Khilafah Dalam Al Quran Dan Sunnah

 

Sebagaimana di sebutkan di atas bahwa khalifah adalah jabatan yang awalnya di emban Adam 'alaihis salam untuk menjadi wakil Allah di bumi. Al Maraghi dalam tafsirnya Tafsir Al Maraghi menyebutkan bahwa kata خُلَفَاءُ adalah kata jamak, dan bentuk tunggalnya خَلِيْفَةٌ berasal dari خِلاَفَةً  yang berarti "kekuasaan".  Dan bentuk jamak yang lainnya dari خَلِيْفَةٌ adalah خَلَائِفَ, misalnya Penguasa-penguasa di bumi. (Q.S. Al-An'am [6]: 165).



"Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Qs. 6:165)

Dari akar kata kha-la-fa, terdapat perbedaan penggunaannya. Maka kata al-khalfu (huruf lam disukunkan), dipakai untuk arti "generasi yang jahat". Sedang al-khalafu (huruf lam diharakat fathah) dipergunakan untuk "generasi yang baik-baik". Contoh generasi yang jahat diantaranya terdapat di dalam Qs 7:169 dan 19:59. 

Kata khalifah sebagaimana di sebutkan di dalam Al-Qamus artinya adalah, "umat yang melanjutkan generasi umat terdahulu". Sedangkan al-khalif artinya "orang yang duduk setelahmu".  Al-Khalifah adalah penguasa tertinggi. Bentuk plural al-khalif adalah khalaaif dan khulafaa'. Arti kalimat "khalafahu khilaafatan - khahifatuhu" adalah, "ia meninggalkan jabatan khalifah kepada orang yang menjadi penggantinya". 

Makna etimologis kata dasar ini berikut derivasinya sebagaimana difahami dari buku-buku bahasa Arab pada dasarnya sama, yaitu kata al-khaliifah, al-khaalif, al-khulafa'u adalah, "Orang yang menggantikan dan mengikuti jejak langkah  pendahulunya".  Beberapa ayat Al Quran menguatkan arti ini yaitu Qs. 24:55 7:69 7:74 7:169 19:59 7:128-129 10:14 35:15-17 6:133-134 11:57

Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam Al Mu'jam Al-Mufahras li Alfaz Al Quranul Karim menyebutkan istilah khalifah dalam berbagai bentuk katanya sebagai berikut: 

1. خَلِيْفَةٌ dengan arti Penguasa (bentuk tunggal) terdapat dalam QS. 2:30, 38: 26

2. خَلَائِفَ dengan arti Penguasa (bentuk jamak) terdapat dalam QS. 6:165,10:44,35:39

3. خُلَفَاءُ dengan arti pengganti dari penguasa sebelumnya yang sudah baik, seperti halnya Khulafaur Rasyidin terdapat dalam QS. 7:69,74, 27:62

Kata khilafah dalam gramatika bahasa Arab merupakan bentuk kata benda verbal yang mensyaratkan adanya subyek atau pelaku yang aktif yang di sebut khalifah. Kata khilafah dengan demikian menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan oleh seseorang, yaitu seseorang yang di sebut khalifah. Oleh karena itu tidak akan ada suatu khilafah tanpa adanya seorang khalifah. 

Menurut Ganai, secara literal khilafah berarti penggantian terhadap pendahulu, baik bersifat individual maupun kelompok. Sedangkan secara teknis, khilafah adalah lembaga pemerintahan Islam yang berdasarkan pada Al-Quran dan Sunnah. Khilafah merupakan medium untuk menegakkan din (agama) dan memajukan syariah. 

Bentuk jamak dari kata tersebut ada dua macam, yaitu khulafa  dan khalaif . Menurut Quraish Smhab, masing-masing makna dari kata itu mengiringi atau sesuai dengan konteksnya. Seperti misalnya ketika Allah menguraikan pengangkatan Nabi Adam sebagai khalifah, digunakan kata tunggal (Q.S. Al-Baqarah (2): 30), sedangkan ketika berbicara tentang pengangkatan Nabi Daud digunakan bentuk jamak (Q.S. Shad (38): 26). 

Penggunaan bentuk tunggal pada kasus Nabi Adam menurut Quraisy Shihab cukup beralasan, karena ketika itu memang belum ada masyarakat manusia, apalagi baru pada tataran ide. Redaksi yang digunakannya adalah "Aku akan mengangkat di bumi khalifah...". Sedangkan pada kasus Nabi Daud, digunakan bentuk jamak serta past tense, yaitu "Kami telah mengangkat engkau khalifah.”

