentji dan ditakoeti”, maka sekarang pada zaman merdeka “ditjinta dan disoekai”, Selandjoetnja, politik jang doeloe oleh setengah orang “diharamkan”, maka sekarang didalam soeasana Indo-nesia Merdeka “politik adalah halal, bahkan wadjib” bagi tiap-tiap warga Negara, teroetama jang mengakoe Oemmat Islam, Oemmat Moehammad.
Djika didalam kalangan ra’jat dan masjarakat masih terdapat sifat “kolonialisme Belanda” atau “fascisme Djepang”, tolonglah obati penjakit itoe sampai semboeh sama sekali. Sebab sifat koeda beban-Belanda atau andjing Djepang jang sebodoh itoe tidak lagi patoet mendjadi sifatnja seorang warga daripada soeatoe Negara jang soedah merdeka. Sebaliknja daripada itoe, kita tidak perloe berlomba-lomba begitoe roepa, sehingga meroepakan persaingan dan bereboet-reboetan koersi, jang akibat dan natidjahnja tidak lain, melainkan peroesoehan, kekatjauan dan perganggoean keamanan dan ketertiban oemoem.
Dengan keterangan ringkas terseboet diatas, maka hendaknja tiap-tiap warga Negara, teroetama jang termasoek golongan Oemmat Islam. Haroes berpolitik, bahkan wadjib berpolitik. Terlebih-lebih lagi, karena berpolitik adalah mengandoeng kewadjiban soetji, ialah kewadjiban memerintah Negeri kita sendiri dan kewadjiban mendjadi bangsa jang merdeka.
II
TJITA-TJITA DAN KENJATAAN
(Ideologi dan Realiteit)
Di dalam perdjoeangan politik, maka kita selaloe haroes berpegangan kepada doea akidah politik. Akidah jang pertama ialah Ideologi atau tjita-tjita, tegasnja maksoed dan toedjoean daripada perdjoeangan politik. Tiap-tiap oesaha dan amal politik jang dilakoekannja haroes dan wadjib diarahkan kepada tertjapainja Ideologi itoe, walaupoen betapa poela goda dan tjoba dalam perdjalanan itoe.
Adapoen akidah politik kedoea ialah Realiteit, tegasnja: Kenjataan, ialah boekti sjari’at jang terletak didepan mata kita. Kenjataan itoe boleh meroepakan sedjoemlah kekoeatan, djiwa, harta, ketjakapan, kepandaian, dlls. Semoeanja itoe mewoejoedkan sjarat dan alat perdjoeangan, oentoek mendekati dan mentjapaikan maksoed serta toedjoean (Ideologi).
Satoe tamsil moengkin memoedahkan kita berpikir setjara politik. Taroehlah, kita ingin pergi ke Bandoeng atau Djakarta. Mengindjak Bandoeng atau Djakarta adalah maksoed kita. Itoelah Ideologi kita. Laloe kita mentjari dan memperoleh sjarat dan alat, oentoek menjempoernakan perdjalanan, mendapatkan Bandoeng atau Djakarta. Dikoempoelkannja oeang oentoek pelbagai biaja didjalan; dipersiapkannja perbekalan lainnja, seperti: mentjari kereta-api atau mobil jang pergi kearah itoe, naik sado pergi ke stasioen, dlls. Semoea persiapan dan perlengkapan oentoek melang-soengkan pepergian itoe dinamakan Realiteit atau Kenjataan. Taroehlah, kereta api tidak ada, karena perhoeboengan djalan kearah itoe terpoetoes, hendaknja kita mentjari mobil, Taroehlah, mobil tidak kita dapatkan, maka haroeslah kita mentjari kendaraan lain. Dan kalau achirnya kendaraan apapoen tidak moemkin diperdapat, maka dengan djalan kaki atau merangkak-rangkak sekalipoen hendaknja perdjalanan haroes teroes dilangsoengkan, asal perdjoeangan (pepergian) djangan sampai tertoenda atau terhenti, karena kekoerangan atau sepinja sjarat.
Seorang ahli perdjoeangan jang berideologi tidak pernah terhenti -djangankan sengadja menghentikan diri-- dalam oesahanja mendekati dan mentjapai tjita-tjitanja. Moemkin pada soeatoe waktoe ia tampak lari “milir-moedik”, melompat kekanan dan kekiri, terbang kebarat atau ketimoer - karena keadaan dan kenjataan masjarakat tidak memberi kemoemkinan atau kelapangan lebih daripada itoe--, tetapi dalam pada ia terombang-ambing oleh gelombang masjarakat dan terdampar diatas pantai keseng-saraan, maka mata-hatinja tidak pernah lepas dari Ideologi. Tiap-tiap langkah dan geraknja selaloe diarahkan kepada tertjapainja ideologi. Ia hidoep dengan ideologinja dan ingin mati poen dalam djalan dan oesaha menoedjoe tertjapainja ideologi itoe.
Djiwa perdjoeangan jang seroepa itoe tiadalah ternilai harganja. Djiwa jang seroepa itoe adalah moestika bangsa, jang mendjadi benih kemoeliaan dan keloehoeran sesoeatoe Oemmat dan Agama.
Alhamdoe lillah, kita bangsa Indonesia masih boleh merasa bangga, bahwa didalam kalangan bangsa kita masih terdapat pemimpin-pemimpin Oemmat jang berboedi loehoer itoe. Hal ini kami anggap perloe menjatakannja, walau hanja dengan sepatah doea patah perkataan. Sebab menoeroet kedjadian dalam waktoe jang silam, baik pada zaman Belanda atau pada zaman Djepang maoepoen pada zaman merdeka ini, tidak sedikit djoemlahnja pendekar-pendekar bangsa jang hanjoet dalam laoetan goda dan tjoba kedoeniaan (pangkat, harta dlls) atau karena tidak tahan lagi kena poekoelan badai nista dan sengsara hina dan papa, ialah kadar resiko jang boleh dikoerniakan kepada tiap-tiap pemimpin ahli perdjoeangan bangsa, noesa dan agama. Tetapi, manakala jang satoe djatoeh, maka jang lainnja soedah siap sedia menggantikan tempat kedoedoekan kawannja. Memang ! Begitoelah perpoetaran roda “tjokro-panggilannja”, dan demikian poelalah agaknja perdjalanan Qoedrat-Oellah, jang mengoeasai segenap hoekoem “tjakrawala” dan semesta ‘alam ini.
