Hukum Mengangkat Pemimpin

 

وَبَرَزُوْا لِلّٰهِ جَمِيْعًا فَقَالَ الضُّعَفٰۤؤُا لِلَّذِيْنَ اسْتَكْبَرُوْٓا اِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ اَنْتُمْ مُّغْنُوْنَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللّٰهِ مِنْ شَيْءٍ ۗقَالُوْا لَوْ هَدٰىنَا اللّٰهُ لَهَدَيْنٰكُمْۗ سَوَاۤءٌ عَلَيْنَآ اَجَزِعْنَآ اَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَّحِيْصٍ ࣖ ٢١

Mereka semua berkumpul (di padang Mahsyar) untuk menghadap ke hadirat Allah. Lalu, orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang sombong, “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu. Maka, dapatkah kamu menghindarkan kami dari azab Allah sedikit saja?” Mereka menjawab, “Sekiranya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar. Kita tidak mempunyai tempat sama sekali untuk melarikan diri.”

يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوْهُهُمْ فِى النَّارِ يَقُوْلُوْنَ يٰلَيْتَنَآ اَطَعْنَا اللّٰهَ وَاَطَعْنَا الرَّسُوْلَا۠ ٦٦

وَقَالُوْا رَبَّنَآ اِنَّآ اَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاۤءَنَا فَاَضَلُّوْنَا السَّبِيْلَا۠ ٦٧

رَبَّنَآ اٰتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيْرًا ࣖ ٦٨

(Pada hari (ketika) wajah mereka dibolak-balikkan dalam neraka. Mereka berkata, “Aduhai, kiranya dahulu kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.”

Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).

Wahai Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.” (Qs Al Ahzab 33:66-68)

اِذْ تَبَرَّاَ الَّذِيْنَ اتُّبِعُوْا مِنَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا وَرَاَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْاَسْبَابُ ١٦٦

وَقَالَ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْا لَوْ اَنَّ لَنَا كَرَّةً فَنَتَبَرَّاَ مِنْهُمْ ۗ كَمَا تَبَرَّءُوْا مِنَّا ۗ كَذٰلِكَ يُرِيْهِمُ اللّٰهُ اَعْمَالَهُمْ حَسَرٰتٍ عَلَيْهِمْ ۗ وَمَا هُمْ بِخٰرِجِيْنَ مِنَ النَّارِ ࣖ ١٦٧

(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti berlepas tangan dari orang-orang yang mengikuti saat mereka (orang-orang yang diikuti) melihat azab, dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus.

Orang-orang yang mengikuti berkata, “Andaikan saja kami mendapat kesempatan kembali (ke dunia), tentu kami akan berlepas tangan dari mereka sebagaimana mereka berlepas tangan dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatan mereka sebagai penyesalan bagi mereka. Mereka sungguh tidak akan keluar dari neraka. (Qs Al Baqarah 2:166-167)

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ بَحْرِ بْنِ بَرِّيٍّ حَدَّثَنَا حَاتِمُ بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَجْلَانَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Bahr bin Barri, Telah menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ajlan, dari Nafi', dari Abu Salamah, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apabila ada tiga orang yang keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaknya mereka menunjuk salah seorang dari mereka sebagai pemimpin!" (HR Abu Daud No.2241)

حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ هُبَيْرَةَ عَنْ أَبِي سَالِمٍ الْجَيْشَانِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ أَنْ يَنْكِحَ الْمَرْأَةَ بِطَلَاقِ أُخْرَى وَلَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَبِيعَ عَلَى بَيْعِ صَاحِبِهِ حَتَّى يَذَرَهُ وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ إِلَّا أَمَّرُوا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ وَلَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةِ نَفَرٍ يَكُونُونَ بِأَرْضِ فَلَاةٍ يَتَنَاجَى اثْنَانِ دُونَ صَاحِبِهِمَا

Telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah telah menceritakan kepada kami Abddullah bin Hubairah dari Abu Salim Al Jaisyani dari Abdullah bin 'Amru, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Tidak halal bagi seorang lelaki menikahi seorang wanita dengan menceraikan (isterinya) yang lain, dan tidak halal bagi seorang lelaki menjual di atas penjualan temannya sampai ia meninggalkannya, dan tidak halal bagi tiga orang yang berada di padang sahara kecuali jika mereka mengangkat salah satu dari mereka untuk menjadi pemimpin, dan tidak halal bagi tiga orang yang sedang berada di padang sahara dua orang di antara mereka berbicara tanpa melibatkan teman mereka (yang ketiga)." (HR Ahmad No.6360)

Mengenai hukum mengangkat imam/pemimpin, Ibnu Hazm mengutip semua kesepakatan pihak dari Ahli Sunnah, Murji'ah, Syi'ah dan Khawarij atas wajibnya mengangkat imam dan bahwa ummat wajib tunduk kepada seorang imam yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah dan Rasul -Nya. 

