الخطوات المنهجية التى تحرك بها
النبي صلعم من بعثته إلى وفاته وفقا الترتيب نزول الوحي
MUQADDIMAH
هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ
"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata,” Qs. 62:2
هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا
28. Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. dan cukuplah Allah sebagai saksi. Qs. 48:28
Kemuliaan Al Quran dan Sunnah Rasulullah saw
1. Al Quran merupakan sumber nilai dan sumber hukum tertinggi bagi umat Islam. Dalam istilah Al Quran sendiri, ini dinamakan dengan Al-Huda.
2. Rasulullah SAW mewariskan dua perkara yang apabila ummat Islam berpegang (berpedoman) kepada keduanya maka tidak akan tersesat selamanya, ia itu adalah Al Quran dan Sunnah
3. Ummat yang mulia adalah ummat yang menjunjung tinggi alquran, Orang yang memikul al quran di bumi ini hakikatnya dinyatakan sedang memegang perkara yang besar. Dimasukkan ke dalam dua lambungnya nubuwah (alhadits), hanya tidak berupa wahyu.
4. Ini nilai-nilai yang diciptakan oleh yang Maha menciptakan. Satu-satunya konsep yang bisa menyatukan timur dan barat adalah konsep wahyu.
5. Kata umar bin khattab, Kunna fil jahililliyah ajala qawmin, Kami dahulu adalah ummat yang tertinggal (tidak diperhitungkan dunia), pekerjaan kami adalah penggembala kambing, antar kabilah berperang. Kunna fil jahililliyah ajala qawmin Fa’azzanallahu fil islam, maka Allah memuliakan kami dengan Al Quran ini.
Berdasar pemahaman di atas maka bisa disimpulkan bahwa alquran dan sunnah merupakan tolak ukur kemuliaan umat Islam. Al Quran dan sunnah juga menjadi tolak ukur untuk menata dunia. Jadi ini ini berbicara tentang tathbiq dan tahqiqnya, ini bicara bagaimana wujud quran membumi.
Situasi Dunia
Tetapi persoalannya adalah ketika kini semua orang sudah memegang Al Quran, mengapa kondisi dunia tidak juga berubah ? Ketika semua orang sudah membaca Al Quran mengapa terjadi persoalan moralitas yang luar biasa. Orang sekarang sudah merasa sudah selesai dengan Islam, bahkan tidur dengan nyenyak, padahal Al quran belum berjalan sebagaimana mestinya.
Apakah mukjizat Al Quran hanya terjadi pada periode kelahiran generasi awalnya yaitu generasi terbaik selama 23 tahun masa Rasulullah ? Bagaimana Al Quran bisa kembali wujud sebagaimana hadir pertama kali membina generasi terbaik ketika itu.
Kondisi moralitas dunia sudah luar biasa, jangan jauh-jauh, di Indonesia saja sudah nyata Islam tidak berarti apa-apa, Islam tidak bermakna apa-apa hari ini. Saat ini banyak tafsir Al Quran, tetapi tidak ketemu tafsir bagaimana yang bisa mengembalikan kondisi ini, bisa mengembalikan kejayaan Islam, bisa mengembalikan kejayaan visi Islam di tingkat dunia.
Yang hendak kita cari adalah tafsir Al Quran yang seperti apa yang bisa mengembalikan dominasi Al Quran ke tingkat dunia. Tafsir bagaimana yang bisa mengem-balikan Allah kepada posisi anta’budallah wahdah, agar manusia terbebas merdeka tidak menjadi budak manusia tetapi menyembah rabb manusia, kan ini intinya.
Kondisi saat ini persis seperti yang dinyatakan Al Quran dalam surat Ar-Ruum ayat berikut ini,
۞ مُنِيْبِيْنَ اِلَيْهِ وَاتَّقُوْهُ وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَلَا تَكُوْنُوْا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ
31. dengan kembali bertobat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta laksanakanlah salat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا ۗ كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
32. yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.
