Piagam Madinah

 


Daerah Yatsrib merupakan wilayah di Jazirah Arab yang berjarak 500 KM dari kota Mekkah. Di Yatsrib, ketika Rasulullah SAW hijrah terdapat beberapa kelompok masyarakat, yaitu:

1. ummat Islam yang terdiri dari kelompok imigran (muhajirin) Mekah dan penduduk asli Madinah sendiri (anshar) yang berasal dari suku Aws dan Khazraj), 

2. orang-orang Yahudi yang terdiri dari suku Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qainuqa' 

3. sisa-sisa suku Arab yang masih menyembah berhala (politeisme). 

4. sejumlah masyarakat Yatsrib dalam jumlah kecil menganut agama Nasrani. 


Hal pertama yang pertama dilakukan oleh Rasulullah SAW di Madinah dalam konteks sosial politik dalam rangka pembentukan sebuah negara adalah membuat perjanjian antara kaum muslimin dengan kabilah-kabilah Yahudi. Piagam yang berisi 47 pasal ini memuat peraturan-peraturan dan hubungan antara berbagai komunitas dalam masyarakat Madinah yang majemuk.

Zainal Abidin Ahmad menyebutkan bahwa menurut penyelidikan yang terbaru, piagam politik yang memenuhi syarat-syarat kenegaraan  pertama kali muncul di dunia bukanlah konstitusi Magna Carta (convention or unwritten constitution) dari Inggris tahun 1215, bukan pula Konstitusi Amerika Serikat tahun 1787, bukan pula Konstitusi Prancis tahun 1795. Konstitusi pertama di Madinah yaitu Piagam Madinah yang ditandatangani pada tahun 1 H (622M) merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia.  


Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy menyebutkan bahwa perjanjian ini dalam istilah modern lebih tepat disebut dengan Dustur (undang-undang dasar).

“Perangkat ini – yaitu dustuur – merupakan asas yang diperlukan bagi pelaksanaan hukum-hukum syariat Islam dalam kehidupan masyarkat. Sebab hukum-hukum syariat tersebut secara umum didasarkan pada konsep kesatuan umat islam dan masalah-masalah struktural lainnya yang berkaitan dengannya. Negara tempat pelaksanaan hukum dan syariat Islam tidak akan terwujudkan manakala sistem perundang-undangan yang dibuat oleh Rasulullah SAW tersebut tidak ada”. 

Di negara baru ini Nabi Muhammad bertindak sebagai kepala negara dengan Piagam Madinah sebagai konstitusinya. Negara Madinah dapat dikatakan sebagai negara dalam pengertian vang sesungguhnya, karena telah memenuhi syarat-syarat pokok pendirian suatu negara; yaitu wilayah, rakyat, pemerintah dan undang-undang dasar. 

Berkaitan dengan naskah asli perjanjian Madinah, atau piagam Madinah, setelah meneliti berbagai riwayat tentang perjanjian Madinah, Akram Dhiya’ al-Umuri menyebutkan bahwa naskah perjanjian tersebut ada dua, 

“Yang satu berkaitan dengan perjanjian damai dengan kaum yahudi yang ditulis sebelum perang Badar, pada saat Nabi SAW pertama kali tiba di madinah. Dan yang satunya lagi berkait dengan upaya memper-saudarakan antara kaum muhajirin dengan kaum anshar yang ditulis pasca Perang badar. Oleh para ulama ahli sejarah, kedua naskah tersebut digabung menjadi satu”.  

Untuk perjanjian damai dengan kaum Yahudi, kedua pihak yaitu kaum muslimin dan kaum Yahudi menyepakati untuk untuk hidup berdampingan secara damai sesuai peraturan hidup masing masing tanpa mengganggu pihak lainnya. Adapun posisi Rasulullah SAW sebagai pimpinan tertinggi masyarakat muslim tidak serta merta menjadi pimpinan kaum Yahudi karena kabilah masyarakat Yahudi sudah memiiki pemimpin di kabilah masing-masing. Piagam madinah juga secara eksplisit tidak menunjuk siapa yang menjadi pimpinan tertinggi di wilayah Yatsrib. 

Berkaitan dengan pelaksanaan hukum, ketika itu juga terdapat dua aturan yang menjadi sumber hukum, yaitu hukum Taurat berlaku bagi Yahudi dan Al Quran bagi kaum muslimun. Akram Dhiya’ al-Umuri mencatatkan,

“Kaum Yahudi tidak diwajibkan mematuhi hukum Islam secara keseluruhan, melainkan hanya dalam kasus tertentu atau dalam perselisihan mereka dengan muslimun. Dalam persoalan mereka yang bersifat intern dan pribadi, mereka merujuk kepada Taurat dan menyerahkan keputusannya kepada para pendeta mereka. Tetapi jika mau mereka di beri kebebasan untuk minta keputusan Nabi SAW. Al Quran memberikan pilihan kepada Nabi SAW untuk menerima pengambilan keputusan tentang mereka atau mengembalikan mereka kepada para pendeta”.  

