Shalat Jum’at disyari'atkan (diwajibkan) ketika isro’ mi’roj, namun Nabi tidak spontan merealisasikan kewajiban shalat Jum’at seperti shalat yang lain, karena masih sedikitnya komunitas muslim di Mekah pada masa itu. Orang yang mendirikan shalat Jum’at pertama di Madinah sebelum Nabi hijrah ke Madinah adalah As’ad bin Zuroroh disuatu tempat yang bernama Naqi’ul Khodman yang berjarak kira-kira satu mil dari kota Madinah.
Menurut qoul qodim (fatwanya imam Syafi’i ketika di Baghdad), shalat Jum’at adalah shalat Dzuhur yang diringkas (qoshor), sedangkan menurut qoul jadid (fatwanya imam Syafi’i ketika di Mesir), shalat Jum’at bukan shalat Dzuhur yang di qoshor meski waktunya sama dengan shalat Dzuhur, karena shalat Dzuhur tidak bisa menjadi gantinya shalat Jum’at. Pendapat ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan imam Ahmad :
الجمعة ركعتين تمام غير قصر على لسان نبيّكم صلى الله عليه وسلم وقد خاب من افترى اي كذب (رواه أحمد وغيره وقال النووي في لبمجوع أنه حسن)
Artinya: "Shalat Jum’at dua roka'at merupakan shalat sempurna, bukan shalat yang diqosor, yang telah dibawa oleh Nabi kalian, maka sangat lah merugi orang-orang yang berbohong". (HR. Ahmad), (hadits hasan menurut Imam Nawawi).
Hikmah shalat Jum’at hanya dua roka'at karena banyaknya syarat yang memberatkan pelaksanaan shalat Jum’at, seperti harus didahului dua khotbah, dilakukan berjama'ah dengan jumlah minimal 40 orang laki-laki (menurut imam Syafi’i) dan lain-lain. Alasan Jum'at dua roka'at menurut pendapat ulama lain karena kedudukan dua khotbah mengganti terhadap dua roka'at.
Hukum shalat jum’ah adalah fardlu 'ain, sebagai dasar diwajibkan shalat Jum’at adalah Firman Allah surat Al Jumu'ah : 9 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ (الجمعة : )
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, ketika ada panggilan shalat pada hari Jum’at maka bergegaslah kamu memenuhi panggilantersebut dan tinggalkanlah jual beli". (QS. Al Jumu’ah : 9)
Dan berdasakan hadits yang diriwayatkan imam Daruqutni dari sahabat Jabir :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فعليه الجمعة يوم الجمعة إلا على امرأة او مسافر او عبد او مريض (رواه الدارقطني)
Artinya: Nabi bersabda “ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka dia wajibkan melaksanakan shalat Jum’ah pada hari Jum’ah, kecuali orang perempuan, musafir, hamba sahaya atau orang yang sakit". (HR. imam Daruqutni)
Syarat wajib mendirikan shalat Jum’at
Syarat Wajib Jum'at Versi Imam Hanafi :
1. Sehat;
2. Baligh;
3. Berakal;
4. Laki-laki;
5. Merdeka (bukan budak);
6. Muqim (bukan musafir).
Syarat Wajib Jum'at Versi Imam Maliki :
1. laki-laki;
2. Merdeka (bukan budak);
3. Tidak ada udzur;
4. Muqim (bukan musafir).
Syarat Wajib Jum'at Versi Imam Syafi'i :
1. Islam;
2. Baligh;
3. Berakal;
4. Merdeka (bukan budak);
5. laki-laki;
6. Sehat;
7. Muqim (bukan musafir).
Syarat Wajib Jum'at Versi Imam Hambali :
1. laki-laki;
2. Merdeka (bukan budak);
3. Tidak ada udzur;
4. Muqim (bukan musafir).
Sebenarnya dari empat madzhab serupa dalam memberi kriteria syarat wajib Jum'at, seperti imam Syafi’i menyebutkan syarat wajib Jumat harus Islam, bukan berarti selain imam Syafi’i tidak mewajibkan harus Islam, akan tetapi dari para ulama ada yang menyebutkan syarat wajib Jum'at secara perinci dan ada yang menyebutkannya secara gelobal. Semua udzur jama'ah merupakan udzur shalat jum’at.
