Nasionalitas Indonesia muncul sebagai isu politik nasional, pertama kali di angkat ke permukaan oleh gerakan politik Islam. Perjuangan melawan kolonial penjajah pada awal abad XX sangat identik dengan perjuangan Islam. Tidak ada satu agamapun di Indonesia yang mengorganisir ummatnya untuk berperang melawan penjajah kecuali Islam.
Perjuangan politik umat Islam bangsa Indonesia dalam hal asal-usul dan pertumbuhannya diawali dan identik dengan asal usul dan pertumbuhan gerakan politik terbesar di Indonesia pada awal abad XX yaitu Sarekat Islam.1) Nama ini pada tahun 1923 berubah menjadi Partai Sarekat Islam, tahun 1927 berubah menjadi Partai Serikat Islam Hindia Timur dan terakhir menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia pada 1930. Partai ini memusatkan perhatiannya secara eksklusif bagi orang-orang Indonesia, maka ia mendapatkan pengikut-pengikutnya dari semua kelas, baik di kota maupun di desa, pada pedagang muslim, para pekerja di kota-kota, para kiyai dan ulama, bahkan beberapa priyayi. Dan diatas segala-galanya petani ditarik ke dalam gerakan massa politik yang pertama dan terakhir di Indonesia pada zaman kolonial Belanda.2)
Sarekat Islam dipilih dalam awal pembahasan tentang gerakan politik Islam karena bukan saja SI merupakan organisasi politik pertama yang menyemai gagasan spektakuler tentang Politik Hijrah, namun SI juga menjadikan dirinya sebagai gerakan politik Islam yang berjuang menggunakan politik Hijrah sebagai strategi dasar dalam mendirikan pemerintahan sendiri bagi bangsa Indonesia.
Politik Hijrah adalah politik organisasi yang memusatkan langkah, strategi dan perencanaan organisasi untuk memperjuangkan wujudnya kemerdekaan bagi segenap umat Islam bangsa Indonesia, dengan tidak berkompromi dan bekerja sama dengan rezim politik yang tidak memihak kepada Islam.3)
Dalam tubuh organisasi Sarekat Islam, ide untuk mendirikan Negara Islam di wilayah Nusantara disemai dan dirumuskan. Tokoh SI yaitu Cokroaminoto dan juga muridnya Kartosuwiryo sudah sejak tahun 1920-an memperjuangkan ide sebuah negara Islam dan pengertian mereka atas sebuah negara yang demikian itu adalah sebuah negara yang benar-benar menjalankan syari’at dan hukum Islam sesuai dengan ajaran Al Qur’an dan Sunnah Nabi secara konsekuen dan menyeluruh.4)
Jika dibanding dengan organisasi-organisasi Islam lainnya yang berdiri pada awal Abad XX, pada umumnya organisasi tersebut tidak memiliki program untuk kemerdekaan, kecuali beberapa tokoh-tokohnya yang secara individu aktif di SI. Bisa disebutkan mulai dari Muhammadiyah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan tahun 1912, Nahdatul Ulama yang didirikan oleh KH Asyari, KH Hasyim dan KH Abdul Wahab tahun 1926, Persatuan Islam yang didirikan oleh H. Zamzam dan HM Yunus tahun 1920-an, atau lainnya, semua ormas tersebut tidak memiliki program untuk kemerdekaan.
Kenyataannya, organisasi tersebut lebih dikenal karena saling berbantahan dalam masalah furu’ dan adat. Di satu pihak menamakan diri sebagai pembaharu, yaitu golongan yang ingin menghapus segala adat istiadat dan tata cara peribadatan yang tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW, termasuk golongan ini adalah Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, dll. Segolongan lain berusaha mempertahankan adat istiadat serta nilai warisan lainnya yang sudah melembaga turun menurun, termasuk dalam kelompok ini adalah Nahdatul Ulama, Jami’at Khaer, dll.
Hampir di setiap perdebatan antara kedua golongan ini selalu berakhir dengan tiada kesepakatan, karena masing-masing merasa mempunyai dalil yang qath’i, juga tidak adanya hakim yang dengan kekuasaannya sanggup memutuskan di antara golongan yang bersengketa tersebut. Tidak jarang pula pertentangan ini diakhiri dengan kekerasan lainnya.5)
Tumbuhnya Sarekat Islam pada awal abad XX dilatarbelakangi oleh perkembangan sosial politik pada masa itu. Pada tahun 1901 di dalam negeri Belanda muncul perkambangan baru. Pada tahun tersebut Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan Politik Etis (politik balas budi), dimana isinya menyangkut sikap pemerintahan Belanda untuk lebih memanusiakan bangsa-bangsa jajahannya. Kebijakan ini melahirkan situasi dan kondisi yang lebih kondusif bagi munculnya gerakan-gerakan sosial politik di dalam masyarakat Indonesia.
