Semenjak ditinggal Nabi Musa , Bani Israil mengalami kekosongan pemimpin selama 356 tahun. Dalam kurun waktu tersebut, Bani Israil mendapat beberapa kali serangan dari bangsa-bangsa yang berdekatan dengan mereka, seperti bangsa Amalek (Arab kuno), Madyan, Palestina, Aram, dan lain sebagainya.
Sepeninggal Nabi Musa dan Nabi Harun, Bani Israil dipimpin Yasyu‟, Yusya‟ alias Joshua bin Non yang berhasil memimpin penaklukan daerah sekitarnya mulai Amaliqoh, Madyan, Aram, dan lainnya, bahkan memimpin memasuki Palestina. Setelah Yusya‟ dan para pemimpin lainnya meninggal dunia mereka terpecah-pecah, terlibat dalam konflik akut, serta melupakan ajaran Taurat.
Alhasil, ketika terjadi perang kembali dengan orang Palestina pimpinan Jalut, Bani Israil ditimpa kekalahan yang menghinakan. Wanita dan anak cucu mereka dihinakan dan peti yang isinya catatan perintah Tuhan juga dirampas, dibawa ke rumah Dajon, tuhan orang Palestina.
Dalam situasi kenestapaan dan kehinaan, ia meminta pada orang paling shalih di antara mereka yakni Nabi Samuel, agar diangkatkan untuk mereka seorang raja, memimpin perang mengembalikan kehormatan.
Namun, Nabi Samuel mengatakan, “Mungkin sekali kalian akan udhur diri, ketika kalian diajak berperang, persis seperti di era Musa”. Menanggapi sindiran ini Bani Israil menjawab, “Apa mungkin kami udhur diri padahal perang justru untuk merebut kembali kehormatan kami?” Akhirnya, disampaikan oleh Nabi Samuel kepada mereka, akan datang seorang pemimpin bernama Thalut, yang mempunyai tugas untukmenyatukan kalian semua dan menjadi raja pertama.
Nabi Samuel saat itu semakin tua menjadi kakek-kakek. Para pembesar dan pemimpin Bani Israil kemudian berkumpul, pergi menemui Nabi Samuel seraya berkata, sungguh engkau kini sudah tua renta, wahai Nabi Allah. Kami datang menemuimu menginginkan agar engkau berdoa kepada Allah supaya Dia memberikan raja yang akan memerintahkan kami dan memimpin kami dalam peperangan.
Melihat mereka begitu ngotot atas kemauan itu, Nabi Samuel pun duduk untuk berdoa kapada Allah dengan penuh khusyuk. Allah kemudian menurunkan wahyu kepada Nabi Samuel bahwa Dia akan mengabulkan untuknya dan kaumnya. Allah juga memerintahkan Nabi Samuel agar menyampaikan apa yang telah diwahyukan itu kepada mereka.
Nabi Samuel keluar untuk menemui Bani Israil yang sedang menantinya untuk mengetahui nama raja yang dipilih Allah. Nabi Samuel berkata, Allah telah mengabulkan doa kita dan Dia telah mengirimkan seorang saja kepada kalian.
Siapa dia wahai Nabi Samuel? Tanya mereka. Ia adalah Thalut jawab Nabi Samuel. Mendengar nama Thalut, keluarlah suara-suara dari Bani Israil yang menolak peintah Allah. Mereka menentang Thalut lantaran ia hanya seorang tukang air, orang miskin dan tidak berharta.
Mereka berkata, bagaimana mungkin Thalut memimpin kami, sedangkan kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripada dia. Nabi mereka menjawab, sesungguhnya Allah telah memilihnya sebagai raja untuk kalian dan memberikan kelebihan ilmu dan fisik. Allah memberikan kerjaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
Thalut semula adalah anak desa dari golongan Bani Israil, bahkan anak seorang yang tak punya. Jangankan ia akan di kenal sebagai seorang pemimpin, dalam pergaulan sehari-hari saja, jarang orang yang kenal kepadanya.