Syarat sah shalat Jum’at
Syarat sah shalat Jum'at versi imam Hanafi
1. Dilakukan dikota (misr);
2. Mendapat izin dari penguasa setempat;
3. Dilakukan pada waktunya Dzuhur;
4. Didahului dua kutbah sebelum shalat;
5. Dilakukan minimal 30 orang selain imam.
Definisi dan keterangan
1. Dilakukan di kota (misr)
Definisi "kota" versi Hanafiyah adalah setiap wilayah (desa, kecamatan, kabupaten atau lainnya) yang terdapat penguasa yang mengatur pemerintahan setempat.
2. Mendapat izin imam atau penguasa
Imam Hanafi mensyaratkan pelaksanaan Jum'at harus atas seizin penguasa, dengan alasan shalat Jum’at itu dilakukan secara kolektif (orang banyak), sehingga bila tidak ada izin dari penguasa dihawatirkan adanya hal-hal yang tidak diinginkan. Maksud "imam" menurut kalangan Hanafiyah adalah setiap orang yang berkuasa di daerah setempat (tidak harus presiden).
3. Dua khotbah
Khotbah harus dilaksanakan sebelum shalat Jum’at, hal ini merupakan kesepakatan madzahib al arba'ah, sebab khotbah merupakan syarat sahnya shalat Jum’at, dan syarat tidak boleh mendahului masyrut (yang disyarati)nya, namun diantara ulama berbeda pendapat di dalam syarat dan rukun khotbah,.
Kriteria dua khotbah versi imam Hanafi tidak seberat imam lain, diantara kriteria khotbah versi Beliau adalah :
1. Khotbah tidak harus dengan bahasa arab, meskipun mampu berbahasa arab;
2. Tidak ada syarat-syarat tertentu pada isi kalimat khotbah, jadi materi khotbah boleh dengan bacaan-bacaan tahlil, tahmid, tasbih atau yang lainnya;
3. Ada kesengajaan membaca khotbah;
4. Khotbah dilakukan dalam waktu yang cukup untuk membaca tasyahud.
4. Dilakukan dengan jama'ah
Imam Hanafi berpendapat jama'ah dalam shalat Jum'at harus dilakukan oleh minimal tiga orang selain imam, pijakan pendapat Beliau karena lafadz yang termaktub dalam Al Qur’an menggunakan sighot jama’ (فاسعوا) , dan minimal bilangan dapat disebut jama' adalah tiga. Dari kalangan madzhab Hanafi sendiri terdapat banyak pendapat mengenai batasan anggota jama'ah Jum'at, diantaranya Jum'at cukup dilakukan oleh tiga orang (satu imam dan dua ma’mum).
Syarat Sah Shalat Jum'at Versi Imam Maliki
1. Dilakukan di kawasan pemukiman;
2. Dilakukan minimal 12 orang selain imam;
3. Jama'ah bersama penguasa setempat;
4. Didahului dua khotbah;
5. Dilakukan di masjid jami’;
6. Dilakukan diwaktu Jum’at.
Definisi dan keterangan :
Dilakukan minimal 12 orang selain imam
Ulama Malikiyah berpendapat jama’ah shalat Jum’at minimal 12 orang selain imam, tendensi Beliau adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhori dan Muslim :
أقبلت عير بتجارة يوم الجمعة فانصرف الناس ينظرون وما بقي معه صلى الله عليه وسلم غير اثنى عشر رجلا (البخاري ومسلم ) . متفق عليه
Artinya: "Ketika hari Jum’at, muncul suatu rombongan yang membawa dagangan, orang-orang (yang sedang mendirikan Jum’at) pergi untuk melihatnya dan hanya tersisa 12 orang yang tetap bersama Nabi SAW". (HR. Bukhori-Muslim)
Sesungguhnya banyak fariasi pendapat dikalangan imam Maliki tentang jumlah minimal anggota shalat Jum’at, sehingga imam Al Majiri menukil (mengambil) dari berbagai pendapat ulama bahwa jumlah minimal anggota shalat Jum’at terdapat 10 versi, yaitu :