Kondisi umat Islam seperti ayat ini, terpecah belah menjadi golongan-golongan. Ayat diatas menyebutkan kondisi di mana orang-orang memecah belah dinullah ini dalam beberapa golongan, bahkan kullu hizbim ladayhim farihun. Kondisi umat pada ayat ini dalam kondisi terpecah-pecah, golongan-golongan, dan itu adalah ciri orang musyrikin.
Ini kondisi yang harus diukur dengan Al Quran. Dan ukurannya bukan secara normative saja, tetapi juga diukur sampai tingkat aplikatif, dari segi praktik lapangan.
Maka satu-satunya rujukan adalah kembali kepada bagaimana Al quran di dalam praktik asalnya yaitu Muhammad bin Abdillah menjadi rasul yang mengemban misi Al Quran, mengemban misi penterjemahan Al Quran secara berproses, ini berbicara bagaimana wujudnya al quran pada masa rasulullah.
Selain itu hadits Rasulullah SAW juga menyatakan kondisi ummat pada saat ini dengan hadits berikut. Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوههُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob, pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”.
Umat Islam sudah tidak sadar sedang berada di dalam lubang, mengikuti tradisi dan sunnah-sunnah dari umat Yahudi dan Nashrani. Tentu ini harus dibongkar, tradisi apa dan sunnah apa yang tanpa sadar dilaksanakan oleh umat Islam, yang menyebabkan mereka masuk ke dalam lubang.
Rasulullah pernah mengatakan bahwa orang yang mendukung mayoritas suatu kaum, maka mereka termasuk kaum itu. Umat Islam jelas sekarang berada dalam cengkeraman Yahudi, ini berdasar al quran!
Kembali kepada Tafsir Al Quran versi Manhaj Nubuwah
Pokok persoalannya adalah bagaimana mewujudkan Allahu wahdah, bagaimana Allah sebagai satu-satunya yang menjadi pegangan. Min ibadatinnas ila ibadati rabbinnaas, ini intinya.
Untuk menjadikan Allahu Wahdah, dimana menjadikan wahyu-Nya sebagai al-Huda, maka untuk mentafsirkan al Quran adalah dengan kembali kepada bagaimana Rasulullah SAW mentafsirkan Al Quran, yaitu bagaimana Rasulullah SAW mengimplementasikan (tathbiq) Al Quran ini dalam realitas.
Dengan demikian mempelajari tafsir Al Quran yang sebenarnya adalah dengan mencontoh kembali definitifnya Muhammad bin Abdillah sebagai Nabi dan Rasul yang mengemban misi melaksanakan al quran.
Sebab misi pelaksanaan Al Quran hanya diemban dan harus diawali terlebih dahulu oleh definitifnya seseorang sebagai Nabi dan Rasul. Sebab kalau tidak seperti ini, ibaratnya seperti menarik benang yang kusut.
Bagaimana wujud Al Quran ini melalui methode yang dibangun oleh Rasulullah di bumi. Ini sesuatu yang mesti diikuti. Kita harus mendefinisikan Islam pada periode ini, sedang pada periode apa ? Apakah sedang pada periode Abu Bakar, dimana Islam pada posisi mengatur, atau pada periode dimana tidak ada titik Islamnya, seperti awal kondisi bitsah Nubuwah ? Ini harus dibedah bersama-sama.
وَقُرْاٰنًا فَرَقْنٰهُ لِتَقْرَاَهٗ عَلَى النَّاسِ عَلٰى مُكْثٍ وَّنَزَّلْنٰهُ تَنْزِيْلًا
"Dan Al-Qur'an (Kami turunkan) berangsur-angsur agar engkau (Muhammad) membacakannya kepada manusia perlahan-lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap".Qs. 17/106.
"Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakan-nya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian".