Tetapi dia seseorang yang berbadan kuat dan sehat, tinggi dan gagah perawakannya, matanya tajam, pikirannya pun luas dan tajam pula. Dia mempunyai hati yang suci dan bersih, budi pekerti yang halus dan agung. Dia tinggal di desa kecil bersama ayahnya. Pekerjaannya bertani dan beternak.
Dalam sejarah Yahudi, Thalut dikenal dengan nama Saul. Sedangkan di dalam AlQur'an ia dinamakan Thalut.
Pada suatu hari ketika Thalut sedang berada dalam kandang keledai bersama ayahnya, ternyata keledai betinanya tidak berada dalam kandang, mungkin keledai itu tersesat ke kampung lain. Dengan ditemani oleh seorang anak, pergilah dia mencari keledai itu di tengahtengah padang yang luas dengan menyeberangi jurang dan mendaki gunung.
Berhari-hari mereka mencarinya, sampai luka-luka kedua kakinya, sehingga seluruh badan merekapun terasa capek dan letih, namun keledai itu belum juga di temukannya. Lalu, dia berkata kepada seorang anak yang bersamanya: “Marilah kita pulang, mungkin ayah telah khawatir terhadap kita karena berhari-hari belum pulang.
Kemudian anak itu menjawab: “Sekarang ini kita sudah sampai di sebuah desa yang bernama Shofa, di mana Nabi Allah yang bernama Samuel tinggal di sana. Lebih baik kita bertemu dulu dengan Nabi yang mulia itu, kemudian bertanya kepadanya tentang keledai kita yang hilang. Semoga turun malaikat kepadanya membawa wahyu, sehingga dapat memberi petunjuk kepada kita tentang keinginan kita ini. Setelah mendengar ucapan yang seperti itu, muncul kembali harapan dalam hati Thalut. Lalu, keduanya berjalan lagi dan bertanya keberadaan dari rumahnya Nabi Samuel tersebut.
Tiba-tiba keduanya bertemu dengan dua orang anak perempuan yang sedang mencari air di Padang Pasir itu. Kepada anak perempuan itu ditanyakan dimana rumah Nabi mulia Samuel dan meminta agar ditunjukkan jalan kerumahnya. Anak perempuan itu menerangkan, bahwa barang siapa yang ingin bertemu dengan Nabi Samuel harus menunggunya di puncak bukit tempat berdirinya ini.
Dalam percakapan demikian tiba-tiba Nabi Samuel tiba ditempat itu. Kemudian tahulah Thalut, bahwa itu adalah Nabi Samuel yang mulia, cukup tanda-tanda kenabiannya dan begitu pulalah menurut keterangan dari kedua anak perempuan itu.
Mereka berdua saling memandang dan terikatlah antara keduanya hati yang bersih, jiwa yang saling tertarik, walaupun mereka belum pernah bertemu sebelumnya. Nabi Samuel pun juga tahu bahwa itu adalah Thalut yang pernah diwahyukan Allah SWT kepadanya, untuk dijadikan seorang raja, sebagai pemimpin dan jenderal bagi bangsa Israil yang membutuhkan pimpinannya itu. Setelah itu Thalut bertanya, "bahwa maksud kami menemui tuan adalah untuk bertanya mengenai keledai ayahku yang hilang di padang pasir yang luas ini. Apakah tuan dapat memberi tahu kepada kami dengan ilmu tinggi yang tuan miliki".
Kemudian Nabi Samuel menjawab, "keledai kalian yang hilang itu sekarang telah berjalan pulang menuju kandangnya. Janganlah engkau bersusah payah untuk mencarinya lagi. Di sini saya ingin bertemu denganmu untuk sebuah urusan yang lebih penting dan mulia. Bukan mengenai keledai yang hilang, akan tetapi mengenai sebuah urusan kemerdekaan yang sudah lama hilang. Bahwa Allah SWT telah memilihmu menjadi raja bagi Bani Israil untuk menyatukan mereka, lalu menyusun kekuatannya untuk menghadapi musuh-musuh yang sudah menjajah dan mengusir mereka dari tanah airnya sendiri. Disamping itu juga, Allah SWT telah menjanjikan pertolonganNya kepada engkau dengan mendapatkan kemenangan di dalam pertempuran melawan penjajah itu".
