“Manusia Buta yang Allah Turunkan 16 Ayat yang Berkenaan tentang Dirinya. Ayat-Ayat Tersebut Senantiasa Dibaca dan Diulang-Ulang Terus” (Para Ahli Tafsir)
Siapakah orang yang telah membuat Nabi mendapatkan kecaman dari langit dan telah membuat Beliau gelisah?! Siapakah orang yang telah membuat Jibril al Amin turun dari langit untuk menyampaikan kepada hati Nabi Saw tentang sebuah wahyu yang berkenan dengan dirinya?! Dialah Abdullah bin Ummi Maktum yang menjadi muadzin (orang yang mengumandangkan adzan) Rasulullah Saw.
Abdullah bin Ummi Maktum adalah penduduk asli Mekkah berkebangsaan Quraisy yang masih memiliki hubungan kerabat dengan Rasulullah Saw. Dia adalah sepupu Ummul Mukminini Khadijah binti Khuwailid ra. Ayahnya bernama Qais bin Zaidah. Ibunya bernama ‘Atikah binti Abdullah. Ia dipanggil dengan sebutan Ummu Maktum sebab saat ibunya melahirkan ia sebagai anak yang buta, ibunya melahirkannya dengan sembunyi-bunyi agar tidak diketahui orang.
Abdullah bin Ummi Maktum menyaksikan terbitnya sebuah cahaya di Mekkah. Maka Allah Swt melapangkan dadanya untuk menerima iman. Dia termasuk orang pertama yang masuk Islam. Ibnu Ummi Maktum menjalani segala ujian yang dirasakan dan diderita oleh kaum muslimin di Mekkah dengan segala pengorbanan, keteguhan dan kesabaran.
Ia merasakan siksaan bangsa Quraisy sebagaimana yang dialami oleh sahabatnya yang lain. Ia merasakan kebengisan dan kekejaman yang mereka lakukan. Meski demikian ia tidak pernah beringsut dan tidak pernah patah semangat. Imannya tidak akan goyah. Imannya mampu sedemikian karena ia berpegang teguh dengan ajaran agama Allah, senantiasa berpegang dengan Kitabullah, mempelajari dengan baik syariat Allah dan selalu datang dan bergaul dengan Rasulullah Saw.
Ia begitu seringnya mendampingi Rasulullah dan begitu hapal akan Al Qur’an hingga ia tidak pernah melewatkan satu kesempatan pun untuk bersamanya, dan apabila ada kesempatan untuk melakukan itu, maka pasti dia menjadi yang pertama melakukannya. Bahkan keinginannya untuk melakukan hal ini membuat ia berkeinginan untuk mendapatkan jatah bagiannya dan jatah orang lain untuk dirinya agar ia bisa mendampingi Rasul dan mempelajari Al Qur’an sebanyak-banyaknya.
Pada masa-masa itu Rasulullah Saw seringkali melakukan pertemuan dengan para pemuka Quraisy karena berharap mereka berkenan untuk masuk Islam. Suatu hari Beliau berjumpa dengan Utbah bin Rabiah dan saudaranya yang bernama Syaibah bin Rabiah. Turut bersama keduanya adalah ‘Amr bin Hisyam yang dikenal dengan Abu Jahl, Umayyah bin Khalaf dan Walid bin Al Mughirah orang tua Khalid bin Walid. Rasul melakukan pembicaraan kepada mereka, mengajak mereka serta memperkenalkan Islam kepadanya. Rasul amat berharap agar mereka mau menerima penawaran Rasul, atau menghentikan penyiksaan yang mereka lakukan terhadap para sahabat Rasul Saw.
Saat Rasulullah Saw sedang mengadakan pembicaraan dengan mereka, tiba-tiba datanglah Abdullah bin Ummi Maktum yang meminta Rasul Saw untuk membacakan ayat-ayat Kitabullah kepadanya. Ia berkata: “Ya Rasulullah, ajarkan kepadaku apa yang telah Allah ajarkan kepadamu!” Rasul Saw lalu berpaling darinya, dan membuang wajahnya dari Ibnu Ummi Maktum. Ia lalu melanjutkan pembicaraan dengan para pembesar Quraisy tadi. Rasul masih berharap agar mereka mau menerima Islam, sehingga dengan masuknya mereka ke dalam agama Islam maka agama ini akan semakin kokoh, dan dapat mendukung dakwah Rasulullah Saw.
