PENDAHULUAN


Hadirnya Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwah pada akhir zaman adalah sebuah keniscayaan. Allah subhanahu wa ta'ala berjanji kepada orang yang beriman dan beramal shalih akan memberikan mereka kekuasaan sebagaimana berkuasanya orang-orang sebelum mereka.

 وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًاۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـًٔاۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ ٥٥
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik". (Qs. 24/55)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda bahwa periode kehadiran umara di kalangan kaum muslimin terdiri dari 5 (lima) tahapan yaim Nubuwah, Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwah, Mulkan Adhon, Mulkan Jabriyyatan dan akhirnya akan kembali kepada Khilafah 'Ala Minhajin Nubuwah.
 حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ حَدَّثَنِي دَاوُدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنِي حَبِيبُ بْنُ سَالِمٍ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ بَشِيرٌ رَجُلًا يَكُفُّ حَدِيثَهُ فَجَاءَ أَبُو ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيُّ فَقَالَ يَا بَشِيرُ بْنَ سَعْدٍ أَتَحْفَظُ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأُمَرَاءِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ أَنَا أَحْفَظُ خُطْبَتَهُ فَجَلَسَ أَبُو ثَعْلَبَةَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Dawud Ath Thiyalisi telah menceritakan kepadaku Dawud bin mrahim Al Wasithi telah menceritakan kepadaku Habib bin Salim dari An Nu'man bin Basyir ia berkata, "Kami pernah duduk-duduk di dalam Masjid bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. kemudian Basyir menahan pembacaan haditsnya. Kemudian datanglah Abu Tsalabah Al Khusyani dan berkata, "Wahai Basyir bin Sa'd, apakah kamu hafal hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkenaan dengan Umara (para pemimpin)?" kemudian Hudzaifah berkata, "Aku hafal Khutbah beliau." Maka Abu Tsa'labah pun duduk, kemudian Hudzaifah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Akan berlangsung nubuwwah (kenabian) di tengah-tengah kalian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya (berakhir) bila Dia menghendaki untuk mengaldurinya. Kemudian berlangsung kekhilafahan menurut sistim kenabian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian berlangsung kerajaan yang bengis selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian berlangsung pemerintahan yang menindas (diktator) selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya Kemudian akan berlangsung kembali kekahalifahan menurut sistim kenabian. Kemudian beliau berhenti". (HR Ahmad No. 17680)

Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lainnya menyebutkan bahwa masa kekhalifahan berdasar manhaj nubuwah pertama kali berlangsung selama 30 tahun sebelum kemudian beralih menjadi sistem kerajaan yang menggigit.

حَدَّثَنَا أَبُو النَّضْرِ حَدَّثَنَا حَشْرَجُ ابْنُ نُبَاتَةَ الْعَبْسِيُّ كُوفِيٌّ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ جُمْهَانَ حَدَّثَنِي سَفِينَةُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami Abu An Nadhr telah menceritakan kepada kami Hasyraj bin Nubatah Al 'Absi Kufi telah menceritakan kepada kami Sa'id bin Jumhan telah menceritakan kepadaku Safinah, ia berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Masa khilafah dalam ummatku tiga puluh tahun kemudian setelah itu kerajaan." (HR Ahmad No. 20918)

Fakta sejarah menunjukkan bahwa masa kekhalifahan Khulafaur Rasyidin berlangsung selama 30 tahun (632-661M), dengan perincian sebagai berikut: 
1. Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq (11-13 H/ 632- 634 M), 2 tahun 
2. Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634 - 644 M), 10 tahun
3. Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-655 M), 12 tahun
4. Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-41 H/655-661M), 6 tahun

Adapun hadirnya Mu'awiyah bin Abi Sufyan yang menggantikan Khalifah Ali bin Abi Thalib mengawali hadirnya sistem kerajaan dalam pemerintahan Islam. Periode ini di kenal dengan periode Mulkan Adhon. Abul ATa Al Maududi mengatakan, "Berkuasanya Mu'awiyah atas kendali pemerintahan merupakan tahapan peralihan yang menyimpangkan negara Islam atau ad-Daulah al-Islamiyah dari sistem khilafah ke sistem kerajaan". 