Al Quran diturunkan secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuz ke langit bumi, namun ketika diturunkan ke permukaan bumi ini dilakukan ‘ala muktsin, secara perlahan bagian demi bagian.
Contoh turunnya Qs Al Maun ayat 1-3 ini turun di Mekkah tetapi ayat 4 sampai ayat terakhir turun di madinah. Perbedaan turunnya ini tentu karena ada perbedaan isinya, karena berbeda konteksnya.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam praktik penerjemahan Al Quran, praktiknya atau “tafsirnya” dilakukan secara berproses, secara bertahap. Waqurana faraqnahu, Quran ini diturunkan secara terpisah-pisah, bagian demi bagian.
Litaqroahu menunjukkan bahwa ini adalah bacaan Allah, ini adalah bimbingan Allah. Litaqroahu menunjukkan bahwa ada Muhammad Rasulullah yang ditugaskan untuk melaksanakan Al Quran ini, dengan kata lain harus ada figur Muhammad Rasulullah terlebih dahulu sebelum dilakukan penerjemahan al Quran.
Muhammad sebagai rasul Allah, memiliki tugas yang sah, ia merupakan satelit Allah di bumi, ia adalah orang yang sudah mendapat legitimasi dari langit, ia adalah petugas sah yang berhak dan berwenang membacakan Al Quran, menerjemahkan Al Quran, litaqroahu.
Sejak turunnya Al Alaq/1-5 sampai Al Maidah/3 yang merupakan ayat terakhir yang turun tentang hukum dan Qs. 2/281 menjelang wafatnya Rasulullah SAW, seluruh ayat-ayat yang turun semuanya tidak terlepas dari ‘bimbingan Allah’, ini semua merupakan wujud Al Quran yang sebenarnya.
Tafsir, dengan demikian adalah membaca bacaan-bacaan Allah dalam konteks khutuwah manhajiyah. Menafsirkan Al Quran tidak boleh dengan ra’yu, ada ancaman Rasulullah yang menafsirkan dengan ra’yu.
Tafsir quran harus dengan melihat khutuwat manhajiyah, melihat methode manhaji dari rasulullah SAW. Al Quran harus difahami secara holistic (menyeluruh), bukan parsial.
Isi Al Quran garis besarnya terdiri dari dua bagian yaitu :
تشريع العقيدة و الاخلاق
تشريع الاحكام العملي
Al Quran diturunkan dalam dua periode yaitu makiyah dan madaniyah, keduanya dibedakan berdasar hijrahnya Rasulullah SAW. Marhalah makiyah berisi tasyri’ aqidah wal akhlaq terdiri dari 4.780 ayat sedangkan marhalah madaniyah berisi tasyri’ ahkam ‘amali terdiri dari 1.456 ayat.
Dari 1.456 ayat ini terdiri dari 368 ayat-ayat hukum dan 1088 ayat-ayat aqidah. Ayat-ayat akhlaq bersumber dari ‘aqidah, demikian juga ayat-ayat hukum ‘amali bersumber dari aqidah, sehingga bisa disimpulkan bahwa al quran itu intinya adalah aqidah !
Ini cara pandang memahami al quran sebagai satu kesatuan yang utuh. Aqidah tidak dipandang sebagai hal yang terpisah dari akhlaq, syariah tidak terlepas dari aqidah, semuanya memiliki keterkaitan, termasuk keterkaitan aqidah – syariah – akhlaq dengan keberadaan wilayah hukum.
Silahkan pelajari Dr. M. Abdul Wahab Khallaf dalam bukunya Tasyri’ Tarikh. Dan Kaidah hukum Islam karangan Abdul Wahab Khallaf.
Karakteristik periode Makiyah adalah Islam belum memimpin, kekuasaan atas masyarakat dipegang orang-orang kafir, sementara Umat Islam berada pada wilayah ummul quro. Berbeda dengan periode Madaniyah dimana kekuasaan dipegang orang-orang beriman.