Begitu Rasulullah Saw selesai mengadakan pembicaraan dengan mereka, Beliau hendak kembali ke rumah. Tiba-tiba Allah Swt membuat mata Beliau menjadi kabur sehingga Beliau merasa pusing. Lalu turunlah beberapa ayat kepada Beliau: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran lalu pengajaran itu memberi manfa'at kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan, maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya, di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti.” (QS. Abasa [80] : 1-16)
16 ayat yang dibawa turun oleh Jibril ke hati Nabi Saw tentang Abdullah bin Ummi Maktum. Ke 16 ayat tersebut senantiasa dibaca sejak di turunkan hingga hari ini. Dan akan terus dibaca manusia sehingga Allah mengakhiri riwayat bumi ini.
Sejak saat itu Rasulullah senantiasa memulyakan Abdullah bin Ummi Maktum ketika ia datang dan singgah di majlis Rasulullah. Beliau juga senantiasa menanyakan kondisi Abdullah dan memenuhi segala kebutuhannya. Hal ini tidak mengherankan, sebab karena Abdullah bin Ummi Maktum lah Rasulullah Saw mendapat kecaman keras dari langit!
Begitu Quraisy semakin menggencarkan usaha mereka dalam menganiaya Rasul dan para pengikutnya, maka Rasulullah Saw mengizinkan kaum muslimin untuk berhijrah. Abdullah bin Ummi Maktum lah yang menjadi orang yang paling cepat meninggalkan tanah airnya dan berlari menyelamatkan agama. Dia dan Mus’ab bin Umair adalah orang pertama dari para sahabat Rasulullah Saw yang tiba di Madinah.
Begitu Abdullah bin Ummi Maktum di di Yatsrib, ia dan sahabatnya selalu membacakan dan mengulang-ulang Al Qur’an kepada semua penduduk Madinah. Mereka berdua mengajarkan kepada penduduk Madinah ilmu tentang agama Allah.
Saat Rasulullah Saw tiba di Madinah, ia menjadikan Abdullah bin Ummi Maktum dan Bilal bin Rabah sebagai dua orang muadzin yang menyerukan kalimat setiap hari sebanyak lima kali. Keduanya diperintahkan untuk menyeru manusia mengerjakan amal terbaik dan meraih kemberuntungan.
Maka terkadang Bilal yang melakukan Adzan dan Ibnu Ummi Maktum yang membacakan Iqamat. Terkadang juga Ibnu Ummi Maktum yang Adzan, dan Bilal yang beriqamat.
Bilal dan Ibnu Ummu Maktum juga memiliki tugas lain saat bulan Ramadhan. Kaum muslimin Madinah akan melakukan sahur apabila salah seorang dari mereka melakukan adzan, dan mereka akan berimsak saat satunya lagi mengumandangkan adzan kedua.
Bilal mengumandangkan adzan pada malam hari untuk membangunkan manusia. Sedangkan Ibnu Ummi Maktum bertugas untuk memperhatikan datangnya fajar, dan ia tidak pernah keliru melakukannya. Rasulullah Saw begitu memulyakan Ibnu Ummi Maktum sehingga pernah Beliau mengangkat Ibnu Ummi Maktum sebagai penggantinya untuk menjaga Madinah lebih dari 10 kali, salah satunya adalah saat Rasulullah Saw berangkat untuk menaklukkan kota Mekkah.
Setelah usai perang Badr, Allah menurunkan beberapa ayat Al Qur’an yang memuji para mujahidin, dan memulyakan orang yang berjihad daripada orang yang tidak berangkat agar memberikan stimulasi kepada para mujahid tadi, dan mengecam orang yang tidak berangkat. Hal itu membuat Ibnu Ummi Maktum menjadi kecil hati karena tidak bisa mendapatkan kemulyaan ini. Ia pun berkata: “Ya Rasulullah, bila aku mampu berjihad, maka pasti aku akan melakukannya.”
Kemudian Abdullah bin Ummi Maktum berdo’a kepada Allah dengan hati yang khusyuk agar Ia berkenan menurunkan ayat tentang orang sepertinya yang kekurangan dirinya menghalangi mereka untuk melakukan jihad. Ia berdo’a dengan begitu khusyuknya: “Ya Allah, turunkanlah ayat atas ketidakmampuanku… Ya Allah, turunkanlah ayat atas ketidakmampuanku!” Maka Allah dengan begitu cepatnya langsung menjawab do’a Abdullah bin Ummi Maktum.”