1. Cukup dua orang;
2. Tiga orang;
3. Empat orang;
4. Sembilan orang;
5. Dua belas orang;
6. Hitungan yang mendekati tiga puluh orang;
7. Empat puluh orang ;
8. Lima puluh orang;
9. Dua ratus orang;
10. Tidak dibatasi.
Bahkan ada yang berpendapat bahwa anggota shalat Jum’at tidak tergantung pada jumlah, karena Jum'at didirikan oleh penduduk desa yang sudi mengerjakannya, tanpa memperhitungkan jumlah dan tempat.
Penguasa
Shalat Jum’at harus dilakukan bersama penguasa atau atas seizin dari penguasa, namun sebagian ulama kalangan Malikiyah tidak menyaratkan hal ini, ada juga yang berpendapat bahwa disyaratkannya shalat Jum'at dilakukan bersama penguasa atau atas seizinnya bila ada kekhawatiran marahnya penguasa ketika tidak dilibatkan.
Didahului dua khotbah
Khotbah harus dibaca sebelum shalat Jum'at, dan jika dibaca setelah shalat Jum'at, khotbahnya sah dan shalatnya wajib diulang dengan catatan jama'ah belum keluar dari masjid.
Masjid jami’
Masjid jami’ adalah masjid yang digunakan shalat Jum’at, sebagian ulama Malikiyah yang mengkategorikan shalat Jum'at harus dilakukan di masjid jami’ sebagai syarat sahnya shalat Jum’at karena berpedoman pada firman Allah surat Al Jumu'ah : 9 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ (الجمعة : 9)
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, ketika ada panggilan shalat pada hari Jum’at maka bergegaslah kamu memenuhi panggilan dan tinggalkanlah jual beli". (QS. Al Jumu’ah : 9)
Secara pengadatan panggilan shalat Jum’at adalah dari masjid jami’, dan dengan alasan mengikuti Nabi, karena Beliau mendirikan shalat Jum’at dimasjid jami’.
Dilakukan diwaktu Jum’at
Waktunya shalat Jum’at mulai tergelincirnya matahari sampai tengelam, namun batasan ini bukan merupakan kesepakatan seluruh ulama Malikiyah.
Syarat Sah Shalat Jum'at Versi Imam Syafi'i
1. Dilakukan di kawasan pemukiman;
2. Dilakukan minimal 40 orang;
3. Didahului dua kutbah;
4. Dilakukan diwaktu dzuhur.
Definisi dan keterangan :
Didirikan di pemukiman
Maksud dari persyaratan ini adalah shalat Jum’at harus didirikan di daerah yang digunakan untuk bermukim oleh sekelompok masyarakat secara permanen (tetap). Alasan shalat Jum’at harus didirikan di daerah pemukiman karena Nabi dan Khulafa Al Rosyidin tidak pernah mendirikan shalat Jum’at di selain daerah pemukiman, persyaratan ini juga digolongkan menjadi syarat sah Jum'ah oleh selain imam Syafi’i.
Jama'ah dengan 40 orang
Imam Syafi’i berpendapat bahwa shalat Jum’at harus dilaksanakan oleh minimal 40 orang, dan seandainya ahli Jum'ah kurang dari 40 orang shalat Jum’at tetap dilaksanakan, tapi sunah untuk i’adah (mengulangi) shalat Dzuhur. Tendensi syarat ini adalah haditsnya Ibnu Mas’ud yang berbunyi :
قال ابن مسعود : انه صلى الله علبة وسلم جمع بالمدينة وكانوا أربعين رجلا ( رواه البيهقى )
Artinya: Ibnu Mas’ud berkata: "Sesunggunya Nabi mendirikan shalat Jum’at di Madinah dan jumlah jama'ahnya 40 orang laki-laki". (HR. Baihaqi)
Dan juga karena Nabi dan Khulafa Al Rosyidin tidak pernah mendirikan shalat Jum’at kecuali dengan jumlah 40 orang. Banyak ulama kalangan Syafi'iyah yang tidak menyaratkan anggota shalat Jum'at harus 40 orang, sama seperti khilafiyah yang ada madzhab lain.