Hal ini mengisyaratkan adanya keterlibatan pihak lain selain Allah dalam pengangkatan itu. Di sisi lain dapat disimpulkan pula bahwa pengangkatan seseorang sebagai khalifah dapat dilakukan oleh seseorang selama itu masih dalam bentuk ide. Tetapi kalau akan diwujudkan dalam kehidupan sosial yang nyata, maka hendaknya dilakukan oleh orang banyak atau dengan melibatkan masyarakat. 

Dari kedua ayat tersebut di atas dapat pula disimpulkan akan adanya unsur-unsur yang menyertai kekhalifahan seseorang. Unsur-unsur tersebut adalah: (1) Khalifah, yaitu orang yang di beri kekuasaan atau mandat, (2) Wilayah kekuasaan, dan (3) Hubungan antara khalifah dengan wilayah, dan hubungan khalifah dengan pemberi kekuasaan, yakni Allah.

Kekhalifahan seseorang dengan demikian dapat dinilai dari sejauhmana seorang khalifah memperhatikan hubungan-hubungan tersebut. Ketika seorang khalifah mempraktikkan semua tindakan-tindakannya itu, maka yang demikian itu dinamakan khalifah.

Dalam konteks politik yang lebih populer, kata khilafah dapat diartikan dengan pemerintahan. Jadi, kalau ada istilah Khilafah Islamiyah, itu berarti Pemerintahan Islam atau lebih tepatnya pemerintahan yang ditegakkan berdasarkan syariat Islam.

Berbicara tentang kekuasaan, Ibnu Khaldun mengatakan,

"Kekuasaan dari suatu kekhalifahan, cenderung memermtah masyarakat berdasarkan syariat, baik dalam kepentingan-kepentingan akhirat maupun kepentingan-kepentingan dunia yang kembali kepadanya. Sebab seluruh aktifitas di dunia, di sisi Allah, hanyalah sebagai piranti untuk mencapai kehidupan akhirat. Kekhalifahan ini pada hakikatnya merupakan pengganti atau wakil Allah dalam menjaga agama dan kehidupan dunia". 

Dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa khalifah adalah penguasa kaum muslimin yang memerintah atas dasar hudan dan syariat Islam, untuk menjaga keaslian diin dan mengatur dunia. Dalam konteks negara, Said Hawa mengemukakan, "Khilafah atau boleh juga di sebut Imamah 'Uzhma ialah pemimpin tertinggi Daulah Islamiyah. Sedangkan Khalifah atau Imam A'zham adalah Pemimpin Tertinggi Daulah Islamiyah". 

Sedangkan contoh khalifah menurut Al-Quran adalah Nabi Dawud AS, sebagaimana firman-Nya, "Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikankamu khalifah di muka bumi ini, maka berilah putusan perkara di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. (Q.S. Shaad [38]: 26)

Dari ayat tersebut, seorang khalifah bertugas memutuskan perkara secara adil, dan tidak mengikuti hawa nafsu sehingga menimbulkan kesusahan. Dan inilah khalifah yang sebenaraya lantaran ia seorang nabi yang di beri Zabur, "Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. (Q.S. An-Nisa' [4]: 163)

Dalam pertempuran antara pasukan Thalut dan Jalut, Daud membunuh Jalut dan pasukan Thalut menang atas izin Allah subhanahu wa ta'ala Allah kemudian memberi Daud 'alaihis salam kekuasaan atau kerajaan (al-mulk) dan hikmah serta mengajarkan apa yang dikehendakinya" (Q.S. Al-Baqarah (2): 251); "Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa di bumi, dan berilah keputusan di antara mereka dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu... (Q.S. Shad (38): 26).

Khalifah memiliki tugas untuk memimpin manusia dan memutuskan perkara sesuai dengan al-haq, oleh karenanya sejak di utuskan Nabi Adam 'alaihis salam ke bumi maka sejak itulah seorang khalifah harus memerintah berdasar hudan atau petunjuk dari Allah. Sejak nabi Adam 'alaihis salam pula hudan diturunkan. (Qs. 2:38) 

Di dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di sebutkan bahwa kekhalifahan memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Khalifah adalah pengganti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam menjaga Dinul Islam dan mensiyasati dunia (mengatur dunia)