Kalangan sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri sudah mulai menyadari banyaknya perubahan yang terjadi pada masa Mu'awiyah ini, hal mana yang sebelumnya tidak di kenal pada masa khulafaur Rasyidin.  Bahkan kalangan sahabat ketika itu sudah merasakan bergesernya pola dan sistem pemerintahan dari kekhalifahan menjadi kerajaan, seperti halnya kerajaan Kisra dan Romawi. 

Ketika Sa'ad bin Abi Waqqash menyalami Mu'awiyah setelah ia di bai'at, Sa'ad bin Abi Waqqash mengucapkan "Assalamu'alaikum, wahai Raja." Mu'awiyah berkata : "Apa salahnya sekiranya Anda berkata : 'Wahai Amirul Mukminin?'" Sa'ad menjawab : "Demi Allah, aku sungguh-sungguh tidak ingin memperoleh jabatan itu dengan cara yang telah menyebabkan Anda memperolehnya."  Bahkan Mu'awiyah sendiri mengerti hakikat ini sehingga pada suatu hari ia berkata, "Aku adalah raja pertama." 

Ibnu Katsir berpendapat bahwa sepatutnya ia dijuluki raja sebagai pengganti khalifah, sebab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. telah menubuwwatkan hal demikian itu ketika beliau bersabda, "Masa khilafah sepeninggalku tigapuluh tahun, kemudian setelah itu akan datang masa kerajaan." Masa ini telah habis pada bulan Rabiul Awal tahun 41 H ketika Hasan bin Ali ra turun dari jabatannya sebagai khalifah sementara dan menyerahkannya kepada Muawiyah. 

Periodesasi pemerintahan Islam pada periode Mulkan Adhon ini adalah : 
1. Kesultaan Umawiyah pertama sampai akhir kekuasaan Yazid
2. Kesultanan Ibnu Zubair
3. Kesultanan Umawiyah kedua sampai  akhir kekuasaan Marwan bin Muhammad
4. Kesultanan Abbasiyah sampai jatuhnya Baghdad
5. Kesultanan Abbasiyah di Kairo sampai pengangkatan Sulthan Saiim
6. Kesultanan Utsmaniyah yang berakhir pada tahun 1924

Berkuasanya Mu'awiyah atas kendali pemerintahan merupakan tahapan peralihan yang menyimpangkan negara Islam atau ad-Daulah al-Islamiyah dari sistem khilafah ke sistem kerajaan. Sejak saat itu pula pemerintahan Islam di pimpin oleh keluarga-keluarga raja secara turun-temurun, sehingga kekuasaan mereka diidentikkan dengan keluarganya. Secara berturut-turut yaitu Bani Umayah, Bani Abbasiyah, dan Keshultanan Utsmaniyah. Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir dalam thesisnya Ath Thariq ila Jama'atil Muslimin menyebutkan bahwa, "Periode Bani Umayah sampai khilafah Utsmaniyah adalah periode "raja yang menggigit" (Mulkan Adhon). 

Sampai yang terakhir yaitu Kesultanan Utsmaniyah berakhir dan dibubarkan secara paksa dengan berdirinya Republik Turki pada tanggal 3 Maret 1924 (28 Rajab 1342H) yang ditandai dengan pengambilalihan kekuasaan dan wilayah kekhalifahan oleh majelis Besar Nasional Turki. Wilayah kekuasaan Turki pasca jatuhnya Khilafah dibagi-baginya oleh bangsa-bangsa Eropa, dan praktis sejak saat itu kaum muslimin kehilangan kekuatan terbesar yang telah menyatukan aqidah, siyasah dan wilayah ummat Islam dalam satu kesatuan selama ratusan tahun.