Politik etis terkenal dengan nama Trias, yaitu irigasi (pengairan), emigrasi (perpindahan penduduk) dan edukasi (pendidikan). Politik etis tidak mengurangi penderitaan rakyat Indonesia, namun berhasil memunculkan kelompok terpelajar yang di kemudian hari bangkit melawan penjajah. Kaum terpelajar ini, sekalipun jumlahnya sangat sedikit, mampu meyakinkan rakyat Indonesia untuk melakukan perlawanan secara lebih terorganisir. Dengan membentuk berbagai organisasi, mereka memunculkan pergerakan yang lebih terorganisir dan menasional.
Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri saat itu sudah muncul perasaan tidak suka terhadap keangkuhan dan superioritas bangsa Belanda yang menjadi kelompok aristocrat, termasuk dominasi etnik Tionghoa yang menguasai perdagangan dalam negeri dan tingkah laku sombong bangsa Tionghoa sesudah revolusi di Tiongkok. Hal ini menjadi keprihatinan pedagang-pedagang muslim saat itu. Belum lagi kemajuan gerak langkah kristenisasi dan terus dipakainya adat istiadat dalam kehidupan masyarakat khususnya di daerah-daerah Kerajaan Jawa makin lama makin dirasakan sebagai penghinaan.6)
Dengan latar belakang diatas, didirikanlah Sarekat Dagang Islam (SDI) pada tanggal 16 Oktober 1905 di rumah Samanhudi di Kampung Sandakan Solo.7) SDI didirikan oleh H. Samanhudi, Sumowardoyo, Wiryotirto, Suwandi, Suryopranoto, Yarmani, Harjosumarto, Sukir dan Martodikoro. Saat SDI lahir, larangan berpolitik atas rakyat Indonesia masih sangat kuat. Sejak 1854 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan yang berisi larangan kepada rakyat mengadakan perhimpunan dan rapat-rapat yang bersifat politik. Peraturan ini secara resmi baru dicabut pada 1919.8)
Korver menyebutkan kelahiran SDI di Kampung Lawean di Solo, bukan di Sandakan sebagaimana disebut diatas. 9) Kampung Lawean adalah salah satu pusat terpenting kerajinan batik Indonesia, suatu industri yang dalam abad kesembilan belas berhasil menyaingi kerajinan tekstil Eropa. Jadi SDI lahir di tengah-tengah suasana persaingan ekonomi antara pribumi dan bangsa lain dan sikap solidaritas sesama pribumi muslim.
Pendirian SDI dimaksudkan dapat membela kepentingan para pedagang batik muslim di Solo dan menumbuhkan kemampuan dagang dan bersaing dengan pedagang China yang juga menguasai perdagangan batik disana. Kehadiran SDI menimbulkan rasa percaya diri yang luar biasa di kalangan pedagang batik, sehingga membuat mereka lebih berani berkonflik dengan orang-orang Tionghoa. Tujuan didirikan SDI adalah untuk mengetahui sosial ekonomi, mempersatukan pedagang-pedagang batik, mempertinggi derajat bumi putera dan memajukan agama dan sekolah-sekolah Islam.10)
Untuk mengembangkan SDI, tanggal 13 Mei 1912 H. Samanhudi mengirim empat orang wakil pengurus SDI ke Surabaya untuk melakukan propaganda organisasi. Di Surabaya mereka mendapatkan anggota baru yaitu Hasan Ali Surati dan Cokroaminoto. 11) OS Cokroaminoto sejak awal sudah terlihat berbeda karena ia termasuk di antara sedikit rakyat Indonesia yang mengeyam pendidikan tinggi dan sikapnya yang radikal terhadap Belanda.