Khotbah
Syarat sahnya Jum’at harus didahului dua khotbah, tendensi diwajibkannya dua khotbah adalah hadits yang diriwayatkan imam Muslim :
إن النبي صلى الله عليه وسلم لم يصلّ الجمعة الا بخطبتين ( رواة مسلم )
وقال عمر إنما قصرت الصلاة لأجل الخطبة (أخرجه عبد الرزق)
Artinya: "Nabi SAW tidak pernah mendirikan shalat Jum’at kecuali didahului dengan dua khotbah". (HR. Muslim)
Umar bin Khottob berkata: "Adanya shalat Jum’at diringkas (dua roka'at) karena adanya khotbah". (HR. Abd. Razzaq)
Dari kalangan Syafi’iyah, yaitu Hasan Basyri berpendapat bahwa hukum khotbah (Jum'at atau lainnya) sunah, bukan wajib.
Syarat Sah Shalat Jum'at Versi Imam Hambali
1. Dilakukan diwaktu dzuhur;
2. Dilakukan di kawasan pemukiman;
3. Dilakukan minimal 40 orang;
4. Didahului dua kutbah.
Definisi dan keterangan :
Dilakukan diwaktu dzuhur
Shalat Jum’at harus dilakukan di waktu Dzuhur, karena waktunya shalat Jum’at sama dengan waktu shalat Dzuhur, namun sebagian ulama Hanabilah berpendapat masuknya waktu shalat Jum’at sama dengan masuk waktu shalat 'Ied (hari raya) yaitu setelah beranjaknya matahari kira-kira satu meter dan berakhir sampai habisnya waktu shalat Dzuhur, referensi pendapat ini adalah haditsnya Ja’far bin Barqon :
روى عن جعفر بن برقن عن ثابت بن حجاج عن عبد الله بن سيلان قال شهدت الجمعة مع أبى بكر فكانت صلاته وخطبته قبل انتصاف النهار
Artinya: Diriwayatkan dari Ja’far bin Barqon dari Tsabit bin Hajaj dari Abdullah bin Silan, Ia berkata: "Saya melaksanakan shalat Jum’at bersama Abu Bakar, shalat dan khotbah Beliau dilakukan sebelum tergelincirnya matahari".
Didahului dua kutbah
Tendensi shalat Jum’at harus di dahului dua khotbah adalah hadits yang diriwayatkan imam Bukhori dan Muslim yang berbunyi :
إن النبي صلى الله عليه وسلم يخطب خطبتين يقعد بينهما ( متفق عليه )
وقد قال صلّوا كما رأيتمونى أصلّى وقالت عائشة رضى الله عنها انما أقرت الجمعة ركعتين من أجل الخطبة ( متفق عليه )
Artinya: "Sesungguhnya Nabi berkhotbah dengan dua khotbah dan Beliu duduk di antara dua khotbah". (HR. Bukhori-Muslim).
Nabi bersabda: "Shalatlah kalian sebagaimana shalat-Ku yang pernah kalian lihat". Aisyah berkata: "Shalat Jum’at di tetapkan hanya dua roka'at karena adanya khotbah". (HR. Bukhori-Muslim)
Rukun khotbah versi Madzahib Al Arba'ah
Rukun khotbah versi imam Hambali :
1. Memuji pada Allah, karena ittiba' (meniru Nabi);
2. Membaca Shalawat Nabi, karena setiap ibadah yang menyebut nama Allah maka nama Rosulullah juga disebut, sebagaimana adzan;
3. Mau’idzoh (nasihat), kerena ittiba' (meniru Nabi) dan karena tujuan khotbah adalah menasihati;
4. Membaca ayat, karena khotbah Jum’at hukumnya fardlu, maka wajib membaca ayat, sama dengan shalat.
Keempat rukun di atas harus dibaca didua khotbah, sebab ketika rukun khotbah harus di baca di khotbah yang pertama maka di khotbah yang kedua juga harus dibaca.