Lalu Thalut menjawab: “Apakah saya akan menjadi raja, pemimpin dan jenderal mereka? Saya ini adalah keturunan Bunyamin adik dari Nabi Yusuf, orang yang terhina dalam kalangan bangsa-bangsa yang 12 suku (asbath), paling miskin dan melarat, bagaimana saya dapat menjadi raja untuk memegang pimpinan atas bangsa yang besar ini?”
Kemudian Nabi Samuel berkata: “Ini adalah atas iradat dan wahyu Allah SWT”, sudah menjadi perintah Allah SWT dan kehendak-Nya, hendaklah engkau bersyukur atas nikmat Allah SWT itu dan membulatkan tekadmu untuk memimpin perjuangan yang hebat ini.
Kemudian Nabi Samuel telah memberitahukan kepada Bani Israil bahwa tanda Thalut akan menjadi raja ialah ia akan memimpin mereka kepada kemenangan dan Tabut yang ada didalamnya terdapat lambang kejayaan mereka dan ketenangan hatinya, yang didalamnya terdapat peninggalan- peninggalan keluarga Musa dan Harun. Misalnya sabak-sabak yang tertuliskan wasiat-wasiat Allah SWT, akan kembali kepada mereka dibawa oleh malaikat.
Sesudah Nabi Samuel dan Thalut berjabat tangan, keduanya lalu pergi menemui kaum Bani Israil. Nabi Samuel bersabda kepada mereka: “Hai Bani Israil, Allah SWT telah mengutus Thalut untuk menjadi raja bagi kalian semua, dia sekarang berhak untuk memegang pimpinan atasmu, maka hendaklah kamu sekalian tunduk dan taat terhadap pimpinanmu ini dan bersiaplah untuk menghadapi musuhmusuhmu dibawah komandonya”.
Thalut adalah seorang pemimpin yang memiliki loyalitas dan semangat juang yang tinggi serta wawasan yang luas, terutama dalam bidang politik dan kemasyarakatan. Dengan kelebihannya itu ia berhasil menghimpun kekuatan Bani Israil untuk melepaskan diri dari penjajahan Jalut.
Menurut al-Tsa’labi, silsilah nasab Raja Thalut bersambung hingga Nabi Ya’qub. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan silsilah nama lengkapnya yaitu Thalut ibn Qaisy ibn Afil ibn Sharu ibn Tahurt ibn Afih ibn Anis ibn Benyamin ibn Ya’qub ibn Ishaq ibn Ibrahim.
Raja Thalut diangkat menjadi raja oleh Nabi Samuel atas perintah dari Allah. Namun, sebagaimana umumnya sifat dari Bani Israil yang suka membangkang, mereka menolak pengangkatan Thalut sebagai raja dikarenakan ia bukan berasal dari keluarga bangsawan, sebagaimana disebutkan dalam QS al-Baqarah [2]: 247. Namun, berkat telah kembalinya Tabut, maka Bani Israil mulai mengakuinya sebagai raja.
Suatu ketika, Raja Thalut membawa para pasukanya untuk berperang melawan bangsa Amalek (‘amaliqah). Pada saat perjalanan menuju medan perang, cuaca saat itu sangat panas, sehingga mengakibatkan banyak pasukan mengalami kehausan dan dehidrasi.