Dengan hancumya kesultanan Turki Utsmani menjadikan ummat Islam terpecah dan terserpih dalam negara-negara kecil berdasar fanatisme bangsa dan faham sekuler. Inilah yang menandai awalnya Mulkan jabriyyatan sebagaimana yang telah dinubuwatkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir dalam thesisnya menyebutkan bahwa,
"Pada tahun 1924, periode ketiga ini diakhiri oleh Dewan Nasional Turki yang menyatakan pembubaran dan penggulingannya. Dengan demikian ummat Islam telah melampaui periode ketiga dari periodesasi pemerintahan yang diramalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut. Selanjutnya memasuki periode keempat yaitu periode Mulkan Jabriyyatan dalam bentuk kudeta-kudeta militer dan lain sebagainya yang kita saksikan pada abad ini (abad ke-20)" 

Untuk mengembalikan kembali kejayaan ummat Islam, mau tidak mau ummat Islam harus kembali kepada sistem kenegaraan yang berdasar khilafah Islamiyah. Sistem kenegaraan yang dilahirkan dari Syuro Siyasah sebagaimana halnya pengangkatan Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq yang di angkat sebagai khalifah melalui Syuro di Saqifah Bani Saidah.

Kehadiran khilafah pasca Nubuwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sudah disampaikan sebelumnya oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Untuk itu kewajiban kaum muslimin adalah menaati bai'at pertama mereka kepada khalifah.

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ فُرَاتٍ الْقَزَّازِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ قَالَ قَاعَدْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ خَمْسَ سِنِينَ فَسَمِعْتُهُ يُحَدِّثُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ الْأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لَا نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ الْأَوَّلِ فَالْأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ
Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Basysyar telah bercerita kepada kami Muhammad bin Ja'far telah bercerita kepada kami Syu'bah dari Furat Al Qazaz berkata, aku mendengar Abu Hazim berkata; "Aku hidup mendampingi Abu Hurairah radliallahu 'anhu selama lima tahun dan aku mendengar dia bercerita dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang besabda: "Bani Isra'il, kehidupan mereka selalu didampingi oleh para Nabi, bila satu Nabi meninggal dunia, akan dibangkitkan Nabi setelahnya. Dan sungguh tidak ada Nabi sepeninggal aku. Yang ada adalah para khalifah yang banyak jumlahnya". Para shahabat bertanya; "Apa yang baginda perintahkan kepada kami?". Beliau menjawab: "Penuihilah bai'at kepada khalifah yang pertama (lebih dahulu di angkat), berikanlah hak mereka karena Allah akan bertanya kepada mereka tentang pemerintahan mereka". (HR Bukhari no.3196)

Islam melarang adanya dualisme kepempimpinan (qiyadah) bagi ummat Islam. Apabila sudah disahkan khalifah yang pertama secara legal maka kehadiran pihak kedua yang menandingi khalifah yang sah, wajib untuk dihancurkan.

وَ حَدَّثَنِي وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الْجُرَيْرِيِّ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا
Dan telah menceritakan kepadaku Wahb bin Baqiyah Al Wasithi telah menceritakan kepada kami Khalid bin Abdullah dari Al Jurairi dari Abu Nadlrah dari Abu Sa'id Al Khudri dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila ada dua khalifah yang dibaiat, maka bunuhlah yang paling terakhir dari keduanya." (HR Muslim No. 3444)

Hadits di atas menegaskan bahwa tidak boleh ada dualisme kepemimpinan dalam pemerintahan ummat Islam. Hanya boleh ada satu kepemimpinan (qiyadah, imamah) dalam pemerintahan Islam yang haq sesuai tentorial (makan) masing-masing.

Hadits lainnya menyatakan wajibnya untuk taat dan berbai'at kepada khalifah sebagai berikut.