Zaid bin Tsabit, penulis wahyu bagi Rasulullah Saw mengisahkan: “Saat itu aku sedang bersama Rasulullah Saw dan Beliau tiba-tiba hilang kesadaran. Maka paha Beliau di taruh di atas pahaku. Aku belum pernah merasakan ada paha yang seberat paha Rasulullah Saw. Kemudian Beliau
tersadarkan sebentar lalu bersabda: “Tuliskan, Ya Zaid!” Maka aku pun menuliskan: “Tidak sama orang mukmin yang duduk (tidak berangkat) dengan orang yang berjuang di jalan Allah.”
Lalu Ibnu Ummi Maktum berdiri seraya berkata: “Bagaimana dengan orang yang tidak mampu berjihad?” Belum juga ia usai meneruskan ucapannya, maka Rasulullah Saw hilang kesadaran lagi. Lalu pahanya diletakkan di pahaku. Maka aku merasakan berat yang sama pada saat ketika pertama kali. Kemudian ia tersadarkan diri, lalu bersabda: “Bacakan apa yang telah kau tulis, ya Zaid!” Akupun membacakan: “Tidak sama orang mukmin yang duduk…” lalu Beliau bersabda: “Tuliskan ‘Selain orang yang memiliki uzur” Maka turunlah pengecualian sebagaimana yang diharapkan oleh Abdullah bin Ummi Maktum.
Meski Allah Swt telah memberikan maaf kepada Abdullah bin Ummi Maktum dan kepada orang-orang yang sepertinya dalam berjihad, namun ia tidak rela membiarkan dirinya berdiam diri dengan orang-orang yang tidak berangkat. Ia malah bertekad untuk berjihad di jalan Allah Swt. Hal itu dikarenakan jiwa yang besar tidak akan pernah puas kecuali apabila melakukan pekerjaan-pekerjaan yang besar. Sejak saat itu ia bertekad tidak akan pernah ketinggalan perang. Ia telah menentukan tugasnya sendiri di medan peperangan. Ia berseru: “Tempatkan aku diantara dua barisan dan berikan kepadaku panji agar aku yang membawanya dan menjaganya untuk kalian! Sebab aku buta dan tidak mampu berlari.”
Pada tahun 14 H, Umar bertekad untuk menyerang Persia dengan sebuah peperangan yang dapat mengalahkan mereka, meruntuhkan kerajaan Persia dan membuka jala bagi tentara muslimin. Ia menuliskan sebuah surat kepada para pembantunya yang berbunyi: “Jika ada orang yang memiliki senjata, kuda, pertolongan atau pendapat maka pilihlah mereka dan bawalah mereka menghadapku! Segera!” Maka kaum muslimin memenuhi panggilan Umar al Faruq, dan mereka berdatang ke Madinah sehingga memenuhi semua penjurunya. Salah seorang dari mereka adalah seorang buta yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum.
Umar ra menunjuk pemimpin pasukan besar ini adalah Sa’d bin Abi Waqash. Sebelum berangkat Umar memberikan wasiatnya kepada pasukan muslimin, kemudian melepas mereka. Begitu pasukan ini tiba di Al Qadisiyah, Abdullah bin Ummi Maktum mengenakan baju besinya juga perlengkapan perang lainnya. Ia rela membawakan panji kaum muslimin dan berjanji untuk menjaganya hingga mati.
Kedua pasukan bertemu dan berperang selama 3 hari dengan begitu hebatnya. Keduanya saling menyerang dengan sangat dahsyat sehingga belum pernah ada sejarah penaklukan yang dialami kaum muslimin sehebat ini. Sehingga pada hari ketiga kaum muslimin mendapatkan kemenangan telak. Maka jatuhlah sebuah bangsa yang begitu besar saat itu, dan dikibarkanlah panji tauhid di negeri berhala. Dan sebagai harga pembelian kemenangan ini, gugurlah ratusan syahid dan salah satu dari para syuhada itu adalah Abdullah bin Ummi Maktum. Ia ditemukan telah tewas dengan berlumuran dara dan ia masih menggenggam panji pasukan muslimin.
Catatan: Ada perbedaan tentang nama Abdullah bin Ummi Maktum. Penduduk Madinah memanggilnya dengan Abdullah. Sedangkan penduduk Iraq memanggilnya dengan Umar. Sedangkan nama ayahnya adalah Qais bin Zaidah, dan tidak ada perbedaan pendapat tentang nama ayahnya
Sumber : Dr. Abdurrahman Ra’fat al-Basya, 65 Orang Shahabat Rasulullah SAW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.