Qs Al Alaq merupakan ayat-ayat pertama yang turun, kemudian dilanjutkan dengan Qs. Al Mudatsir. Ini menurut riwayat Ibnu Abbas. Kedua surat tersebut menjelaskan definitifnya Muhammad bin Abdullah sebagai Nabi dan Rasul.
Surat al Alaq merupakan ayat Allah SWT, keputusan Allah SWT untuk mengangkat Muhammad bin Abdillah sebagai Nabiyullah. Beberapa hari kemudian ketika rasulullah keluar dari rumahnya, ia melihat Jibril As sedang duduk di kursi langit. Melihat peristiwa tersebut, Muhammad menggigil kemudian diselimuti Khadijah, kemudian turunlah Al Mudatsir.
Al Mudatsir menyebutkan qum faandzir, ayat ini merupakan keputusan Allah SWT untuk menjadikan Muhammad sebagai rasul-Nya, memerintahkan rasul-Nya untuk berdakwah mengemban misi nubuwah. Rasul kemudian mengajak khadijah dan Khadijah menerimanya, rasul mengajak Ali dan Ali menerimanya.
Ketika itu Ali melihat rasul dan khadijah sholat berdua. Ali bertanya agama apa ini ? Rasul berkata, ini adalah Islam, tinggalkanlah berhala. Jawab Ali aku mendengar aku mau bertanya dulu kepada ayahku Abu Thalib, kata Rasul, kalau kamu mau terima kalau tidak jangan cerita-cerita, diam saja tidak usah tanya kepada Abu Thalib.
Malamnya Ali tidak bisa tidur, dan paginya ia bersyahadat kepada rasul. Ketika itu Ali berusia 8 tahun. Jadi ini adalah dakwah sirriyah. Rasulullah kemudian berdakwah secara sirriyah selama 3 tahun. Selama itu rasulullah tidak pernah secara terbuka menyatakan bahwa dirinya adalah nabi.
Peristiwa di atas menegaskan bahwa islam terjadi karena kepemimpinan dulu, baru berdakwah kepada yang lain. Setelah bergabung beberapa orang maka terbentuklah ummat, inilah jamaah. Selama tiga tahun pertama bitsah nubuwah, terjadi sirriyatu dakwah wa sirriyatu tanzhim. Dirahasiakan dari apa ? dakwah ini dirahasiakan agar tidak diketahui oleh elite penguasa mekkah.
Ini adalah tafsir al alaq dan al muzammil, yaitu Islam hadir dengan mendefinitifkan kepemimpinan terlebih dahulu, qiyadahnya terlebih dahulu! sebelum ada yang lain-lain.
Setelah tiga tahun turunlah Qs. 42:214 dan 15:19 yang memerintahkan jahriyatu dakwah. Dalam bahasa Qs 7:158 inni ana nadzirun mubiin. Ayat ini mendokumentasikan peristiwa dakwah Rasul di bukit Shafa.
Abu Lahab menolak dakwah ini, kemudian turun Qs. Al Lahab. Setelah 3 tahun dari bitsah, Rasulullah melakukan jahriyatud dakwah, tetapi tetap sirriyatu tanzhim.
Sejak tahun ke-3 sampai tahun ke-7 bitsah, terjadi pro kontra hebat di masyarakat Mekkah terhadap dakwah Rasulullah. Sampai tahun ke-7 ini banyak sahabat disiksa oleh penguasa mekkah.
Periode makiyah merupakan periode pembinaan aqidah, namun pada saat yang bersamaan sahabat juga harus melakukan pensikapan terhadap situasi represif penguasa.
Mulai tahun ke-7 sampai tahun ke-10, kurang lebih selama tiga tahun, terjadi blokade ekonomi/al-hisho al-iqtishodiyah terhadap banu hasyim dan banu muthalib. Kedua bani ini diboikot karena tidak mau menyerahkan rasulullah untuk dibunuh.