Pada saat kondisi tersebut, untuk mengetahui tingkat loyalitas pasukanya, Raja Thalut pun menguji para pasukanya dengan sebuah sungai. Namun, mereka tidak diperbolehkan untuk meminum air sungai tersebut, kecuali hanya seciduk tangan, sebagaimana disebutkan dalam QS al-Baqarah [2] ayat 249:
فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوْتُ بِالْجُنُوْدِ قَالَ اِنَّ اللّٰهَ مُبْتَلِيْكُمْ بِنَهَرٍۚ فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّيْۚ وَمَنْ لَّمْ يَطْعَمْهُ فَاِنَّهٗ مِنِّيْٓ اِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً ۢبِيَدِهٖ ۚ فَشَرِبُوْا مِنْهُ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۗ فَلَمَّا جَاوَزَهٗ هُوَ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۙ قَالُوْا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوْتَ وَجُنُوْدِهٖ ۗ قَالَ الَّذِيْنَ يَظُنُّوْنَ اَنَّهُمْ مُّلٰقُوا اللّٰهِ ۙ كَمْ مِّنْ فِئَةٍ قَلِيْلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيْرَةً ۢبِاِذْنِ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ – ٢٤٩
“Maka ketika Thalut membawa bala tentaranya, dia berkata, “Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka barangsiapa meminum (airnya), dia bukanlah pengikutku. Dan barangsiapa tidak meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk dengan tangan.” Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka. Ketika dia (Thalut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka berkata, “Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.” Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata. “Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”
Laman Tafsir Al-Quran menyebut kata syariba dalam kalimat faman syariba minhu falaisa minni dimaknai al-Qurthubi sebagai kara’a (كَرَعَ), yaitu minum air secara langsung menggunakan mulut tanpa perantara tangan atau wadah dengan cara membungkukkan badan ke arah sungai. Mungkin dikarenakan rasa haus yang sangat dahsyat menyebabkan para pasukan langsung minum menggunakan mulut.
Kemudian, kalimat illa man ightarafa ghurfah bi yadih dimaknai sebagai minum air sungai melalui perantara tadahan dua tangan. Qatadah dan al-Rabi’ menjelaskan bahwa sungai tersebut terletak di antara Palestina dan Yordania. Sedangkan dalam pandangan Ibnu Abbas dan as-Suddi, sungai tersebut berada di Palestina (al-Thabari: 340-341).
Kemudian terkait namanya, Ibnu Katsir menyebut sungai tersebut dengan nama nahr al-syari’ah al-masyhur. (Ibnu Katsir, 2000: 424) Menurut as-Suddi, jumlah total pasukan Raja Thalut berjumlah 80.000 orang. Dari total pasukan tersebut, sebanyak 76.000 pasukan meminum air sungai. Sehingga tersisa hanya 4.000 pasukan yang patuh atas perintah Raja Thalut untuk tidak minum dan yang minum air sungai tersebut sebatas cidukan tangan.
Namun, tatkala sisa pasukan tersebut melihat jumlah pasukan Jalut yang mencapai 100.000, maka sebanyak 3.680 pasukan Thalut mengundurkan diri dan kembali. (al-Qurthubi, 2006: 243-244) Dengan demikian pasukan Thalut tersisa hanya 320 orang. Dalam pendapat lain, al-Razi menyampaikan bahwa jumlah pasukan yang dimaksud dalam kalimat illa qalil adalah sebanyak jumlah pasukan perang Badar, yaitu 313 pasukan saja.
Argumentasi al-Razi tersebut dibangun atas dasar sabda Nabi Muhammad yang disampaikan kepada para pasukan Badar. Sebelumnya, Di dekat perigi Abu Inabah, Qays bin Abi Sha’sha’ah menghitung prajurit satu per satu. “Tiga ratus tiga belas,” katanya melapor kepada Rasulullah Muhammad ﷺ. “(Ini) jumlah prajurit Thalut,” sabda Rasulullah dengan nada gembira
Ketika itu Nabi bersabda berikut: أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ لِأَصْحَابِهِ يَوْمَ بَدْرٍ: أَنْتُمُ اليَوْمَ عَلَى عِدَّةِ أَصْحَابِ طَالُوْت حِيْنَ عَبَّرُوْا النَّهْرَ وَمَا جَازَ مَعَهُ إِلَّا مُؤْمِنٌ “Sesungguhnya Nabi bersabda kepada para sahabat pada hari perang Badar: jumlah kalian saat ini adalah sebanyak jumlah pasukan Thalut ketika mereka melewati sungai, dan tidak diperkenankan menyertai (Raja Thalut) kecuali orang mukmin.”