Poen sebaliknja, kita haroes poela bertjermin kepada pelbagai peristiwa, jang orang boleh demikian jakin kepada sosoeatoe ideologi, sehingga loepa kepada realiteit “tergila-gila kepada ideologi sendiri”, mabok kepada kebenaran sendiri, sehingga sering loepa bahkan kadang-kadang tidak barang sedikit menaroeh perhatian atau pengharga-an kepada ideologi jang lainnja.
Penjakit “fanatisme” jang seroepa inilah jang moedah sekali jang membahajakan persatoean bangsa dan persatoean perdjoeangan, jang kesoedahannja bernatidjahkan kepada perpetjahan dan pertjideraan jang tidak diharapkan, teroetama sekali pada masa genting-roenting seperti sekarang ini, dimana tiap-tiap warga Negara seharoesnja merasa wadjib ikoet serta menjempoernakan perdjalanan Revolusi Nasional, jang lagi tengah kita hadapi bersama. Lebih-lebih lagi, kalau kita jakin, bahwa tiap-tiap perpetjahan antara kita dengan kita, adalah satoe keoentoengan bagi moesoeh. Tentang hal ini, lebih landjoet akan kami sadjikan dibagian jang lain.
Wal-hasil, keterangan dan penerangan ringkas diatas tjoekoeplah kiranja menoendjoekkan tentang wadjib kita, selaloe haroes berpegangan kepada kedoea “akidah politik itoe” djika kita hendak melaloei djalan jang sebaik-baiknja dalam per-djoeangan, menoedjoe dan mentjapai kemoeliaan dan keloehoeran Noesa, Bangsa dan Agama, tegasnja: Menegakkan Repoeblik Indonesia.
III
‘ALAM PERDJOEANGAN
Mengingat sifat dan keadaannja, maka ‘alam perdjoeangan jang kini lagi kita hadapi, bolehlah kita bagi mendjadi doea bagian.
Pertama: ‘Alam perdjoeangan sedjak moela Proklamasi Indonesia Merdeka (17 Agoestoes 1945) hingga Kemerdekaan Indonesia soedah boelat 100 pCt.
Adapoen jang dikatakan “Kemerdekaan Indonesia boelat 100 pCt”. Ialah, mana-kala Negara kita lepas dan bebas daripada ganggoean pendjadjahan asing, baik imperialis-me Belanda maoepoen imperialisme jang lainnja. Lagi poela, Kemerdekaan jang 100 pCt. Itoe tidak hanja berlakoe atas sebagian atau beberapa bagian dari kepoelauan Indonesia sadja, melainkan Kemerdekaan 100 pCt. Atas dan bagi seloeroeh kepoelauan Indonesia.
Kedoea: ‘Alam perdjoeangan, kemoedian dari pada Indonesia Merdeka boelat 100 pCt.
Pada waktoe itoelah orang berdjoeang dengan sepenoeh-penoeh kekoeatannja, oentoek membela dan mempertahankan kejakinan dan ideologinja masing-masing. Tiap-tiap golongan dan party berichtiar dan berdaja-oepaja dengan segenap oesahanja, oentoek mengembangkan ideologi dalam kalangan ra’jat. Dan oleh karena Repoeblik Indonesia berdasarkan Kedaulatan ra’jat, maka soeara ra’jat jang terbanjak itoelah, jang akan memegang kekoeasaan Negara. Djika kommunisme, jang diikoeti oleh seba-gian besar daripada ra’jat, maka pemerintah Negara akan mengikoeti haloean politik, sepandjang adjaran kommunisme. Dan bila Sosialisme atau Nasionalisme jang “menang soeara”, maka Sosialisme dan Nasionalismelah jang akan menentoekan haloean politik Negara.
Demikian poela, djika Islam jang mendapat koernia Toehan “menang dalam perdjoeangan politik” itoe, maka Islam poelalah jang akan memegang tampoek Pemerintahan Negara. Sehingga pada waktoe itoe terbangoenlah Doenia Islam atau Dar-oel-Islam, jang tetap bersendikan kepada kedaulatan Ra’jat, jang tidak menjim-pang seramboet dibelah toedjoeh sekalipoen daripada adjaran-adjaran Kitaboellah dan soennatoen-Nabi Moehammad Clm.
Pada sa’at itoelah kita hidoep didalam Doenia Baroe, jang boleh kita gelari: “Al-Daulatoel-Islamiyah”. Selandjoetnja, tentang hal ini akan kami bentangkan dibagian lain. Oleh sebab itoe, maka dalam perdjoeangan kedoea ini bolehlah dinamakan: ‘Alam perdjoeangan ideologi.
IV
REVOLUSI NASIONAL DAN REVOLUSI SOSIAL
Mengingat tjorak dan woedjoed serta peristiwa-peristiwa jang berlakoe dalam ‘alam-‘alam perdjoeangan diatas itoe, maka pada garis besarnja bolehlah perdjoeangan jang berkenaan dengan peroebahan masjarakat tjepat (revolusi), menoeroet sifat dan tabi’at jang terkandoeng didalamnja, dibagi atas 2 bagian:
(1). Revolusi Nasional, ialah segala peroebahan jang mengenai Negara kita ‘dari dalam keloear, jang bahwa sekali menolak tiap-tiap pendjadjahan perdjoeangan menoentoet pengakoean Doenia Internasional atas Hak Kemerdekaan Kita. Revolusi Nasional itoe boleh mengeloearkan “diplomasi” dan boekan poela meroepakan pertem-poeran ra’jat sebagai soeatoe bentoek jang njata, bahwa ra’jat Indonesia soenggoeh-soenggoeh tidak menjoekai pendjadjahan jang manapoen djoega. Dilihat sepintas laloe, maka kedoea djalan ini atjapkali tampaknja berselisihan,bahkan adakalanja bertentangan dan bertikaian. Padahal sesoenggoehnja kedoea oesaha itoe (“diplomasi” dan “pertem-poeran”) haroes dilakoekan, dimana perloe dan seberapa perloenja. Sebab tiada harganja soeara Indonesia bergelora dimedan pertjatoeran internasional, menoentoet pengakoean Doenia atas Hak Kemerdekaan Negara kita (“diplomasi”), djika dibelakang “moeloet diplomasi” itoe tidak terambing dan diselenggarakan gerakan dan perdjoeangan ra’jat, jang sewaktoe-waktoe sanggoep mempertahankan Kemerdekaannja dan menegakkan Kedaulatan Negaranja (Repoeblik Indonesia).