Perjanjian Rasulullah SAW dengan Yahudi ini tidak bertahan lama, karena kaum Yahudi kemudian melakukan pelanggaran terhadap isi perjanjian. Sejarah mencatat pengusiran dan penghancuran kaum Yahudi dari Madinah sebagai berikut.

Pengusiran terhadap yahudi Bani Nadhir terjadi pada tahun ke-4 Hijriyah. Hal ini dilatarbelakangi oleh upaya penduduk Bani Nadhir yaitu Amr bin Jahsy bin Ka’ab ingin membunuh Rasulullah SAW karena bujukan dari pihak kafir Quraisy.  Akibat upaya pembunuhan ini pemukiman Bani Nadhir di kepung, pohon-pohon kurma milik Bani Nadhir di tebang dan di bakar. Penduduknya di beri waktu 10 hari untuk pergi ke luar Madinah, Dari sekian banyak penduduknya, ketika itu hanya dua orang yang masuk Islam, dan sebagian besar lagi pergi ke Syam dan sebagian lagi menetap di Khaibaar. Tanah-tanah di sana dibagi-bagikan oleh Rasulullah kepada kaum muslimin khususnya yang masih menumpang di rumah-rumah Anshar dan masih menggarap tanah-tanah milik Anshar. 


Hal ini direkam dengan baik di dalam Al Quran,

هُوَ الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ دِيَارِهِمْ لأوَّلِ الْحَشْرِ 

مَا ظَنَنْتُمْ أَنْ يَخْرُجُوا وَظَنُّوا أَنَّهُمْ مَانِعَتُهُمْ حُصُونُهُمْ مِنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَارِ (٢)

“Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan”. (Qs Al Hasyr 59:2)


Pengusiran Yahudi Bani Quraizhah terjadi pada Dzulhijjah tahun ke-4 hijriyah. Perang ini terjadi karena pengkhianatan bani Quraizhah yang membantu negara kafir Quraisy Mekkah pada perang Ahzab (Khandaq) yang terjadi pada Syawwal tahun ke-4 hijriyah. Selepas Rasulullah SAW pulang dari perang Khandaq, Allah memerintahkan Rasulullah untuk memerangi Bani Quraizhah. Dengan membawa 3.000 pasukan, Rasulullah mengepung pemukiman Banu Quraizhah selama 25 hari. 

Pasca pengepungan 400 orang Yahudi dihukum mati, 3 orang diselamatkan karena masuk Islam dan 3 orang lagi diselamatkan karena memperoleh jaminan salah seorang sahabat yang menyaksikan kesetiaan 3 orang yahudi tersebut selama perjanjian. Eksekusi hukuman mati dilaksanakan di depan pasar Madinah, dibuatkan parit besar lalu mereka semua di penggal di sana secara massal.  Hukuman terhadap Quraizhah ini lebih berat dibanding Bani Nadhir dan Bani Qainuqa karena dampak dari pengkhianatan mereka hampir saja merontokkan aqidah dan moral kaum muslimin serta membahayakan seluruh kaum muslimin.


Hal ini dikisahkan dengan jelas di dalam ayat berikut.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا وَجُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا (٩) إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الأبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا (١٠)هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالا شَدِيدًا (١١)

“9. Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. dan adalah Allah Maha melihat akan apa yang kamu kerjakan. 10. (yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. 11. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.” (Qs Al Ahzab 33:9-11)

Wanita Yahudi dibebaskan, kecuali seorang wanita Yahudi karena ia membunuh seorang sahabat Nabi yang bernama Khallad bin Suwaid dengan menggunakan batu penggiling yang dilempar dari atas. Anak-anak Yahudi yang belum baligh dibebaskan, harta dan budak mereka dibagikan kepada kaum muslimin. Ini adalah hukuman keras bagi Yahudi bani Quraizhah.


Beberapa tahun setelah itu Bani Khaibar ditaklukkan pada Muharram tahun ke-7 hijriyah. Pemukiman Yahudi Bani Khaibar adalah pemukiman yahudi terbesar dan masih memiliki kekuatan bersenjata di Madinah. Penduduk Khaibar awalnya tidak menampakkan permusuhan dengan kaum muslim sampai kedatangan Yahudi dari Bani Nadhir dan tokoh-tokhnya pasca pengusiran bani Nadhir. Pasukan Khaibar ikut memerangi kaum muslim dalam perang Ahzab (khandaq). Karenanya setelah perang Khandaq, Rasulullah bermaksud menghabisi tokoh-tokoh Yahudi yang terlibat dalam perang Khandaq, diantaranya Salman bin Abu Al Haqiq. 