Boikot sosial ekonomi terhenti ketika ada 5 pembesar suku Quraisy yang mempertanyakan kebijakan blokade kepada pemuka darun nadwah lainnya. Setelah diperiksa piagam pemboikotan tersebut di dinding Ka’bah ternyata rayap-rayap telah memakan piagam tersebut atas izin Allah SWT, dan hanya menyisakan kalimat Allah pada piagam tersebut.
Pada periode makiyah, bukan hanya terjadi intimidasi fisik, blokade Ekonomi dan sosial, juga pemuka quraisy mengutus pemuka mereka untuk menegosiasikan persoalan keyakinan kepada Rasulullah. Sejarah mencatat hampir-hampir saja mereka berhasil menggoda dan membujuk Rasulullah untuk mengusap berhala-berhala kafirin.
Perhatikan asbabun nuzul Qs alkafiruun dan Qs. Alisro 17:73-76.
وَاِنْ كَادُوْا لَيَفْتِنُوْنَكَ عَنِ الَّذِيْٓ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهٗۖ وَاِذًا لَّاتَّخَذُوْكَ خَلِيْلًا وَلَوْلَآ اَنْ ثَبَّتْنٰكَ لَقَدْ كِدْتَّ تَرْكَنُ اِلَيْهِمْ شَيْـًٔا قَلِيْلًا ۙ اِذًا لَّاَذَقْنٰكَ ضِعْفَ الْحَيٰوةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيْرًا وَاِنْ كَادُوْا لَيَسْتَفِزُّوْنَكَ مِنَ الْاَرْضِ لِيُخْرِجُوْكَ مِنْهَا وَاِذًا لَّا يَلْبَثُوْنَ خِلٰفَكَ اِلَّا قَلِيْلًا
73. Dan Sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu Jadi sahabat yang setia.
74. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu Hampir-hampir condong sedikit kepada mereka,
75. Kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap kami.
76. Dan Sesungguhnya benar-benar mereka hampir membuatmu gelisah di negeri (Mekah) untuk mengusirmu daripadanya dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak tinggal, melainkan sebentar saja.
Perhatikan pula asbabun nuzul Qs.yunus:15 berikut ini :
وَاِذَا تُتْلٰى عَلَيْهِمْ اٰيَاتُنَا بَيِّنٰتٍۙ قَالَ الَّذِيْنَ لَا يَرْجُوْنَ لِقَاۤءَنَا ائْتِ بِقُرْاٰنٍ غَيْرِ هٰذَآ اَوْ بَدِّلْهُ ۗ قُلْ مَا يَكُوْنُ لِيْٓ اَنْ اُبَدِّلَهٗ مِنْ تِلْقَاۤئِ نَفْسِيْ ۚاِنْ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا يُوْحٰٓى اِلَيَّ ۚ اِنِّيْٓ اَخَافُ اِنْ عَصَيْتُ رَبِّيْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ
15. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan Pertemuan dengan Kami berkata: "Datangkanlah Al Quran yang lain dari ini[675] atau gantilah dia[676]". Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)".
Mujahid berkata : "QS. Yunus (10) : 15. "Dan tatkala dibacakan kepada mereka ayat-ayat kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan kami berkata", turun kepada kaum musyrikin Makah. Muqatil menambahkan, yang dimaksud orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan kami, mereka adalah lima orang. Yaitu Abdullah bin Ubay bin Abi Umayyah Al Makhzumy, Al Walid bin Al Mughirah, Makriz bin Hafs, Amr bin Abdullah bin Abi Qais Al 'Amiry dan Al As bin `Amir.
Mereka berkata kepada Nabi SAW, : " Tunjukkanlah kepada kami bacaan (Al Quran) yang tidak menyuruh meninggalkan menyembah Lata, Uzza dan Manah (berhala sesembahan kaum Musyrikin).