Dialog kecil itu terjadi pada pertengahan Ramadhan 2 Hijriah, pada saat Rasulullah berangkat ke Badar untuk bertempur melawan Qurays. Sebagai sebuah dialog militer, percakapan ini cukup ganjil dan melepas kalkulasi.
Rasulullah ﷺ melakukan analogi historik antara pasukan Badar dan prajurit pimpinan Thalut, ratusan tahun sebelumnya. Disebutkan dalam kisah Bani Israil, bahwa Thalut membawa pasukan untuk bertempur melawan Jalut, penguasa korup dari klan Amaliqah yang menguasai Tanah Palestina waktu itu.
Jalut terkenal dengan nama Goliath, adalah seorang pemimpin perang bangsa Palestina yang terkenal kejam, bengis dan tak berperikemanusiaan. Jalut muncul sebagai diperkirakan orang, sekitar abad ke-11 SM.
Malapetaka Air Sungai. Ibnu Jarir al-Thabari menyebutkan bahwa para pasukan yang banyak meminum air sungai dengan mulut tersebut justru semakin mengalami kehausan. Berbeda dengan yang meminumnya sebatas cidukan tangan, mereka tidak lagi mengalami kehausan. Selain itu, efek samping dari banyak meminum air sungai tersebut adalah berubahnya bibir mereka menjadi hitam.
Dalam kitab Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin al-Razi disebutkan orang-orang yang meminum (air sungai) dan melanggar perintah Allah, maka bibir mereka langsung berubah menjadi hitam, semakin dipenuhi rasa haus dan (dahaga) mereka tidak puas. Mereka tertinggal di sungai dan tubuh mereka menjadi lemah tatkala hendak menemui musuh”
Menurut Nasaruddin Umar dalam bukunya berjudul "Islam Fungsional", ia mengutip pendapat Ahmad Ramali, bahwasanya hitamnya bibir para pasukan tersebut disebabkan oleh lintah air yang berjenis limmatis nilotica. Hal ini dikarenakan di musim panas dan musim semi, daerah sekitar Palestina Utara sering ditemukan lintah air, sehingga tidak heran jika banyak hewan di daerah tersebut yang mulutnya sering berdarah ketika meminum air sungai.
Husnul Hakim dalam buku berjudul “Epidemi dalam Al-Quran Kajian Tafsir Maudhu’i dengan Corak Ilmi” menyebutkan terjadinya kehausan yang dahsyat dan dibarengi dengan perubahan warna hitam terhadap bibir pasukan tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa mereka terkena penyakit dyspnea (sesak nafas) yang disebabkan oleh oedema glottides, yaitu akumulasi cairan yang abnormal di jaringan yang melibatkan daerah supraglotis (anatomi tubuh bagian dalam terletak di kerongkongan) dan subglotis (suatu daerah saluran pernapasan pada rongga laring/pita suara).
Oleh karena itu, diizinkannya meminum air sungai sebatas dengan cidukan tangan adalah untuk mengetahui keberadaan lintah air jenis limnatis nilotica tersebut, sehingga sebelum meminum air tersebut para pasukan bisa menyingkirkan lintah-lintah tersebut.