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَاصِمٌ وَهُوَ ابْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ نَافِعٍ قَالَ جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُطِيعٍ حِينَ كَانَ مِنْ أَمْرِ الْحَرَّةِ مَا كَانَ زَمَنَ يَزِيدَ بْنِ مُعَاوِيَةَ فَقَالَ اطْرَحُوا لِأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ وِسَادَةً فَقَالَ إِنِّي لَمْ آتِكَ لِأَجْلِسَ أَتَيْتُكَ لِأُحَدِّثَكَ حَدِيثًا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللَّهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً
Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Mu'adz Al 'Anbari telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami 'Ashim -yaitu Ibnu Muhammad bin Zaid- dari Zaid bin Muhammad dari Nafi' dia berkata," Abdullah bin Umar pernah datang kepada Abdullah bin Muthi' ketika ia menjabat sebagai penguasa negeri Harrah di zaman kekhalifahan Yazid bin Mu'awiyah. Abdullah bin Muthi' berkata, "Berilah Abu Abdurrahman bantal." Maka Abu Abdurrahman berkata, "Saya datang kepadamu tidak untuk duduk, saya datang kepadamu untuk menceritakan kepadamu suatu hadits yang pernah saya dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa melepas tangannya dari ketaatan, maka ia akan menemui Allah di hari Kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah, dan barang siapa mati dalam keadaan tidak berbaiat, maka ia mati seperti mati jahiliyyah." (HR Muslim No.3441)

Dalam konteks akhir zaman, pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai negara Islam yang insya Allah akan bekerja sama untuk menghadirkan pemerintahan Islam global yang di sebut dengan khilafah Islamiyah 4ala minhaj nubuwah. Hadirnya Khilafah 'ala Minhaj Nubuwah yang kelak akan di pimpin oleh Imam Mahdi inilah yang akan memimpin perjuangan dalam penzahiran Islam di akhir zaman.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى وَأَحْمَدُ بْنُ يُوسُفَ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ خَالِدٍ الْحَذَّاءِ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي أَسْمَاءَ الرَّحَبِيِّ عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْتَتِلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ ابْنُ خَلِيفَةٍ ثُمَّ لَا يَصِيرُ إِلَى وَاحِدٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَطْلُعُ الرَّايَاتُ السُّودُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ فَيَقْتُلُونَكُمْ قَتْلًا لَمْ يُقْتَلْهُ قَوْمٌ ثُمَّ ذَكَرَ شَيْئًا لَا أَحْفَظُهُ فَقَالَ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ اللَّهِ الْمَهْدِيُّ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya dan Ahmad bin Yusuf keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq dari Sufyan At Tsauri dari Khalid bin Al Khadza dari Abu Qilabah dari Abu Asma Ar Rahabi dari Tsauban dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kelak tiga orang akan berperang didekat perbendaharaan kalian ini (yaitu Ka'bah), dan kesemuanya adalah anak khalifah. Dan tidak ada yang menang melainkan satu orang, lalu muncullah bendera-bendera hitam dari wilayah timur, mereka lantas memerangi kalian dengan peperangan sengit yang sama sekali belum pernah dilakukan kaum manapun. Jika kalian melihatnya, maka berbaiatlah kepadanya walaupun sambil merangkak di atas salju, karena sesungguhnya dia adalah khalifah Allah Al Mahdi." (HR Ibnu Majah No.4074)

Pada intinya tulisan ini mencoba menghadirkan estafeta kekhalifahan sejak awal mula maqom kekhalifahan tersebut diserahkan Allah subhanahu wa ta'ala kepada manusia hingga masa kini. Mengingat periode waktu yang sangat panjang, pokok bahasan yang berkenaan dengan topik ini sangatlah luas dan dalam.

Oleh karena itu tulisan ini mencoba memfokuskan diri kepada estafeta kekhalifahan yang terjadi dari masa ke masa, untuk kemudian mencoba mendefmisikan kembali estafeta kekhalifahan mendatang yang legitimate sesuai kriteria Al Quran dan Sunnah. Dengan upaya ini diharapkan keinginan untuk menghadirkan kembali Khilafah ala Minhaj Nubuwan oleh seluruh kaum muslimin dapat berjalan sesuai tuntunan Al Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin untuk mempelajari sejarah Khilafah yang berdiri di atas manhaj Nubuwah sesuai tuntunan Al Quran dan Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Alhamdulilahi Rabbil 'Alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.