Rukun khotbah versi imam Syafi'i
1. Memuji pada Allah;
2. Membaca shalawat pada Nabi;
3. Wasiat bertaqwa kepada Allah;
4. Membaca ayat Al Qur’an pada salah satu khotbah;
5. Membaca do’a.
Tendensi Dan Keterangan :
Memuji pada Allah
Khotib (orang yang khotbah) harus memuji kepada Allah didua khotbah dengan membaca Hamdallah (الحمد لله), meskipun dengan membaca ayat Al Qur’an yang terdapat lafadz الحمد لله , seperti ayat :
الحمد لله الذي خلق السموات والأرض
dengan syarat harus menyengaja membaca Hamdalah, bukan membaca ayat Al Qur’an. Syarat kalimah yang digunakan memuji di dalam khotbah harus menggunakan lafadz yang tercetak dari lafadz حمد dan lafadz الله , tidak boleh diganti dengan kalimat lain, seperti الحمدللرحمن atau
أثنى لله .
Shalawat
Bacaan shalawat tidak ada ketentuan harus menggunakan lafad محمّد , tapi boleh menggunakan asma Nabi yang lain, seperti, أحمد الرسول atau lainnya, dan shalawat harus dibaca di dua khotbah. Dalil diwajibkan membaca shalawat ketika khotbah adalah hadits yang diriwayatkan imam Baihaqi :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال قال الله تعالى جعلت أمّتك لاتجوز لهم خطبة حتّى يشهدوا أنك عبدي ورسولي (رواه البيهقي)
Artinya: Nabi bersabda: Allah berfirman: "Saya menjadikan umat-Mu Muhammad, tidak diperkenankan khotbah sehingga mereka bersaksi bahwa Kamu adalah hamba dan utusan-Ku". (HR. Baihaqi)
Wasiat bertaqwa kepada Allah
Isi kandungan wasiat adalah memotifasi untuk bertaqwa pada Allah dan menjahui larangan-Nya, seperti lafad , أطيعوا اللهdan tidak disyaratkan harus panjang. Wasiat merupakan salah satu rukun yang wajib dibaca di dua khotbah.
Membaca ayat Al Qur’an pada salah satu khotbah
Ayat Al Qur’an lebih utama dibaca pada khotbah yang pertama, dan ayat tersebut disyaratkan mengandung makna yang memahamkan.
Membaca do’a
Do’a yang mencukupi sebagai rukunnya khotbah adalah do’a yang berhubungan dengan akhirat yang bermanfaat bagi kaum mu’min secara khusus dan umum.
Rukun khotbah versi imam Maliki:
Prinsip imam Maliki khotbah hanya mempunyai satu rukun, yaitu isi kandungan khotbah adalah motifasi untuk melakukan hal-hal yang baik di dunia dan bermanfaat di akhirat, dan memberi peringatan untuk menjauhi hal-hal yang dilarang syara’. Membaca hamdalah, Shalawat, ayat Al Qur’an di dalam khotbah hukumnya sunah, sedangkan mendo’akan penguasa hukumnya bid’ah yang dimakruhkan.
Rukun khotbah versi imam Hanafi:
Kriteria rukun khotbah versi imam Hanafi tidak seberat imam lain, diantara kriteria khotbah versi Beliau adalah :
Khotbah tidak harus dengan bahasa arab, meskipun mampu berbahasa arab;
Tidak ada syarat-syarat tertentu pada isi kalimat khotbah, jadi materi khotbah boleh dengan bacaan-bacaan tahlil, tahmid, tasbih atau yang lainnya;
Ada kesengajaan membaca khotbah;
Khotbah dilakukan dalam waktu yang cukup untuk membaca tasyahud (sampai bacaan ( أشهد أن لااله الاالله وأشهد أن محمدا رسول الله.