Selain itu, air sungai akan cukup steril apabila diambil menggunakan cidukan tangan. Hal ini sejalan dengan hadis yang dikutip oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya, sebagaimana berikut:
حدثنا ابن فضيل، عن ليث، عن سعيد بن عامر قَالَ: مَرَرْنَا عَلَى بِرْكَةٍ فَجَعَلْنَا نَكْرَعُ فِيْهَا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ: لَا تَكْرَعُوْا، وَلَكِنْ اغْسِلُوْا أَيْدِيَكُمْ، ثُمَّ اشْرَبُوْا فِيهَا، فَإِنَّهُ لَيْسَ إِنَاءٌ أَطْيَبَ مِنَ اليَدِ
Diceritakan kepada kami oleh Ibnu Fudhail, dari Laits, dari Sa’id ibn ‘Amir, ia berkata: kami melewati sebuah kolam, maka kami pun meminum (secara langsung dengan mulut) air kolam tersebut. Lantas kemudian Nabi bersabda: "Janganlah kamu meminum air secara langsung dengan mulut, namun cucilah tanganmu, kemudian minumlah dengan tanganmu itu. Hal ini dikarenakan tidak ada suatu wadah untuk minum yang lebih baik dari pada tangan”
Tentu apa yang terjadi dengan pasukan Thalut itu semua atas perintah dan kehendak Allah swt, apa pun bentuk fakta yang terjadi pada pasukan Thalut sehingga dari 80.00 orang hanya 313 pasukan saja yang menjadi Fiah Qalilah, itu semua atas kehendak Allah swt.
Mentalitas 313 pasukan Thalut ini kembali terulang pada 313 pasukan Rasullah dalam Perang badar. Ketika tersiar kabar bahwa yang datang adalah seribu tentara Qurays, Rasulullah menanyakan kesediaan pasukan mukmin untuk menghadapinya. “Demi Allah, kalau engkau pergi ke ke Bark al-Ghimad sekalipun, kami akan mengikutimu. Demi Allah, jika engkau menyelami laut ini, kami juga akan ikut menyelaminya,” tegas mereka dengan mantap.
Sisa pasukan Thalut melanjutkan perjalanan menyeberangi sungaiYordan, hingga mereka tiba di tempat pasukan bangsa „Amaliq. Di sana mereka melihat pasukan bangsa „Amaliq yang pemberani, sehingga salah seorang Bani Israil berteriak, tak ada kesanggupan bagi kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan bala tentaranya.
Pasukan Jalut yang gagah berani itu pasti akan menghancurkan kita. Akan tetapi kaum mukmin dalam pasukan ini yang telah bertekad untuk mati syahid mengatakan, betapa banyak golongan kecil mengalahkan golongan besar dengan izin Allah, dan Allah beserta orang-orang yang sabar.
Mereka kemudian menghadap dan berdoa kepada Allah dengan mengatakan, Ya Rabb kami, limpahkan kesabaran kepada kami menghadapi orang-orang kafir. Dulu, sebuah peperangan tidak akan dimulai sebelum ada duel antara dua orang lelaki bersenjata dari masingmasing pasukan.
Maka, dimulailah duel antara pasukan Thalut dan pasukan Jalut. Keluarlah Jalut, raja bangsa „Amaliq untuk berduel dengan pasukan Thalut. Ia adalah seoranng ksatria yang kuat, perkasa dan perangainya menebar ketakutan. Para pasukan Yahudi ketakutan melihat posturnya yang tinggi.
Jalut berteriak lantang, Thalut, keluarlah untuk berduel denganku, atau utuslah seseorang untuk berduel denganku. Jika akku dapat membunuhmu, maka kerajaanmu akan menjadi milikku. Sebaliknya, jika kamu dapat membunuhku, maka kerajaanku akan menjadi milikmu. Apa yang dilakukan Thalut? Pasukannya saat ini sedang ketakutan.
Mereka semua mundur. Tak seorang pun dari mereka yang berani keluar untuk berduel dengan Jalut. Thalut berteriak memberi semangat pasukannya. Siapa yang akan keluar untuk berduel dengan Jalut? Tak seorang pun menjawab.
Jalut pun tertawa dan berjalan membawa pasukan berkudanya ke arah pasukan Thalut. Kaum Bani Israil pun mundur ke belakang. Jalut dan pasukannya pun tertawa dan mengolok-ngolok orang-orang Bani Israil yang pengecut dan penakut itu.
Pemandangan ini berulang lagi di hari kedua. Semua orang mundur di hadapan Jalut. Bagaimana mungkin seorang yang lemah dari mereka berani menghadapi Jalut yang kokoh dan tegar seperti gunung itu.