Dalam hal ini, jakinlah tiap-tiap Moeslim, bahwa fardloe-‘ain lah jang menoentoet dan mendorang dirinja, bagi menolak tiap-tiap pendjadjahan, melakoekan Djihad fi-sabilillah bima’na qital atau ghazwah, dengan harta dan djiwanja, dan apapoen djoega jang dikehendaki oentoek koerban pada djalan jang soetji itoe. Sedang tiap-tiap warga Negara Indonesia jang lainnja tidak djoega terlepas daripada pertanggoengan beban dan wadjib jang oetama -sebagai seorang warga daripada sesoeatoe Negara jang telah merdeka--, oentoek mempertahankan dan menegakkan Kedaulatan Negaranja, dengan tiap sjarat dan masjroet, jang dikehendaki pada djalan jang, jang moelia itoe. Di balik itoe, maka haramlah bagi tiap-tiap Moeslim, mempoenjai sikap dan pendirian “menerima dan ridlo didjadjah oleh siapapoen djoega.”
(2). Revolusi Sosial, ialah sifat kedoea daripada perdjoeangan Oemmat, jang meng-hendaki peroebahan masjarakat dari dalam kedalam, didalam negeri sendiri, oleh bangsa sendiri dan bagi kepentingan Negara kita sendiri. Revolusi Sosial ini berlakoe atau tidak berlakoe disesoeatoe tempat atau daerah, tergantoeng semata-mata kepada matang atau mentahnja sesoeatoe ikatan masjrakat, ditempat atau daerah itoe, dan bersangkoetan langsoeng dengan keadaan dan peristiwa jang berlakoe didalam daerah itoe. Lagi poela, Revolusi Sosial itoe tidak dapat dilakoekan oleh saban orang, dalam arti kata segenep ra’jat, melainkan dilakoekannja oleh sebagian dari pada ra’jat, menoeroet golongan, tingkatan atau ideologi, jang berlakoe didaerah itoe.
Djika Revolusi Sosial itoe mendjadi wadjib poela atas kita, maka dalam pandangan hoekoem masjrakat (sosiologis) dan sepandjang tindjauan hoekoem Agama, bolehlah kiranja kita masoekkan dalam bagian fardloe-kifajat, ialah kewadjiban jang dianggap soedah tjoekoep sempoerna dilakoekan, bilamana sebagian daripada Oemmat telah menjelesaikannja.
Sjahdan, maka djika kita bandingkan kedoea sifat perdjoeangan itoe (Revolusi Nasional dan Revolusi Sosial, maka jang pertama boleh kita namakan Djihad-oel- Asgrar dan jang kedoea Djihad-oel-Akbar. Selain daripada itoe, sebagai tambahan bolehlah poela ditjantoemkan sifat perdjoeangan jang ketiga, jang hanja mengenal diri seorang (individueel, sjachsijah), jang oleh karenanja boleh dinamakan : Revolusi Diri, atau Revolusi Pribadi, atau Revolusi Sjachsy.
Adapoen jang kami maksoedkan dengan Revolusi Pribadi itoe ialah peroebahan diri, peroebahan sifat dan thabi’at, peroebahan himmah dan semangat, peroebahan kehendak dan tjita-tjita, tegasnja: perobahan djiwa, peroebahan manoesia dalam erti ma’nawy dan ma’any, dlohir dan bathin.
Soenggoehpoen hal ini (Revolusi Pribadi), jang kemoedian bila soedah merata, akan meroepakan “Revolusi Ra’jat”, djarang sekali diseboet-seboet orang, tapi dalam pandangan dan pendapat kami, tidak koerang pentingnja dibanding dengan Revolusi Nasional dan Revolusi Sosial. Lebih-lebih lagi, karena Revolusi Ra’jat itoe mengenai dasar-dasar dan sendi-sendinja masjarakat dan chalajak ramai serta toelang-poeng-goeng pemerintahan negeri. Djaoehkan dan enjahkanlan sifat kolonialisme (sisa Belanda-isme) dan sifat fascisme (sisa Djepang-isme), dari diri kita, dari toeboehnja masjarakat dan chalajak ramai! Djadikanlah diri kita masing-masing mendjadi “Djiwa Merdeka” Djiwa, jang patoet mendjadi anggauta masjarakat jang merdeka! Djiwa, jang pantas mendjadi warga daripada sesoeatoe Negara jang Merdeka!
Dalam pandangan Agama Islam, tiadalah moengkin dibentoek djiwa merdeka, melainkan berdasarkan atas sesoetji-soetji Iman kepada Allah dan sebersih-bersih Tauhid, sepandjang adjaran Kitaboellah dan Soennah Rasoeloellah, Moehammad Clm. Oesaha mengoebah diri mendjadi “djiwa merdeka” adalah kewadjiban, jang diletakkan atas poendak tiap-tiap warga Negara, jang sadar dan insaf akan bangsa dan tanah airnja, teroetama atas warga Negara jang menamakan dirinja Moeslim atau Moe’min, jang telah mendapat panggilan soetji dari Agamanja.
Sebab, djika tiap-tiap warga Negara Indonesia telah dapat mengoebah dirinja men-djadi “Djiwa Merdeka”, tegasnja : djika Revolusi Ra’jat telah berlakoe atas dirinja. Insja Allah, tertoetoeplah djalan dan kemoengkinan bagi kaki pendjadjah jang mana poen djoega mengindjak tanah air kita, djangankan mengganggoe Kedaulatan Negara kita.
V
IDEOLOGI ISLAM
Beda dengan ideologi-ideologi jang lainnja, maka Ideologi Islam tidak hanja menoe-djoe kepada Keselamatan Doenia sadja, melainkan djoega Kesedjahteraan Achirat.
Apabila kita sebagai ahli ilmoe djiwa (psycholoog) dan sebagai ahli ‘ilmoe masjarakat (sosioloog) meneropong djiwa dan gerak-gerik soekmanja Oemmat Islam, serta soeka poela membandingkannja dengan ideologi Islam, maka terdengarlah soeara sajoep-sajoep laksana teriakan penoenggang onta ditengah-tengah laoetan pasir jang amat loeas, dan ada kalanja terdengar poela sebagai dentoeman meriam dan letoesan bom, seolah-olah seperti halilintar ditengah-tengah hoedjan-angin jang lebat dan taufan jang dahsjat.
Sari daripada soeara djiwa Oemmat Islam jang seroepa itoe mengalir kesatoe djoeroesan jang tetap dan tentoe, ialah: tjita-tjita Islam, atau ideologi Islam. Dalam hal ketatanegaraan dan di dalam masjarakat soeara djiwa Oemmat Islam ini bolehlah kami terdjamahkan, sebagai berikoet:
1). Hendaklah Republik Indonesia menjadi Republik jang berdasar Islam;
2). Hendaklah pemerintah dapat mendjamin berlakoenja hoekoem sjara’ Agama Islam; dalam arti jang seloeas-loeas dan sesempoerna-sempoernanja;
3). Kiranja tiap-tiap Moeslim dapat kesempatan dan lapangan oesaha, oentoek melakoekan kewadjibannja, baik dalam bagian doeniawy maoepoen dalam oeroesan oechrowy;
4). Kiranja ra’jat Indonesia, teristimewa sekali Oemmat Islam, terlepaslah daripada tiap-tiap perhambaan jang mana poen djoea.