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ قَالَ قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ خَمْسَ سِنِينَ فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Basysyar telah bercerita kepada kami Muhammad bin Ja'far telah bercerita kepada kami Syu'bah dari Furat Al Qazaz berkata, aku mendengar Abu Hazim berkata; "Aku hidup mendampingi Abu Hurairah radliallahu 'anhu selama lima tahun dan aku mendengar dia bercerita dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang besabda: "Bani Isra'il, kehidupan mereka selalu didampingi oleh para Nabi, bila satu Nabi meninggal dunia, akan dibangkitkan Nabi setelahnya. Dan sungguh tidak ada Nabi sepeninggal aku. Yang ada adalah para khalifah yang banyak jumlahnya". Para shahabat bertanya; "Apa yang baginda perintahkan kepada kami?". Beliau menjawab: "Penuihilah bai'at kepada khalifah yang pertama (lebih dahulu di angkat), berikanlah hak mereka karena Allah akan bertanya kepada mereka tentang pemerintahan mereka". (HR Bukhari No.3196)

Khalifah adalah pihak pertama yang paling bertanggung jawab dalam melaksanakan syariah dan menjaga keaslian Dinul Islam sebagaimana tuntunan Al Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana diperlihatkan oleh Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq yang menegakkan hukuman atas kaum muslim yang tidak membayar zakat kepada pemerintahan Islam di Madinah.

Dalam ungkapan yang di sebutkan oleh Abu Bakar, "Demi Allah, seandainya mereka enggan membayarkan anak kambing yang dahulu mereka menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, pasti akan aku perangi mereka disebabkan keengganan itu". Jadi penolakan membayar zakat di pandang sebagai penolakan terhadap Khalifatun Nabi, penolakan terhadap Imam A'zham.

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ الْحَكَمُ بْنُ نَافِعٍ أَخْبَرَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَفَرَ مَنْ كَفَرَ مِنْ الْعَرَبِ فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَيْفَ تُقَاتِلُ النَّاسَ وَقَدْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فَمَنْ قَالَهَا فَقَدْ عَصَمَ مِنِّي مَالَهُ وَنَفْسَهُ إِلَّا بِحَقِّهِ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ فَقَالَ وَاللَّهِ لَأُقَاتِلَنَّ مَنْ فَرَّقَ بَيْنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ فَإِنَّ الزَّكَاةَ حَقُّ الْمَالِ وَاللَّهِ لَوْ مَنَعُونِي عَنَاقًا كَانُوا يُؤَدُّونَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَاتَلْتُهُمْ عَلَى مَنْعِهَا قَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَوَاللَّهِ مَا هُوَ إِلَّا أَنْ قَدْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَعَرَفْتُ أَنَّهُ الْحَقُّ