SDI sejak berdirinya sudah menunjukkan sikap kritis terhadap situasi sosial. Pada tanggal 12 Agustus 1912 SDI dibekukan oleh Residen Surakarta karena anggota-anggota SDI terlibat perkelahian dengan orang Tionghoa di Solo dan terjadinya pemogokan buruh dimanagkunegaran yang di sponsori SDI. Kekacauan yang terjadi dikuatirkan Belanda lambat laun akan menjadi gerakan melawan Pemerintah. 12)
Namun pembekuan SDI tersebut di cabut kembali pada 26 Agustus 1912 dengan syarat Anggaran Dasar (AD) SDI di rubah sedemikian rupa sehingga ia hanya terbatas pada daerah Surakarta saja.13) Bukannya membatas perkumpulan, sebaliknya para pimpinan SDI berupaya mewujudkan perkumpulan menjadi suatu organisasi nasional. Mereka kemudian berkumpul menyusun anggaran dasar di Surabaya pada September 1912. Menurut AD ini, pimpinan perkumpulan terletak pada pengurus besar yang di pilih dari calon-calon yang dikemukakan oleh pengurus cabang untuk masa tiga tahun. Anggaran Dasar tersebut menyebutkan perubahan nama dari SDI menjadi SI.
Anggaran Dasar yang baru ini bertujuan memajukan semangat dagang bangsa Indonesia, memberikan bantuan hukum kepada anggotanya, memajukan pendidikan rohani dan kepentingan materiil bangsa Indonesia dan menghilangkan salah pengertian mengenai agama Islam serta memajukan kehidupan keagamaan dengan hukum dan tata cara agama Islam. Tujuan politik tidak tercantum oleh karena partai politik waktu itu belum diperbolehkan berdiri.14)
Berdasar Anggaran Dasar tersebut SI mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum di depan Notaris B. ter Kuile pada 10 September 1912 di Surakarta. Sejak peristiwa itulah SI ditulis dalam sejarah karena mulai dikenal berdiri pada tahun 1912.15) Pada bulan September 1912 ini juga Ketua OS Cokroaminoto meminta pengesahan atas Anggaran Dasar kepada pemerintah kolonial, tetapi Gubernur Jendral Idenburg belum memberikan izin.16)
Pengakuan pengesahan sebagai badan hukum ini diajukan oleh SI ini berdasar beberapa pertimbangan.17) Pertama, agar sebagai perkumpulan, Sarekat Islam mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan hukum perdata. Kedua, pengakuan badan hukum di anggap sebagai persetujuan resmi pemerintah terhadap perkumpulan yang bersangkutan. Ketiga, sulit bagi suatu perkumpulan yang tidak diakui untuk mengadakan rapat. Persatuan Kepolisian umum untuk Hindia Belanda menetapkan bahwa suatu perkumpulan yang tidak di akui sebagai badan hukum harus mempunyai izin tertulis sebelum melakukan rapat.
Sekalipun belum diizinkan pada tanggal 11 November 1912 Pimpinan SDI mengadakan kongres di Solo dan menghasilkan keputusan untuk mengganti SDI menjadi Sarekat Islam (SI).18) SI ditetapkan bergerak secara nasional dan tidak hanya berorientasi kepada masalah sosial ekonomi, tetapi juga merupakan organisasi yang berorientasi sosial politik.
Bagian-bagian selanjutnya dalam sejarah SI ini akan membicarakan tahapan-tahapan penting dalam pertumbuhan gerakan SI yaitu tahapan purifikasi idiologi, kristalisasi gerakan hijrah dan penjelasan tentang Institut Suffah. Tahapan purifikasi idiologi adalah suatu fase sejarah saat SI mengalami “pemurnian aqidah”, yaitu suatu fase penemuan jati diri sebagai organisasi yang mengusung idiologi Islam dan membuang idiologi-idiologi lain seperti komunisme dan nasionalisme. Kader-kader SI yang keluar mengusung idiologi komunis kemudian bergabung ke dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mereka yang mengusung nasionalisme bergabung ke dalam Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
Setelah mengalami fase pemurnian idiologi (aqidah), SI mengalami fase kristalisasi menjadi gerakan Islam Politik Hijrah. Fase ini ditandai dengan adanya perumusan Program Tandzim dan Tafsir Asas PSII, lalu perumusan Sikap Hijrah PSII dan kemudian penghentian kerjasama (kolaborasi-kooperasi) dengan pemerintah Hindia Belanda.
Adapun Institut Suffah merupakan lembaga yang didirikan oleh SMK dengan maksud mencetak kader-kader yang memiliki kualifikasi sebagai kader idiologi Islam sekaligus tentara idiologi Islam. Alumnus Institut Suffah bergerak di sector politik dengan menjadi pengurus organisasi Islam atau masuk dalam sayap militer Hizbullah dan Sabilillah, dua organ taktis militer di Jawa Barat yang kemudian bertransformasi menjadi Tentara Islam Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.