Dengan ringkas tapi tegas bolehlah kita katakan, bahwa tjita-tjita Oemmat Islam (Ideologi Islam) ialah: hendak membangoenkan Doenia Baroe, atau Doenia Islam, atau dengan kata-kata (terminologi) lain: Dar-oel-Islam.
Sebab, sepandjang kejakinan dan pendapat Oemmat Islam, maka hanya dengan Islam didalam bangoenan Dar-oel-Islam sadjalah masjarakat Indonesia choesoesnja dan segenap perikemanusiaan oemoemnja dapat terdjamin keselamatannja, baik jang behoeboengan dengan hidoep dan peripenghidoepannja maoepoen jang bersangkoetan dengan kepentingan dan keperloean kedoeniaan jang lainnja.
Selain daripada itoe, kedjoeroesan oechrowiyah Oemmat Islam bertjita-tjitakan “memperoleh Keselamatan dan Kesedjahteraan Achirat”, ialah Doenia Baqa; atau dengan kata-kata lain: Dar-oel-Salam. Ialah Doenia sempoerna,’ alam dibalik koeboer, jang didjandjikan Allah atas tiap-tiap hamba-Nja, jang sengadja dan pandai melakoe-kan kewadjibannja dengan sempoerna, sepandjang toentoenan dan pertoendjoekan Kitab-Nja dan tjontoh tauladan Nabi-Nja jang penoetoep Clm.
Begitoelah harap dan doe’a tiap-tiap djiwa jang berideologi Islam, djika pada soeatoe sa’at ketemoe dengan oedjoeng kesudahan hidoepnya; setelah menjelesaikan ‘amal-oesaha dan kewadjibannja, jang perloe diperboeat semasa diberi haya oleh Dzat Jang Maha Moerah dan Maha Asih. Karenanja poela, maka sering dikatakan oleh pemoeka-pemoeka Islam dan para ‘alim-‘oelama, bahwa tjita-tjita Oemmat Islam ialah : menoedjoe dan memperoleh Mardhotillah dan Rahmatillah. Mardlotillah dan Rahmatillah di doenia, meroepakan Dar-oel-Islam! Sedang mardlotillah dan Rahmatillah diachirat, mewoedjoedkan Dar-oes-Salam!
Tjita-tjita jang seroepa itoe tertanam dalam-dalam dan berakar koeat-koeat dalam kalboe Oemmat Islam, sehingga tiap-tiap Moeslim dan Moe’min menganggap hidoepnja tiada berguna (moebadzir), bahkan ia merasa menanggoeng dosa jang sebesar-besarnja, djika ia menghentikan ichtijar dan oesahanja, bagi mentjapai Dar-oel-Islam, Dar-oes-Salam!
VI
TAKTIK DAN SIKAP PERDJOEANGAN
Tiap-tiap pemoeka dan pengandjoer perdjoeangan sadar dan insaf, mengerti dan mengetahoei, bahwa oentoek mentjapai sesoeatoe tjita-tjita atau ideologi, haroes dan wadjib dilakoekan taktik dan diboeat sikap perdjoeangan jang tepat, dengan mengingati keadaan masa (waktoe) dan keadaan masjrakat.
Pemimpin jang oeloeng dan bidjaksana dalam perdjoeangan, tidaklah moedah menggerakkan kaki dan tangan, bibir dan penanja, hanya “asal berdjoeang sadja”. Te-tapi tiap-tiap gerak dan langkahnja haroes bersandarkan kepada “perhitoengan jang pasti” (seperti moemkin, sepandjang atau sependek hitoengan akal manoesia). Teroetama bila ia masoek golongan pemimpin Islam, maka selain berdasarkan kepada “hitoengan jang pasti” itoe, poen haroes poela ia selaloe mengingati “ketentoean-ketentoean hoe-koem”, dan senantiasa oesaha menjelaraskan tiap-tiap langkah dan amal perboeatannja dengan ketentoean-ketentoean hoekoem itoe (taufiq), walaupoen dalam pada itoe --dimana perloe dan seberapa perloenja--, ia terpaksa menentang nafsoenja sendiri atau melawan nafsoe galongannja.
Selain daripada itoe, tiap-tiap pemimpin Islam djangan poetoes-poetoes meman-djatkan harap dan doe’a kepada ‘Azza wa Djalla, berkenanlah kiranja Ia kepada hamba-Nja bagi memperoleh petoendjoek Ilali (hidajatoellah) jang sempoerna, sehingga dalam hal itoe ia selaloe menerima pimpinan jang soetji, pimpinan dari Allah, satoe-satoenja djalan jang mendjamin keselamatan Doenia dan kesedjahteraan Achirat, baik boeat diri maoepoen boeat masjrakat seloeroehnja.
Sjahdan, maka pada waktoe ini kita menghadapi perdjoeangan doea moeka (kata bahasa asing: twee-fronten-strijd). Jang pertama meroepakan perdjoeangan keloear (extern), ialah Revolusi Nasional, jang menolak tiap-tiap serangan pendjadjahan asing; dan jang kedoea berwoedjoetkan perdjoeangan kedalam (intern), ialah Revolusi Sosial, jang bermaksoed menjelesaikan dan menjempoernakan segala oeroesan dalam negeri, sehingga Republik Indonesia mendjadi satoe Negara Merdeka, jang kokoh, koeat dan sentausa (Stable Governement).
Kedoea-doea langkah dan arah itoe soenggoeh amat penting dan menoentoet sepenoeh-penoeh perhatian kita atasnja. Setiap ketika haroes kita pergoenakan dan setiap djalan kearah itoe haroes kita tempoeh, meskipoen terpaksa melampaui randjau dan bentjana, jang maha hebat dan dahsjat.
Maka setengah pemoeka perdjoeangan berpendapat, bahwa Revolusi Sosial haroes diselesaikan lebih doeloe. Sebab ia berkejakinan, bahwa Revolusi Nasional tidak akan berlakoe sehebat-hebat dan sesempoerna-sempoernanja, djika Revolusi Sosial beloem lebih doeloe diselesaikan.