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman Al Hakam bin Nafi' telah mengabarkan kepada kami Syu'aib bin Abu Hamzah dari Az Zuhriy telah menceritakan kepada kami TJbaidullah bin 'Abdullah bin Unban bin Mas'ud bahwa Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam wafat yang kemudian Abu Bakar radhiallahu 'anhu menjadi khalifah maka beberapa orang 'Arab ada yang kembali menjadi kafir (dengan enggan menunaikan zakat). Maka (ketika Abu Bakar radhiallahu ‘anhu hendak memerangi mereka), Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu bertanya: "Bagaimana anda memerangi orang padahal Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam telah bersabda: "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mgucapkan laa ilaaha illallah. Maka barangsiapa telah mengucapkannya berarti terlindunglah dariku darah dan hartanya kecuali dengan haknya sedangkan perhitungannya ada pada Allah". Maka Abu Bakar Ash-Shidiq radliallahu 'anhu berkata: "Demi Allah, aku pasti akan memerangi siapa yang memisahkan antara kewajiban shalat dan zakat, karena zakat adalah hak harta. Demi Allah, seandainya mereka enggan membayarkan anak kambing yang dahulu mereka menyerahkannya kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, pasti akan aku perangi mereka disebabkan keengganan itu". Berkata, Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu: "Demi Allah, ketegasan dia ini tidak lain selain Allah telah membukakan hati Abu Bakar Ash-Shidiq radliallahu 'anhu dan aku menyadari bahwa dia memang benar". (HR Bukhari No. 1312)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan pentingnya senantiasa berada dalam jamaah ketika kaum muslimin menghadapi fitnah. Itu bermakna untuk senantisa berpegang teguh kepada Manhaj Kekhalifahan.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ جَابِرٍ حَدَّثَنِي بُسْرُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيَّ أَنَّهُ سَمِعَ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ قُلْتُ فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا قَالَ هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا قُلْتُ فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلَا إِمَامٌ قَالَ فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami Ibnu Jabir telah menceritakan kepadaku Busr bin Ubaidullah Al Khadrami, ia mendengar Abu Idris alkhaulani, ia mendengar Khudzaifah Ibnul yaman mengatakan; Orang-orang bertanya Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam tentang kebaikan sedang aku bertanya beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan aku terkena keburukan itu sendiri. Maka aku bertanya 'Hai Rasulullah, dahulu kami dalam kejahiliyahan dan keburukan, lantas Allah membawa kebaikan ini, maka apakah setelah kebaikan ini ada keburukan lagi? Nabi menjawab Tentu'. Saya bertanya 'Apakah sesudah keburukan itu ada kebaikan lagi? 'Tentu' Jawab beliau, dan ketika itu ada kotoran, kekurangan dan perselisihan. Saya bertanya 'Apa yang anda maksud kotoran, kekurangan dan perselisihan itu? Nabi menjawab 'Yaitu sebuah kaum yang menanamkan pedoman bukan dengan pedomanku, engkau kenal mereka namun pada saat yang sama engkau juga mengingkarinya. Saya bertanya 'Adakah seTelah kebaikan itu ada keburukan? Nabi menjawab 'O iya„,„ ketika itu ada penyeru-penyeru menuju pintu jahannam, siapa yang memenuhi seruan mereka, mereka akan menghempaskan orang itu ke pintu-pintu itu. Aku bertanya 'Ya Rasulullah, tolong beritahukanlah kami tentang ciri-ciri mereka! Nabi menjawab; Mereka adalah seperti kulit kita ini, juga berbicara dengan bahasa kita. Saya bertanya 'Lantas apa yang anda perintahkan kepada kami ketika kami menemui hari-hari seperti itu? Nabi menjawab; Hendaklah kamu selalu bersama jamaah muslimin dan imam mereka! Aku bertanya; kalau tidak ada jamaah muslimin dan imam bagaimana? Nabi menjawab; hendaklah kau jauhi seluruh firqah (kelompok-kelompok) itu, sekalipun kau gigit akar-akar pohon hingga kematian merenggutmu kamu harus tetap seperti itu. (HR Bukhari No.6557)

Wajibnya menaati ulil amri sebagai bentuk realisasi ketaatan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kekhalifahan Islam adalah hakikat dari Imarah fil Islam, di mana ketaatan kepadanya merupakan wujud dari ketaatan kepada Allah dan Rasul. Sebaliknya pembangkangan terhadap pemerintahan Islam merupakan wujud pembangkangan terhadap Allah dan Rasul.

Telah menceritakan kepada kami Abdan telah mengabarkan kepada kami Abdullah dari Yunus dari Al Karmani telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman, ia mendengar Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang mentaatiku berarti ia mentaati Allah, sebaliknya barangsiapa membangkang terhadapku, ia membangkang Allah, dan barangsiapa mentaatiku amirku berarti ia mentaatiku, dan barangsiapa membangkang amirku, berarti ia membangkang terhadapku." (HR Bukhari No.6604)

Wajib taat kepada Khalifah atau Imam A'zham sekalipun ia adalah budak Habsyi yang berambut keriting.

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَإِنْ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ كَأَنَّ رَأْسَهُ زَبِيبَةٌ

Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Syu'bah dari Abu tayyah dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dengarlah dan taatilah sekalipun yang memimpin kalian adalah seorang budak habsyi, seolah-olah kepalanya gimbal." (HR Bukhari No.6609)

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُبَادَةُ بْنُ الْوَلِيدِ أَخْبَرَنِي أَبِي عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّا لَا نَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ

Telah menceritakan kepada kami Ismail telah menceritakan kepadaku Malik dari Yahya bin Sa'id mengatakan, telah mengabarkan kepadaku 'Ubadah bin Al Walid telah mengabarkan kepadaku Ayahku dari Ubadah bin Ash Shamit mengatakan; 'Kami berbai'at kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam untuk mendengar dan taat, baik ketika giat (semangat) maupun malas, dan untuk tidak menggulingkan kekuasaan dari orang yang berwenang terhadapnya, dan mendirikan serta mengucapkan kebenaran di mana saja kami berada, kami tidak khawatir dijalan Allah terhadap celaan orang yag mencela.' (HR Bukhari No.6660)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.