Al Kalbi berpendapat, ayat ini turun kepada orang-orang yang menghina Al Quran. Mereka berkata kepada Nabi SAW : " Wahai Muhammad, Tunjukkanlah kami Al Quran yang bisa menuruti dan mengabulkan apapun permintaan kami".
Dakwah bertujuan untuk mencari wilayah atau daerah yang mau menerima dakwah ini. Rasulullah berdakwah ke daerah Thaif namun masyarakat di sana menolaknya. Rasulullah juga berdakwah ke berbagai kabilah (bani-bani).
Dengan ditemani Abu Bakar, Rasulullah mendatangi Bani Amir, mereka mau membela dan bergabung dengan Rasulullah dengan syarat kepemimpinan setelah Rasulullah harus diserahkan kepada mereka, jadi penerimaannya bersifat politis.
Kemudian Rasulullah mendatangi Bani Syaibah yang terkenal dengan pasukan perangnya, mereka pada awalnya juga mau menerima, tetapi setelah mereka mendengar penjelasan Rasulullah mereka sudah memprediksikan bahwa dakwah Rasulullah ini akan berhadapan dengan penguasa-penguasa local bangsa Arab dan juga penguasa dunia termasuk romawi dan Parsi.
Karena mereka memiliki kerjasama dengan Parsi, mereka akhirnya menolak bergabung dengan Rasulllah karena jika bergabung dengan Rasulullah mereka pasti akan berperang dengan parsi yang merupakan sekutu mereka selama itu.
Periode berdakwah kepada berbagai kabilah dan daerah di luar Mekkah ini terjadi sejak tahun 7 sampai 10 dari bitsah nubuwah. Sampai kemudian datang beberapa orang dari khazraj (rijalun min khazraj) pada tahun ke-11.
Mereka sudah mendengar ciri-ciri nubuwah yang akan datang dari pemuka-pemuka bangsa Yahudi di Yatsrib. Setelah rasulullah berdakwah kepada mereka dan terjadi dialog dengan Rasulullah, beberapa orang khazraj ini kemudian mereka taslim syahadah. Setelah itu mereka kembali ke Yatsrib dan menyampaikan berita kedatangan nabi baru kepada penduduk Yatsrib.
Satu tahun setelah itu, datang 12 oang penduduk Yatsrib ke Mekkah untuk melakukan haji, dan mereka melakukan bay’at di bukit Aqabah. Ketika mereka kembali ke Yatsrib, Rasulullah menugaskan Mush’ab bin Umair untuk mengajari penduduk Mekkah tentang Islam.
Satu tahun setelah itu pada tahun ke 13 bi’tsah Nubuwah, sejumlah 73 penduduk Yatsrib yang terdiri dari Khazraj dan Aus datang ke Mekkah untuk melakukan haji sekaligus menyatakan keislaman kepada rasulullah, mereka siap untuk membela Rasulullah.
Rasulullah kemudian menunjuk 9 pemimpin Khazraj dan 3 pemimpin Aus sebagai pimpinan Yatsrib selanjutnya. Ini merupakan bay’at pembentukan negara antara Rasulullah dan para pimpinan di Yatsrib. Turunlah Qs. 17:80
وَقُلْ رَّبِّ اَدْخِلْنِيْ مُدْخَلَ صِدْقٍ وَّاَخْرِجْنِيْ مُخْرَجَ صِدْقٍ وَّاجْعَلْ لِّيْ مِنْ لَّدُنْكَ سُلْطٰنًا نَّصِيْرًا
80. Dan Katakanlah: "Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (shulthan nashiro).
Inilah yang dimaksud dengan pernyataan rasulullah
ان الله جعلكم اخوانا و دارا
Jadi shulthan nashiron ini adalah daaron, negara.