Sebaliknja, maka setengah daripada pemoeka perdjoeangan lainnja berpendapat, bahwa penjelesaian Revolusi Nasional haroes didahoeloekan. Sebab pada anggapan dan kejakinan pihak perdjoeangan ini, masalah dalam (Revolusi Sosial) adalah barang jang agak moedah, jang boleh diselesaikan antara kita dengan kita, sedang sementara ini moesoeh soedah bersarang ditengah-tengah masjarakat kita. Lebih landjoet, kata pihak ini: “Apa artinja kita menegoehkan Kedaulatan Repoeblik kita, djika pengaroeh pendjadjah nanti soedah masoek dalam toelang soengsoem ra’jat kita ?” Malah tiap-tiap ideologi poen tidak lagi mempoenjai hak hidoep dan hak berlakoe dengan seper-tinja, selama kita masih selaloe tergoda oleh nafsoe angkara moerka jang senantiasa ingin mendjadjah bangsa kita itoe.
Memang! Sekalian pemoeka dan pemimpin soedah sepakat kata, bahwa tiadalah sesoeatoe tjita-tjita (ideologi) dapat berkembang dengan loehoernja di Indonesia, ketjoeali djika Indonesia soedah merdeka 100pCt., merdeka “de facto” dan merdeka “de jure”, merdeka menoeroet boekti kenjataan dan merdeka jang sah, sepandjang hoe-koem doenia Internasional. Inilah sebabnja, maka pendirian kita didalam menentoekan taktik perdjoeangan oentoek mentjapai idoelogi Islam, kita bagi djoega di dalam 2 tingkatan, menoeroet ‘alam perdjoeangan dan masa perdjoeangan, jang lagi kita hadapi.
Tingkatan pertama: Selama Indonesia beloem merdeka 100 pCt., maka kita haroes mengoetamakan dan mendahoeloekan Revolusi Nasional lebih daripada Revolusi Sosial.
Taktik jang seroepa itoe tidaklah sekali-kali menoetoep atau mengoerangkan perdjoe-angan kita dalam negeri. Tidak! sekali kali tidak! Tetapi kekoeatan kita, kekoeatan ra’jat, kekoeatan Oemmat Islam haroes dibagi mendjadi 2 bagian. Bagi jang terbesar diper-goenakan oentoek ikoet menjelesaikan Revolusi Nasional, sedang bagian ketjil hen-daknja kita sediakan oentoek ikoet menjelenggarakan berlakoenja Revolusi Sosial.
Tingkatan Kedoea: Djika, dengan tolong dan koernia Toehan Indonesia soedah merdeka 100 pCt, maka kita pergoenakan segenap tenaga kita oentoek kepentingan Revolusi Sosial semata-mata.
Adapoen Revolusi Nasional pada waktoe itoe boleh dikata hampir tidak meng-hendaki tenaga lagi, dan djika perloe tenaga, hanjalah meroepakan persiapan, persediaan dan pendjagaan bahaja dari loear belaka. Kemoedian daripada itoe, perloe djoega kiranja ditambahkan beberapa pemandangan ringkas, tetapi djelas dan tegas, oentoek mengoe-atkan apa jang dirawaikan di atas.
Dibeberapa tempat ditanah Djawa soedah moelai berlakoe Revolusi Sosial. Bahkan ada poela jang soedah hampir selesai, soenggoeh poen dalam oekoeran “normaal “masih djaoeh dari sempoerna. Semoeanja itoe sesoenggoehnja terbatas oleh keadaan dan kedjadian ditempat dan daerah itoe sendiri.
Djawa pada dewasa ini, Revolusi Sosial moemkin dapat berlakoe -bersamaan dengan waktoe berlakoenja Revolusi Nasional--, djika keadaan ditempat atau daerah itoe menoen-toet dan menghendakinja. Dan bilamana terpaksa terdjadi jang seroepa itoe, maka hendaknja didjaga beberapa perkara, diantaranja ialah:
1). Peliharalah eratnja persatoean antara Pemerintah dan Ra’jat, dan djagalah persatoean antara golongan dengan golongan, antara berbagai-bagai Lapisan ra’jat, sehingga moemkin terdjadi pertjideraan, pertikaian atau pertengkaran, jang kadang-kadang menimboelkan koerban. Sebab, setiap oesaha jang mereng-gangkan kita sama kita, tiap-tiapnja itoe mendjadi keoentoengan moesoeh, maka hendaknja kita haroes lebih tambah berhati-hati, tertib dan teliti dalam tiap-tiap gerak dan langkah kita.
2). Revolusi Sosial itoe djangan hendaknja hanja memberi keoentoengan kepada tempat atau daerah itoe sendiri sadja, tetapi djoega menimboelkan keoen-toengan nasional. Tegasnja, Revolusi Sosial jang berlakoe itoe dapatlah kiranja menambah pesatnja kekoeatan, boeat menjelesaikan Revolusi Nasional.
Sebaliknja, djika disoeatoe tempat terdjadi Revolusi Sosial, dan ternjata meroegikan kepada tempat atau daerah itoe sendiri, djangankan meroegikan perdjoeangan Oemmat (nasional), teranglah, bahwa Revolusi jang seroepa itoe boekanlah Revolusi jang kita harapkan, jang boleh membawa ra’jat bangsa kita kepada Kemerdekaan jang sedjati.
Adapoen Revolusi jang kita harapkan ialah Revolusi jang membangoen (konstruktif) dan boekan Revolusi jang membongkar (destruktif), jang menoemboehkan “hoeroe-hara” atau “perang saudara” dalam kalangan bangsa kita sendiri. Padahal tiada-lah mara-bahaja jang lebih hebat dan dahsjat, jang boleh menimpa Oemmat dan Negara, melainkan toemboehnja “hoeroe-hara” dan “perang saudara” itoe, teristimewa sekali pada masa jang segenting ini, dimana nasibnja bangsa dan Negara kita hanja tergantoeng kepada kekoeatan diri sendiri semata-mata dan pada hakikatnja hanja terkandoeng kepa-da tolong dan koernia Ilahy.
Oleh sebab itoe, kami berharap, moega-moega kejakinan jang seroepa ini dan taktik perdjoeangan jang kita lakoekan itoe, tidak hanja mendjadi milik kita sendiri sadja, miliknja Party Politik Islam Masjoemi dan Oemmat Islam oemoemnja, melainkan djoega merata kepada sekalian ahli perdjoeangan, jang sama-sama menghendaki kemoeliaan noesa, bangsa dan teroetama Agama, dalam melakoekan wadjib kita bersa-ma, menegakkan Kedaulatan Repoeblik Indonesia. Kalau kita selaloe mendjaoehkan masalah masalah jang ketjil (far’iyah) dari pandangan kita dan melihat kewadjiban2 jang besar (oesoel), jang selamanja menantikan kita, insja Allah segala sesoeatoe akan dapat kita selesaikan bersama-sama, dengan tjara jang sebaik-baiknja.