Syarat Khotbah
1. Dilakukan sebelum shalat Jum’at ;
2. Niat membaca khotbah;
3. Menggunakan bahasa arab (menurut selain imam Hanafi);
4. Dilakukan setelah masuknya waktu;
5. Khotbah harus bisa didengar orang yang datang;
6. Antara khotbah dan shalat Jum’at tidak ada pemisah yang lama.
Syarat-Syarat Khotib (Orang Yang Khotbah)
1. Menutup aurat;
2. Berdiri bila mampu;
3. Suci dari dua hadats dan najis;
4. Duduk diantara dua khotbah;
5. Muwalah (terus menerus dan tidak ada pemisah waktu yang lama) antara dua khotbah, khotbah dengan shalat, dan antara rukun dengan rukun lain.
Tendensi dan keterangan :
Berdiri
Imam Syafi’i dan imam Maliki menggolongkan "Berdiri" sebagai syarat sahnya khotbah, tendensi Beliau adalah hadits yang diriwayatkan imam Muslim :
إن جابر ابن سمرة قال أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يخطب قائما ثم يجلس ثم يقوم فيخطب فمن حدثك أنه كان يخطب جالسا فقد كذب (رواه مسلم)
Artinya : Sesungguhnya Jabir bin Samuroh berkata: "Sesungguhnya Nabi khotbah dengan berdiri kemudian duduk, kemudian berdiri lagi dan khotbah (yang kedua), barang siapa yang bercerita kepadamu bahwa Nabi khotbah dengan duduk niscaya dia berbohong". (HR. Muslim).
Dari referensi yang sama, imam Hanafi dan imam Hambali menggolongkan "Berdiri" ketika khotbah termasuk kesunahan, karena makna hadits tersebut tidak menunjukan khotbah harus berdiri, sehingga berdiri ketika khotbah hanya sunah, sedangkan maksud inti dari khotbah (mau'idzoh / dzikir) bisa hasil dengan duduk.
Suci dari dua hadats dan najis.
Imam Syafi’i menggolongkan " Suci dari dua hadats dan najis " sebagai syarat sahnya khotbah, karena antara khotbah dengan shalat tidak boleh dipisahkan, sehingga apa yang disyaratkan dalam shalat (suci dari dua hadats dan najis) juga disyaratkan dalam khotbah.
Imam Hanafi, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa suci dari hadats dan najis bukan syarat sah khotbah, tapi kesunahan khotbah, alasannya karena khotbah dan shalat adalah dua hal yang berbeda, sehingga syaratnya pun tidak sama, dan maksud inti dari khotbah (mau'idzoh / dzikir) bisa hasil walaupun khotibnya dalam keadaan hadats atau terkena najis. Namun dari kalangan ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah ada yang berpendapat "Suci dari dua hadats dan najis" termasuk syarat khotbah.
Duduk diantara dua khotbah
Imam Syafi’i berpendapat duduk diantara dua khotbah hukumnya wajib, tendensi Beliau adalah hadits yang bebunyi :
إن جابر ابن سمرة قال أن النبي صلى الله عليه وسلم فصل بينهما بجلسة وقد قال صلى الله عليه وسلم صلّوا كما رأيتموني أصلّي
Artinya : Jabir bin Samuroh berkata: "Sesungguhnya Nabi memisah dua khotbah dengan duduk. Dan Beliau bersabda: "Shalatlah kalian sebagaimana shalatku yang pernah kalian lihat ".
Imam Hanafi, Maliki, Hambali berpendapat bahwa duduk diantara dua khotbah hukumnya sunah, bukan wajib.
Sumber disini
Catatan :
Mayoritas Imam Mahzab mensyaratkan wajibnya sholat Jumat mendapat persetujuan dari penguasa (shulthan) setempat, ini menandakan bahwa Islam itu dibangun dari wilayah-wilayah yang kecil. Wilayah-wilayah kecil inilah yang semestinya dibangun oleh seluruh kaum muslimin di seluruh dunia, dimana pun mereka berada.
Catatan :
Mayoritas Imam Mahzab mensyaratkan wajibnya sholat Jumat mendapat persetujuan dari penguasa (shulthan) setempat, ini menandakan bahwa Islam itu dibangun dari wilayah-wilayah yang kecil. Wilayah-wilayah kecil inilah yang semestinya dibangun oleh seluruh kaum muslimin di seluruh dunia, dimana pun mereka berada.
Baca juga:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.