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairoh, Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa mentaatiku, maka ia telah mentaati Allah, dan barang siapa bermaksiat kepadaku maka ia telah bermaksiat kepada Allah, barang siapa mentaatfamirku maka ia telah mentaatiku dan barang siapa membangkang kepada amirku maka ia telah membangkang kepadaku" HR Bukhari dan Muslim.   Juga sabdanya, "Barang siapa

meninggal dan dilehernya tidak ada bay'at (belum membay'at seorang imam) maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah " HR Muslim.

Dalam kitab Ahkamus Shulthoniyah, Mawardi berkata, "Menegakkan imamah adalah bagi orang yang menjalankan pemerintahan dalam umat adalah wajib secara ijma", demikian pula pendapat Nawawi dan Ibnu Khaldun. 

Ummat wajib tunduk kepada seorang pemimpin yang adil dan menegakkan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya. Di akhirat kelak setiap orang akan dibangkitkan bersama imamnya masing-masing Qs. 17:71. Merugilah orang yang dibangkitkan bersama pemimpinnya yang zalim. Qs. 33:66-68 14.21 mereka akan saling menghujat antara pemimpin kafir dan umat kafir yang mengikutinya.

Menurut syari'ah, Imamah diketahui sebagai hal yang wajib. Dalam konteks kelembagaan -Qiyadah Islamiyah, wajibnya Imamah adalah Fardhu Kifayah, artinya manakala sudah berdiri dan diproklamirkan (/ 'lan) Lembaga Qiyadah Islamiyah yang sesuai dengan kriteria Al -Qur'an dan Sunnah, Sah secara Syariat dan Hukum, maka gugurlah kewajiban mendirikan Lembaga Oiyadah Islamiyah. 

Kewajiban selanjutnya bukan mendirikan Lembaga baru melainkan membenarkan (lashdia) dan mengikuti (i 11 iba') serta bergabung ke dalam lembaga Al Haq tersebut (Qs. 3:80-81)

Adapun nilai penting kepemimpinan Islam dalam Al-Qur'an disebutkan sebagai berikut:

a) Bahwa Allah menjadikan kedaulatan (alhaldmiyyah) sebagai salah satu karakteristiknya. Qs. 12:40  12:67 6:62 6:57 5:50  13:41 40:12

b) Bahwa Allah menjadikan manusia sebagai khalifah-Nya dibumi. Qs. 2:30 6:165 7:69 7:74 35:39

c) Kemudian Allah menurunkan hukum-hukum dan tatanan-tatanan-Nya kepada manusia sebagai sumber rujukannya dalam menghadapi masalah kecil ataupun besar, dan supaya menjadi suluh perjalanannya dimuka bumi. Qs 2:38 2:213

d) Selanjutnya Allah menjadikan berhukum kepada petunjuk dan aturan-aturan-Nya, serta berserah diri dan patuh kepada aturan-aturan tersebut sebagai syarat keimanan kepada-Nya. Qs. 4:65 4:59 4:60

e) Dan Allah menganggap setiap pembangkangan terhadapnya (hukum-hukum-Nya) dan penyimpangan darinya sebagai jalan kepada kekafiran, kezhaliman dan kefasikan. Qs. 5:44 5:45 5:47

f) Allah menjadikan taat kepada pemimpin yang menjalankan petunjuk-Nya dan wahyu-Nya termasuk ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya Qs 4:59 4:80

g) Dan setiap ketaatan kepada pemimpin yang tidak menjalankan apa yang diturunkan Allah, maka merupakan kejahiliyahan, kemusyrikan, kemurtadan dan kesesatan. Qs. 5:50 5:59 3:64 9:31 6:121 38:26 47:25-26

h) Larangan mengangkat pemimpin selain kalangan mukminin (Qs. 5:55-56 5:51 58:14-22)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.