Thalut memberi semangat kepada pasukannya agar mau menghadapi Jalut. Ia berkata, barang siapa diantara kalian ada yang berani keluar barisan untuk berduel dengannya, maka akan aku kawinkan ia dengan puteriku dan akan aku muliakan ia dan keluarganya di kalangan Bani Israil.
Tak diragukan, janji Thalut tersebut merupakan sebuah hadiah besar yang diidamkan setiap orang dari kalangan kaum Bani Israil. Menjadi keluarga raja, tinggal di istana, dan berkedudukan sederajarat dengan raja serta menjadi orang yang dihormati dan disegani kaumnya.
Namun, setiap orang juga tahu kekuatan Jalut. Siapa pun tahu bahwa ia pasti akan dipenggal oleh pedang Jalut hingga tewas sebelum dapat mengawini puteri Jalut. Tak seorang pun dari mereka berani keluar barisan untuk berduel dengan Jalut. Jalut pun mencemooh mereka dari sifat pengecut mereka.
Setiap hari Jalut selalu keluar untuk menantang orang-orang Bani Israil berduel dengannya. Namun, tidak seorang pun berani meladeninya. Hingga empat puluh hari berlalu, hati mereka masih dipenuhi rasa takut akan kekuatan dan keperkasaan Jalut.
Sementara, di Baitul Maqdis, Dawud, si pengembala bersuara merdu duduk menanti kehadiran saudara-saudaranya dari medan perang. Lama Dawud menanti mereka hingga akhirnya ia memutuskan untuk membawa makanan untuk saudarasaudaranya di medan perang sekaligus mengunjungi mereka guna menentramkan mereka.
Ia sampai di medan perang dan melihat dua pasukan telah siap berperang. Jalut kembali menantang seseorang dari kalangan Bani Israil untuk berduel dengannya, dan ini merupakan kali pertama Dawud melihatnya. Jalut berkata,ada yang berani berperang? Ada yang berani berduel? Ayo lawan aku wahai pengecut. Orang-orang Bani Israil kembali mundur ke belakang dengan hati ciut. Tak seorang pun di antara mereka ada yang berani maju.
Dawud pun marah besar. Darahnya seakan mendidih di seluruh pembulu dan ia sangat marah kepada kaumnya yang pengecut. Ia kemudian keluar dari barisan dan berteriak, Aku yang akan memerangimu, wahai orang yang terpedaya.
Dawud maju ke hadapan Jalut. Ketika Jalut melihatnya seperti anak kecil, ia memandangnya dengan penuh kesombongan. Jalut berkata, kembalilah wahai anak kecil, aku tidak terbiasa membunuh bocah. Dawud menjawaab penuh marah, aku justru yang akan membunuhmu, wahai kafir sombong.
Keheningan melingkupi medan perang. Tiba-tiba Dawud mengeluarkan sebuah kerikil dari dalam sakunya, meletakkannya ke dalam ketapel lalu membidikkannya ke arah mata Jalut dan mengenai sasarannya dengan tepat sehingga Jalut terjatuh. Dengan cepat Dawud berlari ke arahnya, menduduki dadanya, menghunus pedangnya, lalu memenggal lehernya.
Orang-orang „Amaliq seketika merasa ketakutan, sementara Bani Israil membaca tahlil. Mereka kemudian menyerang suku „Amaliq hingga melarikan diri dan mereka pun berhasil meraih kemenangan.
Dari kisah tersebut,
- Sebutkan karakteristik pasukan Fiah Qalilah !
- Sebutkan proses apa yang ditempuh hingga terbentuk 313 pasukan Fiqh Qalilah Thalut.
Sumber artikel:
- Ibnu Katsir, Qisashul Anbiya
- Tafsir Ath Thabari
- Hamid Ahmad At-Thahir, Kisah Teladan dalam Al-Qur‟an
- http://repository.uin-suska.ac.id/48327/1/GABUNGAN%20SKRIPSI%20KECUALI%20BAB%20IV.pdf
- https://asysyariah.com/thalut-vs-jalut/
- https://hidayatullah.com/kajian/hikmah/2022/11/18/240275/hikayat-prajurit-313.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.