Sejak tahun pertama sampai tahun ke-13 bi’tsah nubuwah, yang terjadi di mekkah adalah pembentukan jama’ah, sampai akhirnya pada akhir periode Mekkah di bukit Aqabah dicanangkan pembentukan negara yang akan didirikan di Yatsrib yang kemudian berganti nama menjadi Madinah. Bay’at Aqobah II melahirkan Madinah, dan Madinah lahir dari musyawarah kaum muslimin.
*
Periode Madaniyah terbagi dalam beberapa fase. Fase pertama adalah fase marhalah ta’sis dawlah artinya tahapan pendirian negara, ini kemudian diikuti oleh marhalatud difaa’i atau tahapan bertahan, pada fase ini lahir perang badar,perang uhud, sampai terjadinya hudaybiah dan perang khaybar.
Pada perang khaybar ini termasuk perang yang paling sulit untuk dimenangkan, karena pasukan muslim harus menghadapi benteng pertahanan kabilah yahudi terakhir yang paling sulit ditembus.
Rasul mengangkat Abu bakar sebagai panglima perang, namun tugas menghancurkan benteng khaybar tidak berhasil dilakukan. Kemudian rasul mengangkat Umar bin Khattab sebagai panglima, namun Umar tidak juga berhasil membuka benteng Khaybar.
Sampai rasulullah kemudian berkata, besok bendera perang ini akan aku serahkan kepada orang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan Allah dan Rasul-Nya juga mencintai orang ini, orang ini akan membuka benteng khaybar dan akan memenangkan perang.
Keesokan harinya rasulullah menanyakan Ali bin Abi Thalib, ternyata Ali sedang sakit mata. Setelah Ali datang rasulullah meludahi mata Ali dan mata Ali sembuh seketika atas izin Allah.
Rasulullah memberikan bendera perang kepada Ali dan pasukan yang dipimpin Ali berhasil membuka benteng Khaybar dan memenangkan perang.
Pada periode madaniyah juga terjadi perang Hunain, Tabuk dan Futuh mekkah. Setelah futuh Mekkah, rasulullah mulai mengangat para pemimpin di berbagai daerah, rasulullah mendelegasikan pengangkatan amir-amir dari berbagai daerah yang mengatur masyarakat di daerah itu dan juga mengurus masjid.
Pasca perang futuh Mekkah rasulullah bersama 130.000 kaum muslimin melakukan haji ke Baitullah. Terakhir, sebelum wafatnya, Rasulullah menunjuk jenderal yang berusia muda yaitu Usamah bin Zaid untuk tugas ekspansi melebarkan Islam ke penjuru dunia.
Dalam haji wada’, tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 hijriyah, Rasulullah berkhutbah di hadapan ribuan kaum muslimin. Turun Al Maidah ayat 3. Beberapa hari setelah itu turun al Baqarah ayat 281. Beberapa hari setelah itu tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 hijriyah rasulullah wafat.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, ummat mulai mencari pengganti rasulullah. Ini dimulai dari inisiatif Umar Bin Khattab, Umar menemui Ubaidah bin Jarrah seorang sahabat yang dikenal dengan julukan amiyrul umara, atau pemimpin para pimpinan untuk mengusulkan Ubaidah sebagai pengganti rasulullah.
Ubaidah menolak karena menurutnya ada yang lebih cocok menggantikan rasulullah yaitu Abu Bakar ash shidiq. Keduanya kemudian menemui Abu Bakar. Mereka bertiga kemudian menemui kaum anshar yang sedang bersidang juga untuk mencari pengganti khalifah. Akhirnya mereka bersepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifaturrasul.
Semua rangkaian kisah dari awal pengangkatan Muhammad bin Abdullah sebagai Nabi dan Rasul hingga wafatnya beliau SAW, ini merupakan BUKTI AL QURAN DIBANGUN BERDASAR METHODE MANHAJ NUBUWAH.
Ini merupakan PRAKTIK AL QURAN BERDASAR SHIROH NABAWIYAH, dengan kata lain ini merupakan TAFSIR AL QURAN BERDASAR MANHAJ NUBUWAH.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.