VII
MENOEDJOE KE ARAH DAR-OEL-ISLAM DAN DAR-OES-SALAM
Hatta, maka di bawah ini kami hendak tjoba menerangkan gambaran ‘amal dan oesaha, gambaran tjara dan rentjana, gambaran djalan dan arah, jang boleh -dengan idzin Allah djoea- memboeka pintoe gerbang daripada Doenia Baroe, jang selaloe mendjadi rindoe-dendam kita, ialah “Doenia Islam”, atau “Dar-oel-Islam”.
Lebih doeloe kami njatakan di sini, bahwa rentjana dan oesaha itoe didasarkan atas keadaaan jang biasa (normal senormaal moemkin, menoeroet keadaan pada dewasa ini) dan melaloei hoekoem-hoekoem jang sah (legal), baik dalam pandangan Negara maoepoen dalam pandangan Agama.
Adapoen, kalau sewaktoe-waktoe sekonjong-konjong terdjadi peristiwa-peristiwa jang “luar biasa” (abnormal) -jang semoeanja itoe tidak moestahil, teroetama pada zaman Revolusi, seperti sekarang ini--, maka tjara melakoekannja kami serahkan dan pertjajakan kepada kebidjaksanaan para pemimpin Oemmat dan pemimpin Negara. Hanjalah kita tahoe, bahwa sesoeatoe penjakit moemkin semboeh, djika diobati dengan ‘anasir jang melawan penjakit itoe. Kalau koerang vitamin, ditambahnja dengan vitamin lain. Kalau koerang gemoek, ditambahnja dengan gemoek lain. Kalau dihinggapi penjakit pes, disoentiknja dengan serum anti-pes. Poen demikian poelalah keadaannja dengan penjakit masjarakat. Sehingga, djika pada soeatoe waktoe terdjadi peristiwa-peristiwa jang “abnormal” (dalam pandangan hoekoem, didalam lingkoengan Negara jang teratoer geordende staat), maka “abnormaliteit” itoe biasanja “dinormaliseer” (disemboehkan) dengan sesoeatoe “abnormaliteit” jang bersifat kebalikannja.
Wal-hasil, dalam hal ini kami pertjaja sepenoeh-penoehnja atas oesaha para ‘arif-bidjaksana jang bertanggung djawab atas keselamatan Oemmat, Masjarakat dan Nega-ra. Sekarang, baiklah kita moelaikan dengan gambaran, sekadar jang berkenaan dengan pokok.
Pertama, Oemmat Islam adalah sebagian dari pada ra’jat Indonesia seloeroehnja. Oleh sebab itoe, kita poen akan mengambil bagian jang besar poela dalam menjelesai-kan Revolusi Nasional, jang pada sa’at ini wadjib jang pertama atas kita sekalian. Lebih-lebih lagi, kita jakin dengan sepenoeh-penoeh kejakinan, bahwa tiada tempat dan lapangan oesaha serta lapangan hidoep bagi Ideologi jang mana poen djoega, melainkan apabila negara kita soedah soenggoeh-soenggoeh merdeka 100 pCt. Andai kata, negara kita tidak merdeka 100 pCt. (misalnja: hanja meroepakan gemeentebest, dominion status, atau lain-lainnja), maka tidak satoe Ideologi ra’jat jang boleh berkembang biak di Indo-nesia. Oleh karenanja, maka maoe atau tidak maoe, insaf atau tidak insaf, tiap-tiap warga Negara haroes merasa wadjib ikoet menjelesaikan Revolusi Nasional, menentang tiap-tiap oesaha pendjadjahan dari Imperialisme jang mana poen djoega.
Kedoea, Seperti telah disoentingkan diatas, maka dalam pada kita melakoekan kewadjiban ikoet serta dalam penjelesaian Revolusi Nasional, sekali-kali kita tidak boleh lengah atau meloepakan oesaha kita di dalam bagian pembangoenan, ialah Revolusi Sosial. Sedang harapan dan sjarat-sjarat oentoek menjelenggarakan Revolusi Sosial itoe soedahlah kita maktoebkan diatas. Sedikit-dikitnja djangan sampai mengoe-rangkan tenaga oentoek menjempoernakan djalannja Revolusi Nasional.
Lagi poela, bila kita melakoekan kewadjiban kita dalam bagian Revolusi Sosial ini, maka semoeanja itoe meroepakan soeatoe persiapan boeat masa jang akan datang, ialah masa kemoedian daripada Indonesia merdeka soedah boelat 100 pCt. Sebab walaupoen betapa poela halnja, semasa Revolusi Nasional kita beloem selesai, selama itoe keadaan didalam Negara beloem tetap (konstant), selaloe beroebah-oebah dan beralih-alih, sesoeai dengan sifatnja zaman Revolusi, sifatnja peroebahan masjarakat, jang berlakoe dengan tjara jang serba tjepat dan didalam waktoe jang amat singkat. Ditambah lagi, Indonesia sebagai Negara Baroe dan Negara Moeda, nistjajalah kekoe-rangan alat, sjarat dan roekoen, baik jang meroepakan manoesia maoepoen benda, ketjakapan, kepandaian, peratoeran Negara dlls. Misalnja: pada waktoe ini Indonesia beloem mempoenjai Madjlis Permoesjawaratan Ra’jat ( Parlemen atau Madjlis-oesj-sjoero), padahal madjlis jang seroepa itoe (Madjlis tahkim. Madjlis pemboeat hoekoem —oendang-oendang Negara) amat penting sekalilah terbentoeknja dalam sesoeatoe Negara jang Merdeka, teroetama dalam Negara kita, jang berdasarkan kepada Kedau-latan Ra’jat 100 pCt.
Tetapi, walaupoen betapa poela halnja, kami tidak sekali-kali berketjil hati, bahkan kami jakin, bahwa penjelenggaraan dan perlengkapan oesaha pembangoenan makin hari makin mendekati kepada kesempoernaannja. Pada waktoe ini, maoe atau tidak maoe, kita haroes dan wadjib berdajoeng dengan kemoedi jang terletak ditangan kita.
Maka oesaha kita dalam bagian ini (Revolusi Sosial), bolehlah kiranja dibagi dalam beberapa bagian, diantaranja jang teramat penting dan haroes kita perbintjangkan disini ialah Bagian Politik.