Rasulullah mengutus Abdullah bin Atik bersama beberapa orang Anshar untuk menangkap Salman yaitu genbong bani Nadhir. Tugas ini berhasil di eksekusi di rumah Salman sendiri yang dijaga ketat pasukan pengamanan yahudi. Namun dibunuhnya tokoh yahudi ini tidak menghentikan potensi permusuhan yahudi, terlebih kaum yahudi kini berkumpul dalam jumlah besar di wilayah yang cukup besar di Khaibar.  

Upaya menaklukkan Khaibar berarti upaya menaklukkan wilayah Khaibar yang terdiri dari banyak benteng dan di jaga oleh ribuan pasukan yahudi dengan persenjataan yang lengkap. Penaklukan benteng-benteng di Khaibar ini berlangsung selama beberapa minggu, diawali oleh penaklukan benteng Na’im, benteng Sha’ab, benteng Ubay, benteng Nizzar, benteng Al Qamush, benteng al Wathih, dan terakhir benteng As Salalim. Ada yang menyebut bahwa benteng terakhir adalah benteng Nizzar. Wilayah Yahudi lain yaitu wilayah Fadak yang terletak di sebelah utara Khaibar juga takluk dan meminta perlindungan kepada Rasulullah. 

Pasca penaklukan Khaibar, tercatat 73 orang Yahudi tewas, kaum wanita, anak-anak dan budak dijadikan tawanan. Awalnya seluruh Yahudi Khaibar akan di usir namun karena mereka meminta untuk tidak di usir karena mereka lebih ahli dalam mengurus pertanian daripada kaum muslimin. Akhirnya mereka tidak di usir, tanah pertanian khaibar di ambil sebagian oleh Rasulullah sebagai tanah pertanian kaum muslimin sesuai dengan persetujuan yahudi Khaibar. Yahudi khaibar menerima keputusan Rasulullah SAW dan mereka mengatakan ini sebagai, “kebenaran sejati dan berkat kebenaran inilah yang membuat langit dan bumi akan tetap ada, kami puas menerima keputusan anda”. 


Dalam bab tentang “Perlakuan Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam kepada penduduk Khaibar”, Imam Bukhari hadits no. 3917 menyebutkan. 

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَعْطَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْبَرَ الْيَهُودَ أَنْ يَعْمَلُوهَا وَيَزْرَعُوهَا وَلَهُمْ شَطْرُ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا

“Telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail; Telah menceritakan kepada kami Juwairiyah dari Nafi' dari Abdullah radliallahu 'anhu, katanya; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Pernah memberi orang yahudi hak kelola tanah Khaibar, caranya, agar mereka kelola, mereka tanam, dan mereka peroleh separuh hasilnya”. (HR Bukhari No. 3917)


Penaklukan khaibar ini termasuk penaklukan yang terbesar dari segi ekonomi karena wilayah Khaibar yang sangat luas, bahkan jatah makan kurma tidak akan pernah habis walaupun di makan selama satu tahun penuh. Sebelumnya Ibnu Umar pernah mengatakan, “Kami tidak akan pernah kenyang sampai kami berhasil menaklukkan khaibar.  Nampaknya potensi pertanian kurma di Khaibar sangat besar dan ini diketahui persis oleh para sahabat. Aisyah mengatakan, “Sejak itu kami kenyang makan kurma terus-terusan.”  


Demikianlah berbagai pengusiran dan penaklukan Yahudi sehingga praktis sejak penaklukan Khaibar tidak ada lagi kekuatan Yahudi di Madinah baik dari segi ekonomi, sosial maupun politik. Muhammad Iqbal, penulis buku Fiqih Siyasah  menyebutkan,

“Namun keberadaan Piagam ini tidak dapat bertahan lama, karena dikhianati sendiri oleh suku-suku Yahudi di Madinah. Sebagai balasan atas pengkhianatan tersebut, Nabi menghukum mereka, sebagian diusir dari madinah dan sekalian lagi dibunuh. Setelah itu Nabi tidak lagi mengadakan perjanijan tertulis dengan kelompok-kelompok masyarakat Madinah. Pola hubungan dalam masyarakat Madinah langsung di pimpin Nabi berdasarkan wahyu Al Quran.” 

Sejak penaklukan Khaibar, seluruh penduduk yang ada di Yatsrib tunduk sepenuhnya kepada Rasulullah SAW, bukan hanya sebagai pemimpin kaum muslimin, tetapi sebagai kepala Negara yang berdaulat penuh di Madinah. Sejak penaklukan Khaibar, tidak berlaku lagi Piagam Madinah. Satu-satunya konstitusi yang berlaku di Madinah sejak itu adalah Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.