A. Hendaknja Oemmat Islam djangan ketinggalan dalam Badan-badan Perwakilan Ra’jat, moelai ditempat-tempat jang seketjil-ketjilnja (desa) sampai kepada Poesatnja, malahan hendaknja sampai poela kepada Madjlis Permoesjawaratan Ra’jat, jang bersifat legislatif (pemboeat hoekoem).
B. Selain daripada itoe, poen Oemmat Islam djangan sampai loepa kepada kewadjibannja exekutif (melakoekan hoekoem), djika sewaktoe-waktoe ada tempat ter-loeang baginja dan masjarakat menghendaki serta memanggilnja. Kedoea-doea tempat itoe (legislatif dan exekutif) sama-sama pentingnja. Marilah kita heningkan sebentar kedoea fasal ini.
Oempamanja pada soeatoe waktoe Oemmat Islam dapat mendoedoeki sebagian besar daripada Madjlis Permoesjawaratan Ra’jat dan menoeroet kepoetoesan Madjlis terseboet, jang bererti djoega kepoetoesan menoeroet Kedaulatan Ra’jat, oendang-oendang Islam. Padahal dalam bagian exekutif (jang mendjalankan hoekoem) kita amat kekoerangan tenaga, maka tentoelah djalannja hoekoem sekoerang-koerangnja akan mendjadi pintjang. Malahan moemkin djoega tidak berdjalan sama sekali.
Kami jakin dan tahoe, bahwa dalam hal ini Oemmat Islam masih djaoeh sekali ketinggalan. Oleh sebab itoe, hendaklah disamping latihan-latihan ketentaraan (militer), oentoek menjelesaikan Revolusi Nasional, diadakan poela latihan-latihan politik (ketata-negaraan) dengan tjara kilat, agar soepaja setjepat moemkin Oemmat Islam dapat menoendjoekkan ketjakapan dan ketjoekoepannja, djika sewaktoe-waktoe mendapat panggilan dan koernia Ilahy, oentoek memerintah Negaranja sendiri.
Dalam hal ini perloelah diadakan persatoean, jang lebih rapat dan lebih erat, antara para ‘alim-oelama (jang biasanja ta’ tahoe akan seloek-beloeknja tata-negara) dan para intellektueel (jang pada lazimnja tidak tahoe akan seloek-beloeknja Agama dan hoekoem Agama), agar soepaja dengan tjara demikian satoe sama lain tambah-menambah didalam hal pengetahoean, pengertian, ketjakapan, kepandaian dan lain2 sebagainja.
Dengan djalan ini, akan lekas poela tampak loeasnja faham dan pengertian de-ngan terang dan njata, teroetama dalam mengatoer dan memerintah negeri. Sehingga lenjaplah salah sangka orang, bahwa Agama Islam hanja tjakap dan tjoekoep oentoek dipergoenakan dimasdjid-masdjid dan dipesantren-pesantren belaka. Dengan ini akan moesna djoega penjakit kebarat-baratan, jang mengandoeng faham memisahkan Agama dari Drigama, memisahkan doenia dari achirat (Schelding van Kerk en Staat = perpisahan antara geredja Kristen dan Negara), ialah soeatoe penjakit (faham barat), jang sengadja disoentikkan oleh orang barat kedalam toelang soengsoem ra’jat Indonesia. Faham jang seroepa itoe moemkin bisa masoek didalam otaknja orang barat dan moemkin benar boeat dinegeri-negeri barat, tetapi bagi Indonesia --jang ra’jatnya 90 pCt. memeloek Agama Islam-- faham jang seroepa itoe njatalah keliroe, salah dan sesat.
Andai kata, kewadjiban Oemmat Islam dalam bagian pemerintahan Negara jang doea bagai itoe telah lengkap (legistatif dan exekutif), maka beloem djoega sempoerna.
C. Kalau hoekoem telah ditentoekan (legislatif) dan hakim (jang didjalankan hoekoem atasnja) poen keadaannja haroes sesoeai dengan hoekoem hakim itoe. Adapoen jang mendjadi hoekoem dalam hal ini ialah ra’jat moerba, ra’jat Indonesia seloeroehnja, jang mendjadi warga Negara Indonesia.
Riwayat zaman pendjadjahan Belanda, lebih-lebih lagi zaman pendoedoekan tentara Djepang, menoendjoekkan boekti jang seterang-terang dan senjata-njatanja.
Oendang-oendang diboeat dan dioemoemkan; pemeritah melakoekan oendang-oendang itoe; tapi… ra’jat berboeat semaoe-maoenja sendiri. Malahan kadang-kadang meroepakan peristiwa jang adjaib, seperti pepatah Djawa: “roedjak sentoel, kowe ngalor akoe ngidoel”. Tegasnja, kalau pemerintah mengomando “djalan”, maka ra’jat “berhenti”, begitoelah seteroesnja. Laksana air dalam moeara; air asin dari laoet jang diatas mengalir “moedik”, maka air tawar jang dibawah mengalir “milir”. Selaloe berbalikan arah dan toedjoean, sikap dan haloean, antara ra’jat dengan pemerintah.
Di zaman djadjahan hal jang sedemikian itoe memang soedah seharoes dan semes-tinja. Satoe boekti, bahwa ra’jat Indonesia tidak soeka didjadjah, dan tidak mengakoei adanja pemerintah djadjahan. Bahkan sewaktoe-waktoe keadaan jang seroepa itoe memoentjak, hingga timboel berbagai-bagai pemberontakan ra’jat, jang pertoempahan dan pentjoerahan darah ra’jat itoe meroepakan tinta mas jang menghiasi riwayat Indonesia. Sekarang Indonesia soedah mendjadi Negara Merdeka. Ra’jatnja mendjadi ra’jat jang merdeka djoega, dan pemerintahan poen pemerintahan ra’jat, jang merdeka poela.
Hoekoem dan oendang-oendang diboeat oleh ra’jat (kedaulatan ra’jat), Pemerin-tahnja dipilih oleh ra’jat (pemerintahan ra’jat), sedang pemerintahan dilakoekan oentoek kepentingan ra’jat, boekan oentoek kepentingan pemerintah. Begitoelah kiranja keadaan kita dalam waktoe jang mendatang, djika kemerdakaan Indonesia soedah boelat 100 pCt. Tetapi.… kalau ra’jat beloem sadar dalam politik, maka semua theori itoe akan sia2 belaka ‘ibarat pohon jang berkembang, tapi tidak berboeah.
Oleh sebab itoe, maka dizaman merdeka ra’jat haroes diberi pendidikan atau pengadjaran, ditoentoen dan dipimpin, hingga “sadar dalam politik” (politik bewust). Sampai ia insaf, bahwa ia mendjadi ra’jat atau bangsa jang merdeka; mempoenjai negara jang merdeka; mempoenjai tanah air jang merdeka; mempoenjai pemerintah jang wadjib ia tha’ati. Gemblengan jang seroepa ini tidak tjoekoep dengan tjerita dan berita sadja, melainkan haroes disertai dengan boekti jang njata. Sehingga tiap-tiap warga Negara, teroetama ra’jat moerba, soengoeh-soengoeh mengisap hawa jang merdeka dan hidoep dalam soeasana merdeka. Dengan tidak bosen-bosen kami me-ngoelangi kalimat: Boekti! Sekali lagi: Boekti ra’jat menoentoet boekti!
Kalau demikian halnja, Insja Allah, dengan sadar atau tidak sadar, ra’jat akan mengikoeti perintah dan seroean serta komando dari pemimpin dan pemerintah.
D. Selain dari pada itoe, kita sebagai Oemmat Islam masih poela menanggoeng beban dan wadjib terhadap kepada chalajak ramai: menoentoet dan mendidik, mentjer-daskan dan mempertjakap Oemmat Islam, agar pandai dan koeasa melakoekan hoekoem-hoekoem Allah dan soennah Nabi Penoetoep, Moehammad Clm. Dengan tjara jang demikian, djika semoeanja itoe dilakoekan dengan amal jang njata (praktijk), maka terdjadilah ikatan kehidoepan Islam, ialah benih jang pertama dari pada tjita-tjita kita: Dar-oel-Islam
Mitsalnja: seorang hanja tjakap oentoek melakoekan hoekoem Islam oentoek dirinja dan kepada dirinja sendiri, maka moelaikanlah pembangoenan Dar-oel-Islam dalam diri seseorang! Djika kekoeatan itoe soedah meloeas, tjoekoep oentoek sekam-poeng atau sedesa, maka bangoenkanlah Dar-oel-Islam dikampoeng atau desa itoe! Begitoelah selandjoetnja, sehingga Revolusi Sosial jang kita lakoekan sebagai persiapan oentoek masa kedepan (setelah Indonesia merdeka 100 pCt. Boelat), dari lapisan ra’jat moerba sendiri, baiklah kita moelaikan sebagai Revolusi Sosial Islam, atau diringkas Revolusi Islam.
Pendidikan ra’jat jang seroepa itoe, jang natidjahnja akan meroepakan Revolusi Ra’jat, atau lebih tegas : Revolusi Ra’jat Islam, boekanlah barang jang loear biasa, jang menghendaki tenaga dan kekoeatan jang loear biasa, pada zaman jang loear biasa. Tidak! Sekali-kali tidak!
Karena pendidikan dan pengadjaran jang seroepa itoe selaras dengan djiwanja ra’jat. Sehingga Revolusi Ra’jat jang sematjam itoe pada hakikatnja meroepakan oesaha membangoenkan dan mengatoer kekoeatan dan djiwa ra’jat, jang ghaib dan masih terpendam (latent) itoe! Jang, “ghaib dan terpendam” berabad-abad lamanja, sedjak moela Indonesia didjadjah oleh bangsa Asing!
Seperti goenoeng berapi jang padam pada tiap-tiap waktoe jang tentoe atau tidak tentoe terpaksa memoentahkan api dan lahar, begitoe djoega kekoeatan dan djiwa ra’jat jang tertekan berabad-abad itoe, pada tiap-tiap sa’at menghendaki, maka terdjadi-lah peletoepan dan letoesan djiwa ra’jat itoe, jang meroepakan pemberontakan ra’jat, pemboikotan dan lain-lain sebagainja. Satoe tanda, bahwa djiwa ra’jat Indonesia - yang berabad-abad tampaknja matjam “bangkai”- masih tetap hidoep. Teroetama sekali, setelah Indonesia Merdeka, maka daripada bangsa jang berabad-abad lamanja disang-kanja “mati” itoe, dari bangsa itoelah timboel ksatria soetji, jang sanggoep mempertahan-kan dan menjentausakan Haq (kebenaran) dan mengenjahkan segenap jang bathil (pendjadjahan dan lain-lain penjakit doenia)!
Alhamdoelillah. Perloe poela agaknja di sini diterangkan, bahwa semoeanja itoe berlakoe menoeroet tempat dan waktoe, mengingat keadaan masjarakat pada masa itoe, serta kesempatan dan djalan jang dilapangkan oentoek keperloean terseboet. Memper-kosa hoekoem dan keadaan, boekanlah sifat dan thabi’at Moeslim dan Moe’min. Oleh sebab itoe, maka segala kewadjiban menjempoernakan Revolusi Islam atau Revolusi Ra’jat Islam itoe hendaknja dilakoekan dengan tjara dan atoeran jang sebaik-baiknja, sampai kepada soeatoe tingkatan, bahwa Oemmat Islam tjakap dan patoet mendjadi tjontoh dan tauladan bagi warga Negara jang lainnja.
Djika oesaha kita “dari atas kebawah” (bagian A. dan B.) dan “dari bawah keatas” (bagian C. dan D.) itoe memang disertai dengan tolong dan koernia Ilahy, Insja Allah didalam tempo jang setjepat-tjepatnja Doenia Islam akan terbentang didepan mata kita sekalian. Kiranja tiap2 warga Negara, teroetama Oemmat Islam, pandai, tjakap dan tjoekoep oentoek menerima Rahmat dan Ridlo Ilahy jang sebesar itoe; satoe koernia Allah jang beloem pernah dianoegerahkan kepada Oemmat Islam di Indonesia, sebeloem zaman kita ini. Insja Allah. Amin.
Adapoen tentang “Dar-oel-Islam”, hal ini moethlak tergantoeng kepada koernia Allah semata-mata. Tiada soeatoe mahloek, djoega bangsa manoesia jang mana poen djoega, dapat ikoet tjampoer tangan didalamnja. Hanjalah daripada adjaran Agama Islam jang soetji kita mengetahoei, bahwa tiap-tiap djalan dan oesaha jang menoedjoe ke Dar-oel-Islam, maka djalan dan oesaha itoe djoegalah jang menoedjoe kearah “Dar-oes-Salam”, alam jang dilipioeti oleh ni’mat Allah selama-lamanja. Moedah-moedahan Allah berkenan menjampaikan kita kepada tjita-tjita Islam jang soetji-moerni itoe, ialah: Dar-oel-Islam didoenia dan Dar-oes-Salam diachirat! Amin! Ja rabbal-‘alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.